Pagi itu Kia sibuk mengemas pakaian mereka, atau lebih tepatnya pakaian sang suami. Sebab tak satupun pakaiannya yang ia bawa ke Jakarta. Gerry melarangnya. Dengan angkuhnya tadi Gerry menyuruh Kia membeli pakaian baru daripada harus repot-repot membawanya ke Jakarta. Gerry hanya memperhatikan gerak-gerik istrinya dari atas ranjang tanpa banyak berkata. Sejak kemarin Kia merasa sikap Gerry sangat aneh, tidak seperti biasanya, pria cerewet itu lebih banyak diam, dan hanya berkata saat ia bertanya atau butuh sesuatu, selain dari itu tak ada kata yang keluar dari mulut pria suaminya.Apa Gerry marah karena Kia tak mampu mengembalikan kejantannya seperti dulu?Padahal ciuman yang mereka lakukan saja sudah berhasil membuat separuh otak Kia tidak bisa berkonsentrasi dengan baik. Tapi sepertinya ciuman yang mereka lakukan tidak berpengaruh apapun pada suaminya. Buktinya kini Gerry terlihat sangat acuh, bahkan saat semalam Kia mengajaknya untuk melakukan terapi ciuman lagi, Gerry menolaknya
Suasana melankolis masih terus menyelimuti perasaan Kia sepanjang perjalanan. Wajahnya terus mengarah ke luar jendela dengan mulut terkunci. Pikirannya terus melayang ke hari dimana dia dan Gerry memutuskan berpisah nanti, dan saat hari itu tiba apa yang harus ia katakan pada sang ibu?Apa alasan yang harus ia berikan pada ibunya nanti? Karena pasti ibunya akan sangat kecewa dengan perceraian mereka.Sementara itu, Gerry yang duduk di kursi penumpang bersama sang istri terus memperhatikan wajah sendu Kia. Berkali-kali Kia menghembuskan napas kasar seperti seseorang yang sedang merasa kelelahan. Dan apakah beban yang Kia rasakan itu dirinya?Banyak pertanyaan dalam hati Gerry yang ingin sekali ia pertanyakan, namun mulutnya seperti terkunci. Tak ada satu tetes air mata pun yang mengalir, tapi entah mengapa wajah sang istri tampak memancarkan kesedihan yang teramat dalam. Tapi Gerry memilih masa bodoh dengan apa penilaian sang i
“Om Gel, cium-cium Onty Ia,” ucap Sachee dengan telunjuknya yang menuding Gery dengan sangat lurus.“Ciam, cium. Bocah masih ngedot, berani-beraninya ngeledekin gue.” Gerry segera saja membawa tubuh kecil Sachee ke atas ranjang pengantinnya.“Itu namanya cium Om, Papa kalau cium Bunda kayak gitu, kata Bunda itu ciuman Papa Bunda, kok Om Geli ikutan Papa sama Bunda aku? Emang Om Geli sama Onty Ia, Papa sama Bunda juga?” Bocah cerewet yang sedang serba ingin tahu itu, minta penjelasan.“Elu ngomong apa sih, Abon?” Gerry yang gemas dengan celotehan anak itu langsung menciumi bocah yang tadi berhasil menggagalkan misi mensejahterakan adik kecilnya.Sachee terus terkekeh geli, sambil menyembunyikan lehernya dengan cara menempelkan dagunya ke dada. “Om Nyet udaaaah,” pintanya di sela tawa.“Ini hukuman karena kamu udah ganggu acara mamam Om.” Gery berpindah menciumi pipi Sachee yang satunya.“Itu ciuman Papa sama Bunda, Om.” Bocah itu terkekeh geli.Sebetulnya Kia cukup lega dengan kedatang
Suasana rumah keluarga Chen yang tadi sangat ramai, langsung terasa sepi sejak kepergian Kimmy dan keluarga kecilnya, karena bocah menggemaskan yang sejak kedatangannya menjadi pusat perhatian semua orang merengek ingin pulang. Sedangkan Thomas menunda diri untuk menyelesaikan permainan catur bersama Gerry. Mommy Rossi dan suaminya pun sudah sejak 10 menit yang lalu pamit untuk beristirahat, maklum waktu sudah cukup larut kala itu.“A, aku duluan ya,” pamit Kia pada suaminya setelah beberapa kali menguap.“Hemm. Tidur di atas aja, di kamar tadi masih banyak sampah yang belum dibersihkan,” ucap Gerry sembari memindahkan kudanya untuk memakan benteng Thomas.“Heh, Monyet, kuda lu keblinger apa ya? Langkah kuda lu kelewatan satu kotak itu.” Thomas kembali mengambil benteng miliknya. “Sorry, kuda gue udah diupgrade, Ta,” selorohnya.Kia langsung pergi setelah pamit. Menyisakan dua orang sahabat yang tengah asik dengan permainan catur mereka. Sebetulnya momen ini yang sejak tadi Thomas tu
Meski Gery menawarkan Kia untuk berangkat bersama ke kantor, tapi Kia yang masih belum bisa memahami maksud dari kebaikan suaminya, memilih untuk tidak menerima ajakan itu. Apa yang harus ia katakana nanti pada orang-orang kantor jika mereka melihat kedatangannya dengan calon pewaris stasiun televisi tempatnya bekerja?Kia datang lima menit setelah kedatangan Gerry, karena tadi mereka memang keluar dari apartemen Kia secara bersama, namun Kia sengaja memperlambat laju mobilnya. Baru beberapa hari tidak masuk kerja, sudah banyak pertanyaan yang Kia terima dari rekan-rekan kerjanya, mulai dari menanyakan kabarnya, hingga yang menuduhnya ikut pergi tugas ke luar negeri bersama Gery. Dan entah bagaimana reaksi para wanita yang memang selalu memuja suaminya itu jika tahu dirinya menikah dengan anak bos mereka. Kia bergidik ngeri membayangkan dirinya akan dikucilkan oleh para rekan kerjanya.“Ki, tunggu!” seru Hans saat Kia baru akan menutup pintu lift. “hai,” sapanya pada Kia.“Hai, juga.
Senyum Hans seketika tercipta saat melihat wanita yang sedang ia tunggu datang menghampirinya dengan wajah bersemu, hatinya riang bukan kepalang, sebab pikirnya Kia sedang malu-malu saat itu. Pria itu tidak tahu saja jika wanita yang ia damba itu baru saja melakukan adegan hangat-hangat kuku bersama anak pemilik stasiun televisi tempatnya mencari nafkah.“Maaf nunggu lama ya, tadi aku …” Wajah cantik Kia semakin memerah saja saat otaknya me rewind apa yang ia lakukan dengan suaminya, dan mungkin jika saja Hans tidak meneleponnya, scen yang lebih panas mungkin telah terjadi dalam ruang kerja sang suami.“Susah minta izin sama Pak Gery?” terka Hans.Bukan, tapi dirinya yang sulit melepaskan diri dari ciuman sang suami. Dada Kia berdesir hebat saat itu juga, bibirnya terus menyunggingkan senyum malu-malu, membuat lawan bicaranya jadi salah memahami gestur tubuhnya.“Kalau boleh tau apa yang mau kamu bicarain?” tanya Hans, karena satu jam lagi dia ada meeting bersama krunya.“Oh itu. Aku
Serangan Gery yang tiba-tiba membuat Kia sedikit ketakutan, bahkan bibirnya terus mengatup tak langsung membalas ciuman sang suami. Air matanya saja masih belum kering, rasa kesal dan marah yang belum hilang membuat Kia enggan membalas ciuman yang Gery lakukan. Enak saja pria itu memperlakukan dirinya semaunya, memangnya dia boneka yang tak punya hati apa.“Maaf!” ucap Gerry mengiba.Entah maaf apa yang Gerry maksud, yang pasti saat itu juga hati Kia meleleh bersamaan dengan rasa hangat yang mulai menjalar ke sekujur tubuhnyaPadahal hawa dingin sejak tadi terasa mendominasi kamar yang berukuran cukup luas itu. Akan tetapi Kia tak mau begitu saja membodohi dirinya, dia tak mau lagi berharap terlalu dalam pada Gerry. Bagaimana jika nanti pria itu akan kembali memperlakukan dirinya seperti yang sudah-sudah?“Pak, jangan begini!” Tangan Kia sedikit mendorong dada Gerry yang langsung berhenti saat akan kembali mendaratkan bibirnya.“Kenapa?” Gerry tak bergeming, hanya memberi jarak yang
Malam di 2 tahun silam“Gi…” Gerry terus menyebut nama Gitsa sambil menatap Kia dengan penuh damba.“Aku bukan Mbak Gitsa, aku Kia, Pak.” Kia yang baru saja menghabiskan satu gelas wine dalam satu tegukan, mulai kehilangan kesadarannya. Tubuhnya limbung saat dia berdiri, melihat bantal empuk yang berada di atas ranjang membuatnya tergoda untuk merebahkan diri, tapi kala itu dia masih sadar jika hal itu akan membahayakan dirinya.“Gi…” panggil Gerry lagi.Meski Kia terus berusaha bertahan, tapi ternyata tubuhnya tak kuasa untuk tetap bertahan. Dia terjatuh ke atas dada bidang pria sang Bos. Tapi bukannya segera bangkit, Kia malah terasa nyaman mencium wangi tubuh Gerry.“Maafin aku ya, Gi,” ucap Gerry sambil memeluk wanita yang ia pikir adalah sang mantan kekasih.“Aku bukan Mbak Gitsa.” Kia masih berusaha menjawab meski dengan suara seraknya, dan hal itu malah memancing sesuatu yang tersembunyi di balik celana Gerry bergeliat.Gerry yang masih dipengaruhi alkohol hilang kendali dan mu
Perubahan hormon ibu hamil,membuat sifat gadis itu jadi banyak berubah, perempuan yang biasa giat bekerja itu jadi tiba-tiba saja jadi malas bekerja, jangankan bekerja, mandi pagi saja malas, karena setiap kali badannya tersentuh airnya, rasa mual pasti datang mendera. Bukan hanya itu saja, moodnya sangat mudah berubah, rasa bahagia dan sedih seperti hanya terpisah sehelai benang. Pagi ini contohnya, Gerry begitu terkejut saat mendengar suara isak tangis dari balik selimut yang masih membungkus tubuh sang istri. Dia menangis seperti seorang istri yang teraniaya, sama persis dengan para aktris di sinetron azab.“Kamu kenapa? Mual?” tanya Gerry dengan lembut dan penuh kasih. Sungguh, Kia pun bingung dengan dirinya sendiri, hanya karena mengingat drama romantis yang ia tonton semalam saja sudah membuat dirinya seperti seorang istri yang tidak dicintai, karena sikap Gerry yang tidak seromantis aktor-aktor dalam drama itu.“Kamu kenapa, aku tanya? Atau mau apa?” Gerry masih bersabar men
“Kalian emang mau kemana sih?” tanya Amora penuh curiga saat melihat sang suami dan dua pria sableng lainnya itu berpakaian rapi di malam hari.“Nganter Gerry, katanya ada sesuatu yang harus dia urus di sini,” jawab Thomas sambil melingkarkan jam rolex di pergelangan tangannya.“Kamu gak ada niatan macem-macem kan?” Amora langsung memandang sang suami dengan sinis.“Ini bukan waktunya kamu cemburu, Sayang. Di sini gak ada klab malam atau sejenisnya, cuman ada pasar malem yang katanya baru besok malem mulai buka,” jawab Thomas, dan segera mengecup singkat bibir sang istri sebelum wanita itu kembali mengucapkan hal-hal negatif kepadanya.Kejadian yang hampir sama pun terjadi di kamar lainnya, tepatnya di kamar Gerry dan Kia. Kia merasa ada yang sedang suaminya sembunyikan kepadanya, karena Gerry yang biasa mageran tiba-tiba memberitahukan dirinya bahwa dia dan kedua sahabatnya akan keluar malam itu.“Aa sebenernya mau kemana sih? Kalau emang mau ke rumah Pak Kades, kenapa gak ajak Pak R
Kia pikir ucapan Gerry yang akan mendatangi rumah Pak Kades hanya bualan saja. Untungnya saja semalam Kia berhasil mengalihkan perhatian sang suami yang ngeyel ingin mendatangi rumah kepala desa dengan cara mengajak sang suami melakukan ritual mengasikan yang mereka sukai, ditambah lagi cuaca malam tadi memang kurang mendukung, makin giat saja Gerry membuat suasana kamar mereka memanas.Tapi tidak untuk pagi ini, sebab Gerry sudah meminta sang adik ipar memanggil ketua RT di sana untuk menemani dirinya ke kantor balai desa agar bisa bertemu langsung dengan si kepala desa.“Aa, gak usah ke sana sih, mending titip pesen aja sama Pak RT, jadi biar Pak RT yang nyampein pesen Aa, ke Pak Kades,” pinta Kia, masih berusaha merayu sang suami di detik-detik terakhir.Pak RT yang ternyata masih kerabat Kia segera mengangguk setuju, sebab dia juga cukup sungkan untuk bertemu kepala desa hanya untuk membahas soal perbaikan jalan ke kampung mereka dalam waktu singkat, ditambah lagi hanya karena al
Mommy Rossi berusaha mengalihkan ngidam sang menantu dengan berbagai makanan mewah. Dia bahkan menyewa koki hotel bintang lima untuk memasak menu-menu andalan yang biasa diminati para tamu.“Ayo sayang, dimakan. Mommy sengaja sewa koki hotel buat masak makanan buat kamu,” ujar wanita itu, saat memanggil sang menantu untuk makan siang. “Tadi pagi Mommy liat kamu gak ngabisin sarapan kamu.”“Iya, Mom. Gak tau kenapa rasa makanan yang aku makan jadi aneh semua, dan kadang bikin aku mual,” jelas Kia yang masih betah meringkuk di balik selimutnya.“Wajar, kebanyakan perempuan yang lagi hamil muda emang begitu.”“Emang Mommy gak ngalamin kayak gini waktu hamil si Aa?” Kia yang sebetulnya sangat malas beranjak dari ranjang, akhirnya memaksakan diri untuk bangun. Sungguh perlakuan sang ibu mertua yang terlampau baik membuatnya sangat tidak enak hati.“Mommy tau hamil aja pas udah lima bulan, karena ada yang gerak di perut Mommy.”“Mommy emang gak merhatiin siklus haid Mommy?”“Siklus haid Mom
Gerry yang begitu bahagia langsung membawa Kia kepada sang Mommy yang saat itu masih berada di salah satu butiknya. Dengan senyum yang sejak tadi tak pernah pudar dari wajah tampannya, Gerry menggandeng tangan Kia ke dalam butik dengan tergesa-gesa.“Sabar A, pelan-pelan atuh!” tegur Kia yang merasa dirinya seperti diseret-seret sang suami.“Aku udah gak sabar liat reaksi mertua kamu,” jawabnya bersemangat. “Mau aku gendong, takutya kamu capek?”Belum apa-apa Gerry sudah berlebihan memperlakukan istrinya.“Dari rumah ibu ke sini aja, aku kuat nyetir sendiri, masa jalan dari parkiran ke dalem aja pake digendong?” Kia terkekeh geli. “Ya siapa tau aja kamu capek abis nyetir,” jawab Gery kemudian kembali menggandeng tangan sang istri, namun kini dengan langkah lebih santai, walaupun hatinya sama sekali tidak santai. Seperti biasa, kedatangan mereka selalu disambut ramah para karyawan butik, tapi jika biasanya Gerry bersikap cuek dan selalu tak acuh pada sapaan mereka, namun hari ini ber
(Beberapa jam sebelum kedatangan Kia)“Maaf, karena ada sedikit kesalahan teknis, acara harus kami undur sekitar 30 sampai 60 menit,” ujar Gerry kepada semua narasumber yang datang siang itu. meskipun kesalahan ini murni bukan karena ulahnya, Gerry selaku anak dari pemilik stasiun televisi itu tetap harus menurunkan egonya untuk meminta maaf.“Mau gimana lagi?” sahut salah seorang dari mereka.“Dan sebagai permintaan maaf kami, saya akan mentraktir makan siang di restoran saya. Bagaimana?” usul Gerry, mencairkan suasana.Para narasumber pun terlihat senang menanggapi usulan calon penerus kerajaan bisnis Chen. Beberapa di antara mereka bahkan baru mengetahui bahwa Gerry adalah anak tunggal dari pemilik stasiun televisi swasta tersebut. Mereka termasuk Gitsa langsung diantar oleh mobil operasional perusahaan yang cukup mewah ke salah satu cabang restoran Cina milik Gerry yang letaknya tak jauh dari tempat tersebut.Gerry sengaja memesankan sebuah privat room ukuran besar untuk menjaga
“Aya naon?” tanya ibu melihat perubahan raut wajah sang putri setelah mendapat telepon dari menantunya.“si Aa nyuruh aku cepet pulang,” jawab Kia dengan kesal.“Baru juga beberapa jam di sini, masa langsung nyuruh pulang? Gimana sih?” ibu juga tak kalah kesal. Ya, bagaimana tak kesal, sudah lebih dari satu bulan sang putri tidak mengunjunginya, dan baru beberapa jam saja menginjakan kaki di rumahnya, sang menantu sudah menyuruh putrinya untuk meninggalkannya lagi.Ingin sekali sang ibu menelpon menantu titisan Sultan itu seraya berkata ‘APA-APAAN?’, sambil memarahi menantunya itu yang tak tahu adab. Tapi kenyataannya, boro-boronya dia memarahi sang menantu, baru menatap wajah tampan pria yang menikahi putrinya saja langsung membuat nyalinya menciut. Entah karena malu atau karena segan, yang jelas Ibu tak pernah bisa mengobrol banyak pada menantunya sendiri.“Bawaan orok kali, jadi bapaknya kangen terus sama Neng Kia,” sahut si ibu penjual rujak.Sontak saja kedua ibu dan anak itu men
Setiba di kampung halamannya, entah mengapa membuat hati Kia gelisah, seperti ada sesuatu yang membuat dirinya begitu tidak nyaman dengan tempat itu. apa mungkin karena rumahnya yang telah dirombak habis sang suami, membuat Kia jadi harus beradaptasi dengan suasana rumah orang tuanya?Beberapa bulan lalu, Gerry meminta izin dari Kia untuk merenovasi rumah sederhana milik orang tuanya, dan itu cukup membuat Kia terharu saat itu. Akan tetapi, Kia tidak tahu jika renovasi versi Gerry sangat jauh dari bayangannya. Gerry bahkan membeli sebagian tanah warga yang ada di sekitar rumahnya, untuk memperluas rumah yang kini hanya diisi oleh sang ibu dan adik bungsunya. Rumah sederhana itu kini disulap layaknya kediaman seorang pejabat, bahkan rumah yang dulu hanya seluas kamar tidur utama di kediaman keluarga Chen, sekarang sudah melebihi rumah Pak Lurah di desa tempat sang ibu tinggal.(percakapan dalam bahasa Sunda)“Ini tanah siapa aja yang si Aa beli?” tanya Kia yang takjub dengan renovasi
“Gue harus gimana ini?” tanya Gerry dengan tergesa.Satria dan Thomas yang baru saja akan menikmati minumannya kembali tegang saat melihat Gerry kembali di hadapan mereka.“Ya minta maaf aja sih, apa susahnya?” sahut Thomas.“Gampang ya kalian para cowok minta maaf setelah ngelakuin kesalahan yang bikin perempuan sakit hati.” Amora terlihat kesal dengan jawaban suaminya.“Ya, gak gampang juga. Emang kamu pikir gampang bikin rayuan yang bikin kamu maafin aku? kadang aku sendiri aja lupa apa salah aku, tapi aku tetep berlapang dada minta maaf ke kamu.” Thomas tak mau kalah.“Oh, jadi selama ini kamu minta maaf ke aku karena terpaksa? Iya?”“Kok kamu jadi marah ke aku gini sih? Sekarang aku tanya, emang apa salah aku sampe kamu sewot gitu?” Thomas tak terima dituduh seperti itu oleh sang istri.“Pake nanya salah kamu apa lagi. Mas, aku tuh gak suka cara kamu nyelesein masalah, kamu tuh ter