Share

Pamit

Author: Dwrite
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Jangan lupa makan, jaga kesehatan, kalau ada apa-apa tolong langsung bilang. Kontak Mama masih kamu simpen, kan?" Aku mengangguk pelan saat Bu Sarah melerai pelukan. "Pokoknya jangan sungkan kalau ada yang kurang, Mama bakal pastiin Khalid memenuhi kebutuhan kamu dan transfer tiap minggu." Aku mengangguk lagi saat wanita berjilbab itu menangkup wajah seolah meyakinkan bahwa anak semata wayangnya tak akan lupa dengan kewajiban.

"Pa ...." Aku beralih pada Pak Ali, lalu mencium punggung tangannya dengan takjim.

"Jaga dirimu, ya, Nak. Di mana pun berada, kamu sudah menjadi bagian dari keluarga Prasetya. Jangan sungkan untuk meminta bila hal itu memang dirasa perlu." Gambaran Khalid di masa tua itu mengusap kepalaku, lalu tersenyum lembut.

Aku mengangguk pelan, lalu menggeser posisi ke tempat yang sebenarnya ingin sekali kulewati bila tak mengingat adab karena ada Pak Ali dan Bu Sarah di sini.

Bagian terberat dari semua ini adalah berhadapan langsung dengan pasangan suami istri dan anak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nina Kurnia
tambahin dong thoor
goodnovel comment avatar
D'yan Ag
up nya kurang banyak Thor,,, ............
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • BENIH 2 MILIAR   Kangen

    "Cuma ini kost yang deket dari rumah. Nggak ada aturan, lingkungannya open BO, eh open minded, bebas juga karena yang punya orang luar kota. Jangan heran kalau banyak yang kumpul kebo atau mabok-mabokan di sini. Jaraknya juga cuma seratus meteran dari rumah gue sama Mami. Lo bisa dateng kapan aja kalau butuh sesuatu. Awas aja kalau ada apa-apa lu nggak bilang sama gue." Roy menjelaskan dengan panjang lebar tentang indekos berukuran 6 x 6 yang sudah difasilitasi dengan ranjang dan lemari. Setelah melakukan transaksi dengan pemiliknya tadi, aku bisa langsung menempati tempat ini."Iya, iya. Gue ngerti, makasih dan maaf kalau selama ini gue selalu ngerepotin kali--""Sttt ...!" Roy meletakkan telunjuknya di bibirku. "Lu nggak ngerepotin sama sekali." Sesaat setelah menarik tangannya, dia tiba-tiba menatapku sayu. "Padahal kalau liat sikon, rumah yang saat ini Bu Nia sama Nana tempatin gue tahu ada hak, lu, Nindi. Karena lu juga bantu selesain proses pembangunan sampe tuh rumah layak huni

  • BENIH 2 MILIAR   PoV Naya : Tak Lagi Sama

    "Mau dimasakin apa Abang hari ini?"" .... " Tak ada jawaban, kulihat Bang Khalid masih sibuk dengan ponsel seolah menunggu balasan dari seseorang."Bang?!" Sekali lagi aku memanggil."Eh, iya." Bang Khalid terhenyak hingga membuat ponselnya hampir terlepas dari genggaman tangan."Mau makan apa buat sarapan?""Ng--minta Neli buatin martabak mie aja, Nay."Aku tertegun sejenak, dan sontak memastikan. "Martabak mie?"Dia mengangguk. "Iya, tanya Neli, dia pasti tahu. Kalau gitu Abang sepedaan keliling perumahan sebentar, ya. Habis itu baru kita makan." Bang Khalid bangkit setelah memasukan ponsel ke saku celana training pendek yang dikenakan. Dia mengecup keningku sejenak, sebelum berlari kecil ke luar.Kuperhatikan dia dari balik balkon kamar, bagaimana suamiku mengeluarkan sepeda dari garasi, kemudian mulai mengendarai.Memang sudah jadi kebiasaannya tiap akhir pekan. Olahraga dua kali dalam sepekan selalu dia sempatkan. Namun, ada yang janggal ketika dia tiba-tiba meminta mie untuk s

  • BENIH 2 MILIAR   PoV Naya : Tentang Orang tua Nindi

    Seminggu kembali berlalu, berarti tepat dua pekan sejak kepergian Nindi. Tidak ada hal berarti yang terjadi. Namun, tak bisa dipungkiri ada yang mulai berubah dari semua ini.Perubahaan yang baru kusadari terasa asing dan mengganggu. Perubahan yang membuatku tak bisa menyangkal bahwa aku mulai cemburu. Tenggelam, jiwaku dalam anganTersesat, hilang, dan tak tahu arahKu terjebak masa lalu yang kelamTak kulihat lagi cahaya cintaSuara dering yang berbunyi menginterupsi. Sayup-sayup suara yang terdengar seperti rekaman seseorang yang tengah bernyanyi mengikuti irama yang diputar.Dan kamu hadir coba bawa bahagiaKetika ku masih mati rasaKuikuti asal suara dan menemukan ponsel Bang Khalid yang tergeletak di meja kerja samping laptop yang masih menyala. Seperti dia lupa bawa saat pergi lari pagi tadi.Dia yang pertama membuatku cintaDia juga yang pertama membuatku kecewaKamu yang pertama menyembuhkan lukaTak ingin lagi ku mengulang keliru akan cintaJadi kisah yang ....Klik!Dering

  • BENIH 2 MILIAR   Berdamai dengan Keadaan

    "Tiap hari selama hampir tiga minggu kerjaan lu cuma begini?" Roy bertanya sesaat setelah aku menyodorkan piring berisi nasi dengan lauk sayur asam, ikan asin, sambal, dan tempe goreng."Emangnya apa lagi yang bisa dilakuin orang bunting? Benerin genteng? Ngaduk semen? Atau manggul bata?" jawabku sekenanya sembari meraih remot dan menyalakan TV di ruang tamu yang kecil ini. "Emangnya salah kalau gue cuma suka bebersih, masak, sama nonton series?"Roy mendengkus. "Ya, nggak gitu juga, Zubaedah. Lu, kan bisa main-main ke tetangga, ngerumpi sambil ngemil kuaci. Atau bisa juga daftar aerobik di Gor tiap seminggu sekali," usulnya sambil sesekali menyuap nasi."Nggak tertarik. Menurut gue gabung circle Mak-Emak kompleks bukannya nambah temen, malah nambah musuh. Belum lagi ngomongin orang tiap hari. Bikin keki.""Dih, emang agak laen cewek yang satu ini." Roy mengeritingkan bibirnya. Ekspresi yang khas sekali bila dia sudah mulai nyinyir. "Padahal shopping atau jalan-jalan, kek sesekali. Ny

  • BENIH 2 MILIAR   Bertemu Mantan Mertua

    "Berapa lama lagi, sih?" sungut Roy seraya mengipasi wajah dengan tangan, setelah beberapa waktu kami menunggu di depan ruang poli Kia atau singkatan dari Poli Kesehatan Ibu dan Anak untuk memeriksakan kandungan."Sabar, tinggal nunggu tiga orang lagi.""Ck, lagian di daerah ini kenapa banyak beud, sih yang bunting?""Ya, lo tanya lakinyalah. Kenapa rajin amat produksi? Noh, masih inget yang baru keluar tadi? Itu tukang gado-gado langganan kita, kalau nggak salah itu kehamilan ketiganya selama empat tahun in--""Duluan, ya, Mbak Nindi, Mas Roy!""Eh, iya, Bu Jamilah. Aktif sekali, ya, Bun." Refleks kami tersenyum begitu yang bersangkutan lewat di hadapan."Is, elu, sih!" Aku menyikut lengan Roy. "Orangnya lewat, kan.""Lah, pan elu yang ngomongin!""Au, ah.""Dih, dasar cewek nggak mau salah!""Bod--" Tiba-tiba semua pandangan teralihkan saat melihat seorang wanita paruh baya yang membawa anak kecil yang menangis histeris di loket pendaftaran."Nggak mau ... Nana nggak mau ke dokter

  • BENIH 2 MILIAR   Tamu Tak Diundang (2)

    "Mama nggak pulang karena Papa bawa Mama baru, ya? Tapi, Nana nggak mau Mama baru, Nana maunya Mama. Sekarang Mama baru udah pergi, kita bisa sama-sama lagi, kan, Ma? Mama bisa sama Pa--" Tarikan tangan yang cukup keras itu membuat kalimat Nana terpotong sebelum sempat dia menyelesaikan.Kulihat Bu Nia menarik cepat cucunya dari rengkuhanku."Udah, Nana! Kita pulang, nanti papa bawa mainan sama buah-buahan. Kemarin Nana minta apel, kan?"Bocah itu mengangguk. "Tapi Nana pengen pulang sama Mam--""Nana! Dengerin nenek nggak, sih? Bandel banget kamu akhir-akhir ini. Udah berapa kali nenek bilang dia bukan mama--""Bu!" Aku menegurnya sebelum Bu Nia mengeluarkan kata-kata yang semakin membuat Nana tertekan. "Kasih dia waktu. Nana masih terlalu kecil untuk mengerti semua ini."Bu Nia memalingkan muka. "Terserah.""Kapan-kapan mama mampir, ya, sayang. Bawa makanan kesukaan Nana." Aku membungkuk mengelus kepalanya."Janji, ya, Ma! Kalau mama nggak dateng Nana nggak mau makan."Aku menganggu

  • BENIH 2 MILIAR   Pernikahan yang Diimpikan

    "Jadi, sudah hampir tiga minggu kamu tinggal di sini?" Khalid mulai mengamati sekeliling tempatku tinggal begitu warga yang diketuai Pak RT membubarkan diri."Ya, kenapa?" Aku balik bertanya.Sebenarnya aku malas menanggapi hal-hal seperti ini. Terlebih karena dia datang tanpa diundang, dan aku belum sempat meluapkan kekesalan juga menuntut penjelasan pada Roy yang langsung ikut kabur begitu Pak RT dan konco-konconya pergi.Mereka langsung meminta maaf saat Khalid menjelaskan dengan detail bagaimana hubungan kami terjalin dengan tambahan bumbu-bumbu sandiwara yang menutupi fakta tentang anak di kandunganku sebenarnya. Ekspresi yang paling kentara jelas ditunjukan si Bandot Tua Tikus Berdasi, yang menatap dengan penuh emosi tadi. Niat ingin menjatuhkan, tapi malah dia yang malu sendiri."Apa nggak kekecilan?" Khalid bertanya dengan hati-hati, masih dengan pandangan yang mengitari sekitar indekos yang baru dia singgahi."Nggak. Pas, kok. Mending kecil tapi nyaman. Daripada gede tapi ngg

  • BENIH 2 MILIAR   Waktu Bersama

    "Suaminya single, Mbak?" Celetukan dari tetangga sebelah kosan menginterupsiku yang tengah mengangkati pakaian kering dari balik rak jemuran yang sengaja dinaikan ke teras selepas hujan."Single jidatmu!" cetusku ketus."Canda, Mbak. Btw cakep amat lakinya, siapa tahu butuh yang kedua buat bantu-bantu angkat jemuran." Gadis yang baru beranjak dewasa itu nyengir lebar."Kedua? Mungkin maksudnya yang ketiga!""Hah?" Gadis itu melotot antara terkejut dan heran.Aku hanya bisa terkekeh pelan."Saya cuma mau ngasih tahu, Dek. Naksir itu jangan sama laki orang. Walaupun sama-sama suka, jatohnya tetep selingan. Tempatnya pulang, ya tetep istri yang dia nikahin pertama kali!"Gadis dengan wajah siang dan leher malam itu hanya bisa menggaruk rambut. "Oh, gitu, ya, Mbak?"Aku mengangguk pelan, lalu masuk ke dalam.Begitu meletakkan baju kering di atas karpet ruang tamu, suara dari arah kamar mandi terdengar."Nin, ada sampo lain?""Kenapa emang?" "Kayaknya yang ini abis," jawabnya tak yakin."

Latest chapter

  • BENIH 2 MILIAR   Kebahagiaan Sebenarnya

    "Silakan diminum dulu, Mas. Mumpung masih hangat." Mulut Khalid terbuka setengah, matanya nyaris tak berkedip saat mengitari seisi rumah mewah ini. Dia bahkan tak menanggapi seorang perempuan bercadar yang tengah hamil besar, sedang menyodorkan minum padanya.Di sebuah rak khusus dia melihat tumpukan brosur catering dan dekorasi, matanya juga tak berhenti menatap foto-foto pernikahan Roy yang terpajang di beberapa titik dalam ruangan. Saat melihatnya ternyata Khalid juga baru ingat kalau 'Berkah catering & decoration' adalah perusahaan WO yang sedang naik daun beberapa tahun belakangan. Jasanya banyak digunakan artis dan orang-orang penting, karena harga, rasa, kualitas, serta pelayanannya yang sama sekali tak mengecewakan."Kenalin, ini istri saya Ainun!" Ucapan Roy membuat Khalid kembali tersadar. Dia menatap pria yang tak percaya akan menyambutnya selayaknya tamu, setelah apa yang terjadi pada sahabat baiknya sewindu lalu.Namun, tak bisa dipungkiri. Tatapan Roy terlihat begitu taj

  • BENIH 2 MILIAR   Trauma dibayar Karma

    Roy berdiri terpaku di dekat brankar yang ditempati Nindi pasca persalinan yang perempuan itu jalani. Kedua tangannya terkepal, sementara air matanya terus mengalir memerhatikan perempuan yang berkaca-kaca menatap kedua bayi kembarnya dalam gendongan.Seolah masih lekat dalam ingatan Roy fakta demi fakta yang Nindi ungkapkan seiring dengan perutnya yang semakin membuncit"Setelah keguguran gue dan Bang Khalid pisah ranjang kurang lebih satu bulan, jadi sebelum sidang putusan cerai gue bisa dengan mudah mengidentifikasi dari mana benih yang mulai tumbuh di rahim gue berasal. Lucunya hidup ini ketika akhirnya gue sadar tengah mengandung anak dari keparat yang udah gue enyahkan. Kebetulan di hari yang sama saat tragedi itu terjadi, ternyata gue lagi ovulasi." Nindi menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Entah anugerah atau kutukan ketika Tuhan memberikan gue kesuburan, meski hanya dengan satu atau dua kali penetrasi ... benih-benih janin yang tak diinginkan tumbuh dengan mudah di r

  • BENIH 2 MILIAR   Memulai Hidup Baru

    Di sebuah desa kecil yang terselip di antara gemerlap hijaunya alam, anak-anak kecil berlarian di bawah langit senja, gembira dan bersemangat mengikuti tradisi yang telah diteruskan dari generasi ke generasi. Mereka melantunkan sholawat sembari menyusuri jalan berkerikil dengan langkah kecil yang penuh semangat menuju masjid terdekat.Di sela-sela ladang hijau yang melambai-lambai sejalan dengan angin, para petani yang menjadi mata pencaharian utama di desa, juga terlihat berbondong-bondong pulang dari ladang membawa hasil panen yang diangkut menggunakan kendaraan roda dua, roda empat, maupun gerobak melewati jalan utama. Peluh, lapar, serta dahaga tak lagi dirasa mengingat ada sebuah keluarga yang menunggu untuk disambung hidupnya."Mas Roy! Wes mandi langsung ke masjid ae, ya! Ditunggu karo Budhe Lala buat buka puasa bersama!"Salah satu petani yang mengangkut hasil panennya menggunakan mobil bak terbuka langsung menyenggol sang sopir untuk menghentikkan laju kendaraannya."Sek, sek!

  • BENIH 2 MILIAR   Harga Sebuah Pengorbanan

    Konflik rumah tangga antara Khalid dan Nindi berakhir di meja pengadilan agama. Setelah tiga bulan serangkaian proses berjalan, kedu belah pihak tetap tak menemukan titik terang. Mereka sudah sepakat berpisah. Hari ini, 15 Desember waktu setempat, sidang putusan perceraian mereka berlangsung di Pengadilan Agama Batam. Pengunjung yang menghadiri kebanyakan didominasi oleh pihak keluarga penggugat. Semua orang yang memenuhi ruang sidang seolah tak bisa memalingkan pandangan dari kedua pasangan yang duduk di depan meja hakim. Pasangan suami istri yang pernah saling memiliki itu terlihat menunjukkan ekspresi yang berlawanan.Nindi duduk dengan tenang di sisi kanan, wajahnya menunjukkan ekspresi datar yang sulit diartikan. Namun, mata bulatnya seolah memancarkan kepedihan mendalam yang dengan sempurna dia tutupi dalam kebungkaman.Sementara di sisi kiri, Khalid duduk dengan tegang, di tempatnya dia tampak gelisah, bahkan tak henti menoleh pada sosok di sebelahnya. Rahang kokoh itu mengeta

  • BENIH 2 MILIAR   Keputusan

    Sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami-istri dan dua anak itu tengah menatap api unggun yang berkobar di depan tenda mereka. Warnanya berubah-ubah dari merah, putih, hingga oranye dengan menyebarkan kehangatan untuk orang-orang di sekelilingnya. Mereka terlihat bersuka-cita menghabiskan waktu akhir pekannya, meski hanya berkemah di belakang rumah.Suara riang sepasang anak yang hanya selisih kurang dari setahun itu memecah keheningan malam. Keduanya tampak bercanda dan berlari kecil mengelilingi api unggun. Derai tawa menggelora, kebahagiaan sederhana itu dirasakan mereka saat mengejar api kecil yang melompat-lompat dari perapian."Sayang, ya si Neli nggak ada di sini." Nindi menyenggol lengan Khalid saat keduanya tengah memerhatikan anak-anak yang asik bermain, sembari menusuki marshmallow yang siap dibakar."Bukannya lebih bagus kalau nggak ada Neli? Jadi, kita bisa bebas ngapain aja tanpa perlu denger sindirannya yang kadang bikin risi?" Khalid terkekeh sembari melingkark

  • BENIH 2 MILIAR   Mediasi

    Langit mendung menyelimuti kota Batam. Sebuah pemakaman yang tak biasa digelar, dihadiri oleh banyak kolega, teman-teman, bahkan sampai awak media. Mereka semua berkumpul untuk mengucapkan selamat jalan pada Vincent Benedict Tjahjono, pengusaha juga anak konglomerat yang telah berpulang akibat sebuah tragedi.Di tengah kerumunan, Khalid hadir, meski dia harus menjaga jarak dari keluarga mendiang. Dia tahu bahwa kedatangannya di sini adalah sebuah tindakan yang berani, mengingat situasi yang tengah dihadapinya. Namun, mengingat hubungannya dengan keluarga Vincent selama ini telah berjalan cukup baik, dia merasa perlu memberikan penghormatan terakhir.Mrs. Diane yang menyadari kehadiran Khalid di tengah kerumunan, mencoba menutupi kesedihan dan berniat menghampirinya dengan hati-hati agar tak disadari oleh sang suami.Begitu wanita paruh baya itu sampai di hadapan, Khalid langsung meraih tangannya."Bu, saya sangat menyesal atas apa yang terjadi," ucapnya dengan suara lirih dan Bahasa In

  • BENIH 2 MILIAR   Fitnah

    Hampir sebulan berlalu, proses visum sudah Nindi jalani setelah dia berhasil memberi keterangan yang meyakinkan pada pihak penyidik. Kemungkinan akan diadakan mediasi bila Vincent berhasil sadarkan diri.Hari-hari yang Nindi lewati tak berjalan semestinya. Nasibnya tak pasti, dia seperti ada di tepi jurang yang siap dilompati bisa seseorang dengan sengaja mendorongnya dari belakang. Perempuan itu seolah sudah pasrah dengan keadaan. Untuk sekarang Nindi hanya merindukan anak-anaknya, teman-teman juga waktu kebersamaan yang tak yakin bisa kembali dia lalui."Mbak, liat, Mbak!" Neli menepuk bahu Nindi. Dari balik jendela dia melihat sebuah mobil memasuki pelataran.Seketika semangat Nindi kembali saat melihat Khalid pulang setelah hampir dua minggu suaminya nyaris tak ada kabar. Nindi tak tahu apa yang sudah lelaki itu lewati selama dua pekan terakhir ini.Nindi langsung memeluk Khalid begitu lelaki itu memasuki ruangan. Dia kesampingkan ego dan menelan bulat-bulat rasa kecewanya sendir

  • BENIH 2 MILIAR   Terguncang

    Perempuan dengan pakaian serampangan dan hanya kerudung yang disampirkan itu duduk di salah satu bangku ruang tunggu sebuah rumah sakit ternama di kota Batam. Satu setengah jam lalu ambulans mengantar lelaki yang terkapar tak sadar dengan luka serius di kepala. Ruangan itu dipenuhi dengan atmosfer tegang, dan perempuan berusia 31 tahun tersebut justru tenggelam dalam kecamuk pikirannya yang kacau.Beberapa kali dia meremas kedua tangan, tubuhnya gemetar. Ibu dua anak itu tertunduk dalam memerhatikan pijakkan, mencoba menenangkan diri dan perasaan yang sulit dideskripsikan.Dia berharap semua yang terjadi hanya mimpi. Mulai dari pertemuan kembali dengan sosok dari masa lalu yang membangkitkan kenangan kelam yang coba dia kubur dalam, lalu kontrak tak masuk akal yang terpaksa ditandatangani, hingga kesepakatan yang seharusnya tak pernah terjadi. Dia merasa seperti telah terjebak dalam perjanjian yang menjadi pemicu keretakan rumah tangganya dengan sang suami.Imbas dari semua yang terja

  • BENIH 2 MILIAR   Kesalahan Fatal

    Suara hujan yang lembut mengalir di luar jendela, seperti melodi kenangan yang berputar di kepala. Di ruang tengah aku duduk sendiri, menatap benda persegi yang membawa kembali ingatan akan momen-momen tak terlupakan dalam empat tahun kebersamaan kami di Lumajang. Kusaksikan kembali tubuh kembang Alid dari mulai tengkurap, merangkak, berjalan, sampai berlari. Begitu juga dengan proses hijrahku yang dibimbing oleh orang-orang ahli yang sukarela mengajari tanpa menghakimi.Seolah masih lekat dalam ingatan saat aku dengannya berbagi tawa dan tangis dalam setiap lembar cerita. Kala itu, hidupku terasa begitu ringan, meski beban yang kupikul sangatlah berat. Kami optimis mampu mewujudkan mimpi dan harapan di tengah terpaan cobaan.Namun, kini aku duduk di sini, dengan rasa berat di dada. Hidup telah membawaku ke dalam peran yang jauh dari apa yang kumimpikan. Pernikahan yang diawali dengan cinta, kini terasa seperti penjara yang mengekangku dalam dilema. Harapan-harapan yang dulu begitu ce

DMCA.com Protection Status