“Lepaskan Istri saya!” terdengar suara bernada berat membuat para pria yang berada dalam lift menjadi terkejut.Tania memanfaatkan keadaan itu untuk melarikan diri dari pria yang menangkap tangannya. Ia berlari tanpa melihat orang yang di depannya sampai ia menabraknya.“Sssh! Tenanglah, Tania! Kamu sudah aman sekarang.” Ryan meraih Tania ke dalam pelukan hangatnya untuk melindungi Istrinya itu.Tania mengangkat wajah ia merasa lega, sekaligus marah kepada Ryan. Seandainya saja suaminya itu tidak meninggalkan dirinya ia tidak akan bersama dengan kelima pria itu dalam lift.“Kamu jahat meninggalkan saya begitu saja! Apa kamu memang merencanakannya untuk menyakiti dan membuat saya takut?” Tanya Tania, sambil memukul punggung Ryan dengan kepalan tangannya.Ryan menangkap tangan Tania, ia berusaha untuk menenangkan Istrinya itu, Mereka belum sepenuhnya dalam situasi yang aman, karena ia hanya sendirian saja dan ia tidak membawa apapun yang bisa dijadikannya senjata untuk melindungi Tania.
“Sshh! Tenanglah, Tania! Kau sudah aman bersama saya tidak akan ada yang mengganggumu lagi.” Bisik Ryan di telinga Tania.Ia mencoba untuk menenangkan Istrinya itu yang terlihat panik. Keringat dingin terlihat membasahi wajah dan gaun tidur yang dipakai Tania.Dalam hati Ryan menyesali kesalahannya, sehingga membuat Tania menjadi, seperti itu. Digoyangnya dengan pelan pundak Tania, sambil membisikkan kata-kata yang menenangkan.Tania mengusap wajah dengan kedua tangan, ia tadi teringat kejadian di dalam lift yang membuatnya menjadi ketakutan.“Saya ingin sendiri!” tegas Tania.Ia bangkit dari ranjang menuju kamar mandi meninggalkan Ryan. Sesampainya di kamar mandi, ia mengunci pintu dari dalam.Dinyalakannya air pancuran, lalu ia duduk di bawahnya dengan kaki ditekuk. Tania meletakkan kepala di atas lutut dibiarkannya air mata kembali tumpah.‘Mengapa saya menjadi begitu lemah, seperti ini? Bagaimana saya akan sanggup menghadapi orang-orang yang tidak suka kepada pernikahan kami?’ bat
Ryan memalingkan wajah melihat ke arah Tania dengan senyum sinis terbit di sudut bibirnya. “Katakan apa yang ada di pikiranmu yang terjadi?”Tania balas menatap Ryan dengan dingin, walaupun kakinya terasa goyah. Ia membasahi bibir yang terasa kering. “Saya hanya melihat, kalau kau sedang memeluk Ades. Dan itu kau lakukan di apartemen kita. Apakah kau ingin saya pergi, agar tidak mengganggu kalian berdua?”Ryan baru tersadar, kalau ia masih memeluk Ades. Ia membukakan pintu untuk wanita itu yang langsung memeluknya. Tiindakan dari Ades lah yang membuatnya berseru marah, sehingga memancing Tania mencari tahu apa yang terjadi.“Terserah kau saja! Saya tidak memerlukan dan peduli dengan apa yang ada dalam pikiranmu!” sahut Ryan dengan dingin.Ia mendorong Ades menuju pintu apartemen. Tanpa membalikkan badan Ryan memerintahkan kepada Tania untuk langsung mengunci pintu apartemen.Tania hanya diam terpaku di tempatnya berdiri. Ia memperhatikan Ryan yang berjalan beriringan menuju pintu. Sua
Di lain tempat, beberapa jam sebelumnya.Ryan keluar dari apartemen bersama Ades, ia terpaksa meninggalkan Tania seorang diri, karena tidak mau keduanya bertengkar. “Kau sudah gila, Ades! Kenapa kau datang ke apartemen saya? Hanya membuat masalah saja!”Ades membalikkan badan menghadap Ryan. “Kamu yang keterlaluan! Pergi begitu saja dari rumah saya, tanpa meminta maaf, karena sudah membuat saya menunggu di bandara seorang diri!”Ryan menggertakkan gigi, kedua tangannya mengepal di samping badan. Ia memberikan tatapan tajam mengintimidasi ke arah Ades.“Saya tidak perlu meminta maaf kepadamu! Saya sudah memenuhi permintaan darimu untuk pulang bersama dengan saya dan Tania.” Ryan mencekal lengan Ades dengan kasar.Ades bukanlah wanita lemah, yang akan menyerah kalah, begitu mendapatkan tatapan tajam dan suara bernada tinggi. Ia justru mengangkat tinggi dagunya, seakan menantang Ryan.“Apakah kamu lupa, kalau kamu yang meminta saya untuk turut serta dalam penerbangan yang sama? Itu karen
Selama beberapa saat yang tidak ada kepastian Tania tetap berdiam di kamar mandi. Sampai ia mendengar beberapa langkah kaki lagi dan sebuah suara bernada berat. “Nyonya, keluarlah! Kami dari pihak kepolisian Anda sudah aman sekarang.”Tania berjalan menuju pintu, lalu memutar kunci dengan tangan yang bergetar hebat dan jantung yang berdegup tidak karuan. Ia secara perlahan membuka pintu, tersebut.Ia bisa bernapas lega, saat melihat dua orang dengan seragam polisi juga petugas keamanan apartemen yang sempat ia temui beberapa jam sebelumnya.“Nyonya! Kami harap Anda bersedia untuk memberikan pernyataan di kantor polisi,” ucap salah seorang polisi kepadanya.Tania menganggukkan kepala, ia meminta waktu kepada petugas polisi untuk mempersiapkan dirinya barulah ia akan datang ke kantor polisi untuk memberikan pernyataan.Setelah kedua polisi dan petugas keamanan pergi ia berjalan keluar kamar. Dan tanpa sengaja kakinya yang telanjang menginjak pecahan kaca, sehingga berdarah.‘Sial!’ umpa
Tania membalikkan badan dan itu merupakan suatu kesalahan baginya, karena ia langsung berhadapan dengan dada telanjang suaminya itu. “Ryan! Kita tidak bisa melakukan apapun yang ada di kepalamu saat ini. Saya harus segera datang ke kantor polisi.”Dalam hati Tania berharap Ryan akan mendengar apa yang dikatakannya. Ia bukannya ingin menolak keinginan Ryan hanya saja, ia masih berpikir Ryan telah bercumbu dengan Ades.Menyadari keengganan dari Tania dengan raut wajah kecewa Ryan pun berjalan menjauh menuju pancuran.Di bawah air pancuran dengan suhu air dingin, ia membiarkan kepalanya menjadi basah untuk mendinginkan kepala dan badannya yang menginginkan Tania.Ia dengan percaya diri mempertontonkan keindahan badannya yang polos kepada Tania. Hal itu ia anggap sebagai hukuman atas penolakan yang diberikan oleh Tania kepadanya.“Ryan! Tidak bisakah kamu memakai pakaian dalammu saat mandi!” tegur Tania.Ryan mengangkat jempolnya ke arah Tania, tetapi ia tidak melakukan apa yang dikatakan
Tania menatap Ryan dengan mimik wajah kecewa. “Kenapa harus pergi berbulan madu ke Bali hanya untuk memastikan kehamilan saya? Antarkan saya ke klinik untuk membeli alat tes kehmilan. Saya yakin sekarang ini saya sudah hamil!”Ryan melirik Tania sekilas, ia membuka pintu mobil, lalu berjalan keluar. Ditunggunya Tania dengan tidak sabar, sambil melihat jam tangan mahal yang menghiasi lengan kirinya.Tania memejamkan mata sejenak untuk membuat hatinya merasa tenang. Ia dapat menyimpan amarahnya di dalam dada, ia tidak akan membiarkan emosi membuat ia bertengkar di tempat umum dan menjadikan mereka berdua tontonan.Di bukanya pintu mobil, lalu ia berjalan keluar dan langsung bertatapan mata dengan suaminya. Yang terlihat dingin, serta tidak sabar.“Cepatlah! Kita harus segera check in atau tiket kita akan kembali terbakar,” tegur Ryan.Tania mengangguk, ia berusaha mengimbangi langkah Ryan yang panjang dan cepat, agar dirinya tidak ketinggalan dengan berlari kecil.Beberapa menit bersela
Ryan mengangkat alisnya mendengar jawaban dari Tania yang begitu bersemangat, “Benarkah begitu? Apakah saya harus membuktikannya sekarang betapa kamu menyukai sentuhan saya? Kamu juga selalu menyebut nama saya saat berada pada puncak kenikmatan.”Wajah Tania menjadi bersemu merah mendengarnya. Ia mengacungkan garpu yang dipegangnya ke udara. Bibirnya ia manyunkan, karena Ryan sudah mengingatkan dirinya, bagaimana ia tidak dapat menolak pesona dari pria yang pernah berstatus sebagai mantan suaminya.“Itu semua karena hanya kamu saja yang pernah menyentuh dan mengajak saya bercinta. Saya tidak memiliki perbandingan dengan pria lain yang tidak akan membuat saya begitu terpengaruh denganmu,” sahut Tania.Mata Ryan melotot ke arah Tania, ia tidak suka dengan jawaban yang diberikan oleh Istrinya itu. Garpu yang ia pegang diketukkannya di sisi tangan Tania, sehingga membuat Istrinya itu terkejut dan membeku ketakutan.“Kau tidak akan pernah berani untuk mencari lelaki yang lain, sebagai perb