Sontak saja Tania menjadi terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Ades. Tania menolehkan kepala ke arah wanita itu. “Apa maksudmu berkata, seperti itu? Kau sungguh menjijikkan, kalau berpikir saya akan sudi hal gila yang kau inginkan!”Ryan melirik Tania yang terlihat emosi, kemudian ia memalingkan wajah melihat Ades yang terlihat tenang di tempatnya berdiri.“Saya sungguh tidak percaya, kalau kamu akan berkata, seperti itu Ades! Kau sudah membuat saya tercengan dengan ide gila yang saya sendiri bahkan tidak pernah membayangkannya,” ucap Ryan.Ades menyunggingkan senyum tipis di sudut bibir, ia tiidak terpengaruh sama sekali dengan keheranan dari Ryan, serta Tania. Ia melihat Tania dengan wajah tidak suka yang hanya ditujukannya untuk Tania.“Mengapa tidak? Bukankah itu yang menjadi alasanmu membawa saya serta kembali ke kota ini? Ditambah dengan kamu yang mendatangi saya membawa Istrimu untuk meminta maaf kepada saya,” ucap Ades dengan percaya diri.Tania melirik Ryan, dengan seny
Tania menyentak lengan Ryan dengan kasar, ia melihat suaminya itu dengan wajah dipenuhi amarah. “Saya tidak mau berlama-lama berada di tempat ini hanya untuk mendengarkan bagaimana wanita itu merendahkan saya!”Ryan memejamkan mata ia sedang berusaha meredam amarah yang hendak meledak. Kenapa juga Tania harus merajuk sekarang ini? Dan kenapa si Ades ini bersikap sangat menyebalkan saja.“Duduk!” perintah Ryan dengan nada suara tegas tidak ingin dibantah.Tania menarik napas dalam-dalam dengan terpaksa ia menuruti apa yang diperintahkan oleh suaminya itu. Ia tidak sudi memberikan tontonan gratis kepada Ryan, kalau dirinya bertengkar dengan Ryan.Mereka berdua kembali duduk di tempat semula. Tania merasakan wajahnya menjadi panas, karena terus saja ditatap oleh Ades dengan sorot mata mencemooh.“Ada apa dengan matamu sampai menatap saya, seperti itu? Apakah kamu sadar, kalau yang kamu lakukan itu tidak sopan kepada tamu di rumahmu? Namun, kata sopan, sepertinya tidak ada dalam kamusmu,
Tania menelan ludah dengan sukar, ia sama sekali tidak menduga, kalau Ryan akan bertanya seperti itu kepadanya. “Saya tidak memerlukan sikap pura-pura peduli darimu. Silakan saja, kalau kau memang mau menemani kekasihmu itu.”Rahang Ryan terlihat mengetat dengan bibir membentuk garis tipis, tetapi ia tidak membalas pernyataan Tania. Ia tidak ingin pertengkaran mereka semakin panjang saja dan diengarkan oleh sopir mereka.Sekalipun dirinya sudah memegang surat perjanjian yang telah ditandatangani sopirnya. Di mana dalam perjanjian itu sopirnya akan bersikap bisu dan tuli. Ia tidak akan menedngarkan dan atau melihat apapun yang dilakukan oleh majikannya pada saat berada dalam mobil.“Tuan, kita kembali kemana? Apakah ke rumah atau ke apartemen?” Tanya sopir pribadi itu memecahkan keheningan yang tercipta di dalam mobil tersebut.Secara kompak Tania dan Ryan membuka suara, tetapi dengan tujuan yang berbeda.“Apartemen,” sahut Ryan singkat.“Pulang ke rumah, Pak!” ucap Tania.Sopir itu te
“Lepaskan Istri saya!” terdengar suara bernada berat membuat para pria yang berada dalam lift menjadi terkejut.Tania memanfaatkan keadaan itu untuk melarikan diri dari pria yang menangkap tangannya. Ia berlari tanpa melihat orang yang di depannya sampai ia menabraknya.“Sssh! Tenanglah, Tania! Kamu sudah aman sekarang.” Ryan meraih Tania ke dalam pelukan hangatnya untuk melindungi Istrinya itu.Tania mengangkat wajah ia merasa lega, sekaligus marah kepada Ryan. Seandainya saja suaminya itu tidak meninggalkan dirinya ia tidak akan bersama dengan kelima pria itu dalam lift.“Kamu jahat meninggalkan saya begitu saja! Apa kamu memang merencanakannya untuk menyakiti dan membuat saya takut?” Tanya Tania, sambil memukul punggung Ryan dengan kepalan tangannya.Ryan menangkap tangan Tania, ia berusaha untuk menenangkan Istrinya itu, Mereka belum sepenuhnya dalam situasi yang aman, karena ia hanya sendirian saja dan ia tidak membawa apapun yang bisa dijadikannya senjata untuk melindungi Tania.
“Sshh! Tenanglah, Tania! Kau sudah aman bersama saya tidak akan ada yang mengganggumu lagi.” Bisik Ryan di telinga Tania.Ia mencoba untuk menenangkan Istrinya itu yang terlihat panik. Keringat dingin terlihat membasahi wajah dan gaun tidur yang dipakai Tania.Dalam hati Ryan menyesali kesalahannya, sehingga membuat Tania menjadi, seperti itu. Digoyangnya dengan pelan pundak Tania, sambil membisikkan kata-kata yang menenangkan.Tania mengusap wajah dengan kedua tangan, ia tadi teringat kejadian di dalam lift yang membuatnya menjadi ketakutan.“Saya ingin sendiri!” tegas Tania.Ia bangkit dari ranjang menuju kamar mandi meninggalkan Ryan. Sesampainya di kamar mandi, ia mengunci pintu dari dalam.Dinyalakannya air pancuran, lalu ia duduk di bawahnya dengan kaki ditekuk. Tania meletakkan kepala di atas lutut dibiarkannya air mata kembali tumpah.‘Mengapa saya menjadi begitu lemah, seperti ini? Bagaimana saya akan sanggup menghadapi orang-orang yang tidak suka kepada pernikahan kami?’ bat
Ryan memalingkan wajah melihat ke arah Tania dengan senyum sinis terbit di sudut bibirnya. “Katakan apa yang ada di pikiranmu yang terjadi?”Tania balas menatap Ryan dengan dingin, walaupun kakinya terasa goyah. Ia membasahi bibir yang terasa kering. “Saya hanya melihat, kalau kau sedang memeluk Ades. Dan itu kau lakukan di apartemen kita. Apakah kau ingin saya pergi, agar tidak mengganggu kalian berdua?”Ryan baru tersadar, kalau ia masih memeluk Ades. Ia membukakan pintu untuk wanita itu yang langsung memeluknya. Tiindakan dari Ades lah yang membuatnya berseru marah, sehingga memancing Tania mencari tahu apa yang terjadi.“Terserah kau saja! Saya tidak memerlukan dan peduli dengan apa yang ada dalam pikiranmu!” sahut Ryan dengan dingin.Ia mendorong Ades menuju pintu apartemen. Tanpa membalikkan badan Ryan memerintahkan kepada Tania untuk langsung mengunci pintu apartemen.Tania hanya diam terpaku di tempatnya berdiri. Ia memperhatikan Ryan yang berjalan beriringan menuju pintu. Sua
Di lain tempat, beberapa jam sebelumnya.Ryan keluar dari apartemen bersama Ades, ia terpaksa meninggalkan Tania seorang diri, karena tidak mau keduanya bertengkar. “Kau sudah gila, Ades! Kenapa kau datang ke apartemen saya? Hanya membuat masalah saja!”Ades membalikkan badan menghadap Ryan. “Kamu yang keterlaluan! Pergi begitu saja dari rumah saya, tanpa meminta maaf, karena sudah membuat saya menunggu di bandara seorang diri!”Ryan menggertakkan gigi, kedua tangannya mengepal di samping badan. Ia memberikan tatapan tajam mengintimidasi ke arah Ades.“Saya tidak perlu meminta maaf kepadamu! Saya sudah memenuhi permintaan darimu untuk pulang bersama dengan saya dan Tania.” Ryan mencekal lengan Ades dengan kasar.Ades bukanlah wanita lemah, yang akan menyerah kalah, begitu mendapatkan tatapan tajam dan suara bernada tinggi. Ia justru mengangkat tinggi dagunya, seakan menantang Ryan.“Apakah kamu lupa, kalau kamu yang meminta saya untuk turut serta dalam penerbangan yang sama? Itu karen
Selama beberapa saat yang tidak ada kepastian Tania tetap berdiam di kamar mandi. Sampai ia mendengar beberapa langkah kaki lagi dan sebuah suara bernada berat. “Nyonya, keluarlah! Kami dari pihak kepolisian Anda sudah aman sekarang.”Tania berjalan menuju pintu, lalu memutar kunci dengan tangan yang bergetar hebat dan jantung yang berdegup tidak karuan. Ia secara perlahan membuka pintu, tersebut.Ia bisa bernapas lega, saat melihat dua orang dengan seragam polisi juga petugas keamanan apartemen yang sempat ia temui beberapa jam sebelumnya.“Nyonya! Kami harap Anda bersedia untuk memberikan pernyataan di kantor polisi,” ucap salah seorang polisi kepadanya.Tania menganggukkan kepala, ia meminta waktu kepada petugas polisi untuk mempersiapkan dirinya barulah ia akan datang ke kantor polisi untuk memberikan pernyataan.Setelah kedua polisi dan petugas keamanan pergi ia berjalan keluar kamar. Dan tanpa sengaja kakinya yang telanjang menginjak pecahan kaca, sehingga berdarah.‘Sial!’ umpa