Viona menghentakkan kakinya kesal. Wanita dengan celana jeans longgar serta kaus ketat yang membalut tubuhnya itu berjalan menghampiri seorang pria yang sudah berdiri di ambang pintu.“Wanita itu berhasil larikan diri, Kak. Tawanan kita hilang semua!” ucapnya frustrasi.Dialah Vino, kakak Viona yang sengaja datang dari luar negeri. Mendengar sang adik berhasil memperdaya Alvaro, pria dengan bulu halus menghiasi rahang itu segera datang alamat yang telah dikirimlan Viona.“Sial! Apa kerjanya seluruh orang-orangmu itu? Menjaga perempuan saja tidak bisa!” rutuk Vino sembari mengepalkan tangannya.Viona hanya terdiam, dia juga sama kesalnya dengan Vino karena ulah para preman yang katanya ahli dan berpengalaman. Nyatanya dirinya kini dibuat kecewa olehnya.“Kau tenang saja. Aku dengar wanita itu tidak diberi makan dari kemarin. Aku tahu kekuatan orang hamil itu seperti apa. Dengan perutnya yang lapar, dia tidak akan bisa lari jauh.” Vino tertawa lepas setelah mengingat kabar dari orang ya
Mendengar gemericik air di tengah hutan, wanita itu segera mncari sumber suara. Beruntung keberadaan sumber air itu tak jauh dari tempatnya.Dengan sangat terburu-buru, wanita itu perlahan berjongkok lalu memasukan tangannya ke dalam air yang sangat jernih serta terasa sejuk di tangan. Dia segera menyeruput air itu untuk membasahi tenggorokan yang terasa begitu kering.Namun, tanpa di sangka, pijakan kakinya pada batu tidak sekuat itu. Dia terpeleset hingga seluruh tubuhnya masuk pada aliran sungai.Berusaha meminta pertolongan, wanita itu sesekali menampakkan wajahnya ke permukaan air sembari mengumpulkan tenaga untuk meminta tolong.Hingga kepalanya benar-benar sempurna masuk air, tak ada satupun harapan seseorang akan menolongnya.Di tempat lain, beberapa orang wanita dusun sedang melakukan aktivitas di tepi sungai; ada yang sedang mencuci baju, anak-anak bermain air, serta beberapa orang pria sedang menjala ikan. Tak heran, keadaan sungai yang airnya jernih itu dijadikan salah sat
Tangan Nayla bergetar memegang gagang pintu yang telah berwarna usang saat dirinya melihat Mak Munah berdiri atk jauh di belakangnya.Mata tajam wanita renta itu seolah menghunus dada Nayla. Entah apa yang diinginkan wanita itu sehingga menahan dirinya di rumah tua berdinding setengah kayu.Mata Nayla terpejam berbarengan dengan tangannya yang terlepas dari daun pintu ketika Mak Munah melemparkan sesuatu yang mengenai benda tersebut hingga tertutup. Aneh. Benda apa yang dikemukakan Nenek tua itu hingga membuat daun pintu tertutup dengan keras sehingga membuat suara berdebam, sedangkan di bawah sana, Nayla tak mendapati benda apapun yang membantu membuat pintu tertutup sempurna."Menjauh dari pintu! Sudah kukatakan kau tak boleh pergi ke manapun! Dasar keras kepala!" ucap Mak Munah begitu sinis."Aku harus segera pulang, Nek," pinta Nayla mengulangi.Ya, dirinya mau pulang, tetapi bukan pulang ke rumah keluarga suaminya. Nayla mulai merasa mual berada di sana, dirinya seolah sengaja di
Nayla benar-benar tidak memperdulikan teriakan Mak Munah. Dia sangat yakin jika wanita tua yang ada di rumah kayu ini menginginkan nyawanya.Nayla membuka pintu kayu dengan warna yang mulai usang dengan tergesa, kemudian berniat keluar dari tempat itu.Baru saja dia berada di teras rumah, tubuhnya kembali terhuyung. Tangannya terasa ada yang mencekal. Angin malam kali ini terasa sangat berbeda, hawanya lebih dingin dari malam-malam biasanya.Tubuh Nayla mematung seolah kakinya tengah menyeret beban yang teramat berat, sungguh tidak bisa digerakkan kaki wanita hamil itu.Ketika wajahnya tertunduk untuk memastikan apa yang ada di kakinya, dia sama sekali tak melihat benda apapun yang menahannya di sana.Mata Nayla terbeliak dengan rasa kaget luar biasa.“Arghhh!” Dia berteriak ketika melihat sosok menyeramkan berada tepat di depan wajahnya. Seorang perempuan berbaju putih menjuntai, dengan wajahnya yang sangat pucat, matanya putih menatap lebar padanya, mulutnya mengeluarkan lendir terb
Siang itu Nayla membawa sebuah keranjang berisi beberapa potong pakaian kotor. Wanita dengan rambutnya yang diikat kuda itu berjalan menuju sungai terdekat. Sesampainya di sungai dengan aliran air yang tenang, Nayla meletakkan keranjang itu di sebuah batu yang tak terlalu besar. Wanita cantik dengan penampilan sederhana itu turut bergabung dengan ibu-ibu desa.“Mbak Nayla apa-apa tidak apa-apa baginya diajak kerja berat?” tanya seorang Ibu yang sedang mencuci di dekat Nayla.Nayla tersenyum menimpali kemudian berkata, “tidak apa-apa, Bu. Saya justru bingung mau ngapain kalo hanya berdiam diri di rumah.”“Memangnya Mak Munah ke mana? Kok tumben yang nyuci kamu?” Seseibu ikut nimbrung saat dirinya sedang memandikan bocah laki-laki dengan badan berisi.“Tadi dia berangkat pagi-pagi ke ladang,” jawab Nayla.Hening seketika. Semua warga kembali melanjutkan pekerjaan masing-masing. Pun dengan Nayla, wanita hamil itu tampak sedang melanjutkan pekerjaannya yang sebentar lagi akan selesai.“O
Mata Nayla menatap penuh rasa takut ketika melihat makhluk itu menyeringai. Mulutnya terus tertawa sembari mengeluarkan cairan kental berwarna merah. Aroma busuk seketika menguar tajam menusuk hidung Nayla.Nayla sontak berteriak. Dia berlari sekuat tenaga menghindari makhluk itu. Namun, seberapapun dia berlari seolah makhluk itu selalu berada di dekat, meski Nayla tak lagi menemukan sosoknya.“Jangan ganggu saya!” Nayla terus berlari tak tentu arah. Entah ke mana dirinya menuju. Bahkan, dia sadar jika jalan itu bukan jalan menuju rumah Mak Munah.“Sejauh apapun kamu berlari, tetap saja bayi itu akan menjadi milikku.” Terdengar suara lengkingan dari makhluk itu.“Aw ….”Nayla meringis kesakitan saat kakinya tersandung akar pohon besar. Ia menoleh ke belakang, takada siapapun. Suara burung gagak terdengar beterbangan. Suasana semakin mencekam ketika tiba-tiba kepulan asap memenuhi tempat itu.Nayla akan bersiap berlari, tetapi urung dia lakukan ketika menyadari sesuatu meleleh dari bag
Nayla memegang dahinya, rasa nyeri masih menguasai kepala wanita itu. Perlahan matanya terbuka ketika mendengar suara dari dapur.Baru saja Nayla akan turun dari ranjang yang terbuat dari bilah bambu, dia dikejutkan dengan kedatangan seseorang.“Istirahat saja. Kau tidak odelia banyak bergerak.” Seseorang membuka tirai, kemudian berjalan ke arah Nayla dengan membawa sebuah baki pada tangannya.“Aku sudah di rumah, Mak?” Nayla merasa lega ketika melihat di mana dirinya kini. Langit-langit yang dilihatnya seperti langit rumah Mak Munah, bukan lagi langit-langit yang dipenuhi pepohonan rindang yang sangat menyeramkan.“Berkat bantuan warga, mereka membantu membawamu pulang. Untung saja masih keburu sebelum hari benar-benar gelap.”“Apa makhluk itu sudah benar-benar pergi?” Nayla memastikan.“Seharusnya begitu, karena kau sudah berada di tempat yang aman.”“Perutku sudah tidak sakit, Mak. Apa yang terjadi?” tanya wanita itu bingung.“Semuanya sudah aman. Bayimu hampir saja dibawa ruhnya o
Samsir membawa Nayla dengan paksa. Wanita hamil itu terus meronta sembari memindai seisi rumah Mak Munah, dia terus mencari ke mana perginya wanita itu.Salah satu tangan Nayla gunakan untuk memegangi perutnya agar tidak terlalu banyak mendapat guncangan. Namun, tetap saja akibat wanita itu yang tak fokus menatap ke depan, kaki atau bahkan perutnya terkantuk meja ataupun dinding kayu yang menghalangi.“Lepaskan saya! Saya mau dibawa ke mana?” raung Nayla berusaha melepaskan cengkeraman tangan Samsir dari pergelangan tangannya.“Diam! Kau tak akan pernah aku lepaskan. Tujuanku menemui Munah adalah untuk bisa membawamu.” Samsir tertawa setelah berkata demikian.“Apa yang kau inginkan dari saya? Saya bahkan tidak mengenal, Anda.”“Sebentar lagi kau akan tau siapa aku sebenarnya. Kau akan menjadi keberuntungan untukku malam ini, Wanita Asing.” Samsir kembali tertawa pada hari yang telah sempurna berganti malam itu.Di tengah malam yang sunyi, Nayla terus saja meraung. Desa itu benar-benar