Meski tidak pernah ada pernyataan apalagi penjelasan lebih mengenai satu kata itu, tetapi Ya'qub cukup paham gegara Nayyara baru-baru ini selalu menyebutnya dengan sebutan itu berulang kali, pasti teriakan Nayyara itu tertuju untuknya, lagipula untuk siapa lagi selain dirinya? Namun, teriakan Nayyara itu terdengar tidak sopan, pasalnya terlalu berlebihan dan berteriak seperti itu di ketika ada orang lain di dekatnya. Bukankah itu jatuhnya adalah memalukan? Sepertinya banyak hal yang harus Ya'qub perbaiki dari Nayyara, ia harus pelan-pelan bahkan sedikit demi sedikit memberikan nasehat agar Nayyara bisa berubah menjadi lebih baik, sehingga sifat-sifat nya yang kurang patut sebagai seorang muslimah bisa berkurang dan akhirnya semoga saja menghilang. Sudah kenal Nayyara dari SMP hingga sampai SMA yang mana artinya selama sekitar enam tahunan mereka berinteraksi, ditambah lagi dalam waktu enam tahun itu tidak satu tahun pun mereka berbeda kelas, selalu saja di kelas yang sama. Ya'qub t
"A-ansel hanya menceritakan tentang obsessive compulsive disorder yang ia derita, dan kegiatannya sehari-hari di samping sambil menyandang penyakit yang ia derita itu. Tidak pernah sekalipun kudengar cerita darinya baik tentang masa lalunya ataupun mengenai latar belakangnya. Kami sentiasa bungkam atas cerita mengenai dua pembahasan itu," tutur gadis berhijab hitam panjang dan lebar itu jujur. Di bajunya bagian pergelangan tangan ada bercak berwarna merah bekas cairan berwarna serupa, ia memang belum ada menggantinya dikarenakan belum ada masuk ke ruang VVIP tempatnya dirawat dan semua baju-bajunya di simpan juga. "Benarkah? Atau justru kamu yang tidak mengingatnya?" tanya pria berkacamata di hadapannya dengan nada menyelidik. Ada nada tidak percaya juga di dalam kalimatnya itu. Di belakang pria itu ada dua orang lelaki yang sepertinya berusia tiga puluhan, keduanya mengenakan pakaian serba hitam juga tidak lupa kacamata berwarna hitam menutupi kedua mata masing-masing dari mereka.
Pergerakan langkah kaki gadis yang mengenakan kulot berwarna coklat dan baju kaos tangan pendek berwarna senada itu terhenti begitu saja, bukan tidak ada penyebab, ada seorang pria yang ternyata baru disadari oleh keduanya mengenakan baju yang berwarna sama, yakni coklat, hanya beda jenis pakaiannya saja, si gadis memakai baju kaos lengan pendek lagi, sedangkan si pria sweater yang tentunya lengannya panjang. Pria itu mencekal lengan si gadis, tidak terlalu kencang dan menyakiti, hanya sekedar sampai membuat si Nayyara menghentikan langkah belaka."Cobalah lebih halus dan sopan," bisik Ya'qub memberikan teguran tepat di telinganya Nayyara. Sengaja ia berbisik karena kalimat yang ia lontarkan itu adalah suatu kalimat teguran, dan tidak sepantasnya orang lain mendengar dia menegur istrinya. Sebab seorang muslim seharusnya memberikan nasehat ataupun teguran kepada orang lain tidak di hadapan orang banyak, tidak di depan umum. Mengapa? Karena demi menjaga nama baik orang yang dinasehati
"Kok lo aneh gitu sih? Sok-sokan bersedekap dada terus, di sini cuma ada gue, lo kebelet banget ya tampil berwibawa di depan gue?"Cerocosan panjang Nayyara tidak Ya'qub pedulikan, pria itu terus saja berjalan menuju mobil dengan posisi tangan seperti yang gadis itu sebutkan, yakni bersedekap di dada. "Ih gue ga suka dicuekin!" Bersamaan dengan kalimat itu terdengar di telinganya Ya'qub, sebuah tangan menarik lengannya dengan keras, keadaannya yang memang sedang tidak siap dan tidak fokus itu pun membuat tangannya yang bersedekap itu terbuka. Dan... "Bwahaha!" gelak tawa Nayyara tidak bisa ditahan melihat kondisi baju Ya'qub yang terlihat menyedihkan. Bagaimana tidak terlihat menyedihkan? Di sweater coklat milik Ya'qub itu tepatnya di bagian dadanya ada dua robekan di kanan dan di kiri. Tentu saja kondisi itu menghasilkan tertawaan di wajahnya Nayyara, masa orang kaya seperti Ya'qub ini mengenakan pakaian yang robek? "Lo gak nanya kenapa gue ketawa?" Nayyara bertanya dan menghara
"Udah deh! Lo kepanasan apa di pagi hari begini lepas baju?!" tanya Nayyara ngegas. "Ganti baju, dari tadi lo hina pake baju robek, padahal gegara lo juga," jawab Ya'qub datar. Astaga, ternyata itulah penyebab mengapa Ya'qub melepaskan sweater coklatnya begitu saja di mobil ini ternyata. "Yaelah baperan juga ternyata lo jadi manusia, gue komentarin dikit langsung berdampak!" ejek Nayyara. "Tidak semata-mata itu, gak pantes juga gue pake baju robek nyamperin abi umi." Ya'qub membela diri dari ejekan nya Nayyara. "Itu sadar kalo baju robek gak sepatutnya dipake! Kok telanjang dada lo sebut bagus?" heran Nayyara ingat dengan kejadian beberapa menit yang lalu ketika ia baru saja masuk mobil dan memekik tatkala melihat dada dan perut ala roti sobek milik Ya'qub yang terekspos sempurna. "Kapan?" tanya Ya'qub tidak ingat. Mendengar pertanyaan itu Nayyara menahan kesal, bisa-bisanya Ya'qub tidak ingat? Bukan apa-apa, masalahnya dikarenakan Ya'qub bertanya begitu selain Nayyara dipaksa
Dua orang insan yang sepasang dan kebetulan berstatus pasangan itu berdiri tegak menatap pintu utama sebuah rumah sakit yang ada di depan mereka. Entah bagaimana menjelaskannya, padahal si pria sudah mengganti bajunya yang tadinya sweater menjadi baju kaos, tetapi dua warna pakaiannya yang ternyata kebetulan sama-sama coklat, membuatnya dengan si gadis berpakaian dengan warna yang masih senada. Malahan samanya jenis pakaian mereka kini yakni sesama baju kaos lengan pendek membuat pakaian mereka kelihatannya jatuh kepada couple ketimbang hanya kebetulan berpakaian berwarna sama. "Ngapain abi umi di sini?" tanya Nayyara, kedengarannya teramat polos sekali. Selain karena polos itu dan merasa jawabannya seharusnya sudah tertebak, Ya'qub pun enggan memberikan jawaban dan langsung masuk ke rumah sakit itu juga. Sambil berjalan pikiran Ya'qub tidak kosong, dia sedang sibuk memikirkan sesuatu, Ya'qub kira sebagaimana ia masuk pertama kali ke rumah sakit ini, dia juga akan selalu masuk ke si
"Begitu naif seperti inikah cara main anda? Menghalalkan menyakiti perempuan agar menurut dengan omongan anda?!"Kalimat itu terdengar begitu dingin, tiada intonasi marah, tidak pula intonasi bahagia, ngegas pun juga tidak terasa. Semata-mata datar dan rasanya ialah dingin. Atas kalimat itu jugalah Medina baru berani mengangkat pandangannya, gadis berhijab hitam itu jelas sekali terkejut atas kehadiran seorang pria lebih tua darinya setahun yang kini berposisi lumayan dekat dengannya. Inilah keajaiban yang tidak ia kira akan datangnya, terasa mustahil dalam benaknya sejak tadi bahwa pria itu akan ada di sisinya dan melindunginya sekarang ini tetapi nyatanya saat ini pria gagah itu hadir di waktu yang teramat tepat, waktu di mana Medina membutuhkannya ada. "A-ansel?" panggil Medina dengan suara yang terbata-bata. Ada gugup juga yang menjelma di hatinya Medina posisinya sedekat ini dengan Ansel. Memang pria yang Medina sebutkan namanya itulah yang sekarang ini berdiri tegak dengan ta
"Woy, DOYAM! Gue nanya ih, lo gak tuli, kan? Abi umi kenapa?"Disebabkan Ya'qub tidak kunjung menjawab pertanyaannya, sedangkan dirinya teramat penasaran dan merasa sangat harus tahu jawaban itu, Nayyara pun kembali bertanya, kali ini dengan intonasi berteriak. "Ya'qub, etdah! Suara bini lo teriak-teriak bikin kepala gue pusing dengernya! Tegur dong!" celetuk seorang pria yang duduk di kursi di tengah-tengah antara dua kasur yang ditempati abi Yasser dan umi Yasmin. Wajahnya begitu mirip dengan wajah Ya'qub, raut lelah yang kebetulan sama-sama dimiliki oleh keduanya membuat wajah mereka berdua terlihat begitu serupa, hanya saja pakaian yang sedikit beda, kali ini kembarannya Ya'qub itu yang bernama Yusuf yang mengenakan pakaian formal yakni setelan jas dari atas hingga bawah, sepatunya pun jugalah sepatu pantofel berwarna hitam, masih setelan kerja kantoran. Dan Ya'qub yang berpenampilan santai, biasanya sebaliknya dengan sang kembaran. "Bodo!" tukas Nayyara tidak peduli. "Doyam, a
Beberapa bulan kemudian... "Mama, umi? Ini bagusnya yang mana ya?" tanya Nayyara menunjuk sebuah rak yang tersusun beberapa baju bayi. "Kalau bayi baru lahir, baiknya gak usah pake baju yang begini," timpal umi Yasmin. "Bener, memakaikannya susah," sahut mamanya Nayyara menanggapi. Tiga orang wanita yang memiliki usia berbeda itu sedang recok di salah satu toko perlengkapan bayi di sebuah mall, usia kandungan Nayyara yang sudah memasuki tiga puluh minggu membuatnya dan para ibunya harus berbelanja kebutuhan bayinya dan Ya'qub. "Astaghfirullah!" pekik Nayyara kaget melihat keranjang belanja miliknya sudah berisi setengah penuh perlengkapan si kecil. "Kok udah penuh ya? Mama, umi! Ini keranjang kita kan, ya? Atau bukan? Kok udah berisi banyak banget?" tanyanya mencolek wanita paruh baya di sisinya agar memperhatikan sesuatu yang ia maksud. Tepat ketika dua wanita ibunya itu membalikkan badan tuk melihat keranjang, seorang pria berambut hitam ikal datang dengan tangan penuh barang
Beberapa hari kemudian... Rumah abi Yasser dan umi Yasmin sedang sepi-sepinya karena waktu memang menunjukkan tengah malam, kecuali sebuah kamar di lantai atas milik sang putra pertama, di sana cerocosan uring-uringan dari seorang perempuan memenuhi isi kamar. "Ihhh gak suka, ganti ganti!" suruh Nayyara kepada suaminya yang baru saja membalikkan badan ke arahnya. Perempuan berambut coklat terurai itu tengah duduk di sofa dengan bersedekap dada, posisi kakinya sekejap-sekejap berganti, kadang bersila kadang diluruskan. Sementara Ya'qub suaminya berdiri di depan lemari yang pintunya terbuka tidak kunjung ditutup sejak satu jam yang lalu. "Yang mana lagi, Nayya?" tanya Ya'qub bingung. Tepat tengah malam tadi, Nayyara membangunkan dirinya memintanya untuk memakai baju-bajunya, katanya Nayyara menginginkan melihat suaminya ini memakai pakaian yang beragam. "Baju kamu banyak tauk, cobalah pakai semuanya, aku mau liat!" Nyaris saja Ya'qub menganga mendengar penuturannya Nayyara, memak
Perasaan Nayyara campur aduk saat ini, biarpun sesuatu yang sudah lama dia inginkan, yakni bergenggaman tangan dengan Ya'qub suaminya sendiri, sudah tercapai, tetap saja ada suatu perkara lain yang membuatnya belum bisa untuk benar-benar senang. Bagaimana jika... Bagaimana jika... Sejak tadi kalimat berawalan dua kata diatas selalu terlintas di benaknya, ketimbang terpikir semua pertanyaan ketakutannya itu Nayyara ingin mencoba berfokus pada bagaimana caranya dia untuk tidak merisaukan semua itu. "Tenang, bumil tidak seharusnya risau," celetuk Ya'qub tiba-tiba membuka obrolan, membuat Nayyara segera menolehkan kepala ke arahnya. "Gak bisa," ungkap Nayyara jujur. "Tarik nafas, buang, lakukan beberapa kali sampai tenang." Ya'qub memberikan arahan berharap bisa menjadi solusi. Sesuai petunjuk dari suaminya, Nayyara pun melakukannya, setelah mulai tenang dia menimpali, "Kayak mau lahiran aja di suruh tarik dan buang nafas!""Emang mau lahiran sekarang?" tawar Ya'qub asal, moodnya s
"Kira-kira anak siapa itu?"Mendengar pertanyaan barusan membuat Nayyara menarik kemudian menghela nafasnya panjang, ia tidak diperkenankan untuk sakit hati atas pertanyaan itu, sebab ulahnya sendirilah yang memancing suaminya bisa bertanya demikian. Lalu, sebuah iPad mini dilemparkan Nayyara asal tetapi dia yakin akan mendarat di pahanya Ya'qub yang memang berposisi duduk. Di layar iPad itu sudah tampak suatu gambar yang ingin Nayyara tunjukkan pada Ya'qub, dia yakin pria itu bisa memahaminya sendiri tanpa harus dia jelaskan, sekarang mood Nayyara kembali berubah jadi malas bicara meniru Ya'qub. "Mengapa membuat drama ini?" tanya Ya'qub heran, sembari menscroll layar iPad tersebut. "Karena aku kesal," judes Nayyara. Krik... Krik... Setengah menit terjadi hening di ruang tamu apartemen itu, Nayyara enggan memulai pembicaraan lagi, dia ingin menunggu pria dingin ini lebih dulu bersuara. Bahkan, Nayyara juga membuang muka mengalihkan tatapannya dari sang suami. "Eh!" pekik Nayyar
"Kenapa mama biarin pria ini masuk sih, ma?" keluh Nayyara ketika melihat seorang pria muda berambut ikal berdiri di belakang mamanya. "Kalian harus bicara tau, Nay," sahut sang mama enteng. "Udah, ma, kita udah-""Belum semuanya," potong pria itu yang tidak lain adalah Ya'qub Lutfi Al Lathif. Dua kata yang Nayyara dengar itu sontak saja membuat hatinya bergetar, malangnya bukan bergetar karena baper ataupun bahagia, tetapi karena tegang takut Ya'qub menyampaikan sesuatu yang tidak dia inginkan. Bagaimana jika dia membicarakan tentang perceraian? batin Nayyara ketakutan. Jujur saja Nayyara belum siap tentang itu, sama sekali, di samping ada seseorang ini yang kehadirannya belum diketahui seorang pun terkecuali dirinya dan Allah Ta'ala. "Yasudah mama tinggal dulu, mama tau kalian berdua sudah dewasa, sudah bisa mengambil keputusan dengan bijak seharusnya, jangan sampai salah mengambil keputusan, itu saja pesan mama," timpal mamanya Nayyara, kemudian berlalu pergi. Tidak akan, ma,
Nayyara menggigit bibirnya sekuat mungkin agar suara tangisnya tidak terdengar, air matanya mungkin tidak akan sederas ini seandainya tidak mendengar satu kalimat lirih barusan, sekalipun dia dan suaminya terhalang sebuah pagar taman tidak membuat Nayyara tuli akan kalimat yang terucap dari bibirnya Ya'qub ternyata. Akhir-akhir ini Nayyara juga cukup moodyan, moodnya bisa berubah secepat dia mengedipkan mata, dan Nayyara tau kok mengapa dia begitu. Ternyata bawaan... Dengan segera dia menggelengkan kepala enggan semakin mengingat perkara itu lagi, ia tidak seharusnya terlalu bahagia takut nantinya akan jatuh pada relung kesedihan saja.Tidak seharusnya terlalu lama berada di sini takut nantinya malah diketahui pria yang dia hindari, Nayyara pun segera mengetikkan pesan kepada sopirnya untuk menjemputnya di taman ini. Posisi Ya'qub yang duduk di pinggiran jalan yang mana jalan tersebut mau tak mau harus dilewati Nayyara untuk pulang, membuat Nayyara kebingungan apakah dia harus menut
"Salah satu kewajiban seorang suami adalah memaafkan kesalahan istrinya, jika sang istri melakukan kesalahan maka seharusnya seorang suami menegurnya dan menasehatinya terlebih dahulu, jika tidak berdampak juga maka boleh memukulnya, dengan catatan tidak boleh memukul yang keras hingga memar dan menyakiti, ingat! Benar-benar tidak boleh! Pukulan yang dimaksudkan di sini pun tidak menggunakan telapak tangan, melainkan memakai benda berupa sikat gigi misalnya, nah itu dipukulkan ringan saja kepada istri, bukan dengan niatan menyakiti, tetapi niatan mendidik. Jadi ingat ya, semua ada tahapannya, pertama-tama ditegur, jika tidak mau juga kemudian dinasehati, masih tidak mempan baru dipukul yang sangat-sangat ringan!"Jleb... Semua kalimat dari seorang pria yang duduk di barisan terdepan dan menghadap ke arahnya serta seluruh jemaah yang lain membuat Ya'qub tertohok, hatinya tersentil dan dibuat bergetar, ia dibuat sadar akan kesalahannya. Saat ini pria itu sedang berada di sebuah masjid
Beberapa hari kemudian... Siang ataupun malam terasa begitu lambat berlalu dan juga seperti sangat monoton, seakan-akan tidak ada yang begitu menarik sejak hari itu, semenjak hari di mana Nayyara pergi darinya, dunia Ya'qub seperti dingin lagi, tampak tidak berwarna, bahkan akan terasa sangat membosankan juga seandainya Ya'qub tidak menyibukkan diri dengan fokus kepada pekerjaannya dan mengambil shift lebih banyak dari biasa. Nasehat ataupun semangat dari Yusuf, abi, dan umi pun tidak berdampak banyak pada Ya'qub, bukan nasehat mereka yang tidak bagus, tetapi mood Ya'qub saja yang amburadul sejak hari itu, dia belum siap melakukan perubahan karena bimbang harus melakukan perubahannya dari sisi mana terlebih dahulu, sekaligus takut juga salah berbuat. Ya'qub sedang lelah, sungguh, fisiknya tidak terlalu, tetapi hati dan pikirannya rasanya benar-benar semrawut, kalau dia sedang lelah ya biarpun satu dunia menyemangatinya tetap saja dia ingin beristirahat. Jadilah akhir-akhir ini Ya'q
"Foto apa ini? Siapa ini?" tanya Ya'qub to the point, begitu dia masuk ke kamarnya dan mendapati seorang perempuan yang jelas ia kenali berdiri di depan jendela. Perempuan itu menoleh ke arahnya dan mengulurkan tangan meminta diberikan handphone nya Ya'qub yang sedang menunjukkan suatu foto, tidak perlu mengelak Ya'qub pun menyerahkannya. Ekspresi gadis itu tidak terbaca saat menatap foto itu, arah pandangnya yang menunduk membuat Ya'qub tidak bisa membaca manik matanya. Beberapa detik setelahnya tiba-tiba saja Nayyara memeluk Ya'qub erat, membuat Ya'qub di posisinya mengernyitkan dahi keheranan dengan respon istrinya. "Ya, itu aku dan Arthan, oh ya aku punya cerita yang mau diceritakan sama kamu, suami istri seharusnya bersikap terbuka kan, rasanya momen itu begitu menyenangkan dan membuatku puas."Sebenarnya Ya'qub sudah mengerti dengan yang diucapkan Nayyara, tetapi dia memilih untuk bersikap sok bodoh dengan bertanya meminta diperjelas, lebih tepatnya ingin mengorek kejujuran,