Home / Pernikahan / BEDA ISTRI BEDA REZEKI / 6. Perjuangan Layla

Share

6. Perjuangan Layla

Author: Yenika Koesrini
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Poligami?" Banyu menyela cerita Seli saking terkejutnya.

 

Seli mengangguk. "Iya, jadi si Panji menawarkan pilihan itu ke Layla, tapi sama Layla ditolak mentah-mentah," terangnya tenang, "dulu itu sebenarnya Panji gak mau nyeraiin Layla lho."

 

"Oh ya? Kok bisa?" kejar Banyu kian penasaran.

 

"Namanya orang serakah." Seli menjeda penuturannya untuk mengambil napas, "jadi mentang-mentang lagi banyak duit ketemu janda langsung ngiler."

 

Banyu tersenyum tipis mendengar seloroh kakak iparnya. "Mbak kita mampir di depan yuk! Aku agak laper nih," ajaknya sembari menunjuk gerai bakmi.

 

"Ayolah!" Seli setuju.

 

Mobil Banyu pun berhenti di depan gerai bakmi. Keduanya masuk ke tempat tersebut. Kebetulan suasana sedang tidak begitu sepi. Mereka sengaja memilih tempat duduk di dekat jendela.

 

Banyu lantas berlalu untuk memesan makanan. Lima menit kemudian dia kembali lagi ke meja. Keduanya berbincang lagi.

 

Sekitar sepuluh menit orderan keduanya datang. Banyu memesan dua porsi mie ayam bakso, dua botol teh, dan satu porsi pangsit. Keduanya menikmati penganan masing-masing dengan nikmat.

 

"Terus gimana Layla bisa lepas dari Panji, kalo Panji gak mau nyeraiin dia?" Banyu mulai membahas Layla lagi.

 

"Butuh dua tahun perjuangan bagi Layla untuk bisa bebas, Nyu," tutur Seli usai menyedot teh botolnya.

 

Angan Seli melayang lagi.

 

*

 

Sudah tiga hari Layla menginap di rumah Seli. Dia sangat merindukan anak-anaknya. Namun, dirinya tidak punya kekuatan.

 

Layla diusir dari rumah tanpa boleh membawa uang, ponsel, dan barang lainnya. Baju pun hanya yang melekat di badan.

 

"Seli." Layla menyambut kepulangan Seli. Kawanannya itu habis menjemput sang putri. "Gimana kabar Kenzi, Sel?" tanya Layla antusias.

 

Tiga hari tidak bisa bertemu dengan buah hatinya, Layla dilanda rindu yang mendalam. Bahkan sekedar untuk menelepon pun tidak bisa karena ponselnya disita Panji. Sementara jika Seli yang menghubungi, Panji juga tidak mengizinkan.

 

Seli menggeleng lesu. "Kenzi masih belum berangkat sekolah juga," jawabnya iba.

 

"Ya Allah ... sebenarnya apa yang terjadi?" Layla mulai bersedih kembali. Hari-hari Layla hanya dipenuhi tangis. "Kayaknya aku gak bisa berdiam diri terus, Sel. Aku harus pulang buat temuin anak-anak," tekadnya bulat.

 

"Kamu yakin, La?" tanya Seli serius.

 

"Apapun yang terjadi aku harus bawa anak-anak pergi dari rumah itu, Sel." Layla menatap Seli dengan yakin, "aku gak mau anak-anak diasuh oleh wanita jalang itu," imbuhnya terdengar geram.

 

Bagaimana Layla tidak geram pada Hani. Dia tidak menyangka jika pegawai suaminya yang ia kasihi justru menikamnya dari belakang. 

 

Layla menghormati Hani sebagai teman lama Panji. Apalagi saat mendengar kesusahan hidup janda satu anak itu, hati Layla tergugah ingin selalu menolong Hani dan anaknya. Ternyata kebaikannya justru dimanfaatkan oleh Hani dan Panji.

 

"Ayo, Sel, antar aku pulang!" pinta Layla serius, "dari kemarin hati aku gak enak terus. Aku takut Ziel kenapa-napa. Soalnya waktu aku diusir, anak itu nangis kejer," jelasnya terlihat cemas.

 

"Baiklah." Seli yang prihatin dengan kondisi Layla mengiyakan.

 

Wanita itu menitipkan sang putri pada asisten rumah tangganya. Selanjutnya  dia dan Layla gegas menuju mobil. Dalam mobil Seli terus mewanti-wanti Layla. Agar sang kawan itu tetap bersikap sabar dan tenang. 

 

Satu jam perjalanan, mobil Seli sudah tiba di depan rumah Panji. Seli membuka kaca mobil. Layla langsung memperhatikan rumah yang sudah delapan tahun ia tempati.

 

"Kayaknya sepi, La," ujar Seli sambil menatap pagar setinggi dua meter itu.

 

"Coba aku lihat dulu," putus Layla sembari membuka pintu. Sebagai teman, Seli ikut turun.

 

Wanita bertubuh ramping itu mendekati pagar besi. Dari celah-celah besi, Layla menatap rumahnya. Sepi. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Ketika lelah berdiri, tiba-tiba Layla melihat pembantunya.

 

Seli yang menyusul setia berdiri di samping Layla.

 

"Bik Ijaaah!" Layla memanggil perempuan paruh baya yang tengah menenteng plastik besar berwarna hitam.

 

Merasa dipanggil, wanita bernama Ijah itu bergegas menemui majikan perempuannya.

 

"Bu Layla?" sapa Ijah cukup kaget, tetapi senang juga. Tangannya masih memegangi plastik bekas sampah.

 

"Seli bilang sudah dua hari Kenzi gak masuk sekolah, itu kenapa, Bik?" cecar Layla penasaran.

 

Wajah Ijah mendadak suram. "Dek Ziel, Bu."

 

"Kenapa dengan Ziel?" kejar Layla cepat.

 

"Dek Ziel sakit dari Ibu pergi," lapor Bik Ijah sendu.

 

"Terus sekarang?" Layla yang cemas langsung mengguncang lengan Ijah.

 

"Kemarin dibawa Bapak dan Bu Hani ke dokter. Dek Ziel diopaname, Bu."

 

"Innalilahi." Layla membekap mulutnya saking kagetnya. Sementara Seli hanya bisa mengelus pundak sang teman untuk memberi kekuatan. "Bik Ijah tahu Ziel dibawa ke rumah sakit mana?"

 

"Aduh ... kalo itu Bibik kurang tahu, Bu," sesal Ijah merasa bersalah, "tahu sendiri Bapak jadi gak ramah semenjak kenal Ibu Hani," kilahnya jujur, "Bu Hani apalagi ... saya gak berani tanya duluan sama dia."

 

Layla menghembus napas risau.

 

"Sabar, La." Seli merangkul Layla yang tengah kalut, "gini aja ... sebaiknya kita ke Bakery kamu. Nanti kamu tanya asistenmu di mana Ziel dirawat, siapa tahu Hani cerita sama dia. Kan sekarang Hani yang handle toko kamu kan?"

 

Layla menatap Seli dengan takjub. "Kenapa aku gak kepikiran itu?"

 

"Yodah Ayuk kita berangkat!"

 

Layla setuju. Dia dan Seli kembali ke mobil usai pamit pada Ijah. Begitu memasang sabuk pengaman, tangan Seli dengan lincah langsung menyetir mobilnya. 

 

Wanita itu mengarahkan kendaraan menuju toko rotinya Layla. Hanya butuh waktu sekitar dua puluh menit mereka sudah tiba di tujuan. Saat itu bakery tersebut masih ramai. Karena karyawannya belum pada mengundurkan diri.

 

Layla dan Seli langsung turun dari mobil begitu mesin dimatikan. Keduanya tergesa masuk ke toko berwarna peach orange tersebut.

 

"Bu Layla?" sapa seorang pegawai begitu melihat kedatangan Layla.

 

"Ita mana?" tanya Layla menyebut orang kepercayaannya.

 

"Sebentar saya panggilkan."

 

Gadis berseragam itu beranjak. Hanya sekitar lima menit dia kembali bersama orang yang dimaksud Layla.

 

"Ibu tiga hari ini ke mana saja?" tanya gadis yang bernama Ita dengan antusias, "aku sebel banget sama asisten Pak Panji deh, Bu. Tiba-tiba Bu Hani yang ngatur semua," lapornya menggebu-gebu.

 

Layla menggigit bibirnya guna meringankan rasa sakit yang menusuk hati. Belum apa-apa, Hani sudah seenaknya menguasai toko ini. Usaha yang dirintis Layla dari nol.

 

"Sekarang Hani di mana?" tanya Layla berusaha tenang.

 

"Eum ... itu ... lagi jenguk Dek Ziel yang sakit, Bu."

 

"Kamu tahu di rumah sakit mana Ziel dirawat?"

 

Ita memincing bingung.

 

"Aku tiga hari ini menginap di rumah Bu Seli," tutur Layla menjawab kebingungan pada wajah Ita, "makanya aku gak tahu Ziel dirawat di mana?"

 

"Katanya si di rumah sakit Puri Indah,  Bu."

 

"Kamarnya?"

 

"Wahhh kalo itu kurang begitu paham," ujar Ita jujur.

 

Bahu Layla turun mendengarnya.

 

"Udah kamu gak usah bingung." Seli kembali menenangkan Layla, "kita ke sana saja. Nanti gampang tinggal tanya sama petugas di mana letak kamar Ziel."

 

"Kenapa aku gak bisa berpikir sejernih kamu ya, Sel?" sesal Layla sedih.

 

"Karna kamu lagi kalut. Udah sekarang kita pergi, yuk!" ajak Seli lembut.

 

Seli dan Layla berpamitan pada Ita. Keduanya masuk mobil kembali. Sesuai permintaan Layla, Seli mempercepat laju kendaraannya. Sehingga mereka tiba sepuluh menit lebih awal dari waktu biasa.

 

Seli menggandeng tangan Layla memasuki lobi rumah sakit. Keduanya berjalan menuju bagian informasi. Pada petugas yang berjaga, Layla menanyakan letak kamar Azriel.

 

"Nama lengkap pasien siapa, Bu?" tanya petugas berseragam suster itu.

 

"Azriel Pradipta." Layla menjawab cepat.

 

"Sebentar saya cari." Perawat muda itu langsung menggerakkan tetikusnya. Sementara matanya fokus menatap layar laptop. "Azriel Pradipta dirawat di ruangan Mawar. Tapi, satu jam yang lalu baru saja chek out."

 

Layla dan Seli saling berpandangan. 

 

"Terima kasih banyak. Kalo begitu kami permisi," ucap Layla sopan.

 

Dia dan Seli kembali menuju mobilnya.

 

"Andai kita nunggu di rumah, pasti sudah ketemu Ziel," sesal Layla di dalam mobil.

 

"Udah gak usah disesali." Seli mengelus pundak sahabatnya, "sekarang gimana? Kita balik lagi ke rumah kamu?"

 

Layla mengangguk.

 

Seli dengan senang hati memutar balikkan kendaraannya. Mereka kembali menuju rumah Layla. Tepat saat mereka tiba, mobil Panji juga baru saja memasuki pintu gerbang.

 

Layla yang teramat rindu dengan anak-anaknya gegas turun dari mobil. Dia berlari menuju pintu gerbang. Wanita itu menggedor pintu gerbang tersebut dengan semangat.

 

Dari jauh tampak berlari suami Ijah yang bekerja sebagai sopir di rumah itu. "Bu Layla?" sapanya dari balik jeruji pagar.

 

"Tolong bukakan pintu ini, Pak! Aku mau lihat kondisi Ziel," mohon Layla serius.

 

"Eh iya, Bu." Pria itu mengangguk patuh.

 

"Pak Jonooo!" Di teras Panji berteriak keras, "cepat masuuuk!"

 

"Pak Jono, tolong buka sebentar saja. Aku cuma mau ketemu Kenzi dan Ziel," pinta Layla sembari menangkupkan kedua tangan.

 

"Pak Jonooo! Jangan sampai aku marah dan memecat kamu, ya!" ancam Panji jumawa.

 

Next

Terima kasih banyak untuk love n komentarnya ❤️

Jan lupa subs part terbaru 🙏

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si layla ini hidup di daerah mana ya? koq bisa g punya apa2, memangnya g pernah menabung? tolol banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   7. Pertikaian

    Mendapatkan ancaman serius dari sang majikan, Pak Jono tidak bisa berkutik. Kendati hati iba melihat majikan perempuannya. Namun, kebutuhan akan anak-anaknya membuat Pak Jono terpaksa menutup mata dan telinga."Masuk kamu, Pak!" titah Panji dingin."Ya, Pak." Pak Jono mengangguk patuh. Dengan perasaan tidak enak, lelaki itu berlalu meninggalkan kedua majikannya."Ngapain kamu ke sini?" tanya Panji sambil berkacak pinggang."Aku mau lihat keadaan Ziel." Layla membalas dengan tenang, "aku dengar dia lagi sakit.""Kata siapa?" cecar Panji sambil menajamkan penglihatan.Sayang Layla tidak gentar karenanya. Wanita itu justru balas menatap pria yang masih sah sebagai suaminya dengan tenang. Sementara di belakang, Seli bersiap memberikan dukungan."Bik Ijah dan Ita yang bilang."

    Last Updated : 2024-10-29
  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   8. Rencana Seli

    Satpam itu terus menggeret Layla hingga keluar pintu gerbang."Sudah, Pak, sudah!" Seli memperingatkan."Ibu Layla kalo masih ngotot minta masuk, saya gak segan bawa Ibu ke kantor. Biar nanti diproses oleh polisi." Satpam tambun itu mengancam."La, udah ... sebaiknya kita pulang aja dulu, yuk!" Seli kembali mengajak, "kita cari solusinya di rumah dengan kepala dingin, okey?" bujuknya halus.Layla yang masih tersedu hanya bisa mengangguk pasrah.Seli lekas membimbing Layla pergi. Wanita itu membukakan pintu mobil untuk Layla. Setelah Layla masuk, Seli menutupnya.Kaki Seli menderap cepat memutari mobil. Wanita itu masuk dan duduk di belakang setir. Setelah memakai safety belt, dia menjalankan mobilnya.Sementara itu di teras, Panji memandang kepergian mobil Seli. Matanya terus mengawasi hingga kendaraan tersebut mulai tidak terlihat lagi. Pria itu menarik n

    Last Updated : 2024-10-29
  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   9. Orang Suruhan Panji

    Seli sengaja membawa Layla dan anak-anaknya berlibur ke Puncak. Kebetulan dia punya sebuah villa mungil di sana. Tentu saja usul Seli ini disambut gembira oleh Layla dan anak-anaknya. Tidak terkecuali Chelsea sendiri."Iya nih, lama kita gak berlibur," ujar Chelsea kecil bergelanjut manja pada lengan Seli, "mama sibuk kerja terus." Bibir itu mulai merajuk.Saat itu usaha event organizer-nya belum dibangun. Namun, wanita itu aktif bekerja sebagai MC di setiap acara. Baik acara nikahan, ulang tahun, atau pun acara kantor. Publik speaking-nya yang bagus membuatnya banyak mendapat tawaran.Sementara Bumi, suami Seli adalah pengusaha gerai ayam goreng yang sekarang dikelola Banyu. Seperti kebanyakan rumah tangga yang lain, hubungan Seli dan Bumi juga mengalami pasang-surut. Hanya saja Bumi tidak segila Panji.Bumi memang berasal dari keluarga yang cukup berada. Maka

    Last Updated : 2024-10-29
  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   10. Akhir Cerita Seli

    Mata Bumi mengitari sekeliling. Tiba-tiba dia menangkap bayangan seseorang berpakaian hoodie hitam. Mukanya tersamarkan karena tertutup masker. Sementara di lehernya tergantung kamera."Woi ... siapa lo!" teriak Bumi geram.Dia segera mengejar lelaki pemegang kamera itu. Feeling-nya mengatakan jika orang itu sudah mengawasinya dari kemarin. Sayang lari Bumi kalah cepat. Dirinya kehilangan jejak pria misterius itu.Dengan perasaan sedikit kecewa, Bumi kembali menemui keluarganya. Orang tua si penunggang kecil itu tampak berkali-kali meminta maaf pada Layla dan Azriel. Keduanya berlalu setelah dimaklumi oleh Layla."Mas Bumi ngejar siapa?" tanya Layla begitu Bumi menghampiri."Kayaknya ada yang nguntit kita," balas Bumi dengan napas yang sedikit tersengal."Oh ya?" Mata Layla sedikit terbeliak.

    Last Updated : 2024-10-29
  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   11. Gengsi

    Banyu dan Seli sudah merasa kenyang. Mereka gegas meninggalkan gerai bakmi tersebut. Keduanya masuk mobil kembali untuk melanjutkan perjalanan pulang."Mbak, pernah gak Layla cerita sama kamu, kalo dia ada kayak trauma terhadap pernikahan?" tanya Banyu sambil fokus menyetir.Seli menatap adik iparnya. Bukan tanpa alasan Banyu bertanya demikian. Pria itu sudah pernah ditolak sekali oleh Layla satu tahun yang lalu.Namun, karena rasa cintanya yang kuat, Banyu tidak patah semangat. Dirinya terus memperlihatkan perhatian dan rasa sayangnya pada Layla. Sehingga lima bulan kemudian, dia berani mengungkapkan perasaan lagi.Entah karena kasihan atau memang sudah ada rasa, Layla sudah mau menanggapi perasaan Banyu. Namun, wanita itu masih b

    Last Updated : 2024-10-29
  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   12. Teguran

    Benturan keras itu tidak terelakkan lagi. Kedua mobil itu saling bertabrakan. Imbasnya baik Panji maupun Hani mengalami luka.Kening Panji menghantam setir mobil. Perlahan dia merasakan tetesan anyir. Kini bahkan cairan merah tersebut membasahi matanya. Membuat penglihatannya sedikit terganggu.Di sebelahnya Hani memekik keras. Sepertinya wanita itu benar-benar kesakitan. Karena hidungnya memang terantuk dashboard mobil. Kemungkinan hidung Hani patah. Darah segar pun mengalir membasahi bibirnya. Wanita itu menjerit tatkala rasa asin itu terkecap di lidah.Beruntung tidak lama datang bala bantuan. Warga yang menyaksikan insiden serempetan itu gegas mendekat untuk memberikan pertolongan. Mereka meng

    Last Updated : 2024-10-29
  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   13. Sandiwara Hani

    Sudah tujuh hari Panji dan Hani dirawat di rumah sakit. Dokter sendiri sudah memperbolehkan suami istri itu untuk pulang. Namun, Panji belum juga chek out. Alasannya tentu saja tidak lain dan tidak bukan adalah uang.Tantri benar-benar tidak bisa membantu. Sementara kedua orang tua Hani adalah seorang yang pengangguran. Kehidupan mereka sendiri ditanggung oleh Panji. Menjadikan beban yang dipikul Panji terasa kian berat.Hanya saja Panji tidak berani mengeluh. Semua sudah menjadi pilihannya. Dulu selagi masih berjaya dirinya pernah berjanji. Dengan jumawa pria itu berikrar bahwa akan terus menanggung kebutuhan sehari-hari orang tua Hani.*

    Last Updated : 2024-10-29
  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   14. Syarat Dari Banyu

    "Eum ... Pak Banyu sudah dapat toko yang dicari?" Rasa tidak percaya membuat Panji mengulang omongan Banyu.Banyu mengangguk pelan. "Iya, yang lalu anak buah saya menemukan sebuah ruko yang sesuai dengan keinginan saya. Ketika saya cek ke lokasi. Saya sangat tertarik.""Tapi ... waktu itu Anda bilang kalo saya harus berpikir matang-matang dulu. Kalo tiba-tiba saya berubah pikiran, Pak Banyu siap menerima," ujar Panji sedikit memprotes.Banyu menatap pria di hadapannya. "Betul, tapi waktu itu saya juga berpesan agar jangan lama-lama berpikirnya bukan?""Iya saya ingat, tapi satu bulan yang lalu saya dan istri baru sa

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   82. Detik-detik Melahirkan

    Besok pagi adalah pesta ulang tahun Azriel yang kesebelas. Tumben-tumbennya bocah yang sudah mulai beranjak gede itu minta pada ayahnya untuk diadakan pesta. Padahal selama ini Azriel tidak pernah mau jika hari lahirnya dirayakan. Walaupun berkali-kali dulu sudah dibujuk oleh Layla, Panji ataupun Banyu.Bukannya Layla tidak mau menuruti keinginan Azriel. Namun, kondisi tubuh wanita itu sudah tidak memungkinkan lagi untuk mengurus persiapan pesta. Hari perkiraan lahir tinggal seminggu lagi. Badannya juga terasa amat berat. Malah sedari pagi sebenarnya dia sudah merasakan mulas-mulas ringan.Kehamilan kali ini membuat berat badan Layla naik lumayan drastis. Jika sebelum hamil bobot tubuhnya paling berat hanya lima puluh kilogram. Sekarang sudah mencapai enam puluh delapan. Hampir dua puluh kilogram penambahannya.Anehnya banyak yang bilang jika hanya bagian perut dan pipi saja yang mengalami peningkatan. Lainnya tetap terlihat normal. Dan yang membuat

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   81. Nama Mantan

    Tiga hari kemudianLayla tengah mematutkan diri di cermin. Siang itu dia akan pergi periksa kandungan. Usia kandunganku sudah memasuki minggu ketiga puluh lima.Detik-detik menanti kelahiran. Layla sudah harus cek kandungan seminggu sekali. Beruntung Banyu selalu bersedia menemaninya untuk check up. Sesibuk apapun dirinya tidak pernah absen.Ketika Layla baru saja memoles bibirnya dengan lipstik terdengar derit pintu kamar. Perempuan itu menoleh. Seraut wajah kusut datang. Banyu suami tercinta melangkah masuk dengan gontai.Pria itu melempar begitu saja tubuhnya ke ranjang dengan tengkurap. Wajah Banyu terbenam pada bantal bersarung warna putih tersebut. Mau tak mau aku harus menghampiri sang suami."Ayang Mbep, ada apa ini?" tanya Layla lembut. Perlahan dia memegang pundak suami tercinta. "Dateng-dateng kok mukanya ditekuk gitu?" tegurnya perhatian.Banyu membalikkan badan. Wajah pria yang sehari-hari tampak tenang kini terlihat keruh. "Bu

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   80. Ayang Mbep

    Layla dan Banyu tengah jalan pagi mengitari komplek. Aktivitas menyehatkan itu sudah Layla jalani dari awal hamil. Syukurnya Banyu selalu setia menemani.Padahal Layla tidak pernah mengajak sang suami. Namun, Banyu punya kesadaran untuk melakukan olahraga tersebut. Karena kata Banyu, jalan pagi itu selain mudah, murah, juga kaya manfaat yang baik untuk kesehatan tubuh.Banyu sendiri berusaha menjadi suami yang siaga. Jadi setiap pagi sebelum berangkat kerja, dia menyempatkan diri untuk menemani sang istri jalan pagi. Selain itu dirinya juga sekalian berolahraga untuk kebugaran tubuh.Jalan kaki dipilih karena dapat menjaga berat badan, menurunkan kadar kolesterol, serta menyeimbangkan tingkat tekanan darah. Sehingga mengurangi resiko kelahiran prematur.Satu jam berlalu. Layla merasa cukup berolahraga. Peluh sudah mulai membanjiri badan. Belum lagi cacing di dalam perut sana meminta jatah makan pagi. Akhirnya wanita itu pun mengajak sang suami untuk

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   79. Buah Kesabaran

    "Hani hamil anakku?” gumam Panji tidak percaya. Pria itu tertawa sumbang, “kami bahkan sudah berpisah hampir dua bulan, Pak. Dan sebelum itu, aku dan Hani juga sudah pisah ranjang,” papar Panji menerangkan keraguan hatinya. “Terus kalo bukan anak kamu, itu anaknya sapa?” sergah Bapaknya Hani mulai meradang, “Hani memang bukan wanita yang alim, tapi saya bisa menjamin kalo dia gak akan mungkin murahan menjajakan diri,” semburnya cukup lantang. “Ayah!” Dari dalam menghambur Zea yang diikuti oleh Bik Ijah dan Tantri. Kakak Panji itu sengaja mampir begitu pulang dari kantor. Perempuan itu ingin mendengar jalannya sidang perdana perceraian sang adik. “Pak Hadi?” sapa Tantri begitu sadar akan kehadiran mertua adiknya, “dari Bogor langsung ke sini kah?” “Gak,” sahut

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   78. Kehamilan Hani

    “Dia bukan istri saya,” tampik Bapak Beni begitu dokter menyangka Hani adalah istrinya.“Oh bukan? Lantas adiknya?” Dokter bertanya seraya membetulkan letak kaca matanya.“Bukan adik saya juga.” Pak Beni kembali menggeleng.Dokter seumuran Pak Beni itu tersenyum. “Oke ... entah itu teman, saudara atau pun tetangga, saya cuma mau menjelaskan kalo ibu ini lagi hamil. Dan sekarang sudah menginjak minggu ke delapan.”Bapak Beni hanya mengangguk.

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   77. Ibu Lia Kena Batu

    Ibu Lia menyeringai puas. Hatinya cukup merasa bahagia melihat Hani beranjak pergi dengan menarik dua kopernya. Wanita itu lantas memotret Hani dari belakang.Walau pun tidak terlihat jelas wajah Hani, tetapi Ibu Hani tetap akan menyebarkan foto Hani yang mengenaskan tersebut. Jika dituruti hawa nafsunya, wanita itu ingin sekali melihat Hani menangis berdarah-darah di hadapannya.Perempuan itu lantas mengeluarkan satu gepok uang pada amplop cokelat. Ibu Lia mengangsurkan amplop tersebut pada seorang kepala preman. Dia sengaja menyewa preman guna mengusir Hani.Ibu Lia pikir Hani masih sama seperti yang dulu. Pintar beradu mulut dan keras kepala. Makanya dirinya mengantisipasi dengan membawa preman.

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   76. Diusir Lagi

    "Diperintahkan?” Dahi Hani berkerut indah.“Apakah Mas Panji yang menyuruh?”otak Haniberpikir gusar, “tidak mungkin!”Hani menggeleng keras sendiri, “jika dia mau menggunakan ruko ini untukmembuka usaha, harusnya dari kemarin-kemarin cek keadaan ruko ini.”Hani lantas menatap para preman bertubuh besar dihadapannya. “Memangnya siapa yang memerintahkan kalian untuk mengosongkan rukoini?” tanya dia cukup penasaran.“Aku yang menyuruh mereka, Hani.”Hani menoleh. Saking kagetnya melihat kedua kopernyadikeluarkan oleh orang yang tidak dikenal, dia sampai tidakngehjikaada mobil yang berhenti tidak jauh dari pelataran ruko itu.Hani mengenal mobil me

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   75. Sidang Perdana

    Hani baru saja keluar dari kamar mandi. Hari ini adalah jadwal sidang perceraiannya. Dia akan datang untuk mempertahankan rumah tangganya.Sebenarnya Hani enggan keluar dari kediamannya. Karena sejak tadi pagi dia mual-mual. Padahal dirinya sudah meminum obat masuk angin dan juga asam lambung. Tetap saja perempuan itu diserang enek.Hani membuka koper. Dia mengambil kotak make up yang kini tinggal bedak dan lipstik. Bagaimana pun juga wanita itu ingin tetap terlihat menarik di hadapan Panji.Usai memoles wajah, Hani meraih salah satu koleksi busana terbaik yang dipunyai. Sebuah dress lengan panjang Korea. Koleksi baju panjang perempuan itu tidaklah banyak. Dulu dia begitu menyukai baju-baju mini dan sed

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   75. Ibu Lia Menemui Panji

    Sopir Ibu Lia mengangguk patuh. Pria paruh baya itu mulai melajukan mobilnya.“Pelan-pelan saja, Pak! Jangan sampai wanita itu tahu kalo kita lagi ngikutin,” suruh Ibu Lia dengan fokus tetap tertuju pada Hani.“Baik.” Pak sopir kembali mengiyakan.Sementara di luar sana, Hani terus melangkah. Pikirannya kosong. Sungguh pemutusan hubungan kerja ini membuatnya bingung.Hani bukanfreshgraduateyang gampang mencari pekerjaan. Dia hanya seorang ibu-ibu yang tidak punya keterampilan khusus. Apalagi berkas-berkas ijazah tertinggal di rumah ibunya.

DMCA.com Protection Status