Aku baru menyadari satu hal yang luput dari pandangan sejak masuk dalam dunia bawah tanah. Apalagi, aku dan Hard telah berada di depan sang penguasa bumi, dunia bawah, kegelapan, bahkan sihir sekalipun.
"Membungkuk, Grace!"
Aku tergagap, lantas turut membungkukkan punggung saat terdengar derap langkah yang bergerak anggun. Derit langkahnya begitu halus hingga membuatku geli sendiri karena harus menahan denging kecil pada telinga.
"Hard."
Suaranya terdengar tak asing bagiku, tapi di mana pernah kudengar suaranya?
Kulirik Hard yang mulai menegakkan punggung, lantas kuikuti gerakannya perlahan. Wajah Dewi Hekate yang tampak anggun dengan senyum menawan pun menyambutku hangat. Ini tak seperti dalam cerita Hard.
"Dewi Hekate adalah perwujudan dunia, bumi dan seisinya. Jadi, jangan terkejut saat kau melihatnya. Dia punya sisi buruk yang paling buruk. Bahkan, orang
Jangan lupa tinggalin jejak dengan memberi kritik dan saran ya, Gaesss. Review serta gemanya ditunggu 💚
"Aku menuntut Nathalie, inkubus tertua dan terakhir untuk mengembalikan pengantinku!"Senyum Nathalie lesap seketika saat mendengar tuntutanku di aula besar kastil kerajaan. Menurut Hard, itu tak akan pernah dibayangkan mengingat ini adalah kunjungan pertamaku ke dunia bawah. Ya, bagaimanapun juga aku harus mengakhirinya."Berani sekali kau!"Dalam sekejap, perempuan cantik itu merubah diri menjadi wujud yang sesungguhnya. Tanpa pakaian, ia memamerkan lekuk tubuhnya yang proporsional.Dari samping, Hard pun tak ingin ketinggalan aksi. Dengan sigap, ia melompat dan menjadi benteng yang berdiri kokoh di hadapan."Manusia rendahan sepertimu tak berhak menuntut apa pun dariku!"Kedua matanya menyalak penuh amarah. Sayapnya pun hampir mengepak saat terdengar jentikan suara dari arah lain. Dari sang penguasa kegelapan."Jaga bicaramu, Nath! Dia
"Jika aku boleh memilih, harusnya aku menjadi seorang putri bangsawan daripada menjadi monster penghisap gairah."Pengharapan di salah satu bilik pengakuan dosa menjadi menutup uraian segala salah yang pernah kulakukan semasa hidup. Tak ada tangis atau bahkan penyesalan yang menelusup dalam hati.Suara gemericik membuatku sadar bahwa Jean masih berada di bilik yang lain. Lantas, lekas kuselesaikan ritual dengan menjanjikan satu hal."Jika Kau ampuni dosa dan khilafku selama hidup karena takdirMu-lah yang menuntunku, aku akan menjadi manusia yang lebih baik nantinya."Tiba-tiba suara ketukan dari bilik sebelah terdengar. Tanpa kujawab, Jean sudah menguntai kata. "Sepertinya, kau tak pernah melakukan hal yang salah, Grace."Aku mengernyit, lantas segera ke luar bilik. "Tak baik mendengar pengakuan dosa orang lain, Jean."Jean mengintip dari balik tirai. Ia meng
Kubuka kedua mata meski berat terasa. Hanya silau cahaya yang kudapat. Sudah matikah aku?Kukerjap-kerjapkan mata, berharap seberkas cahaya itu segera hilang dan berganti dengan pemandangan yang biasa kutemukan saat baru bangun di kasur apartemen. Sayangnya, bukan itu yang kudapatkan.Beruntung, sebelum pergi ke dunia bawah aku telah mengakui semua dosa yang kubuat. Setidaknya, dosa yang kubawa ke alam baka tak sebanyak sebelumnya."Grace?"Aku menoleh, mencari sumber suara yang memanggil namaku. Kurasa aku mengenal suara itu."Hard? Aku masih hidup?"Lantas terdengar tawa khas yang menggema, lalu disusul oleh tepukan tangan. Aku masih mencoba meraba-raba di mana keberadaan Hard."Jangan memaksakan diri. Kau masih hidup saja sebuah keberuntungan tersendiri."Aku mengernyit heran, lantas menajamkan telinga dan penciuma
"Sudah siap?"Aku masih tercengang kala mendapati sosok itu berdiri di depan pintu. Ada kalanya, harus merasuk lebih dalam dari biasanya. Entah mengapa, tapi melihatnya menyungging senyum meski dengan gurat wajah penuh lelah membuatku lega seketika."Untuk?" tanyaku padanya.Ia melipat tangan di dada, lantas menyandarkan sisi samping bahunya pada kosen pintu. "Haruskah kuceritakan sejak awal? Kau pasti punya banyak pertanyaan."Aku tersenyum kambing, lantas menggeleng pelan. "Biarkan aku sarapan dulu. Setidaknya agar aku bisa konsentrasi saat ceritamu mengalir jauh."Ia terbahak, lalu saat derit jejak penyatuan di kamar sebelah terdengar, ia mengunci mulut rapat-rapat. "Aku benci ide Hard. Kutunggu di luar."Aku masih menghisap energi yang menguar pekat saat Jonathan telah menutup pintu kamar. Jika aku dan Hard bisa kembali dari dunia bawah, serta Jonathan ya
"Jadi?""Dewi hanya ingin menilaimu sebelum mengabulkan tuntutan.""Kau tau akan berakhir dengan pertempuran?" Aku melotot pada Hard. Kali ini, ia sudah kelewatan. "Lalu kenapa kau tak memperingatkanku?"Hard terdiam, lantas ia menatapku penuh permohonan. "Bukankah sudah kuperingatkan, Grace? Jika kau tersudut sembunyi ke Hydra. Seti--""Itu bukan peringatan, Hard! Itu hanya sekadar saran. Peringatan yang benar hanya berbunyi, 'bersiaplah, Grace, bisa jadi nanti Nathalie akan menyerangmu'," potongku."Ma-maaf jika menurutmu itu salah, tapi aku belum terbiasa mengatakan hal-hal seperti itu dengan terus terang."Aku mondar-mandir di depan keduanya yang dipasung kebisuan. Lantas, kembali menuntut cerita selengkap-lengkapnya."Seperti yang kau tau, Grace.""Aku minta cerita sedetil mungkin, Hard."Har
"Jadi, sejak awal bukan Jonathan yang dia incar?"Aku menghela napas panjang saat Hard melipat tangan sembari menatapku lekat. Bahkan, pemburu iblis dengan jam terbang tinggi pun mampu dikelabui."Tunggu! Bolehkah aku bertanya sesuatu?"Kini, Jonathan mulai buka suara setelah membeberkan fakta yang mencengangkan."Apa?" tanya Hard. Agensiku sekarang beralih pada Jonathan."Kenapa setelah aku mati, Grace juga akan mati? Bukankah seharusnya Grace dulu yang harus mati agar dia bisa membunuhku?"Pria bermata cokelat madu itu mengernyit, glabela pun berkerut mengikuti gestur wajah yang diperam tanya."Mengenai itu, lebih baik kau tanyakan pada Grace. Aku pergi dulu.""Mau ke mana, Hard?""Bicarakan saja empat mata."Aku terdiam bersama Jonathan yang terus menuntut jawab. Enggan ras
Aku sedang berjalan-jalan setelah sebelumnya berlari cukup kencang demi menghindari kejaran Jonathan. Untuk saya ini, aku tak ingin melihatnya meski sepuluh hari yang lalu diri ini bersikeras menyelamatkannya.Setidaknya, sekarang Jonathan tahu kebenaran mengenai makhluk sepertiku yang telah jatuh ke dalam parit bernama cinta. Bukan lagi kebahagiaan, melainkan kesakitan, penderitaan yang mungkin akan kualami mengingat pria itu sama sekali tak berempati. Aku tahu pasti, yang ada dalam pikirannya hanya tentang Jean.Aku yang baru mengenalnya hampir dua bulan yang lalu saja sudah tergila-gila pada Jonathan. Apalagi ia yang telah lama mengenal Jean?Kususut air mata yang berderai dan meninggalkan jejak basah pada kedua pipi. Lantas, meraupnya kasar walau tanpa air. Jalanan yang kulewati tampak begitu lengang. Padahal ini adalah jalur dengan perhentian khusus para pengemudi truk.Apa karena terlalu
Kutatap langit yang membentang luas tanpa noda. Baru kusadari, betapa indahnya hari saat angin meniup ribuan awan menjelajahi angkasa.Kututup kedua mata menikmati embusan angin yang menerpa wajah. Setidaknya, aku ingin hidup tenang dan damai meski sebentar. Ya, andai aku manusia biasa dengan segala kejemuan karena letih bekerja."Kau tak boleh terus berdiam diri, Grace. Kita harus segera bergegas."Tanpa membuka mata, aku tahu ini suara Hard. Masih pada posisi awal, kuhirup napas dalam-dalam berharap segala keluh nan kesah turut luntur saat kuembuskan karbondioksida secara perlahan."Bukankah Nathalie sudah dihukum, Hard? Apa lagi yang harus kita khawatirkan?"Terdengar langkah kaki yang kian mendekat. Tak lama, ia turut duduk di sebelah dan menggenggam bahuku dengan erat."Apa lagi katamu? Kau lupa bahwa kau adalah gadis yang ditakdirkan? Kau lupa bahwa Nat
Kubuka mata pelan sembari memecing berulang. Seberkas cahaya putih membuatku harus menutup mata lagi untuk beradaptasi."Kau sudah sadar?"Suara Jonathan terdengar begitu dekat nan cemas. Aku mengangguk meski belum tahu pasti di mana diri ini merebah."Kau pingsan dua hari."Aku menanap. Dua hari katanya? Saat membuka mata itulah aku melihat sosok Jonathan dan Jean. Aku .... "Di mana Hard? Bagaimana dengan Nathalie?"Jean mendekat, lalu menggenggam jemariku kuat. "Tenang, Grace. Semua sudah berakhir sesuai rencana kalian."Kulihat Jonathan juga tersenyum ke arahku. Senyum yang membuatku merasa tenang dan aman. "Mana Hard?""Kita tak melihatnya selama ini. Mungkinkah dia kembali ke dunia bawah tanah?"Aku memberengut. "Lalu bagaimana bisa diriku ada di sini? Siaap yang membawaku kemari?""Seorang p
Udara dingin merasuk hingga ke tulang belulang saat kami telah saling berhadapan. Jarak kami masih sangatlah jauh, tetapi melihat kekuatan para iblis itu tak begitu menyusahkan. Sepertiku, pasti tak butuh waktu lama untuk sampai ke sana.Mereka terlihat banyak, menggerombol di ujung padang pasir dekat dengan pintu masuk ke dunia bawah tanah. Aku mulai gusar, tapi Hard makin terlihat kian membara."Jangan pikirkan jumlah, Grace. Kita menang banyak. Bahkan, Pangeran dari Neraka pun memihak."Kulirik para jenderal perang. Mereka telah siap dengan wujudnya masing-masing. Lekas, kuubah diri menjadi jati diri yang sebenarnya. Sementara Hard, tiba-tiba jubahnya bersinar seterang bulan yang menguasai malam. Aku bahkan tak pernah tahu jubah itu bisa menyala dalam gelap.Hanya dalam sekejap mata, Nathalie telah berada di hadapan Hard. Ia melirikku sebentar. "Kau akan meneruskan ini atau akan memberikan Grace s
Hari telah tiba. Matahari di ujung peraduan tampak malu-malu untuk menerik, menghangati bumi. Atau, bisa jadi ia enggan untuk sekadar melihat kerusakan yang akan terjadi.Ini hari terakhir, sebelum esok tiba. Malam nanti, bulan purnama akan bersinar terang untuk yang ke 6500 usai pertempuran pertama.Aku dan Hard masih di dalam mobil, menunggu seseorang yang katanya akan segera datang. Sayangnya, sudah lebih dari dua jam ia tak kunjung menampakkan batang hidungnya."Ke mana pangeran itu?"Hard menggeleng. Aku mengalihkan pandang ke arah luar. Lantas, tercium aroma gairah yang begitu lembut nan menggoda, tetapi juga kuat nan tajam. Entahlah, aku tak bisa mendeskripsikannya.Jauh di ujung jalan sana, kulihat ada seorang pria yang tampaknya melihat ke arahku. Ia mengulas senyum. Ah, bukan. Seringai, ia melempar seringai padaku. Salah satu tangannya diangkat, telunjuknya melambai.
"Sabarlah. Kita hanya harus menyelesaikan ini agar semua usai."Aku mengangguk. Ya. Kita sudah sejauh ini setidaknya harus usai setelah ini. Lima hari lagi. Dan semua akan berhenti. Entah aku atau Nathalie yang mati."Kalian tak perlu ikut bersama kami. Cukup diam di sini. Lindungi aku dengan cara melindungi kalian sendiri. Jangan pergi ke mana pun seorang diri."Akhirnya Jonathan mau mendengarkanku. Begitu pula Jean. Beruntung aku punya keterikatan yang mematikan. Jika saja tak ada ikatan itu, mungkin mereka masih akan bersikeras untuk ikut."Turki adalah negara yang aman. Tak ada iblis murni di sini. Jangan pernah menyahut saat ada yang memanggil kalian. Tak ada yang mengenal nama kalian di sini. Jadi, jika ada yang memanggil nama kalian dengan sangat jelas, bisa kupastikan mereka suruhan Nathalie."Jonathan dan Jean mengangguk, lantas saling berpandangan dalam diam. "Haruskah
Perempuan ini, dia terus menatapku tanpa henti. Tatapan yang mengunci, seolah-olah akulah mangsanya yang terakhir. Sedangkan pria di sampingnya, ia malah menatap nyalang, seakan-akan akulah musuh bebuyutan."Aku tau, masing-masing dari kalian punya motif tersendiri. Jadi aku meminta bertemu hanya untuk meyakinkan, bahwa Grace memanglah gadis yang diramalkan."Keduanya mendesis bersamaan. Pasangan ini memang tampak serasi. Satunya cantik dengan bagian bawah tubuhnya bak ular, sedangkan yang satu pun terlihat lebih tampan dari iblis kebanyakan. Tubuhnya penuh sisik dengan jambul di kepalanya. Perpaduan manusia dan ular yang menarik."Kalian tau, kekuatan kami tak sebanding dengan banyaknya pasukan yang telah disiapkan di barat gate. Banyak dari mereka punya kekuatan yang lebih daripada kami," ucap Damballa."Aku tak meminta kalian untuk bertarung berdua. Kita bersama. Ada banyak, mungkin lebih dari dua
"Kau yakin, mereka aman di sana?"Hard mengangguk. Diembuskannya asap sisa pembakaran sigaret yang terjepit di antara kedua jemarinya. Ia tampak tenang, seperti biasa."Kalau mereka berontak? Menyusul ke Turkmenistan, apa yang bisa kita lakukan?"Kali ini, tatapan teduh Hard menatapku dalam nan lekat. "Kau tau, Grace. Meski Jonathan punya kekuatan sepertimu, dia tetap manusia biasa seperti pada umumnya. Sedangkan yang akan kita hadapi nanti adalah peperangan sesama iblis yang tak punya belas kasih. Jika Jonathan mati di sana, tak berguna lagi peperangan ini tercipta.""Lantas, untuk apa separuh kemampuanku ditransfer padanya?"Hard terdiam. Ia meraih bahuku setelah meletakkan sigaret di asbak. "Itu bukan keinginan kita. Itu kerja alam. Timbal balik dari penyatuan kalian berdua."Aku menghela napas panjang, lantas melihat ke sekitar. Lantas, tersentak saat sad
Hari sudah gelap saat pesawat yang kami tumpangi baru saja mendarat dengan mulus. Penerbangan dari Miami ke London memakan waktu lebih dari delapan jam. Terhitung, sudah seminggu aku dan Hard mengumpulkan banyak sekutu.Menurut perhitungan dari laporan seluruh iblis yang menerima persekutuan, sudah ada sekitar 18 iblis murni yang mengulurkan tangan. Belum iblis turunan yang memang mereka ikut sertakan."Itu bahkan sebelum seperempat dari total iblis murni yang memihak Nathalie, Hard."Ucapan Jonathan memang benar adanya. Namun, hampir semua iblis yang telah rela mengubah haluan itu adalah para barisan makhluk tertua. Bahkan, terkuat pada eranya.Terlebih Jersey. Ia tak akan mati semudah itu. Tak ada yang tahu apa kelemahannya, kecuali aku. Pukulannya mampu membelah bebatuan besar. Jika ia masih memegang janjinya, aku tak perlu khawatir pada musuh yang mungkin tubuhnya lebih besar.
"Kau beruntung tanduknya bisa tumbuh lagi, Grace."Aku membuang muka. Bukan salahku jika harus meladeni amarahnya, 'kan?""Memang bukan salahmu karena membela diri. Hanya saja, kau lupa bahwa ada peraturan mengenai hak wilayah perburuan. Bukan hanya manusia yang punya dasar-dasar aturan. Kita juga punya."Kuhela napas panjang, lantas kembali menatap titik-titik cahaya di dekat telaga. Mungkin, para manusia itu sedang mencari sumber suara geraman yang tercipta tadi. Aku tak yakin, mereka akan menyimpulkan ini ulah hewan buas. Kerusakan yang terjadi di luar nalar dan batas binatang."Biarkan mereka dengan opini masing-masing. Setidaknya, jangan sampai manusia tahu banyak iblis berada tak jauh dari mereka."Aku bergeming, lantas menatap Hard dan Jersey bergantian. "Ia tak kembali ke wujud manusia?"Hard mendekat, lalu duduk bersisian denganku. "Dia bukan iblis s
"Beraninya kau melanggar batas!"Suara berat itu menggelegar, membuatku sedikit terguncang. Ia melompat, dalam sekejap saja sudah berada di hadapan. Seluruh tubuhnya yang merah, serta tanduk yang memanjang membuatku ngeri menatapnya lebih lama.Tubuhnya yang gempal langsung membekap dan membawaku bersamanya. Dari ketinggian, kulihat Jonathan yang bergeming di bawah sana. Pun Hard yang juga mematung di tempat.Cepat kubentang sayap hendak meloloskan diri dari cengkeraman tangan besarnya yang kuat. Sayangnya, untuk bergerak seidkit pun aku tak mampu. Apalagi hendak membentangkan kedua sayap."Kau tak akan bisa lepas!"Sekali lagi, suara itu menggema bak lindu yang mengguncang. Kulihat sekeliling, mengabaikan embusan angin. "Hard!"Brak!Tubuhku dibanting, aku terpelanting hingga menabrak bebatuan di pinggiran danau. Kepalaku pusing. "Tu ...