Share

Bab 6

last update Last Updated: 2021-09-19 02:37:00

Setelah drama layaknya film layar lebar kemarin, akhirnya semuanya pergi. Dengan sumpah serapah Ibu dan tangis kesedihan Mas Angga, tak menggoyahkan hatiku untuk ingin mengakhiri. Cukup sampai disini saja berjodoh dengan Mas Angga. Hati terasa kebas karena terlanjur sakit.

 

Rumah sangat berantakan semenjak tak ada Bi Ijah. Piring kotor dan sisa makanan berserak. Ibu dan Mas Angga bener-bener tak mau beberes. Hanya numpang tidur dan makan doang, tapi tak mau membereskan. Akhirnya ku panggil kembali Bi Ijah untuk bekerja denganku. Untung Bi Ijah belum mendapat pekerjaan.

 

Bi Ijah masih beberes rumah. Kuamati kulkas kosong dan kotor. Padahal dulu sebelum ada Ibu, kulkas selalu penuh dan rumah rapi. Walau Mas Angga pengangguran setidaknya tidak membuat sakit hatiku.

 

“Bi, Dewi keluar dulu, ya? Beli makanan untuk ngisi kulkas,” ucapku sedikit berteriak. 

 

“Iya, Mbak!” sahut Bi Ijah, masih dengan alat pel.

 

Aku segera bergegas keluar menstarter motorku. Menuju ke warung terdekat dari rumah.

 

“Mbak, tadi mertua Mbak belanja kesini,” ucap Mak Wesi. Pemilik warung. Aku tersenyum.

 

“Tapi ...” lanjutnya lagi dengan kalimat menggantung. Ku lirik Mak Wesi dengan melipat kening.

 

“Tapi apa?” tanyaku penasaran. Masih dengan memilih-milih telur ayam.

 

“Tapi utang, katanya Mbak Dewi yang akan bayar.” Tegasnya. Cukup membuatku mendelik.

 

“Utang?” tanyaku mengulang kata itu.

 

“Iya, Mbak.” Tegas sang pemilik warung. Kuusap dadaku yang terasa sesak. Ternyata setelah keluar dari rumah masih bisa mengganggu hidupku.

 

“Berapa utang belanjanya?” tanyaku penasaran. Sambil mengatur nafas.

 

“Banyak, Mbak. Ini notanya,” Mak Wesi menyodorkan notanya. Mataku mendelik  Saat melihat tulisan nominal pada nota tersebut. Hampir satu juta. Beras satu karung dua puluh kilo, telur satu karpet, gula, kopi, teh, mie instan satu kardus, aqua satu kardus, sarden lima, susu dua kaleng, minyak sayur lima kilo dan beberapa camilan. 

 

“Maaf, Mak Wesi, ini bukan urusan saya! Ini urusan Mas Angga, ya! Jadi tagih aja Mas Angga!” ucapku sopan. Tapi Mak Wesi malah mendelik tak suka.

 

“Gimana, sih, Mbak? Saya bisa bangkrut kalau kayak gini!” tiba-tiba Mak Wesi naik pitam. Aku tersentak. 

 

“Kok, Mak Wesi marah dengan saya? Kan bukan saya yang utang?” sungutku. Dari tadi masih dengan nada sabar kok tau-tau nyolot. tapi wajar, sih. Cuma aku nggak suka caranya.

 

“Benar berarti apa yang di bilang mertuamu, kalau kamu itu kurang ajar dengan mertua dan suami, ngusir mereka begitu saja tanpa uang sepeserpun, padahal gaji suamimu kamu yang pegang utuh!” jleb! Terasa di gores silet hatiku. Kejam sekali ibu mertua memfitnahku.

 

“Suami juga baru nganggur berapa hari sudah di usir, sekarang mereka utang-utang untuk makan, cuma bayarin segitu aja kamu nggak mau, kebangetan kamu!” cerocos Mak Wesi. Dadaku bergemuruh hebat. Secepat ini ibu menyebar fitnah.

 

“Mak Wesi! Kalau nggak tau apa-apa tolong jangan komentar!” bentakku mendelik. Menaruh semua barang yang sudah aku pilih. Kuletakkan nota itu di seselah belanjaanku.

 

“Aku nggak jadi belanja!” ucapku lagi. Kesal sangat rasanya. Mau berantem dengan Mak Wesipun percuma. Tapi aku tau bagaimana dia. Pasti besok berita ini sudah menyeruak ke seluruh penjuru kampung ini.

 

Mak Wesi nyerocos komat kamit nggak jelas. Aku berhambur ke motorku. Melajukan ke warung lainnya. Motorku berhenti di warung Mak Meri. 

 

“Mak! Apa kabar?” tanyaku basa basi seraya masuk ke warung sembakonya.

 

“Kabar Mak baik, Wi! Dengar-dengar kamu ngusir Angga dan ibunya? Benar?” tanya Mak Meri tanpa basa basi. Lagi-lagi kuatur dada ini. Semakin terasa sesak.

 

“Mak, dapat kabar dari mana?” tanyaku mencoba selow, mendekati meja kasir. Aku belum memilih belanja. Takut kejadian kayak di warung Mak Wesi tadi.

 

“Ibu-ibu yang belanja tadi pada bahas kamu. Mertuamu juga tadi kesini,” jawab Mak Meri satai.

 

“Ibu kesini, ngapain? Utang?” tanyaku melipat kening. Mak Meri menyeringai. 

 

“Iya, utang sedikit!” sahut Mak Meri menyeringai kecut. ‘jangan-jangan semua warung di Kampung ini di utangin sama Ibu dan mengataskan namaku untuk membayarnya,’ bertanya-tanya dalam hati. Sudah ngutang atas namaku, tapi masih memfitnah lagi. Dasar benalu. Di buang pun masih bisa bertahan dengan caranya.  

 

“Ngomong apa saja Ibu waktu kesini?” selidikku. Mak Meri lagi-lagi menyeringai.

 

“Nggak ada, Wi. Cuma kesini utang belanja sedikit, nangis-nangis karena pernikahan anaknya berantakan!” astaga di saat hutang belanja banyak, dia jelek-jelekin aku. Di saat hutangnya sedikit, dia merasa terpojok. Apa sih maunya ibu? Dan Mas Angga tau tidak kalau ibunya berhutang sana sini? Entahlah.

 

Aku segera memilih barang-barang belanjaanku, Mak Meri segera menghitung semuanya. Sekalian hutang Ibu lima puluh tiga ribu. Ok lah aku bayarin. Dari pada tengkar lagi dengan yang punya warung. Memutuskan ingin segera pulang. Ketika kaki baru saja melangkah naik motor, ada yang menepuk pundakku dari belakang. Dengan cepat kumenoleh. Ternyata Rida. Tetangga gosip paling ampuh.

 

“Ada janda baru ini!” sindirnya menyeringai.

 

“Iya, sama kayak kamu.” Sahutku asal.

 

“Aku janda karena mantan selingkuh, lha kamu suami nggak neko-neko gitu kok di cerai, kurang bersyukur kamu, Mbak!” sindirnya lagi. Iya memang selama ini aku menutupi rapat-rapat kebiasaan buruk Mas Angga. Bahkan nggak ada yang tau kalau Mas Angga pengangguran total. Aku selalu menutupi kalau Mas Angga memiliki usaha online. Jadi banyak di rumahnya. Giliran seperti ini, semua orang mengira aku istri yang nggak tau di untung.

 

“Ya udah, Mas Angga buat kamu saja, aku ikhlas!” tegasku juga tak kalah menyeringai. Membuatnya terbelalak. Ku lajukan motorku dengan cepat. Aku kira setelah lepas dari dua benalu itu, hidupku bisa damai. Ternyata? Mereka belum puas menggerogotiku. 

 

“Ibu tadi kesini, Mbak,” ucap Bi Ijah, ketika aku menaruh barang-barang belanjaku di kulkas.

 

“Ibu kesini?” tanyaku mengulang kata.

 

“Iya, Mbak!” jawab Bi Ijah, sambil mengangguk dan membantuku memilih-milih barang yang hendak di masukan kulkas atau tidak.

 

“Ngapain?” tanyaku dengan menyipitkan kening.

 

“Ngambil magicom, Mbak!” jawab Bi Ijah.

 

“What?” sentakku terkejut dengan bibir menganga.

 

“Iya, Maaf Bibi nggak bisa nyegah, karena Ibu nyerocos terus, katanya magicom itu, Mas Angga yang beli,” lagi-lagi benalu memang tak tau malu. Padahal rumah ini dan seisinya semua murni hasil keringatku. Kuatur nafasku. Mendinginkan hati yang selalu terasa panas kalau menyangkut tentang ibu.

 

“Yaudah, Bi, biar saja! Nanti Dewi belikan yang baru!” jawabku. Bi Ijah hanya mengangguk.

 

“Sabar ya, Mbak! Mas Angga dan Ibu pasti menyesal telah semena-mena dengan, Mbak Dewi!” aku mengangguk dan tersenyum getir.

 

“Iya, Bi. Doakan Dewi kuat hadapi masalah ini,” sahutku pelan.

 

“Bi, tolong buatin Dewi teh hangat, ya!” perintahku.

 

“Siap, Mbak!”

 

“Lho, Bi, kompornya mana?” mataku melotot ketika tak melihat kompor di mejanya.

 

“Oh, iya, diambil Ibu juga, Mbak!”

 

“Astaga!!!” tepuk jidat.

Related chapters

  • BENALU   Bab 7

    POV AnggaSemenjak kedatangan Ibu, aku dan Dewi memang sering bertengkar. Dewi dan Ibu memang tak bisa akur. Ada saja masalah. Aku sampai pusing mendengar keributan mereka. Karena hampir setiap hari mereka ribut.Apalagi Semenjak Ibu mecat Bi Ijah, semuanya semakin runyam. Dewi tak mau menuruti keinginan Ibu. Padahal menurutku niat Ibu baik. Biar Dewi bisa menjalankan tugas istri yang sempurna. Bisa masak dan beberes rumah. Tapi tidak menurut Dewi. Dewi merasa dia hanya di manfaatkan. Dimanfaatkan dari mananya?Dan kemarin Dewi benar-benar mengusir aku dan Ibu. Hanya karena masalah sepele. Dia sampai mengutus bodyguard untuk mengawasi kami berkemas dan mendatangkan pengacara untuk menggugat cerai dariku. Tak segampang itu Dewi. Sampai kapanpun, aku tak akan menceraikanmu.“Bawa masuk ini, Ga!” teriak Ibu di ambang pintu kontrakan. Membuyarkan lamuna

    Last Updated : 2021-09-19
  • BENALU   Bab 8

    “Bu! Mas! Keluar kalian!” teriakku dengan menggedor pintu kontrakannya. Ya, aku bisa melacak keberadaan kontrakan mereka, dari tetangga yang mengetahui. Aku sangat geram, hutang mereka di mana-mana, mengataskan namaku. Tidak hanya di Mak Wesi, hampir semua warung di hutanginya.“Bisa sopan nggak di rumah orang!” bentak ibu setelah membuka pintu, Mas Angga juga ikut keluar.“Kalian memang nggak bisa di sopanin!” teriakku. Rasanya amarahku sudah di ubun-ubun.“Ada apa, sih, Dek? Kami sudah menjauh dari hidupmu! Apalagi mau mu?” Mas Angga tak kalah membentak. What? Punya otak nggak, sih, dia? Masih nggak mikir kesalahannya? Rasanya pengen tak jambak-jambak gelungan ibu dan mencakar badan Mas Angga dengan kuku panjangku. Geram.“Bener, Ga! Teriak-teriak di rumah orang nggak sopan!” bentak Ibu lagi. Semakin

    Last Updated : 2021-09-19
  • BENALU   Bab 9

    POV IbuDewi memang menantu tak tahu diri. Cuma magicom dan kompor saja dia ambil. Dasar nggak punya malu. Dia kan duitnya banyak, bisa beli lagi. Sudah ngusir nggak bawain duit, mungkin dia senang melihat kami jadi gembel jalanan.Dia juga berani-berani gugat cerai anakku, Angga. Padahal dia juga nggak cantik. Anakku gantengnya kayak Anjas Mara, nggak mungkin dia bisa mencari suami lagi yang gantengnya kayak anakku. Sudah mandul, nggak cantik juga, tapi gayanya kayak princes.Satu lagi yang bikin aku muntab, dia nggak mau bayarin hutang-hutangku di warung sembako. Aku berhutang karena nggak punya duit. Apa dia nggak mikir? Mungkin dia senang lihat aku dan Angga mati kelaparan. Jahat memang Dewi.Belum lagi dia membuat video pertengkaran kemarin. Benar-benar licik. Dia sudah menyusun rencana yang bagus untuk membuatku malu. Tapi aku tak akan tinggal diam. Mau tak mau

    Last Updated : 2021-10-06
  • BENALU   Bab 10

    POV Angga“Dewi bener-bener keterlaluan! Dia enak-enakan ke luar kota tanpa memikirkan kita!” umpat Ibu sesampai di rumah. Aku terkejut. Dewi keluar kota?“Ibu, kok tau kalau Dewi ke luar kota?” tanyaku penasaran. Ibu duduk di kursi dengan wajah memerah.“Ibu habis dari rumahnya, benar-benar nggak tau diri dia, belum juga cerai sudah berkeliaran, kan belum selesai masa iddahnya,” sahut ibu berapi-api. Dewi ke luar kota mungkin karena geram dengan kelakuan ibu, yang hutang warung sana-sini mengatas namakan dia.“Ibu, kata Bi Ijah?”“Nggak, kata tetangga, Mak Nosi. Ijah ikut di ajak ke luar kota,” jleeb, Bi Ijah di ajak? Pertanda Dewi akan lama ke luar kotanya. Terus bagaimana nasibku dan Ibu?“Bi Ijah di ajak? Pertanda lama!” li

    Last Updated : 2021-10-08
  • BENALU   Bab 11

    "Kamu yakin mau cerai dari Angga?" tanya Om Heru, adik kandung almarhum Ayah."Iya, Om." Jawabku mantap. Om Heru menyandarkan tubuhnya di sofa. Terdiam beberapa saat.Bukan urusan pekerjaan aku ke luar kota. Aku sengaja cuti, menghilangkan penat. Masalah datang seakan bertubi-tubi."Kamu yakin dengan pilihanmu? Karena, Om lihat, Angga laki-laki baik dan setia," ucap Om Heru meyakinkan. Aku tau yang di maksud Om Heru. Karena selama ini aku menutupi rapat-rapat keburukan Mas Angga."Selama ini, Dewi memang menutupi keburukan Mas Angga, Om," jawabku, memang sudah waktunya terbongkar. Om Heru, bangun dari sandarannya. Duduk menatapku lekat."Apa keburukan Angga yang kamu tutupi?" tanya Om Heru. Raut wajahnya terlihat penasaran. Kuatur nafasku perlahan."Mas Angga itu sebenarnya nggak kerja," lirihku. Dengan menggeser posisi dudukku. Mencari yang lebih nyama

    Last Updated : 2021-10-10
  • BENALU   Bab 12

    Aku terbangun, saat mencium aroma minyak kayu putih di hidungku. Perlahan mataku terbuka. Dengan samar-samar ku lihat Tante Tika, Om Heru, Mita dan Bi Ijah. Ku rasakan kepalaku berdenyut luar biasa. Akuu berusaha beranjak, tapi badan terasa sangat lemas. Ku pegangi kepala yang luar biasa pusing. Ada apa ini?“Syukurlah kamu sudah bangun, Wi,” ucap Tante Tika, seraya menutup tutup minyak kayu putih. Ku pejamkan mataku, terasa tak sanggup, melihat benda-benda sekitar terasa berputar. Ku pegang keningku dan memijit pelan. Tante Tika membuka kembali tutup minyak kayu putih. Mengoleskan ke keningku. Ada rasa hangat. Aromanya menguar.“Dewi kenapa, Tante?” tanyaku lirih. Merasakan denyutan kepala yang belum membaik.“Kamu pingsan, Wi.” Jawab Tante Tika.“Pingsan?” tanyaku mengulang kata itu.&ldqu

    Last Updated : 2021-11-12
  • BENALU   Bab 13

    Bab 13“Mbak Dewi! ini Desa mu masuk TV karena kebakaran,” teriak Mita. Aku masih berkemas, setelah sarapan. Di bantu Bi Ijah. Dengan cepat aku lari menuju ruang TV.“Apa iya? Mana?” tanyaku. Ketika sampai di ruang TV, sudah iklan. Ternyata Om Heru dan Tante Tika, juga ikut berlari menuju ruang TV.“Yah, iklan.” Ucap Mita seakan menyayangkan kami datang terlambat.“Kamu yakin, Mit?” tanyaku, memandangnya intens.“Iya, Mit, kamu yakin?” Tante Tika juga ikutan menanyakan.“Iya, Kak, Ma. Mita yakin! Kan sudah sering, Mita main ke Desa kakak,” jawab Mita yakin. Hatiku semakin tak karu-karuan.“Ya Allah, Dewi. Tante masih berharap berita ini tidak benar,” sahut Tante Tika, memandangku iba.

    Last Updated : 2022-01-11
  • BENALU   Bab 14

    Bab 14Rumah sudah sepi, orang-orang yang berkerumpul tadi, sudah tidak ada lagi. Aku berada di sofa rumahku. Entah berapa lama aku pingsan. Tante Tika dan Om Heru duduk di sofa depanku. Aku melihat ibu masih dengan gaya arogannya. Sedangkan Mas Angga ada di sampingku.“Kamu keterlaluan, Mas!” teriakku memukul-mukul dada Mas Angga.“Aku bisa menjelaskan semuanya, Dek!” sahut Mas Angga, yang pasrah ketika tanganku memukul dadanya berulang-ulang.“Kenapa kamu berbohong!!! Kamu tahu, bagaimana cemasnya aku mendengar kabar itu? Aku sampai pingsan. Aku sampai nggak bisa tidur. Mataku sampai sembab. Kamu memang keterlaluan! Kamu punya hati nggak, sih???” teriakku kasar dengan tatapan kebencian. Mas Angga hanya menunduk. Seakan pasrah mendengar makianku.“Sudah, Dewi! Tahan emosi, sabar!” Tante Tik

    Last Updated : 2022-01-11

Latest chapter

  • BENALU   Bab 102 (Season Dua)

    Benalu part 102POV 3“Pi, motor Angga di bawa kabur mereka,” ucap Angga, dia masih sangat menyayangkan motornya yang belum lunas. Masih kredit.“Biar, Ga! motor bisa di beli lagi. Yang penting nyawa kamu selamat,” jawab Pak Faris bijak.Angga mendesah. ‘Untung nggak mau membawa mobil Papi, kalau sampai memenuhi keinginan Ibu untuk meminjam motor Papi, yang hilang mungkin mobil Papi. Harus dengan cara apa untuk menggantinya?’ lirih Angga dalam hati. Walau kondisinya sudah babak belur begitu, tapi dia masih bersyukur, karena bukan mobil mertuanya yang dia bawa.“Bagaimana keadaan sebenarnya, Ga? kok, kamu bisa sampai seperti ini?” tanya Pak Faris kepada menantunya.“Permisi,” Pak Faris dan Angga mengarah ke asal suara. Ternyata ada dokter dan Martina berjalan mendekat.“Saya periksa dulu, ya?” ucap dokter laki-laki paruh baya itu ramah. “Silahkan dok,” jawab Pak Faris mempersilahkan. Dokter itu menjalankan tugasnya. Memeriksa detak jantung dan yang lainnya. “Kepala saya pusing banget

  • BENALU   Bab 101 (Season Dua)

    Benalu part 101POV 3“Yaudah Om, Tante, Mita, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Romi,” pamit Romi kepada semuanya.“Iya, Rom, pasti, kamu juga hati-hati di jalan,” balas Om Heru. Kemudian mereka beranjak dan keluar dari kamar Mita.Romi dan Dewi melewati lorong Rumah Sakit seraya bergandengan tangan. Dewi mengedarkan pandang. Matanya melihat sosok laki-laki yang menggunakan masker, kacamata hitam dan jaket, berjalan seraya tolah toleh. Mata Dewi menyipit. Langkah kakinya penuh curiga.“Mas, laki-laki itu, kok, jalannya ngendap-ngendap, ya?” tanya Dewi lirih dengan mata masih memperhatikan laki-laki itu. Romi akhirnya juga ikut menoleh ke arah yang di pandang Dewi.“Iya, mau ngapain, ya? tapi dia ke lorong sana?” sahut Romi lirih. Mata mereka masih fokus dengan laki-laki berjaket itu.“Iya, apa kita ikuti?” tanya Dewi kepada suaminya.Dreettt dreeerrrttt dreetttt gawai Dewi bergetar di dalam tasnya. Tak berselang lama berbunyi. Nada panggilan masuk. Dengan cepat De

  • BENALU   Bab 100 (Season Dua)

    Benalu part 100POV 3Ya, di sini, Rizka berpelukkan manja dengan Ibu mertuanya. Dan Rama berpelukkan haru dengan Ibu mertuanya. “Doakan, ya, Bu. semoga Rumah Tangga kami sakinnah ma waaddah wa rohmah,” pinta Rama kepada mertuanya.“Pasti, Nak. Pasti. Tanpa kalian minta, ibu pasti mendoakan kalian,” ucap Bu Sumi. Rama kemudian melepaskan pelukannya.“Pa, kapan Mama Dewi pulang?” tanya Mila tiba-tiba. Membuat Rama tidak bisa menjawabnya. Rama dan mertuanya saling beradu pandang. Rama menarik nafasnya kuat-kuat dan melepaskannya perlahan.“Papa juga nggak tahu, Sayang,” jawab Rama. Membuat bibir Mila cemberut.“Katanya Mama Dewi nggak lama-lama. Tapi, kok nggak pulang-pulang?” sahut Mila seraya bertanya.Mila memang sangat merindukan Dewi. Menunggu Dewi pulang terasa sangat lama baginya. Selalu menunggu hari esok, dengan harapan hari esok mama Dewinya pulang. “Urusan Mama Dewi belum selesai Sayang, makanya Mama Dewi belum bisa pulang,” jawab Rama santai, dengan selalu menyunggingkan s

  • BENALU   Bab 99 (Season Dua)

    Benalu part 99POV 3Anga sudah di periksa oleh dokter. Dia juga belum sadar. Martina dan orang tuanya menunggu di luar. Karena belum di ijinkan masuk. Karena Angga masih dalam penanganan.Martina masih terus menangis. Dia mondar mandir dengan hati yang cemas. Berkali-kali melirik ke pintu kamar di mana Angga di rawat. Berharap pintu itu segera di buka dan dokter segera menyampaikan kabar tentang kondisi suaminya.Yusuf sudah tenang. Dia tidur di pelukkan neneknya. Bu Intan juga nggak kalah paniknya. Hatinya juga berdegub nggak jelas. Selalu berdoa untuk kebaikan anaknya.“Dokternya kok, nggak keluar-keluar, ya?” celetuk Bu Intan. Dia juga nggak sabar menunggu dokter keluar.Bu Intan menyesal sekali, menyuruh anaknya membelikan dia makanan. Lebih tepatnya dia memaksa Angga untuk membelikan makan. Padahal waktu itu, kerjaan rumah di besannya masih banyak dan rumah juga masih berantakan. Makanan juga banyak. Hanya demi ingin pamer baju baru dan naik mobil besannya dia memaksa. Ternyata

  • BENALU   Bab 98 (Season Dua)

    Benlau part 98POV 3“Ma, tapi Mama dan Papa setujukan Mita nikah sama Gio?” tanya Mita kepada mamanya. membuat mamanya bingung menjawabnya. Langkah kaki Dewi langsung terhenti. Dari kemarin-kemarin dia cuma membayangkan saja, kalau Mita akan menikah dengan Pak Galih. Dan itu sudah membuatnya mual. Tapi, hari ini telinganya mendengar sendiri kalau adiknya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu mual jika namanya di sebut. Kemudian Dewi berbalik badan, tak jadi keluar tapi malah menuju ke toilet yang ada di kamar rawat inap Mita. Membuat Tante Tika cemas juga dengan kondisi Dewi. Kemudian menyusul Dewi ke toilet. Memijit tengkuknya. Agar terasa enakkan.“Kamu masih sering muntah, Wi?” tanya Tante Tika dengan nada cemas. Walau dia sering melihat Dewi seperti itu, tapi tetap saja dia cemas dengan kondisi keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Dewi dengan nada lemas. Dia sudah duduk di sofa ruang kamar Mita di rawat.“Ibu hami itu memang macam-macam, ada yang cuma trimester pertama, ada y

  • BENALU   Bab 97 (Season Dua)

    Benalu part 97POV 3Hati Martina semakin berdegub kencang saat kakinya melangkah menuju rumah Pak Agung. Dia sangat penasaran dengan keadaan suaminya, dan apa yang terjadi sebenarnya. Terus foto yang di berikan Haris itu, apa maksudnya? Dari mana dia mendapatkan foto itu? Semuanya masih menjadi tanya besar di benak Martina. dan sebentar lagi akan terjawab. ‘Mas Angga aku sudah dekat denganmu,’ lirih Tina lagi dalam hati.“Silahkan langsung ke kamar saja semuanya. Karena yang punya hape ini masih di dalam kamar dan belum sadar,” ucap Pak Agung. Semakin membuat hati Tina bergemuruh. Pintu kamar di buka oleh pemiliknya. Bu Intan juga berdebar hatinya, ingin segera melihat kondisi anaknya. Begitu juga dengan Jeng Sella dan Pak Faris. Tak kalah berdebar walau hanya anak mantu. Tapi, mereka benar-benar cemas. Martina masuk lebih di dalam kamar itu. Tak sabar rasanya, ingin melihat suaminya. “Itu, Mbak pemilik hape ini,” jawab Pak Agung seraya menunjuk ke ranjang. Di sana terbaring seso

  • BENALU   Bab 96 (Season Dua)

    Benalu 96POV 3“Sayang, aku sudah melacak alamat-alamat nomor baru yang menghubungi kamu. Cuma banyak nomor baru, jadi kamu ingat-ingat ya, nomor mana yang menghubungimu, saat kamu di kabari kalau papamu kecelakaan,” jelas Pak Galih seraya memberikan gawai Mita yang dia bawa dari tadi.Mita menerima gawainya. Kemudian melihat nomor-nomor baru itu. Matanya kembali nanar lagi. Nggak ingin membahas masalah ini. Tapi, kalau nggak di bahas, nggak akan selesai-selesai ini kasus.“Yang ujungnya 29, sahut Mita,” sahut Mita kemudian, meletakkan gawainya di sebelahnya.Pak Galih langsung memeriksa alamat nomor yang di bilang Mita. Dari sekian banyak nomor baru, hanya satu yang ujungnya 29. Pak Galih tersenyum.“Kita bisa lapor polisi dan segera menggerebeknya,” ucap Pak Galih yakin dan mantab.“Alamatnya mana, Pak?” tanya Om Heru penasaran.“Ini, Pak!” Pak galih menyerah kertas yang sudah tercantum semua alamat-alamat nomor baru yang menghubungi Mita. Om Heru langsung menerimanya. Kemudian men

  • BENALU   Bab 95 (Season Dua)

    Benalu part 95POV 3Dreett dreet dreettt gawai Tina bergetar. Tak berselang lama berbunyi.“Ma, tolong lihatkan siapa yang menelpon?” pinta Tina kepada mamanya. “Iya, Sayang,” ucap Jeng Sella, kemudian langsung mengambil gawai yang masih di saku baju Tina. “Astaga!” ucap jeng Sella saat melihat siapa yang menelpon.“Siapa yang nelpon, Mi? Peneror itu lagi kah?” tanya Tina masih dengan Mata sedikit membuka. Karena kalau membuka sempurna dia nggak tahan. Karena melihat semuanya berputar-putar.“Angga, yang nelpon,” sahut Jeng Sella. Seketika Martina terperanjat dari baringnya. Membuka paksa matanya saat mendengar nama suaminya menelon ke nomornya.“Cepat angkat, Mi!” perintah Martina semangat. Jeng sella mengangguk dan kemudia mengangkat telpon itu.[Hallo, Angga] ucap Jeng Sella memulai percakapannya. Kemudian dia meloundspeaker gawainya.[Hallo] terdengar suara dari seberang. Suara laki-laki. Martina mengerutkan keningnya. Karena dia faham kalau itu bukan suara suaminya.[Ini siapa

  • BENALU   Bab 94 (Season Dua)

    Benalu part 94POV 3Pak Galih memutuskan pulang, seraya membawa hape Mita. Karena dia ingin mengeceknya di rumah. Om Heru nggak percaya gitu saja tentunya dia membawa pulang gawai Mita. Karena baru saja ketemu. Walau dia tahu anaknya sangat dekat dengannya. Akhirnya Pak Galih meninggalkan KTPnya, agar Om Heru dan yang lainnya percaya, kalau dia memang serius ingin membantu Mita.“Gio mana, Mbak?” tanya Mita kepada Dewi. Langsung mual perut Dewi jika nama itu di sebut. Seakarang di kamar itu tinggal mereka berdua. Om Heru dan Tante Tika pulang. Romi sedang mencari ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan.“Pak Galih, udah pulang,” jawab Dewi dengan susah payah menahan rasa mualnya.“Mbak, salah nggak aku jatuh cinta dengan Gio?” tanya Mita. Semakin membuat Dewi mual. Liur sudah naik ke mulut. Susah payah dia menelan ludahnya sendiri.“Eh, namanya kan Pak Galih. Kenapa kamu panggilnya Gio?” tanya Dewi balik, sengaja mengalihkan pembicaraan, karena memang nggak mau menjawab pertanyaa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status