“FUCK!” jerit Anna. Hidungnya kembang kempis mengembuskan napas yang bergemuruh kasar. Wanita itu meracau kesal sambil mengentak-entakkan kedua kakinya. Sekali lagi mendengkus dan dia berjalan menghampiri dua orang pria yang berjalan tak jauh di depannya.
“I wanna kill this man,” kata Anna. Telunjuknya bergetar menunjuk ke arah Marvin yang kini berjalan dalam keadaan setengah sadar.
Sementara Vic hanya mendelikkan matanya ke atas. Ya. Ini sudah biasa. Pria itu sudah beberapa kali mengantar pria-pria yang pernah menjadi ‘submasif’ sang bos. Dan ini yang pertama kalinya dia mengantar seseorang yang … basah.
“Dia gila! Sinting.” Anna terus memaki. “I think he told that he was wet!” Anna berbicara dengan kening yang terlipat dan wajah yang ia condongkan ke depan. Kemudian dia mengedikkan kedua bahu. “Sial!” umpatnya lagi. “Ternyata dia menyirami celananya sendiri.” Lanjut Anna. Wanita itu melayangkan kedua tangan ke udara dan menggeram.
Sudut bibir
Bola mata Marvin melebar saat merasakan serangan tiba-tiba di bibirnya. Namun, bukannya mendorong tubuh Anna untuk menjauh, dia malah membiarkan Anna melakukan keliarannya.Wanita Smith itu juga tak mengerti dengan dirinya yang tiba-tiba bertindak gegabah. Selama tiga jam dia terus menggerutu. Bahkan, dia telah merendam tubuhnya ke dalam bak mandi berisi es batu. Berharap kepalanya akan dingin, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Amarah di dalam dirinya makin meledak-ledak.Anna tak tahan untuk segera menghukum Marvin. Namun, saat ia tiba di depan kamar Marvin, Anna mendengar sesuatu yang malah menghiburnya.‘Terima kasih, Luna. Terima kasih karena sudah memarahi Marvin. Sekarang aku jadi tahu kalau kamu sangat sialan jalang. Berani-beraninya kamu membentak lelakiku. Berani-beraninya kamu memperlakukan dia seperti binatang.’“No …,” gumam Anna di dalam mulut Marvin. Wanita itu menarik bibirnya. Membiarkan Marvin bernapas,
Dengan jantung yang berdebar meningkat, Marvin berusaha untuk tetap tenang. Satu sisi dalam dirinya berteriak jika dia harus segera lari, tapi satu sisi lainnya berbisik kalau dia membutuhkan semua ini. Sayang sekali. Suara yang berbisik itu lebih mendominasi daripada akal sehatnya yang meraung kencang.“Sssshhhh ….” Desisan si wanita berpakian dress merah spaghetti itu menggema. Menutupi semua suara yang ada.Marvin terduduk di atas bar stole dengan perasaan gelisah. Menatap wanita yang sejak tadi berjalan mengitari tempat duduknya. Wanita bermata elang dengan bola mata cokelat itu seakan punya kekuatan magis. Menghipnotis juga menaklukan. Memaksa Marvin untuk tidak melakukan pergerakan sama sekali.“Ms. Anna, bagaimana dengan V-““Ssshhhh ….” Desisan menakutkan itu kembali menggema. Membuat Marvin menghentikan ucapannya.Lelaki itu menelan ludahnya. Dia menutup mata saat merasakan sentuhan lembut
Jantung Marvin berdetak penuh kewaspadaan, sedangkan dadanya naik turun mengembuskan napas yang bergemuruh. Sementara matanya tak bisa berhenti atau sekadar mengerjap. Terpaku pada sosok paling seksi yang kini terduduk dengan wajahnya tepat di depan lutut Marvin. Dilihat Marvin, manik berwarna cokelat milik sang mistress berkilat dengan pandangan berkabut dan bergairah. Bulu mata yang lebat dan lentik itu terlihat begitu menggoda. Bibir yang terpahat indah dengan warna merah menyala melepaskan suara serak-serak basah. Alam bawah sadar Marvin dibuat bergidik, tetapi matanya malah menyala oleh perasaan mendamba. Menyadari jika ia tak pernah lagi disentuh oleh sang istri. Apalagi dengan sentuhan yang lembut dan andal seperti ini. Demi Dionysus si dewa anggur yang memabukan. Wanita yang kini berlutut di depannya adalah candu ternikmat dan terliar yang pernah dira
Mulut Anna terbuka. Wajahnya terdongak dan seketika terdengar desahan panjang mengalun dari mulut sensual itu. Tangannya masih melingkar di leher Marvin sementara menikmati dentuman jantung sang lelaki yang berdetak cepat. Sampai-sampai tekanannya terasa hingga ke dada Anna.Keringat mengucur dari rambut, menetes ke wajah. Sekujur tubuh keduanya mengkilat oleh keringat yang terus memaksa keluar dari pori-pori. Sementara tubuh mereka menahan sisa-sisa getaran dahsyat yang baru saja meledak.Seakan-akan erangan yang berubah menjadi raungan dari keduanya masih menggema di dalam ruangan ini. Menyadari jika mereka baru saja melakukan pertukaran hasrat yang benar-benar liar. Marvin tak bisa menghitung berapa kali dia meledak oleh permainan.Otak Marvin bahkan masih merekam jelas bagaimana tubuh ramping, seksi dan sensual
Marvin menggeram kemudian mendengkus. Sudah setengah jam dia berusaha memakai pakaiannya, akan tetapi semua usahanya tampak sia-sia saja. Jangankan mengambil celana di atas lantai. Untuk bergerak saja dia benar-benar kesulitan. “Hahhhh ….” Embusan napas panjang itu menggema untuk kesekian kalinya. Marvin terduduk kembali di atas ranjang. Lelaki itu membanting tubuhnya ke belakang. Namun, sejurus kemudian ia memekik saat merasakan nyeri yang hebat pada sekujur lengannya yang tertindih tubuh kekarnya. “Fuck!” maki Marvin. Sekali lagi lelaki itu mendengkus. Ia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Satu-satunya jalan untuk bisa keluar dari situasi ini adalah dengan menghampir Anna. Dada Marvin terlihat mengembang sewaktu ia kembali meraup udara dengan tarikan panjang.
“Diam dan jangan bergerak.”Marvin terbelalak saat mendengar suara serak-serak basah itu berada tepat di depan tengkuknya. Suara tersebut sanggup membuat tubuhnya membeku. Pria itu menutup mata. Membiarkan tubuhnya bergetar sewaktu Anna memutar tubuhnya. Wangi parfum milik Anna Smith menyatu dengan angin. Seketika merasuk ke dalam penciuman Marvin. Membuatnya tak rela membuka kedua mata bahkan untuk sedetik. Naluri menginginkan Marvin untuk membiarkan parfum dengan wangi menyihir itu merasuk lebih jauh ke dalam penciuman hingga membekukan otaknya, akan tetapi sejurus kemudian matanya kembali terbelalak saat merasakan sesuatu menyerangnya tiba-tiba.HEKSeketika Marvin kehilangan napasnya sewaktu Anna menggenggam dirinya di bawah sana. Entah mengapa sentuhan itu sanggup membunuh seluruh kekuatan Marvin. Membuatnya lemah tak berdaya dan hanya bisa membeku di tempat.Dalam keadaan tak berdaya seperti sekarang ini, Marvin bisa merasakan senyum Ann
“Kalau begitu … kalau begitu kau cari sendiri caranya,” ucap Anna.Dengan gampang dia melangkah. Melewati tubuh Marvin dan bersiap menuju ke lantai dua, akan tetapi langkahnya terhenti saat mendengar sesuatu. Gadis itu pun berhenti. Ia menggerakkan kepalanya. Menoleh kecil ke belakang. Seringaian kembali muncul di wajah Anna saat melihat apa yang dilakukan Marvin.Pria itu menelan harga dirinya dengan berlutut. Kepalanya tertunduk, selain rungunya yang dibiarkan tetap peka menangkap bunyi sepasang sepatu hak tinggi yang kini bergerak menghampirinya.Semilir angin yang bertiup ke tengkuknya, membuat tubuh Marvin bergidik. Alam bawah sadarnya telah menangkap teror besar yang mendekat dan sekarang tepat berada di depannya. Bulu roma Marvin berdiri sewaktu merasakan tekanan udara, seperti menyambar wajahnya.Dengan kepala yang masih terunduk itu, Marvin bisa melihat sepasang sepatu hak tinggi berwarna merah metalik tepat berada di depan lut
Matahari yang terbit menandakan hari baru, sejatinya sanggup membangunkan semangat semua orang, tetapi tidak dengan Marvin Aditya Wijaya. Ketika sinar mentari menelusup dari celah gorden yang tidak tertutup sempurna, membuat lelaki itu malah menggeram.Mungkin baru beberapa jam ia memejamkan mata. Ya. Marvin ingat betul. Setelah drama yang dibuat oleh Anna membuat Marvin terus mengumpat sepanjang malam. Ingin rasanya pria itu pergi dari kota ini. Membatalkan semua kontrak yang telah ia tandatangani. Andai saja ia bisa. Andai saja Marvin punya cukup kekuatan untuk bisa melawan Anna Smith, tentu saja Marvin akan melakukannya. Persetan jika ia miskin. Itu lebih baik daripada terjebak situasi gila seperti ini.Namun, pria itu sadar seratus persen kalau dirinya benar-benar telah menancapkan kepala pada liang bahaya dan sulit untuk keluar dari sana hidup-hidup. Marvi
Terlihat kelopak mata Marvin bergerak-gerak selama beberapa detik lalu akhirnya terbuka. Marvin mengernyit lalu berusaha menelan saliva untuk membasahi kerongkongannya. Tubuhnya benar-benar lemas.Marvin masih berusaha mengumpulkan kesadaran. Namun, saat kesadaran Marvin mulai terkumpul, lelaki itu kemudian menggeram. Rasa kram menjalar cepat, dirasakan Marvin pada lengan sebelah kanan. Sehingga lelaki itu langsung memutar wajahnya ke samping.Seketika kening Marvin mengerut saat melihat siapa yang sedang tertidur di samping ranjang dengan kepala berada di atas lengan Marvin. Dengan cepat, pria itu bangkit dan menarik lengannya.Terdengar geraman dari pemilik suara serak-serak basah itu. Disusul gerakan bulu mata. Perlahan-lahan, sepasang manik cokelat pun terlihat.&ldq
Anna melesak dari atas tempat tidur saat mendengar bunyi derap langkah. Seketika membuat jantungnya berdetak meningkat. Ia pun membetulkan pakaian Marvin lalu berdiri di samping ranjang.“Ms. Anna,” panggil Vic.Karena buru-buru, lelaki itu tidak mengetuk pintu. Mendapati senyum di wajah sang majikan, membuat Vic mengerutkan dahi. Untuk alasan apa wanita itu tersenyum dan malah membuatnya takut. Namun, mengingat ada sesuatu yang harus dikatakan oleh Vic, ia pun mengerjapkan mata lalu menggoyangkan kepala.“Aku sudah memanggil dokternya,” kata Vic.“Kalau begitu suruh dia masuk,” ucap Anna.Vic mengangguk lalu menoleh. Seorang pria dengan kemeja kotak-kotak dan celana kain hitam, masuk ke dalam kamar.“Bonjour,” sapa lelaki itu dengan hormat.Anna menelengkan wajah sambil mempertahankan senyum horornya. Ia benar-benar terlihat seperti Maleficent. Lebih baik dia memasang wajah tegas daripa
“Let’s play with me,” bisik Anna. Entah Marvin menyadarinya atau tidak, bibirnya kini mengering dan matanya mendadak perih. Serta membutuhkan waktu yang lama untuk menyeret alam bawah sadarnya kembali ke daratan sehingga ia bisa mengembuskan napas panjang dan menyahut dengan nada lirih, “Tidak.” Anna mengerutkan keningnya. Belum ingin menyerah, ia pun mendekat. Menempatkan bibir merahnya tepat satu inci di depan bibir Marvin. Sengaja membuat celah kecil ketika dilihatnya Marvin tengah mematri tatapan pada bibir sensualnya. “Yakin?” Lelaki itu mengerjap, mengembalikan instingnya dan ia pun memberanikan diri, menatap wanita di depannya. “Ya!” jawab Marvin dengan tegas. Lelaki itu meraih kedua tangan Anna dari atas pundaknya kemudian melepasnya begitu saja. “Aku harus kembali bekerja.” Dengan wajah tegas, pucat tak berekspresi, Marvin melangkah meninggalkan kamarnya. Bergegas menaiki anak tangga menuju lantai dua dan ia kembali ke kursi k
Marvin masih mencoba mengumpulkan kesadarannya. Namun ia tidak sadar jika sekarang kecepatan napasnya melebihi perpindahan detik, membuat dadanya naik turun.Sementara di ujung kakinya, berdiri seorang wanita dengan alis yang menukik tajam, tampak menghakimi. Wanita dalam balutan bathrobes dress merah itu berkacak pinggang. Dia tak kalah mendengkus.“Aku hanya keluar sebentar dan kau sudah bermalas-malasan di tempat tidur?!”Suara itu melengking hingga memekkan telinga. Marvin menundukkan kepala, lantas melepaskan desahan panjang. Untuk sekelebat lelaki itu berdiam diri. Memijat dahi dengan jempol dan jari tengahnya.“Maaf,” gumam Marvin. Akhirnya lelaki itu mengangkat pandangannya. “kepalaku pening dan aku tidak bisa berkonsentrasi, ja-&ldq
Aku seperti ngengat yang mengejar api. Dan kupikir aku telah gila karena mulai menyukai bagaimana caranya membakar diriku sehingga, untuk menjerit pun rasanya terlalu nikmat.[Marvin POV]___________Aku merasakan kedinginan menghujam ubun-ubun, hingga kupikir kedinginan itu mulai merasuk ke dalam tubuh dan membuat otakku membeku.Kupikir inilah cara terbaik untuk membuat pikiranku berhenti untuk memikirkan pesona wanita bernama Anna Smith itu. Wanita yang punya napas mint yang candu. Wanita yang gemar melepaskan kalimat sarkasme, wanita yang terlalu sering menatapku dengan tatapan dingin.Wanita yang punya otoriter yang besar dan mampu membuatku tunduk dan takluk. Aku tida
“Hahh ….”Embusan napas panjang dan berat itu telah memecah keheningan selama satu jam berlalu. Demi Tuhan, Marvin tak bisa membuat otaknya berkonsentrasi pada drawing tablet, dan monitor di depannya. Sementara matanya tak bisa berhenti bergerak untuk tidak menatap visual menggoda dan mengintimidasi di belakang layar laptopnya.Sehingga Marvin hanya bisa melepaskan desahan panjang dari mulut sambil melayangkan tangan kanannya yang memegang pen tablet ke udara. Wanita yang sejak tadi berdiam diri di kursi kerjanya itu kini mengerutkan dahi.“What the hell wrong with you.” Suara serak-serak basah itu membuat Marvin menatapnya.Melihat raut wajah Marvin yang menggeruskan kekesalan di sana malah membuat Anna tersenyum di dalam hatinya. Tidak ad
Matahari yang terbit menandakan hari baru, sejatinya sanggup membangunkan semangat semua orang, tetapi tidak dengan Marvin Aditya Wijaya. Ketika sinar mentari menelusup dari celah gorden yang tidak tertutup sempurna, membuat lelaki itu malah menggeram.Mungkin baru beberapa jam ia memejamkan mata. Ya. Marvin ingat betul. Setelah drama yang dibuat oleh Anna membuat Marvin terus mengumpat sepanjang malam. Ingin rasanya pria itu pergi dari kota ini. Membatalkan semua kontrak yang telah ia tandatangani. Andai saja ia bisa. Andai saja Marvin punya cukup kekuatan untuk bisa melawan Anna Smith, tentu saja Marvin akan melakukannya. Persetan jika ia miskin. Itu lebih baik daripada terjebak situasi gila seperti ini.Namun, pria itu sadar seratus persen kalau dirinya benar-benar telah menancapkan kepala pada liang bahaya dan sulit untuk keluar dari sana hidup-hidup. Marvi
“Kalau begitu … kalau begitu kau cari sendiri caranya,” ucap Anna.Dengan gampang dia melangkah. Melewati tubuh Marvin dan bersiap menuju ke lantai dua, akan tetapi langkahnya terhenti saat mendengar sesuatu. Gadis itu pun berhenti. Ia menggerakkan kepalanya. Menoleh kecil ke belakang. Seringaian kembali muncul di wajah Anna saat melihat apa yang dilakukan Marvin.Pria itu menelan harga dirinya dengan berlutut. Kepalanya tertunduk, selain rungunya yang dibiarkan tetap peka menangkap bunyi sepasang sepatu hak tinggi yang kini bergerak menghampirinya.Semilir angin yang bertiup ke tengkuknya, membuat tubuh Marvin bergidik. Alam bawah sadarnya telah menangkap teror besar yang mendekat dan sekarang tepat berada di depannya. Bulu roma Marvin berdiri sewaktu merasakan tekanan udara, seperti menyambar wajahnya.Dengan kepala yang masih terunduk itu, Marvin bisa melihat sepasang sepatu hak tinggi berwarna merah metalik tepat berada di depan lut
“Diam dan jangan bergerak.”Marvin terbelalak saat mendengar suara serak-serak basah itu berada tepat di depan tengkuknya. Suara tersebut sanggup membuat tubuhnya membeku. Pria itu menutup mata. Membiarkan tubuhnya bergetar sewaktu Anna memutar tubuhnya. Wangi parfum milik Anna Smith menyatu dengan angin. Seketika merasuk ke dalam penciuman Marvin. Membuatnya tak rela membuka kedua mata bahkan untuk sedetik. Naluri menginginkan Marvin untuk membiarkan parfum dengan wangi menyihir itu merasuk lebih jauh ke dalam penciuman hingga membekukan otaknya, akan tetapi sejurus kemudian matanya kembali terbelalak saat merasakan sesuatu menyerangnya tiba-tiba.HEKSeketika Marvin kehilangan napasnya sewaktu Anna menggenggam dirinya di bawah sana. Entah mengapa sentuhan itu sanggup membunuh seluruh kekuatan Marvin. Membuatnya lemah tak berdaya dan hanya bisa membeku di tempat.Dalam keadaan tak berdaya seperti sekarang ini, Marvin bisa merasakan senyum Ann