"Apa yang kamu lakukan di sini, Tyas? Bukankah aku meminta Maria agar kamu bersiap?""Tadi aku ...." Aku menoleh pada Pak Damar berharap dibantu menjawab."Maaf, Tuan. Nona Tyas memintaku membeli minuman dingin untuknya.""Di rumah ini tersedia, kenapa mencari ke luar?" Tuan Edbert menaikkan kedua alisnya. Aku yakin, dia tidak percaya."Aku tidak tahu kalau minuman dingin juga tersedia di sini, Tuan." Kali ini aku tidak membiarkan Pak Damar meneruskan sandiwaranya.Tuan Edbert terkekeh pelan, kemudian merangkulku masuk rumah. "Lain kali kalau menginginkan sesuatu, panggil saja pelayan. Jumlah mereka banyak, kenapa harus menemui Pak Damar?""Maafkan aku," lirihku.Sesampainya di kamar, Tuan Edbert menatapku lekat. Dia memindai tubuh ini dari bawah ke atas. "Kamu habis menangis?""Tidak. Maksudku, iya.""Kenapa kamu menangis. Ada yang melukaimu?" tanya Tuan Edbert penuh kelembutan."Tidak, Tuan. Aku hanya ingin minuman dingin." Sekali lagi alasan konyol itu kembali kulontarkan.Tuan Edb
Selesai melakukan tugas sebagai istri walau hanya simpanan, aku langsung menutup mata bersembunyi di dalam selimut. Diam-diam memutar ingatan ketika sekolah dulu di mana teman-teman berdiskusi masalah rumah tangga."Aku menentang poligami!" tegas Amira begitu Fadil mengaku kelak akan berpoligami padahal pacar saja tidak punya."Kenapa kamu menentang poligami? Itu kan sunnah!" pungkas Aldi yang setuju dengan sahabatnya."Aku juga tahu hukum poligami, Di. Cuman gak mau diduakan. Ini bukan berarti mengharamkan, ya!""Karena yang haram itu poliandri alias bersuami dua!" timpaku sambil bertopang dagu.Mereka bertiga terkekeh pelan sementara aku memanyunkan bibir. Entah kenapa padahal kurasa tidak ada hal lucu."Nah, coba kalian para lelaki seandainya poliandri itu diperbolehkan apakah rela jika istri membagi cinta kalian?" tanya Amira penuh percaya diri."Ya enggaklah! Gak enak banget kalau misalkan istri kita harus melayani laki-laki lain. Jangankan menikah lagi, boncengan pun bakal gue l
Setelah pelayan perempuan yang diminta Maria membersihkan serpihan kaca tadi pergi, mereka berdua mendekat dengan tatapan yang sulit di artikan. Sebenarnya aku gugup jangan sampai dibunuh, tetapi berusaha bersikap santai."Ada apa?" tanyaku ketus."Jangan sampai karena tindakan ceroboh Anda menghilangkan nyawa seseorang, Nona. Anda harus berpikir jernih jika ingin melakukan sesuatu," ucap Louis."Apa Anda tahu resiko bagi kami jika tadi Anda berhasil meminum racun itu?!" tambah Maria sedikit berteriak.Memang statusku sebagai istri Tuan Edbert, tetapi mereka ada untuk sebuah misi. Tentu dengan persiapan yang sangat matang sehingga berani meninggikan suara."Apa yang akan terjadi?""Louis!" Telunjuk Maria mengarah pada temannya itu. "Dia akan membayar nyawa Anda bahkan mungkin keluarganya. Anda belum mengenal Tuan Edbert dengan baik, jadi tolong jangan berbuat sesuka hati!"Louis menunduk. "Sementara aku di sini bekerja bukan sepenuhnya keinginan hati," lirihnya.Aku beringsut mundur d
"Anda istri Zaki?" Maria menatap tidak percaya."Tuan Edbert pernah mengundang Bayu ke sini. Dia merasa belum sepenuhnya bertanggungjawab," jelas Louis. Dia menghela napas panjang. "Tuan Edbert meminta Bayu agar menikahkan dia dengan adik perempuannya jika ada. Katanya sebagai bentuk penyesalan.""Bayu bilang dia memiliki adik perempuan, adik bungsu. Dia menyebut nama Anda, Nona. Kala itu Tuan Edbert langsung sepakat, kemudian berjanji akan membahagiakan Anda," tambah Maria.Berbagai kejutan telah terungkap. Tanganku mengepal karena kelakuan Mas Bayu. Ternyata dialah dalang dari semua ini. Mas Bayu memanfaatkanku demi kesejahteraan dirinya."Aku terkejut ketika Anda mengaku sebagai kekasih Zaki, Nona," ucap Maria."Aku istri Mas Zaki, kami sudah punya satu anak namanya Lia. Sejak suamiku lumpuh, mertua dan kakak ipar sangat membenci dan tidak segan mengomeli kami. Semua pekerjaan rumah beres oleh tanganku," lirihku seraya menitikkan air mata.Luka yang perlahan kutepis kembali merajai
Sampai aku selesai mengganti pakaian, Tuan Edbert tetap tidak melirik padaku. Mungkin dia terlampau kesal, ada perasaan takut yang tiba-tiba menjalan dalam jiwa."Duduk di sisiku!" perintahnya."Ada apa, Ed?" tanyaku lembut."Seharusnya aku yang bertanya padamu, ada apa?" Tuan Edbert menatapku tajam."Maksudnya? Apa aku melakukan kesalahan?""Ya, seorang pelayan yang kusuruh memata-matai pergerakanmu memberitahu sesuatu. Dia melihatmu meminta racun dan air di dapur, kemudian membawanya ke kamar. Baru saja dia ingin mencegah, tetapi Louis dan Maria melakukannya lebih dulu. Ada apa, Tyas?"Aku berdehem karena takut. Tuan Edbert ternyata begitu menjagaku. Kini, tangan dan kaki mulai dingin, tetapi dengan usaha besar aku mencoba menepisnya."Itu, maafkan aku.""Apa karena kamu tidak mencintaiku, Tyas? Katakan, kamu ada hubungan dengan lelaki lain?""Tidak, Ed. Bukan itu alasannya!" sanggahku cepat."Lalu apa?"Aku menghela napas panjang, lalu membuat cerita bohong dengan mengatakan itu su
Aku tidak tahu bagaimana suasana malam di luar sana karena rumah tertutup rapat. Sekalipun ada jendela, tetapi Tuan Edbert melarangku membuka walau sekadar menyibak tirai.Rasa penasaran yang menggebu tidak membuatku berani melawan perintahnya. Lelaki itu sedang berbaring di tempat tidur menonton YouTube. Ternyata walau kelihatan kaku, dia menonton komedi juga.Tawanya sesekali menggema, tetapi tidak bisa ikut tertawa. Lelaki itu melirik padaku yang baru selesai menyisir rambut. Dia memberi isyarat agar aku mendekat.Tanpa kata, aku langsung berdiri dan melangkah mendekatinya. Tuan Edbert langsung duduk dan bersandar di kepala ranjang. Aku tersenyum kaku ketika pandangan kami bertemu."Kita harus menonton film romantis," katanya."Apa kamu suka menonton film?""Tentu saja. Ketika Aluma ke luar kota, aku kesepian. Dia selalu saja pergi tanpa ingin membawaku.""Apa Aluma tidak curiga kamu ....""Tidak akan. Aluma terlalu sibuk, tetapi pagi tadi dia mengirim pesan. Katanya rindu.""Lalu?
POV Edbert AddisonEntah perasaan apa ini, aku merasa tidak bisa jauh dari Tyas. Ketika melihat perempuan itu, selalu ada desiran hebat menjalar ke seluruh tubuh.Selama ini aku selalu berusaha menolak untuk tersenyum dan bersikap hangat padanya, tetapi semua sia-sia. Bahkan diam-diam aku bahagia telah menjadikannya istri kedua walau sekadar simpanan.Sebenarnya aku ingin menceraikan Aluma dan menjadikan Tyas satu-satunya pemilik hati ini, tetapi rasanya terlalu egois jika memaksa seseorang menerima cinta kita. Bagaimana pun, aku ingin membuat perempuan itu nyaman dalam dekapanku.Benarkah aku mencintai Tyas? batinku berkecamuk mencari jawaban."Tuan, kita sudah sampai!" kata supir ketika membuka pintu mobil.Aku menoleh padanya, lalu melangkah cepat ke luar. Hari ini semua tugas kuserahkan pada asisten demi bisa pulang cepat dan bertemu dengan Tyas. Hatiku bergelora begitu sampai di depan pintu yang sedikit terbuka."Aku mencintai suamiku," ucap Tyas.Dia bicara dengan siapa? batinku
POV Tyas AryaniAku heran melihat tingkah Tuan Edbert kini. Lelaki itu terus saja mengacak rambut hingga berantakan. Jujur, tadi aku sempat mendengar gumamanya, tetapi pura-pura tuli. Untung saja sedang menonton televisi."Jangan ganggu aku!" bentaknya entah pada siapa."Siapa yang mengganggumu, Ed?"Lelaki itu tidak menjawab, dia melonggarkan dasi dan melongos pergi. Biarkan saja, aku bahkan bahagia karena tidak harus bersamanya lagi.Televisi kumatikan karena sebenarnya tidak hobi menonton. Tangan hendak membuka laci nakas ketika Maria mengejutkanku. "Kenapa Tuan Edbert semarah itu, Nona?""Masuklah." Maria mengangguk, lalu duduk di kursi besi dekat sofa."Aku lihat dia melangkah tergesa-gesa sambil memarahi semua pelayan yang ditemuinya. Setelah itu mobilnya meninggalkan halaman dengan kecepatan tinggi.""Biarkan saja, mungkin Tuan Edbert ada masalah." Aku menghela napas. "Ngomong-ngomong, aku sedang bosan sekarang.""Aku mengerti, Nona." Maria mengunci pintu kamar khawatir Tuan Ed