Dua mangkuk bakso dengan kuahnya yang masih mengepul telah tersaji di atas meja Alvaro dan Nayla.Berbeda dengan reaksi Alvaro yang seolah ingin meneteskan liur setelah mencium aroma kuah dengan rempah melimpah itu. Nayla justru merasa kaget ketika Alvaro tanpa rasa bersalah memberikannya makanan yang akan membuat wanita itu kesusahan.“Kakak beneran minta aku makan ini?” tanya Nayla mengingatkan kembali Alvaro. Wanita itu pernah muntah parah karena mencium kaldu daging sapi.Alvaro hanya mengangguk sambil menyeruput kuah makanan sejuta umat itu.“Aku nggak mau,” tolak Nayla. Wanita itu telah mengangsurkan mangkuk miliknya ke hadapan Alvaro.“Coba saja. Ini rasanya sangat beda, nggak kaya kuah sop waktu itu.”Alvaro langsung tahu. Kemana jalan pikiran wanita hamil di depannya.Nayla sempat tak bisa makan seharian akibat sop daging yang Alvaro bawa. Ingin membuat nafsu makan Nayla meningkatkan, sebab Ibu hamil biasanya sangat menyukai makanan berkuah yang yang sangat segar.Namun, niat
Kini giliran Alvaro yang menatap brgantian antara dirinya dan juga Nayla. Pria itu beranggapan jika ada sesuatu yang mengganjal, membuat wanita di depannya kurang suka, atau merasa aneh. “Ada yang aneh?” Alvaro memperhatikan penampilan dirinya. “Bukan pada diri Kakak. Tapi pada hati Kak Alvaro.” Mendengar pengakuan sang adik ipar, Alvaro seketika mendongak. Mata indah kebiruan itu kini saling bertemu dengan Nayla yang menatapnya sinis. “Aku tak habis pikir sama Kakak. Kenapa bisa sampai hati membohongiku selama ini. Padahal Kakak tahu masalah perselingkuhan Mas Alvin, tapi lebih memilih menutupinya dariku. Kenapa? Apa karena dia adik Kak Alvaro? Lalu membiarkan aku sakit sendirian di sini?” Nayla memang tidak menangis. Akan tetapi, hatinya sangat pilu mengatakan itu semua. Wanita itu hanya ingin mendengar kejujuran Alvaro yang katanya menyayangi dirinya. Alvaro terdiam. Manik matanya menatap lekat Nayla. Ada rasa iba ketika Nayla dengan tegar mengatakan jika sang suami bukanlah
Setelah meminta orang suruhannya untuk mengurus Pakde Kumis, pria itu memasuki mobilnya, lalu melesat dengan kecepatan tinggi mengejar mobil yang membawa Nayla.Alvaro terus memukul setir akibat kebodohannya. Tidak seharusnya dia mengabaikan perhatian dari Nayla.“Berani-beraninya mereka membawa pergi Nayla. Awas saja, aku tidak akan membiarkan mereka bernapas esok hari jika terjadi sesuatu pada wanita itu,” sumpah Alvaro. Garis rahangnya mengeras, gigi gemeletuk menahan amarah.Aksi saling kejar-kejaran mobil pun terjadi.Di tengah jalan Alvaro terkejut ketika menyadari adanya sekerumunan orang yang tiba-tiba membuat jalanan macet. Padahal di daerah tersebut biasanya akan sepi dari lalu-lalang orang.Anehnya, orang-orang tersebut muncul setelah mobil Jeep yang membawa Nayla telah berhasil menjauh.Alvaro turun untuk memeriksa keadaan di sana. Meski pria itu hanya seorang diri, tak ada rasa takut pun yang menyergap dirinya.“Bisa kalian minggir? Aku sedang buru-buru,” pintanya, berhar
Alvaro mulai sadar. Matanya memindai sekeliling. Rupanya luka di lengan membuat pria tampan itu benar pingsan.“Aw!” Rintihnya setelah memegang luka lengan. Lukanya telah terbalut perban. Entah siapa yang melakukan itu.“Sial! Aku benar-benar pingsan. Aku jadi tak tahu siapa orang yang telah melakukan ini!” ungkapnya sangat kesal.Alvaro mulai bangkit. Meski tangannya tak terikat, namun kakinya terikat oleh sebuah borgol. Langkah kakinya tak bisa leluasa, dia meraba-raba di ruangan dengan cahaya minim. Untung saja, kedua tangannya tidak diikat seperti Nayla, sehingga dia dapat membongkar barang-barang bekas di sekitarnya untuk mencari jalan keluar.Sayangnya, ruangan itu hampir sama dengan Nayla, tak memiliki jendela hanya ventilasi sebagai tempat pertukaran udara.“Bagaimana caranya aku pergi dari sini? Ruangan ini hampir tak memiliki jalan.”Alvaro terus berpikir untuk bisa keluar dari sana dan mencari Nayla. Hatinya sungguh tidaklah tenang memikirkan wanita itu. Bagaimana jika para
Kau ini bikin aku jantungan aja!” Madam Dona melempar sebuah kaleng minuman yang telah kosong pada seseorang di ambang pintu.“Lagian lama banget. Kalo mau nemenin dia bukan di sini dan bukan waktunya juga.” Pria itu mengusap bahu yang berhasil menjadi sasaran kemarahan Madam Dona. “Ayo, keluar! Kita disuruh kumpul sama Bu Bos.”Madam Dona mencebik kesal.“Kau mau ke mana? Kita belum selesai bicara,” cegah Alvaro pada wanita-pria di depannya.Madam Dona membalikkan badan, lalu menepuk dahinya dengan raut wajah kesal.“Ya ampun, kau ini cerewet sekali seperti nenek-nenek. Apa kau tidak dengar apa yang si Jangkung tadi katakan?” Suaranya sedikit meninggi. Yang dimaksud Jangkung adalah orang yang memanggilnya barusan.“Tapi kita sudah sepakat. Aku akan membayarmu melebihi bos kalian jika Madam mau memberitahu siapa Bos itu.”“Aku akan segera kembali. Kau tidak perlu khawatir, kalo mengenai urusan uang aku tidak akan lupa.”Madam Dona segera meninggalkan Alvaro yang masih penasaran tentan
Alvaro mengeluarkan sesuatu yang sedari tadi berusaha dia simpan dalam kantong celananya. Ujung kemeja sengaja dikeluarkan untuk menutupi kantung belakang celananya.Setelah pintu tertutup rapat, barulah Alvaro mengeluarkan sekumpulan kunci yang terbuat dari besi. Seketika salah satu sudut bibirnya terangkat.“Dasar preman nggak punya pengalaman. Begitu saja tidak tau!”Beruntung, di sana juga ada kunci borgol untuk membuka belenggu benda itu di kakinya.“Mungkinkah salah satu kunci ini milik salah satu kunci tempat Nayla di sekap?” monolog Alvaro.Tanpa pikir panjang, pria dengan penampilannya yang sudah lusuh itu membuka ikatan di pergelangan kakinya. Cukup lama untuk menemukan kunci yang sesuai, hingga akhirnya kunci yang dicari pun ketemu.Pria itu mengendap-endap untuk mengetahui kondisi di luar. Pendengarannya sengaja ditajamkan guna memastikan kondisi benar-benar aman.Alvaro mulai mencoba satu persatu kunci. Dari semua benda yang terbuat besi itu tak jua dia menemukan yang coc
Di balik pohon tadi Alvaro sudah melihat Madam Dona tersungkur dengan luka tembak di kakinya. Pria itu meringis sembari merutuki preman lain yang telah membenamkan satu peluru pada betisnya. Kucuran darah mulai keluar membasahi kaos kaki putihnya.“Sialan kalian! Kenapa malah menembakku?” rutuk Madam Dona pada ketiga preman di dekatnya.Mereka tertawa lalu berkata, “bagaimana bisa kami akan melepaskan pengkhianat begitu saja? Ternyata kamu membantu tawanan itu lari? Ke mana kamu sembunyikan dia?”Tanpa rasa takut, Madam Dona justru membalas seringaian mereka. “Aku tidak melakukan apapun, siapa yang menghasut kalian? Kalian tahu sendiri siapa aku? Aku ini lebih senior daripada kalian! Mana mungkin aku berani mengkhianati Bos.”Madam Dona masih berusaha mengelak meski pernyataan yang dia berikan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Nyatanya dia sendiri yang membantu Alvaro melarikan diri.“Kami mendengar kamu ngobrol dengan seseorang. Suara itu sama seperti tawanan itu. Pasti kaburny
Viona menghentakkan kakinya kesal. Wanita dengan celana jeans longgar serta kaus ketat yang membalut tubuhnya itu berjalan menghampiri seorang pria yang sudah berdiri di ambang pintu.“Wanita itu berhasil larikan diri, Kak. Tawanan kita hilang semua!” ucapnya frustrasi.Dialah Vino, kakak Viona yang sengaja datang dari luar negeri. Mendengar sang adik berhasil memperdaya Alvaro, pria dengan bulu halus menghiasi rahang itu segera datang alamat yang telah dikirimlan Viona.“Sial! Apa kerjanya seluruh orang-orangmu itu? Menjaga perempuan saja tidak bisa!” rutuk Vino sembari mengepalkan tangannya.Viona hanya terdiam, dia juga sama kesalnya dengan Vino karena ulah para preman yang katanya ahli dan berpengalaman. Nyatanya dirinya kini dibuat kecewa olehnya.“Kau tenang saja. Aku dengar wanita itu tidak diberi makan dari kemarin. Aku tahu kekuatan orang hamil itu seperti apa. Dengan perutnya yang lapar, dia tidak akan bisa lari jauh.” Vino tertawa lepas setelah mengingat kabar dari orang ya