Benalu part 24
“Pergi!!! Jangan ganggu hidupku lagi!!”
“Tenang Intan, aku bisa jelasin!”
“Pergii!!! Nggak ada yang perlu di jelasin!!!”
“Minta waktunya sedikit saja.”
“Nggak!!! Pergi!!!”
Betapa kagetnya kami semua, melihat tingkah Ibu teriak-teriak histeris, dengan melayangkan piring seng bertubi-tubi ke arah Pak Handoko. Pak Handoko hanya bisa menangkal dengan tangannya, sebisanya.
“Tenang, Bu!! Tenang!!” Mas Angga berusaha memeluk ibunya, menenangkan.
“Ibunya Angga kesurupan, Pa?” bisik Tante Tika ke Om Heru. Tapi aku masih mendengarnya.
“Husstt! Jangan asal ngomong, nanti kalau Bu Intan denger, piring seng nya melayang ke kita!” jawab Om Heru yang juga berbisik.
&ldqu
“Ada apa, Tante?” teriakku penasaran menghampiri suara teriakan Tante Tika. Begitu juga dengan Om Heru.“Iya, ada apa, sih, Ma?” tanya Om Heru juga.“Ini loo, ada kecoak, jijik,” jawabnya sambil mengelus lehernya geli.“Mama ini, ngagetin aja, kirain siapa gitu yang dateng?!” ucap Om Heru. Tante Tika hanya nyengir saja.“Iya, Tante ini ngagetin saja!” sahutku juga.“Maaf, habis buka pintu kejutuhan kecoak, reflek teriak,” jawab Tante Tika.“Eh, Rama?” sapa Om Heru.“Om, Tante!” balas Rama menjabat tangan mereka bergantian. Dengan senyum termanisnya.“Masuk, Ram!” suruh Om Heru. Rama mengangguk dan masuk ke dalam rumah. Mengerlingkan sebelah matanya saat melirikku. Ganjen banget udah punya anak istri juga.
Dengan mengendarai motor, aku di bonceng Rama. Aku tak bisa menolak keinginannya. Entahlah, niat hati ingin menjauhinya, tapi justru semakin dekat.“Dewi, mau nggak nemuin anakku, Mila?” pinta Rama tadi. Kulipatkan keningku, mencoba memahami.“Aku nemui Mila?” tanyaku mengulang kata itu.“Iya, mau kan?” jawabnya seraya bertanya lagi.“Kenapa?” tanyaku penasaran.“Tadi aku di telpon Bi Yuli ART ku, Mila rewel aja,” sahutnya.“Ibunya kemana?” tanyaku balik. Sungguh membuatku penasaran.“Mila tak akrab dengan ibunya,” jawabnya. Membuatku semakin bingung.“Kok bisa?” tanyaku lagi.“Dia ingin ketemu kamu,” jawabnya asal. Membuatku semakin bingung. Kok bisa?“Aku nggak n
“Bi Yuli, tolong bawa Rizka ke kamarnya!” perintah Rama sedikit berteriak.“Baik, Mas.” Sahut Bi Yuli. Tak berselang lama Bi Yuli menggandeng wanita kusut itu. Hati berdebar melihat sorot matanya yang kosong. Wajahnya cantiknya terlihat sangat berduka. Dia nurut saja digandeng Bi Yuli, menuju kamarnya.“Ram ...”“Iya?”“Itu Mamanya Mila? Wajahnya mirip Mila.” Tanyaku penasaran. Rama menghela nafas. Menggaruk kepalanya cengar cengir.“Nanti, ya, aku jelasin. Jangan di sini.” Jawabnya, melirikku.“Kenapa? Kamu takut anak istrimu denger?” cercaku. Karena memang merasa aneh. Kenapa harus ngajak keluar? Kenapa tak mau menceritakan di rumahnya saja?“Nanti aku jelasin, ya, sabar!”
POV AnggaKedatangan Pak Handoko membuatku semakin bingung dengan tingkah ibu. Ibu nampak sangat membencinya. Sampai segitunya ibu kalap. Melempar apapun yang ada di sekitarnya. Ada cerita apa mereka di masa lalu?Tapi ada baiknya juga dengan hadirnya Pak Handoko. Beliau memberiku pekerjaan. Tentu di luar sepengetahuan ibu. Tapi beliau juga belum menjelaskan apapun padaku. Aku harus mencari tahu. Siapa sebenarnya Pak Handoko?“Oe, Mak Angga!!!” teriakan suara membuyarkan lamunanku. Kayaknya suara Mak Wesi. Apa dia mau menanyakan hutangnya lagi. Sudah tujuh hari kah? Cepat sekali. Aku beranjak, melangkah menghampiri pintu dengan hati yang tak menentu.“Eh, Mak Wesi. Masuk, Mak!” aku mempersilahkan basa basi.“Nggak perlu!” jawabnya singkat. Membuatku mengatur irama detak jantung yang kian tak berirama.“Ini mau b
POV AnggaUcapan Pak Handoko kemarin sangat mengganggu fikiranku. Aku harus bicara sama ibu. untuk mengetahui semua kebenarannya. Kuberanjak dari kasurku, melangkah menemui ibu. Ternyata ibu ada di ruang tamu.“Bu.” Sapaku.“Iya.” Jawabnya tanpa memandangku.“Boleh tanya sesuatu?” ucapku pelan. Kemudian Ibu memandangku.“Soal Handoko?” tebak ibu, membuatku gelagapan. Aku hanya bisa menjawab dengan anggukkan.“Ibu sebenarnya kecewa sama kamu, Ga. Kenapa kamu mau mendengarkan penjelasannya!” ucap ibu lagi. membuatku merasa bersalah. Karena semenjak ketemu Pak Handoko ibu selalu bilang, jangan percaya apapun yang akan dia sampaikan. Tapi nyatanya hati kecilku mempercayai ucapannya.“Maaf, Bu. Tapi Angga penasaran,” jawabku memandang ibu. wajah ibu nampak kusut setelah be
Benalu part 30Hari ini hidupku terasa kacau, belum sempat hilang rasa penasaranku tentang sosok Rizka, kini di tambah dengan kehadiran Mas Angga. Mas Angga datang dengan tujuan ingin rujuk. Hati ingin memaafkan tapi kuurungkan dengan hadirnya ibu yang kayak jailangkung. Semakin naik darah tinggiku dengan ibu membahas harta goni gini. Nggak tahu malu? Apa memang nggak punya malu?“Benar yang di katakan Angga, Intan! Kamu tak bisa menghukumnya dengan ke egoisanmu,” tiba-tiba terdengar suara Pak Handoko, yang berada tepat di belakang Ibu. Semua mata mengarah padanya.“Maafkan saya Heru, datang ke sini tiba-tiba. Niatnya mau ke rumah kontrakannya Intan, tapi melihat gelagat mencurigakan, akhirnya saya memutuskan mengikutinya,” ucap Pak Handoko lagi.“Owh, ya, masuk dulu!” Om Heru tampak salah tingkah.“Nggak perlu!!! saya nggak a
“Apa? Ucapkan sekali lagi?” tanya Mas Angga serasa tak percaya dengan ucapanku. Kuatur nafasku yang memburu. Aku takut melihat wajah Mas Angga.“Dewi!!! ucapkan sekali lagi!!!” bentak Mas Angga, membuatku tersentak. Hatiku bergemuruh, air mata terus menerus mengalir tak bisa di hentikan. Kuusap wajahku dengan punggung tangan kiriku. Karena tangan kananku, dipegang erat oleh Mas Angga. Bibir terasa kelu untuk menjawab. Bibir terasa bergetar, aku benar-benar takut dengan Mas Angga. Suara riuh orang-orang sekitar membuatku semakin down.“DEWI!!!” teriaknya lagi.“I – i – yaa – ki – kita – ruuu – juuk,” gelagapku penuh ketakutan.“Dewi!!! susuk apa yang kamu pakai sehingga anak saya tergila-gila sama kamu?” teriak ibu menyudutkanku. Seakan ibu tak terima anaknya terlihat mengemis cinta denganku. Tak ku h
Hari ini sidang pertamaku. Di temani Om Heru, Tante Tika dan juga Rama sebagai kuasa hukum. Hatiku merasa berdegub tak menentu, ketika menginjakan kaki di pengadilan agama.“Karena ini sidang pertama, Angga harus dateng,” ucap Om Heru. Di balas anggukkan oleh Rama.“Angga sudah dikabari?” tanya Tante Tika.“Sudah, Papa sudah nelpon dia,” jawab Om Heru.“Yang penting Bu Intan nggak buat gaduh saja, syukur-syukur dia nggak dateng,” ucap Tante Tika. Aku hanya bisa menyimak ucapan mereka. Nggak tau harus bagaimana. Yang jelas aku lagi berperang dengan hatiku.Tak berselang lama, aku melihat sosok Mas Angga dan Ibu. Wajahnya sayu, di sekeliling matanya menghitam seakan kurang tidur. Ketika mata kami bertemu, mata itu tetap sama, masih jelas terpancar cinta untukku. Tapi hatiku? Entahlah, kejadian kemarin membuatku