Share

Bab 4

last update Last Updated: 2021-09-19 02:35:19

“Dewi! sebelum berangkat kerja beres-beres rumah dulu!” teriak Ibu pagi-pagi, ketika melihatku berdandan rapi, hendak berangkat ke kantor.

 

“Salah siapa, Bi Ijah di pecat?” jawabku dengan nada menyudutkan. Itu kalau benalu tua ini faham.

 

“Harus berapa kali Ibu jelasin! Ibu mecat Ijah, biar kamu ngerti kerjaan rumah! Nggak ngerti-ngerti juga,” bentaknya, sepagi ini sudah ngajak naik darah.

 

“Dewi juga sudah bilang berapa kali, kalau nggak mau gantiin Bi Ijah, keluar aja dari rumahku!”  jawabku, masih terlalu pagi untuk ngotot. 

 

“Kamu itu di didik sopan santun tidak, sih?” sungutnya. Jleeb, memang bener-bener ngajak duel.

 

“Apa maksud Ibu ngomong kayak gitu?” tandasku pelan melotot. Dia nampak kikuk dengan tatapan mataku.

 

“Dikit-dikit ngusir kamu ini, kamu itu ngomong sama mertuamu!” sentaknya lagi. Aku menyeringai.

 

“Nggak nyadar, Bu?” sindirku lagi.

 

“Nggak nyadar? apa maksudmu?” balik nanya dengan mata mendelik.

 

“Nyadar nggak kalau Ibu itu ngeselin, semenjak ada Ibu rumah ini nggak pernah tenang,” jawabku asal.

 

“Pagi-pagi udah ribut. Kamu juga, Dek! Yang pelan dong ngomong sama Ibu!” Mas Angga baru keluar dari kamar. Yah, di saat istri siap-siap kerja dia masih molor. Mungkin kalau nggak ada keributan ini dia belum bangun.

 

“Istrimu ini, Ga! Ibu Cuma bilang kalau mau berangkat kerja beres-beres rumah dulu. Eh, malah ngungkit-ngungkit masalah Ibu mecat Ijah,” bagus sekali tutur katanya.

 

“Astaga, Dek! Apa susahnya, sih nuruti keinginan Ibu? Niatnya baik kok. Kalau baik juga untuk dirimu sendirikan?!” ucapan yang lembut jika di dengar ibunya. Tapi terdengar kasar di telingaku. Lagi-lagi aku hanya bisa menyeringai.

 

“Kok aku merasa kayak numpang ya, di rumahku sendiri?” sindirku masih menyeringai.

 

“Ucapanmu kok gitu, sih, Dek? Ini itu rumah kita bersama?” sahut Mas Angga. Memanglah laki-laki tak punya malu.

 

“Kamu keterlaluan, Dewi! Kebiasaan cuma masalah sepele aja ngusir suami dan mertua,” bentak Ibu. Aku benar-benar sudah tak sanggup mengahadapi sifatnya, yang membuatku tertekan di rumahku sendiri.

 

“Sepele kata Ibu?” sengaja ku menekan kata sepele. Ibu melotot begitu juga dengan Mas Angga.

 

“Kamu udah nggak takut dosa?” tandas Ibu.

 

“Dosa? Emang Ibu fikir Ibu nggak berdosa memerasku? Dan anakmu ini tidak berdosa tidak menafkahiku?” tak kalah ku menandaskan omonganku. Membalikkan pertanyaan. Membuat mereka gelagapan.

 

“Dari segi mana Ibu memerasmu?” sungut Ibu. 

 

“Stop!!!” Bentak Mas Angga. 

 

“Terserah kamu, Mas! Aku muak tiap hari bertengkar dengan kamu dan ibumu, silahkan angkat kaki dari rumah saya!” perintahku kasar. Membuat mereka terkejut.

 

“Aku tak akan keluar dari rumah ini, karena kamu masih istriku dan aku tak akan menceraikanmu!” ucap Mas Angga sok serius. Aku justru menyeringai sadis.

 

“Terserah, aku yang akan gugat cerai kamu,” ucapku dengan mengebaskan tangan kananku.

 

“Ingat, Dek! Perceraian itu di benci Allah,” Mas Angga mencoba mengingatkanku.

 

“Hanya di benci tapi di perbolehkan,” sahutku.

 

“Kamu ini kenapa, sih?” ku pegang dadaku menahan emosi. Ini orang bener-bener nggak ngerti alur masalah atau pura-pura nggak ngerti? Kulihat Ibu juga tak kalah memerah wajahnya. Dengan mendekap dadanya dengan kedua tangannya.

 

“Kamu yang kenapa? Kamu mikir nggak selama ini tidak memberiku nafkah? Justru aku yang menafkahimu dan ibumu,” ucapku kasar dengan menunjuk telunjuk jari tepat di wajahnya. Aku memang bener-bener geram. Mereka terdiam.

 

“Sebelum kita menikahkan kamu juga tau kalau aku memang pengangguran, terus apa masalahnya?” benar-benar tak tahu malu ngomong seperti itu. Tak punya harga diri.

 

“What?? Iya memang aku tahu kamu PENGANGGURAN sebelum menikah, tapi aku fikir setelah nikah kamu bisa lebih semangat mendapatkan pekerjaan, bukannya malah keenakan,” sindirku dengan menekankan kata pengangguran. Memancing emosinya. Ibu terlihat menyungut komat kamit.

 

“Aku juga nggak nganggur tiap hari, kadang juga ada job,” belanya.

 

“Iya, tapi uangnya nyampai di istrimu nggak? Nggak kan? Nyampai di ibumu kan?” sahutku melotot mempermaikan kata ‘kan’.

 

“Sampai kapan pun surgaku ada di ibuku, Dek. Jadi wajar aku ngasih hasil kerjaku ke ibuku,  kamu bisa cari duit sendiri!” benar-benar sakit hatiku mendengar ucapannya.

 

“Dewi, kamu nggak takut kualat ngomong seperti itu?” Ibu ikut menimpali. Membela anak kesayangannya.

 

“Kualat? Ok, biar aku nggak kualat, besok akan aku urus ke pengadilan agama, biar cepat-cepat terbebas dari benalu seperti kalian, silahkan bereskan semua barang-barang kalian, SEKARANG!!!” perintahku tanpa basa basi.

 

“Kamu bener-bener perempuan nggak tau diri, untung-untung Angga mau nikahin kamu, dasar MANDUL,” jleebb, ibu menekankan kata mandul mengoyak harga diriku sebagai perempuan.

 

“Mandul? Aku tidak mandul!” tandasku terbawa emosi. Aku memang sengaja masih menggunakan kontrasepsi. Karena sengaja belum ingin hamil, karena melihat Mas Angga masih belum dewasa cara berfikirnya. Terbukti, sampai setahun pernikahan dia sama sekali tidak memikirkan kebutuhanku. Malah menjadikan ku tulang punggung untuk dirinya dan ibunya. Menyakitkan.

 

“Setahun kamu nikah dan belum hamil-hamil juga, mungkin kalau bukan Angga suamimu kamu sudah di ceraikan?! tapi Angga menerima kamu apa adanya,” ucap ibu yang juga larut dalam emosi. Padahal selama ini tidak pernah bahas kehamilan. Giliran mau di usir mengungkit kehamilan. Mencoba mencari kesalahanku.

 

“Ibu bisa tanya dengan anak kesayangan Ibu, kenapa aku nggak hamil-hamil!” 

 

“Apa Maksudmu?” tanya Ibu lagi. Aku menyeringai kecut.

 

“Kami menggunakan pengaman selama ini! Jadi aku tidakl MANDUL,” sungutku mengatur emosi. Ibu membelalak tak percaya.

 

“Apa benar, Ga?” sentak Ibu, di jawab anggukkan oleh Mas Angga, membuat ibu nampak semakin malu.

 

“Justru aku bersyukur belum di kasih anak, jadi bisa secepatnya terbebas dari kalian, tanpa memikirkan ikatan lebih,” sungutku lagi. Membuat Mas Angga kebingungan. Bingung mau bagaimana. 

 

“Kamu bodoh, Ga?” bentak ibu ke anaknya. Mas Angga terdiam aku justru menikmati ekspresi mereka. 

 

‘Oya, silahkan cari wanita lain yang lebih dari aku, bukankah anak Ibu ganteng?” sindirku, mengingatkan kembali kata-katanya waktu itu, dengan melihat ekspresi wajah Mas Angga yang semakin tak karu-karuan.

 

“Dek, kita bisa bahas ini dengan kepala dingin, jangan seperti ini!” aku tak menggubris omongannya. Ku ambil tas kerjaku dan bersiap ke kantor.

 

“Oya, jangan lupa bereskan semua barang-barang kalian! Nanti aku akan menyuruh orang ke sini mengawasi apa saja yang akan kalian bawa, jangan harap bisa membawa barang berharga dari rumah ini!” 

 

“Kamu keterlaluan, Dewi!!” sungut Ibu dengan nada tinggi.

 

“Dek, sampai kapanpun aku tak akan menceraikanmu!” 

 

Aku tetap keluar dari rumahku bergegas ke kantor. Hatiku terasa kebas mendengar makian ibu. Cinta? Mungkin masih bisa ku pertahankan kalau Mas Angga mau berubah dan mau bekerja, selayaknya suami ke istrinya.

 

Aku tahu perceraian itu di benci oleh Allah. Tapi mungkin cerai jalan terbaik. Entahlah.

Related chapters

  • BENALU   Bab 5

    “Mbak Dewi, ini mertua dan suami Mbak, nggak mau mengemas barang, saya harus gimana, Mbak?” tanya Joko lewat sambungan selular. Seseorang yang aku utus, untuk mengawasi Ibu dan Mas Angga saat berkemas. Aku takut mereka membawa barang-barang berharga yang bisa di uangkan. Kalau masalah sertifikat rumah, tanah itu aman. Karena tak aku simpan dalam rumah.“Paksa mereka untuk berkemas!” perintahku dengan nada sedikit membentak.‘Sudah, Mbak. Tapi ...”“Terus mereka masih pada ngapain kalau belum berkemas?” potongku penasaran.“Mereka malah menghina saya, Mbak! Dan sumpah serapah untuk keburukan, Mbak!” tak mau di suruh pergi, tapi menyumpahin yang punya rumah. Memang benar-benar benalu, minta di kick.“Sumpah serapah?” tanyaku menyakinkan. Melipat kening. 

    Last Updated : 2021-09-19
  • BENALU   Bab 6

    Setelah drama layaknya film layar lebar kemarin, akhirnya semuanya pergi. Dengan sumpah serapah Ibu dan tangis kesedihan Mas Angga, tak menggoyahkan hatiku untuk ingin mengakhiri. Cukup sampai disini saja berjodoh dengan Mas Angga. Hati terasa kebas karena terlanjur sakit.Rumah sangat berantakan semenjak tak ada Bi Ijah. Piring kotor dan sisa makanan berserak. Ibu dan Mas Angga bener-bener tak mau beberes. Hanya numpang tidur dan makan doang, tapi tak mau membereskan. Akhirnya ku panggil kembali Bi Ijah untuk bekerja denganku. Untung Bi Ijah belum mendapat pekerjaan.Bi Ijah masih beberes rumah. Kuamati kulkas kosong dan kotor. Padahal dulu sebelum ada Ibu, kulkas selalu penuh dan rumah rapi. Walau Mas Angga pengangguran setidaknya tidak membuat sakit hatiku.“Bi, Dewi keluar dulu, ya? Beli makanan untuk ngisi kulkas,” ucapku sedikit berteriak.&ld

    Last Updated : 2021-09-19
  • BENALU   Bab 7

    POV AnggaSemenjak kedatangan Ibu, aku dan Dewi memang sering bertengkar. Dewi dan Ibu memang tak bisa akur. Ada saja masalah. Aku sampai pusing mendengar keributan mereka. Karena hampir setiap hari mereka ribut.Apalagi Semenjak Ibu mecat Bi Ijah, semuanya semakin runyam. Dewi tak mau menuruti keinginan Ibu. Padahal menurutku niat Ibu baik. Biar Dewi bisa menjalankan tugas istri yang sempurna. Bisa masak dan beberes rumah. Tapi tidak menurut Dewi. Dewi merasa dia hanya di manfaatkan. Dimanfaatkan dari mananya?Dan kemarin Dewi benar-benar mengusir aku dan Ibu. Hanya karena masalah sepele. Dia sampai mengutus bodyguard untuk mengawasi kami berkemas dan mendatangkan pengacara untuk menggugat cerai dariku. Tak segampang itu Dewi. Sampai kapanpun, aku tak akan menceraikanmu.“Bawa masuk ini, Ga!” teriak Ibu di ambang pintu kontrakan. Membuyarkan lamuna

    Last Updated : 2021-09-19
  • BENALU   Bab 8

    “Bu! Mas! Keluar kalian!” teriakku dengan menggedor pintu kontrakannya. Ya, aku bisa melacak keberadaan kontrakan mereka, dari tetangga yang mengetahui. Aku sangat geram, hutang mereka di mana-mana, mengataskan namaku. Tidak hanya di Mak Wesi, hampir semua warung di hutanginya.“Bisa sopan nggak di rumah orang!” bentak ibu setelah membuka pintu, Mas Angga juga ikut keluar.“Kalian memang nggak bisa di sopanin!” teriakku. Rasanya amarahku sudah di ubun-ubun.“Ada apa, sih, Dek? Kami sudah menjauh dari hidupmu! Apalagi mau mu?” Mas Angga tak kalah membentak. What? Punya otak nggak, sih, dia? Masih nggak mikir kesalahannya? Rasanya pengen tak jambak-jambak gelungan ibu dan mencakar badan Mas Angga dengan kuku panjangku. Geram.“Bener, Ga! Teriak-teriak di rumah orang nggak sopan!” bentak Ibu lagi. Semakin

    Last Updated : 2021-09-19
  • BENALU   Bab 9

    POV IbuDewi memang menantu tak tahu diri. Cuma magicom dan kompor saja dia ambil. Dasar nggak punya malu. Dia kan duitnya banyak, bisa beli lagi. Sudah ngusir nggak bawain duit, mungkin dia senang melihat kami jadi gembel jalanan.Dia juga berani-berani gugat cerai anakku, Angga. Padahal dia juga nggak cantik. Anakku gantengnya kayak Anjas Mara, nggak mungkin dia bisa mencari suami lagi yang gantengnya kayak anakku. Sudah mandul, nggak cantik juga, tapi gayanya kayak princes.Satu lagi yang bikin aku muntab, dia nggak mau bayarin hutang-hutangku di warung sembako. Aku berhutang karena nggak punya duit. Apa dia nggak mikir? Mungkin dia senang lihat aku dan Angga mati kelaparan. Jahat memang Dewi.Belum lagi dia membuat video pertengkaran kemarin. Benar-benar licik. Dia sudah menyusun rencana yang bagus untuk membuatku malu. Tapi aku tak akan tinggal diam. Mau tak mau

    Last Updated : 2021-10-06
  • BENALU   Bab 10

    POV Angga“Dewi bener-bener keterlaluan! Dia enak-enakan ke luar kota tanpa memikirkan kita!” umpat Ibu sesampai di rumah. Aku terkejut. Dewi keluar kota?“Ibu, kok tau kalau Dewi ke luar kota?” tanyaku penasaran. Ibu duduk di kursi dengan wajah memerah.“Ibu habis dari rumahnya, benar-benar nggak tau diri dia, belum juga cerai sudah berkeliaran, kan belum selesai masa iddahnya,” sahut ibu berapi-api. Dewi ke luar kota mungkin karena geram dengan kelakuan ibu, yang hutang warung sana-sini mengatas namakan dia.“Ibu, kata Bi Ijah?”“Nggak, kata tetangga, Mak Nosi. Ijah ikut di ajak ke luar kota,” jleeb, Bi Ijah di ajak? Pertanda Dewi akan lama ke luar kotanya. Terus bagaimana nasibku dan Ibu?“Bi Ijah di ajak? Pertanda lama!” li

    Last Updated : 2021-10-08
  • BENALU   Bab 11

    "Kamu yakin mau cerai dari Angga?" tanya Om Heru, adik kandung almarhum Ayah."Iya, Om." Jawabku mantap. Om Heru menyandarkan tubuhnya di sofa. Terdiam beberapa saat.Bukan urusan pekerjaan aku ke luar kota. Aku sengaja cuti, menghilangkan penat. Masalah datang seakan bertubi-tubi."Kamu yakin dengan pilihanmu? Karena, Om lihat, Angga laki-laki baik dan setia," ucap Om Heru meyakinkan. Aku tau yang di maksud Om Heru. Karena selama ini aku menutupi rapat-rapat keburukan Mas Angga."Selama ini, Dewi memang menutupi keburukan Mas Angga, Om," jawabku, memang sudah waktunya terbongkar. Om Heru, bangun dari sandarannya. Duduk menatapku lekat."Apa keburukan Angga yang kamu tutupi?" tanya Om Heru. Raut wajahnya terlihat penasaran. Kuatur nafasku perlahan."Mas Angga itu sebenarnya nggak kerja," lirihku. Dengan menggeser posisi dudukku. Mencari yang lebih nyama

    Last Updated : 2021-10-10
  • BENALU   Bab 12

    Aku terbangun, saat mencium aroma minyak kayu putih di hidungku. Perlahan mataku terbuka. Dengan samar-samar ku lihat Tante Tika, Om Heru, Mita dan Bi Ijah. Ku rasakan kepalaku berdenyut luar biasa. Akuu berusaha beranjak, tapi badan terasa sangat lemas. Ku pegangi kepala yang luar biasa pusing. Ada apa ini?“Syukurlah kamu sudah bangun, Wi,” ucap Tante Tika, seraya menutup tutup minyak kayu putih. Ku pejamkan mataku, terasa tak sanggup, melihat benda-benda sekitar terasa berputar. Ku pegang keningku dan memijit pelan. Tante Tika membuka kembali tutup minyak kayu putih. Mengoleskan ke keningku. Ada rasa hangat. Aromanya menguar.“Dewi kenapa, Tante?” tanyaku lirih. Merasakan denyutan kepala yang belum membaik.“Kamu pingsan, Wi.” Jawab Tante Tika.“Pingsan?” tanyaku mengulang kata itu.&ldqu

    Last Updated : 2021-11-12

Latest chapter

  • BENALU   Bab 102 (Season Dua)

    Benalu part 102POV 3“Pi, motor Angga di bawa kabur mereka,” ucap Angga, dia masih sangat menyayangkan motornya yang belum lunas. Masih kredit.“Biar, Ga! motor bisa di beli lagi. Yang penting nyawa kamu selamat,” jawab Pak Faris bijak.Angga mendesah. ‘Untung nggak mau membawa mobil Papi, kalau sampai memenuhi keinginan Ibu untuk meminjam motor Papi, yang hilang mungkin mobil Papi. Harus dengan cara apa untuk menggantinya?’ lirih Angga dalam hati. Walau kondisinya sudah babak belur begitu, tapi dia masih bersyukur, karena bukan mobil mertuanya yang dia bawa.“Bagaimana keadaan sebenarnya, Ga? kok, kamu bisa sampai seperti ini?” tanya Pak Faris kepada menantunya.“Permisi,” Pak Faris dan Angga mengarah ke asal suara. Ternyata ada dokter dan Martina berjalan mendekat.“Saya periksa dulu, ya?” ucap dokter laki-laki paruh baya itu ramah. “Silahkan dok,” jawab Pak Faris mempersilahkan. Dokter itu menjalankan tugasnya. Memeriksa detak jantung dan yang lainnya. “Kepala saya pusing banget

  • BENALU   Bab 101 (Season Dua)

    Benalu part 101POV 3“Yaudah Om, Tante, Mita, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Romi,” pamit Romi kepada semuanya.“Iya, Rom, pasti, kamu juga hati-hati di jalan,” balas Om Heru. Kemudian mereka beranjak dan keluar dari kamar Mita.Romi dan Dewi melewati lorong Rumah Sakit seraya bergandengan tangan. Dewi mengedarkan pandang. Matanya melihat sosok laki-laki yang menggunakan masker, kacamata hitam dan jaket, berjalan seraya tolah toleh. Mata Dewi menyipit. Langkah kakinya penuh curiga.“Mas, laki-laki itu, kok, jalannya ngendap-ngendap, ya?” tanya Dewi lirih dengan mata masih memperhatikan laki-laki itu. Romi akhirnya juga ikut menoleh ke arah yang di pandang Dewi.“Iya, mau ngapain, ya? tapi dia ke lorong sana?” sahut Romi lirih. Mata mereka masih fokus dengan laki-laki berjaket itu.“Iya, apa kita ikuti?” tanya Dewi kepada suaminya.Dreettt dreeerrrttt dreetttt gawai Dewi bergetar di dalam tasnya. Tak berselang lama berbunyi. Nada panggilan masuk. Dengan cepat De

  • BENALU   Bab 100 (Season Dua)

    Benalu part 100POV 3Ya, di sini, Rizka berpelukkan manja dengan Ibu mertuanya. Dan Rama berpelukkan haru dengan Ibu mertuanya. “Doakan, ya, Bu. semoga Rumah Tangga kami sakinnah ma waaddah wa rohmah,” pinta Rama kepada mertuanya.“Pasti, Nak. Pasti. Tanpa kalian minta, ibu pasti mendoakan kalian,” ucap Bu Sumi. Rama kemudian melepaskan pelukannya.“Pa, kapan Mama Dewi pulang?” tanya Mila tiba-tiba. Membuat Rama tidak bisa menjawabnya. Rama dan mertuanya saling beradu pandang. Rama menarik nafasnya kuat-kuat dan melepaskannya perlahan.“Papa juga nggak tahu, Sayang,” jawab Rama. Membuat bibir Mila cemberut.“Katanya Mama Dewi nggak lama-lama. Tapi, kok nggak pulang-pulang?” sahut Mila seraya bertanya.Mila memang sangat merindukan Dewi. Menunggu Dewi pulang terasa sangat lama baginya. Selalu menunggu hari esok, dengan harapan hari esok mama Dewinya pulang. “Urusan Mama Dewi belum selesai Sayang, makanya Mama Dewi belum bisa pulang,” jawab Rama santai, dengan selalu menyunggingkan s

  • BENALU   Bab 99 (Season Dua)

    Benalu part 99POV 3Anga sudah di periksa oleh dokter. Dia juga belum sadar. Martina dan orang tuanya menunggu di luar. Karena belum di ijinkan masuk. Karena Angga masih dalam penanganan.Martina masih terus menangis. Dia mondar mandir dengan hati yang cemas. Berkali-kali melirik ke pintu kamar di mana Angga di rawat. Berharap pintu itu segera di buka dan dokter segera menyampaikan kabar tentang kondisi suaminya.Yusuf sudah tenang. Dia tidur di pelukkan neneknya. Bu Intan juga nggak kalah paniknya. Hatinya juga berdegub nggak jelas. Selalu berdoa untuk kebaikan anaknya.“Dokternya kok, nggak keluar-keluar, ya?” celetuk Bu Intan. Dia juga nggak sabar menunggu dokter keluar.Bu Intan menyesal sekali, menyuruh anaknya membelikan dia makanan. Lebih tepatnya dia memaksa Angga untuk membelikan makan. Padahal waktu itu, kerjaan rumah di besannya masih banyak dan rumah juga masih berantakan. Makanan juga banyak. Hanya demi ingin pamer baju baru dan naik mobil besannya dia memaksa. Ternyata

  • BENALU   Bab 98 (Season Dua)

    Benlau part 98POV 3“Ma, tapi Mama dan Papa setujukan Mita nikah sama Gio?” tanya Mita kepada mamanya. membuat mamanya bingung menjawabnya. Langkah kaki Dewi langsung terhenti. Dari kemarin-kemarin dia cuma membayangkan saja, kalau Mita akan menikah dengan Pak Galih. Dan itu sudah membuatnya mual. Tapi, hari ini telinganya mendengar sendiri kalau adiknya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu mual jika namanya di sebut. Kemudian Dewi berbalik badan, tak jadi keluar tapi malah menuju ke toilet yang ada di kamar rawat inap Mita. Membuat Tante Tika cemas juga dengan kondisi Dewi. Kemudian menyusul Dewi ke toilet. Memijit tengkuknya. Agar terasa enakkan.“Kamu masih sering muntah, Wi?” tanya Tante Tika dengan nada cemas. Walau dia sering melihat Dewi seperti itu, tapi tetap saja dia cemas dengan kondisi keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Dewi dengan nada lemas. Dia sudah duduk di sofa ruang kamar Mita di rawat.“Ibu hami itu memang macam-macam, ada yang cuma trimester pertama, ada y

  • BENALU   Bab 97 (Season Dua)

    Benalu part 97POV 3Hati Martina semakin berdegub kencang saat kakinya melangkah menuju rumah Pak Agung. Dia sangat penasaran dengan keadaan suaminya, dan apa yang terjadi sebenarnya. Terus foto yang di berikan Haris itu, apa maksudnya? Dari mana dia mendapatkan foto itu? Semuanya masih menjadi tanya besar di benak Martina. dan sebentar lagi akan terjawab. ‘Mas Angga aku sudah dekat denganmu,’ lirih Tina lagi dalam hati.“Silahkan langsung ke kamar saja semuanya. Karena yang punya hape ini masih di dalam kamar dan belum sadar,” ucap Pak Agung. Semakin membuat hati Tina bergemuruh. Pintu kamar di buka oleh pemiliknya. Bu Intan juga berdebar hatinya, ingin segera melihat kondisi anaknya. Begitu juga dengan Jeng Sella dan Pak Faris. Tak kalah berdebar walau hanya anak mantu. Tapi, mereka benar-benar cemas. Martina masuk lebih di dalam kamar itu. Tak sabar rasanya, ingin melihat suaminya. “Itu, Mbak pemilik hape ini,” jawab Pak Agung seraya menunjuk ke ranjang. Di sana terbaring seso

  • BENALU   Bab 96 (Season Dua)

    Benalu 96POV 3“Sayang, aku sudah melacak alamat-alamat nomor baru yang menghubungi kamu. Cuma banyak nomor baru, jadi kamu ingat-ingat ya, nomor mana yang menghubungimu, saat kamu di kabari kalau papamu kecelakaan,” jelas Pak Galih seraya memberikan gawai Mita yang dia bawa dari tadi.Mita menerima gawainya. Kemudian melihat nomor-nomor baru itu. Matanya kembali nanar lagi. Nggak ingin membahas masalah ini. Tapi, kalau nggak di bahas, nggak akan selesai-selesai ini kasus.“Yang ujungnya 29, sahut Mita,” sahut Mita kemudian, meletakkan gawainya di sebelahnya.Pak Galih langsung memeriksa alamat nomor yang di bilang Mita. Dari sekian banyak nomor baru, hanya satu yang ujungnya 29. Pak Galih tersenyum.“Kita bisa lapor polisi dan segera menggerebeknya,” ucap Pak Galih yakin dan mantab.“Alamatnya mana, Pak?” tanya Om Heru penasaran.“Ini, Pak!” Pak galih menyerah kertas yang sudah tercantum semua alamat-alamat nomor baru yang menghubungi Mita. Om Heru langsung menerimanya. Kemudian men

  • BENALU   Bab 95 (Season Dua)

    Benalu part 95POV 3Dreett dreet dreettt gawai Tina bergetar. Tak berselang lama berbunyi.“Ma, tolong lihatkan siapa yang menelpon?” pinta Tina kepada mamanya. “Iya, Sayang,” ucap Jeng Sella, kemudian langsung mengambil gawai yang masih di saku baju Tina. “Astaga!” ucap jeng Sella saat melihat siapa yang menelpon.“Siapa yang nelpon, Mi? Peneror itu lagi kah?” tanya Tina masih dengan Mata sedikit membuka. Karena kalau membuka sempurna dia nggak tahan. Karena melihat semuanya berputar-putar.“Angga, yang nelpon,” sahut Jeng Sella. Seketika Martina terperanjat dari baringnya. Membuka paksa matanya saat mendengar nama suaminya menelon ke nomornya.“Cepat angkat, Mi!” perintah Martina semangat. Jeng sella mengangguk dan kemudia mengangkat telpon itu.[Hallo, Angga] ucap Jeng Sella memulai percakapannya. Kemudian dia meloundspeaker gawainya.[Hallo] terdengar suara dari seberang. Suara laki-laki. Martina mengerutkan keningnya. Karena dia faham kalau itu bukan suara suaminya.[Ini siapa

  • BENALU   Bab 94 (Season Dua)

    Benalu part 94POV 3Pak Galih memutuskan pulang, seraya membawa hape Mita. Karena dia ingin mengeceknya di rumah. Om Heru nggak percaya gitu saja tentunya dia membawa pulang gawai Mita. Karena baru saja ketemu. Walau dia tahu anaknya sangat dekat dengannya. Akhirnya Pak Galih meninggalkan KTPnya, agar Om Heru dan yang lainnya percaya, kalau dia memang serius ingin membantu Mita.“Gio mana, Mbak?” tanya Mita kepada Dewi. Langsung mual perut Dewi jika nama itu di sebut. Seakarang di kamar itu tinggal mereka berdua. Om Heru dan Tante Tika pulang. Romi sedang mencari ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan.“Pak Galih, udah pulang,” jawab Dewi dengan susah payah menahan rasa mualnya.“Mbak, salah nggak aku jatuh cinta dengan Gio?” tanya Mita. Semakin membuat Dewi mual. Liur sudah naik ke mulut. Susah payah dia menelan ludahnya sendiri.“Eh, namanya kan Pak Galih. Kenapa kamu panggilnya Gio?” tanya Dewi balik, sengaja mengalihkan pembicaraan, karena memang nggak mau menjawab pertanyaa

DMCA.com Protection Status