"Kamu sengaja meminta Cio datang?" Tuding Arka sesaat setelah Cio meninggalkan rumahnya.Kei menghela nafas panjang, ia mulai lelah dengan semua perdebatan karena prasangka Arka yang selalu negatif padanya. Hal kecil selalu di besar-besarkan hanya agar Arka bisa melampiaskan dendamnya.Semua yang Kei lakukan selalu salah di mata Arka, dalam hal apapun Kei selalu salah. Dan Kei mulai merasa lelah dengan semua itu. Meski rasa cintanya pada pria itu tak berkurang, tapi kesabarannya mulai terkikis. Kei memang bodoh, ia tak pernah bisa bersungguh-sungguh membenci Arka meski pria itu sudah menorehkan begitu banyak luka untuknya."Jawab!" Sentak Arka, kemarahannya naik karena Kei tak juga lekas menjawabnya."Kalau aku mengatakan tidak, apa kamu akan percaya?" Tanya Kei, ia lalu berbalik hendak pergi, tapi Arka menarik tangannya dan mendorongnya ke sofa."Jawab aku! Berani-beraninya kamu balik bertanya!""Aku tidak memintanya kesini, Arka! Aku bahkan tidak tahu simpananmu itu ada disini!" jaw
Hening, di kamar itu hanya denting jarum jam yang terdengar mendominasi. Sementara dua orang yang ada di dalamnya, hanya diam bahkan saling memalingkan wajah.Beberapa saat yang lalu, Arka meminta Kei untuk ikut dengannya, tapi sepuluh menit sudah terlewat, Arka tak juga mengatakan apa tujuannya mengajak Kei ke kamar.Duduk di sofa yang sama namun di ujung berbeda, keduanya tak juga saling bicara. Apalagi Kei, perempuan itu memang kerap menghindari Arka, mana mungkin ia mau memulai bicara. Lagi pula Arka yang memintanya ikut, mana mau Kei bicara lebih dulu."Aku dan Clara mau menikah!"Kalimat pertama yang Arka lontarkan dan mampu membuat jantung Kei seraya terlepas dari tempatnya. Kei pun menoleh, menatap Arka dengan nanar. Ia kira, dengan menghindari Arka, ia akan terhindar dari kata terluka. Nyatanya saat ia kembali dekat dengan pria itu, luka yang lebih dalam mulai Arka gali untuknya.Sekuat tenaga Kei menahan air matanya, juga menahan sesak yang terasa menghimpit dadanya. Bagaima
"Hentikan dendam mu pada Kei!""Apa? Siapa kamu sampai berani bicara seperti itu padaku?!" Arka menatap Rumi dengan tatapan tajam, ia tak terima dengan ucapan Rumi yang hanya seorang pelayan saja."Aku," Rumi menghentikan ucapannya, ia berdehem lalu menarik kulit lehernya sendiri. Arka tentu terkejut, pria itu membulatkan matanya lalu berkata, "Apa yang kamu lakukan?!"Rumi masih diam, ia terus menarik sesuatu dari wajahnya.Arka beranjak saat ia mulai mengenali sosok yang berdiri tak jauh darinya itu, pria itu mendekati Rumi lalu merengkuh bahunya. Air mata menetes dari kedua netranya, "Ya Tuhan, Starla? Ini kamu?"Gadis itu mengangguk, air mata juga menetes dari kedua mata sendunya. "Ini aku, kak."Arka tak lagi mampu bicara, ia menarik Starla ke dalam dekapannya. Banyak pertanyaan yang bergelayut di benaknya, tapi untuk saat ini, ia hanya ingin memeluk erat adik kesayangannya itu."Aku sangat merindukanmu, Star. Kenapa kamu baru menemui ku?""Setiap hari aku menemui mu, kak. Hanya
Kei tengah membereskan barang-barangnya ketika Arka memasuki kamar. Sejenak pergerakan tangan Kei terhenti, ia tak mau menoleh meski Arka duduk di sebelah kopernya. Tak ingin menghiraukan keberadaan pria itu, Kei kembali melanjutkan kegiatannya.Ia hanya ingin cepat pergi, beberapa saat yang lalu ia sudah menghubungi Hiko agar pria itu menjemputnya. Kei belum siap pulang ke rumah orang tuanya, ia ingin mencari tempat tinggal sementara sampai ia siap mengatakan semuanya pada keluarganya."Kei, tolong pikirkan lagi. Aku tahu aku salah, dan kesalahanku sungguh besar, tapi beri aku kesempatan untuk menebus semuanya," pinta Arka. Biarlah ia menjadi pria tak tahu diri yang membuang rasa malunya demi mendapat maaf dari Kei."Kita sudah membicarakan ini mas, aku sudah memaafkan mu, aku bahkan tidak bisa membencimu. Aku bodoh bukan? Setelah semua yang sudah kamu lakukan padaku, aku tetap tidak bisa membencimu. Tapi mas, kamu sudah berjanji akan melepaskan ku saat aku dan kak Cio terbukti tidak
Hujan turun begitu deras, mengguyur bumi sejak satu jam yang lalu. Cahaya jingga sore itu tak terlihat, tertutup awan mendung yang tampak kelabu.Seorang pria tampan tengah berdiri di pintu pembatas antara kamarnya dan area balkon. Menyenderkan tubuhnya pada tiang pintu menatap guyuran hujan di luar sana. Entah apa yang pria itu pikirkan, ia begitu betah menatap hujan.Helaan nafas panjang beberapa kali terdengar berhembus dari mulutnya, sudah satu bulan ia menjalani hidupnya dengan hambar.Entahlah, sejak kepergian istrinya, warna dalam hidupnya seolah ikut pergi juga. Ia bahkan tak pernah menghubungi kekasihnya, entah bagaimana kabar gadis itu, karena gadis itu pun tak pernah menghubunginya atau mencarinya.Adalah Arka, pria yang tampak sedikit tak terurus itu menjalani hari-harinya dengan tak bersemangat. Arka menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja dan bekerja, terkadang ia tak pulang, dengan dalih lembur dan banyak pekerjaan, pria itu menghindari rumah yang sejak dulu menjadi t
Sudah lima belas menit Arka menatap sebuah surat yang beberapa saat lalu Hiko berikan padanya. Surat yang di atasnya bertuliskan sebuah lembaga, PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT. Dalam surat itu tertera namanya dan nama Kei, dan entah mengapa, surat itu mampu mengacaukan hatinya.Satu bulan tak ada kabar, Arka kira Kei akan kembali dan semuanya akan kembali baik-baik saja. Ternyata perempuan itu tak main-main dengan keinginannya untuk berpisah. Arka pun tahu, kesalahannya pada Kei tak akan mudah di maafkan, tapi Kei benar-benar tak memberinya kesempatan untuk memperbaiki diri dan menebus semua kesalahannya.Tak ingin diam saja, ia pun beranjak untuk menemui Hiko di ruangannya. Ia harus menanyakan keberadaan Kei, karena hanya Hiko yang tahu perempuan itu dimana. Bahkan keluarganya pun tak ada yang tahu.Mengingat tentang keluarga Kei, Arka jadi teringat terakhir kali ia dan kedua orang tua Kei bertemu. Saat itu Bumi dan Elva sangat marah padanya, bahkan ia di hadiahi beberapa bogem menta
Sesuai jadwal, hari ini adalah jadwal sidang pertama perceraian Arka dan Kei. Arka sangat bersemangat untuk hadir, bukan bahagia karena akan berpisah, namun ia berharap bisa bertemu dengan Kei di pengadilan nanti.Ia akan menggunakan kesempatan itu untuk membujuk Kei agar perempuan itu mau memaafkannya dan membatalkan gugatan perceraiannya.Beberapa hari ini ia di landa rasa takut, takut jika suatu saat nanti benar-benar tak bisa bertemu dengan Kei lagi. Hari-harinya terkikis habis oleh lamunannya tentang Kei, Arka baru menyadari, ada rasa yang lain yang hadir tanpa ia sadari."Kei, aku harap kamu hadir di persidangan hari ini," batinnya. Ia tak menyangka, sesuatu yang ia sering katakan dulu ternyata begitu menyakitkan. Ia kerap mengatakan pada Kei bahwa ia tak pernah perduli dengan perempuan itu, mati sekali pun ia tak akan perduli. Nyatanya baru perpisahan karena perceraian saja sudah sangat membuatnya terluka, apalagi perpisahan karena kematian.Ia sudah berusaha mencari tahu diman
Langkah Kei terhenti saat di depan sana Arka dan Starla berdiri menatap kedatangannya. Begitu pun dengan Cio dan kedua orang tua Kei yang datang untuk mendampingi Kei di persidangan. Sejenak tatapan mereka bertemu, namun Kei memutusnya lebih dulu. Perempuan itu memalingkan wajah lalu kembali melanjutkan langkah. Dari debaran di jantungnya yang masih sama, Kei sadar bahwa satu bulan tak cukup untuk membuatnya mengubur cinta pada pria itu.Tapi ia tak akan mundur, untuk apa ia bertahan sendirian? Sementara Arka mempunyai kekasih. Tanpa menoleh pada Arka dan Starla, Kei berjalan memasuki ruang sidang. Karena saat ia tiba, ternyata gilirannya memasuki ruang persidangan juga tiba.Sesaat Cio menatap Starla, gadis cantik yang dulu sempat menjebaknya, gadis yang sebenarnya menjadi akar dari penderitaan yang Kei alami. Karena dendam yang sebenarnya hanya salah paham, Arka menciptakan neraka dalam pernikahannya dan Kei."Cio.." Starla menahan tangan Cio, berharap ia bisa meminta maaf atas sem