Dua jam berlalu, Zahra masih duduk bersandar di sebuah bangku ruang tunggu yang berderet di depan kamar rumah sakit. Di depannya lelaki bernama David terus mondar-mandir dan beberapa kali terlihat menelepon temannya untuk mengamankan kondisi di rumah. Untung saja, rumah yang ditempati Zahra dan Andin bukan rumah petak di perumahan padat penduduk, sehingga kejadian tadi tak terlalu mengundang rasa penasaran banyak orang. Terlebih lagi, para tetangga yang sebagian pekerja selama ini pun terkenal acuh dan tak terlalu sering mencampuri urusan orang lain.“Kenapa kalian tak menikah saja? Kenapa sampai melahirkan?” tanya Zahra lirih.“Andai saja Andin mau, aku sudah menikahinya sejak lama,” jawab David.“Bohong!” “Jika aku berbohong, aku tak akan berada di sini. Lebaran kemarin aku sudah memaksanya pulang dan kita menikah di sana tapi Andin menolak.”Zahra kembali terdiam, jujur saja ia tak begitu mengenal David. Selama ia tinggal bersama Andin, hanya beberapa kali keduanya bertemu dan sa
“Gimana rasanya punya anak tapi enggak punya suami? Enak?” sindir Andin saat Zahra tengah menyiapkan susu di dapur. “Bukan urusan kamu, Mbak!” jawab Zahra sembari berlalu.“Mending kamu bawa lagi bayi itu ke kota, di sana ada orang yang menawarnya mahal, dua ratus juta, lumayan, kan? Kita bisa kasih Ibu dan Bapak seratus buat beli sawah, yang seratus kita bagi dua.”“Dasar str-ess!” “Kamu yang bikin aku str-es!”Zahra tak memedulikan omongan kakaknya. Wanita itu bisa berkata demikian karena saat ini kedua orang sedang berada di sawah. Nanti saat mereka pulang, pasti Andin akan bersandiwara jika ia bukanlah Ibu kandung Amora."“Minum su-su dulu ya, Sayang.” Zahra menyodorkan dot berisi seratus mililiter susu yang baru saja di buatnya pada Amora.Bayi yang kini sudah bisa tengkurap namun belum bisa kembali terlentang itu langsung meraih botolnya seolah ia bisa memegangnya sendiri.Hampir lima bulan menjadi Ibu asuh bagi keponakannya membuat Zahra sudah terbiasa dengan tingkah lucu Amo
“Arggg!”Zahra membuang ponselnya kasar ke atas ranjang. Sudah lebih dari lima puluh pesan ia kirimkan pada David tapi hingga saat ini tak ada tanda-tanda jika lelaki itu menerima pesannya. Waktunya tinggal dua hari lagi untuk menentukan nasibnya juga Amora.“Ya ya ya ya.”Zahra tersenyum pada Mora yang berbaring di samping kanannya. Sudah beberapa hari ini bayi itu gemar mengoceh. Jika sedang penat, suaranya seolah memberinya kekuatan tersendiri. Zahra memiringkan tubuhnya hingga menghadap Mora, ia menatap lekat bayi yang bentuk wajahnya adalah perpaduan antara wajah Andin dan David. Tapi kemiripan wajah Zahra dan Andin pasti menjadikan orang lain berpikir jika itu mirip dengannya.“Beri tante kekuatan, Sayang. Ibu dan Ayahmu memang manusia tak berperasaan. Mereka hanya sibuk dengan kesenangan dan urusan mereka sendiri,” gumam Zahra.“Ya ya ya ya ya.”Zahra tertawa, ia menganggap ocehan Mora barusan adalah cara bayi itu menjawab curhatannya.Sembari menunggui Mora, Zahra memutuskan u
“Bagaimana? Sudah bisa dihubungi?”“Be-belum, Pak.”Zahra menunduk, ia tak tahu lagi harus beralasan apa karena sedari kemarin Bapaknya terus menanyakan hal itu.“Jika kamu bersikeras mau merawat anak itu, Silakan keluar dari rumah ini. Bapak tidak mau melihat anak haram itu berada di sini!” ucap Pak Sarip tegas.“Jangan seperti ini, Pak, Zahra anak kita, kan?” Bu Sumi mencoba bernegosiasi dengan suaminya. Meski ia kecewa, tapi sebagai seorang Ibu tentu tak rela jika melihat anaknya di usir dari rumah. Lagi pula ia juga memikirkan bagaimana cara Zahra menghidupi dan membesarkan anak itu di luar sana.“Tapi dia sudah melempar kotoran di muka kita, Bu. Bapak kecewa sama dia, Bu. Bertahun-tahun Bapak banting tulang demi membiayai sekolahnya, malah ini balasan yang dia berikan untuk kita, Bu. Bapak enggak sudi punya anak gadis murahan seperti dia!” Pak Sarip menunjuk wajah Zahra.Air mata Zahra akhirnya luruh, ternyata dia telah sala
BAYI YANG KUBAWA PULANG BAB 8Zahra mengurungkan langkahnya, ia mundur perlahan memberi jalan agar David bisa masuk. “Da-David?”Sama dengan Zahra, Andin pun tak kalah terkejut dengan kedatangan David yang begitu tiba-tiba serta pas di saat-saat kepergian Zahra.“Ini lelaki yang bernama David?” tanya Pak Sarip.“I-Iya, Pak,” jawab Andin ragu.“Kur*ng @jar! Jadi kamu yang sudah menghamili anakku, hah?”Tanpa aba-aba Pak Sarip langsung melayangkan pukulan tepat mengenai wajah David hingga tubuhnya terhuyung ke belakang.“Ma-Maaf, Pak—“Belum sempat bicara, Pak Sarip kembali menghadiahi bogem mentah pada wajah David hingga sudut bibir lelaki itu mengeluarkan darah segar.“Dari mana saja kamu, hah? Kenapa baru muncul sekarang?”“Ma-Maaf, Pak.”Pak Sarip mencengkeram kemeja yang dipakai David dengan satu tangannya sedangkan tangan yang lain kembali bersiap memukul.“Stop, Pak. Jangan seperti ini!” Bu Sumi merangkul suaminya dari belakang.“Lepas, Bu! Biar bapak beri pelajaran lelaki y
Hening, saat David sudah memosisikan dirinya duduk di hadapan Pak Sarip. Bak tersangka yang hendak dijatuhi dakwaan, lelaki berkulit putih itu terus menunduk tak berani menatap wajah lelaki tua dihadapannya.Bu Sumi menggiring Zahra kembali ke dalam kamar dan memberi waktu untuk suaminya menyelesaikan masalah ini. Meski terbilang temperamental, tapi ia yakin jika suaminya tahu apa yang terbaik untuk anaknya.“Benar istrimu sudah meninggal?” tanya Andin tiba-tiba. Saking syoknya wanita itu bahkan tak tahu harus berkata apa pada situasi sekarang ini. Di satu sisi ia senang karena keinginannya akhirnya terwujud dan ia mempunyai harapan untuk memiliki David sepenuhnya, tapi di sisi lain ia bingung karena sedari awal tak mengakui bayi itu sebagai anak kandungnya.“Iya dan sekarang aku telah siap menjadi Ayah bayi itu.”Sejak awal David memang tak pernah menolak bayi dalam kandungan Andin. Meski awalnya hubungan mereka dilakukan atas dasar kesenangan belaka, namun David bukan lelaki b@jing*
Andin berjalan mondar-mandir dikamarnya seraya memikirkan cara untuk mengambil bayi itu dari tangan Zahra. Ia tak mau jika nantinya David batal menikahinya jika tahu ia telah bersandiwara pada kedua orang tuanya.Bertahun-tahun menunggu, akhirnya kesempatan untuk memiliki David sepenuhnya akhirnya datang. Seperti mimpinya sebelumnya, Andin ingin mendapatkan suami yang ganteng, berpendidikan dan yang terpenting adalah kaya. Itulah mengapa sejak awal ia tak mempermasalahkan status David yang telah beristri. Ia pun senang saat pertama kali tahu jika dirinya hamil karena Andin menganggap semua itu bisa menjadi senjata agar David meninggalkan istrinya.Namun masalah terjadi saat kandungannya menginjak enam bulan. David tak mau meninggalkan istrinya dan malah hanya akan menikahi Andin secara siri. Andin yang kecewa akhirnya membenci janin dalam kandungannya dan mulai berusaha untuk melenyapkannya.Berbagai cara Andin lakukan agar kandungannya luruh namun takdir
“Eh, Zahra, senang ya mau jadi istri orang kaya,” ucap salah satu Ibu-ibu yang sedang mengelilingi mbak-mbak penjual sayur.“Eh, katanya sekarang Andin juga mengakui anak itu. Mungkin dia juga pengen punya suami kaya,” timpal Bu Seli.“Coba aja kemarin waktu Zahra enggak ngakuin anak itu, dia langsung terima. Bisa jadi sekarang Andin yang bakal nikah sama lelaki itu.“Sudah-sudah, Bu. Jangan bahas Zahra terus, ingat kalian juga punya anak perempuan, kan?” Bu Rahayu menengahi. Wanita yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Pak Sari itu memang terkenal paling bijak di antara ibu-ibu lainnya.“Eh, Zahra, pasti bapakmu udah enggak galak lagi, ya? Secara dia bakal punya mantu kaya,” tanya Bu Seli menoleh ke arah Zahra.Zahra yang tadinya hanya menunduk dan pura-pura tak mendengar obrolan mereka akhirnya mendongak.“Memangnya kenapa? Ibu pasti iri, secara pacar Diva, anak ibu Cuma pegawai bank plecit. Upss ... “ Zahra menutup mulutnya.“Heh, kalo punya mulut dijaga, ya! Biar Cuma pe
Zahra menghentikan langkahnya saat melihat seorang wanita bermake up tebal serta berpenampilan glamor sudah berdiri di ruang tamu bersama seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi roda.“Silakan masuk,” sambut David dingin.“Terima kasih, maaf jika mengganggu, aku hanya mengantar mama yang penasaran dengan keluarga baru mantan menantunya,” jelas Marta sambil membukan kaca mata hitamnya.Seketika Zahra mematung, entah mengapa ia menjadi tak suka jika harus berurusan dengan keluarga mantan istri suaminya.“Apa kabar, David?” tanya wanita bernama Sarni sambil membenarkan posisi kursi rodanya.”“Ba-Baik, Ma.”David tak menyangka setelah sekian lama akhirnya ia bisa bertemu dengan mantan ibu mertuanya. “Mama apa kabar?” David berjongkok menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh Bu Sarni.“Gara-gara kamu enggak mau nengokin mama, dia jadi maksa minta ke sini. Lagian apa salahnya
Suka cita menyambut anggota keluarga baru begitu kentara di rumah David. Suara tangis bayi sesekali terdengar menghiasi rumah mengimbangi teriakan Wati yang semakin kewalahan mengasuh Mora. Anak itu kini sudah pintar berlari, berbicara dengan nada cadel dan melakukan segala hal sesukanya termasuk mengganggu adiknya.Mikola Ardian adalah nama yang disematkan pada bayi berumur dua bulan 0yang kini melengkapi kebahagiaan David dan Zahra termasuk Mora yang begitu antusias dengan kehadiran Miko ditengah-tengah mereka. Anak itu berkali-kali ingin memegang dan mencium adiknya bak bermain boneka.“Diam di situ ya, Sayang. Mbak mau mandi sebentar,” tutur Wati pada Mora.“Ote.” Gadis kecil berponi itu mengangguk semangat.“Titip bentar, Mbak bos.”“Santai, aman kalo sama aku,” jawab Zahra.Zahra meraih Mora dalam pangkuannya. Semenjak Miko lahir, perhatian Zahra memang harus terbagi. Tapi bukan berarti ia melupakan Mora sepenuhnya. Setiap hari ia tetap berusaha meluangkan waktu untuk sekedar be
Seorang wanita bertubuh kurus yang memakai kaos longgar berwarna biru duduk termenung dipojok ruangan. Rambutnya yang kusut dicepol asal hingga memperlihatkan tulang selangkanya yang begitu jelas menandakan tubuhnya yang semakin mengurus. Wajah yang dulu terlihat cantik, mulus dan terawat, kini berubah menjadi kusam dengan beberapa bekas jerawat terlihat di sana.Belum genap satu tahun menjadi penghuni rumah tahanan, Andin sudah merasa tak tahan dan selalu ingin cepat-cepat keluar dari tempat sempit dan menjijikkan seperti sekarang ini. Siapa orang yang tahan menghabiskan harinya ruangan pengap tanpa jendela dan terkurung jeruji besi tanpa bebas keluar masuk tanpa tujuan pasti. Tidur dengan beralaskan kasur tipis nan keras tanpa pendingin ruangan ataupun kipas angin juga harus berbagi dengan dua orang tahanan lainnya yang tak pernah ia kenal sebelumnya.“Arrgghh ...!” pekik Andin sembari menjambak rambutnya kasar.“Berisik! Bisa diem enggak, sih! Lebay banget, sih!” bentak wanita bert
“Ada hubungan apa kamu sama Marta?”“Maksud kamu apa, Sayang?”Zahra melempar kasar ponsel suaminya ke atas ranjang. Hanya berselang beberapa saat setelah Yoga pergi, ia langsung mencecar David.Yakin ada yang tidak beres, David segera mengecek ponselnya. Benar saja, ia menemukan satu pesan yang membuat istrinya begitu marah.“Aku enggak ngelarang kami berhubungan sama siapa pun termasuk keluarga mendiang istrimu. Tapi aku enggak suka kalo kamu menyembunyikan sesuatu dariku!” ujar Zahra.“Aku tak pernah menyembunyikan apa pun. Kamu salah paham!”“Salah paham apanya? Sudah jelas dia bilang terima kasih atas transferannya, itu berarti kamu habis memberinya uang, kan?”“Aku bisa jelasin semua.”“Terserah kamu, Mas.”Zahra hampir saja pergi meninggalkan kamar saat David dengan sigap menahannya. Kesalahpahaman seperti ini tak bisa dibiarkan begitu saja karena ia takut mengganggu pikiran Zahra yang bisa berakibat buruk pada janin di perutnya.“Duduk dulu, ya,” tutur David lembut sambil menu
David duduk seraya menopang dagu saat melihat pemandangan indah di depannya. Seorang wanita berpakaian daster bunga-bunga selutut tengah sibuk berkutat dengan masakannya. Perutnya yang semakin membesar sama sekali tak membuat penampilan wanita itu menjadi buruk, bahkan bagi David istrinya itu kini lebih terlihat seksi.“Ada yang bisa dibantu?” David mendekat lalu melingkarkan tangannya ke perut Zahra.“Mau bantu?” Zahra menghentikan gerakannya mengaduk nasi goreng.David mengangguk, ia mencium tengkuk Zahra sekilas. Meski tak memakai parfum, bau tubuh Zahra seakan menjadi candu bagi David.“Kalo mau bantu, sekarang lepas dan duduk manis di sana?” Zahra menunjuk arah meja makan.“Kan aku mau bantuin.”“Lepas, Mas! Malu kalo Wati lihat.”Bukannya melepas, David malah semakin mengeratkan pelukannya.Saat ini Wati tengah membawa Mora berjalan-jalan ke taman kompleks. Hal itu dilakukan agar anak itu bisa lebih luas mengeksplor lingkungannya. Di sana anak itu bisa beraktivitas bebas di alam
Usia kehamilan Zahra memasuki bulan keempat. Selama ini tak ada kendala yang berarti selain morning sicknes yang Zahra rasakan setiap bangun tidur dan akan hilang dengan sendirinya saat menjelang siang. Untung saja, Wati saat ini sudah kembali bekerja setelah dinyatakan sembuh dan siap untuk kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Meski terkadang masih sedikit trauma, namun bagi semboyan wanita itu belum berubah, uang adalah nomor satu dan ia tak bisa berlama-lama berdiam diri di rumah.“Mbak bos, rujak buah sudah siap!” Wati memanggil dengan suara khasnya yang mirip dengan peluit.Dengan sigap Zahra langsung beranjak menuju dapur meninggalkan Mora yang tengah asyik duduk di kuda karetnya sambil berjoget menikmati lagu yang diputar dilayar televisi di depannya.Wajah Zahra langsung berbinar saat melihat berbagai macam potongan buah dalam piring yang tersaji di atas meja lengkap dengan saus gula merah yang tersaji di mangkuk kecil di dekatnya. It
Tiga hari berlalu, namun sikap David belum banyak berubah. Meski tak secara terang-terangan menunjukkan rasa bencinya pada Mora, tapi bisa terlihat jelas jika lelaki itu terus berusaha menghindar untuk bersentuhan langsung dengan Mora.Kemarin Zahra telah memenuhi janjinya untuk mengajak ibu dan Dila jalan-jalan. Meski hanya mengunjungi mall dan arena bermain namun itu sudah cukup membuat kedatangan keduanya ke kota menjadi berkesan.Hari ini keduanya memutuskan untuk pulang. Libur semester yang hampir usai dan Bapak yang sudah berulang kali menelepon membuat Bu Sumi dan Dila tak lagi bisa berlama-lama menemani Zahra. Keduanya pun kemarin sudah menyempatkan waktu untuk berpamitan dengan Andin dan Johan di rutan.“Maaf kami tidak jadi mengantar, Mas David ada pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan,” ujar Zahra beralasan.“Enggak apa-apa, Nak. Lagian kamu lagu hamil muda, enggak baik bepergian jauh-jauh. Sehat-sehat kamu di sini, ya. Kalo ada apa-apa langsung telepon.” Bu Sumi memeluk era
“Mas bisa pegang Mora sebentar, aku mau siap-siap.”Zahra menyerahkan Mora pada David. Bayi itu sudah cantik dengan setelan baju baby doll berwarna pink dipadukan dengan celana leging panjang berwarna putih. Dikepalanya dipasang bandana bunga yang membuat wajahnya terlihat menggemaskan.Hari ini Zahra dan David akan memenuhi janjinya untuk mengajak Bu Sumi dan Dila jalan-jalan. Selain itu mereka juga berniat membeli oleh-oleh untuk dibawa ke kampung.Zahra sedang memoles lipstik dibibirnya saat mendengar suara tangis Mora melengking keras. Tak membuang waktu, ia langsung berlari keluar menuju arah sumber suara. Bu Sumi dan Dila yang sedang berada di kamar pun ikut berlarian karena suara tangis Mora terdengar sangat kencang.“Mora kenapa, Mas?” tanya Zahra mengambil alih anak sambungnya.Ia menimang Mora sebentar agar tangisnya reda. Namun bukannya semakin tenang, tangisan Mora malah semakin menjadi dan betapa terk
“Mas, aku telat 2 minggu.”“Telat?”David masih berpikir. Ia belum terlalu paham dengan arah pembicaraan Zahra hingga istrinya meletakkan sebuah benda kecil di genggaman tangannya.Sejenak ia memperhatikan benda pipih berwarna putih dengan 2 garis merah tertera di sana. David beralih menatap Zahra kemudian benda itu bergantian. Seketika ada euforia yang membuncah di dadanya namun ia belum bisa mengekspresikannya.“Ini beneran? Kamu ha-mil?”“M-Mungkin,” jawab Zahra ragu.Sedetik kemudian David sudah membawa Zahra ke dalam pelukannya. Diciumi wajah istrinya bertubi-tubi seraya terus mengucap syukur dalam hati.“Terima kasih, Sayang,” bisik David.Akhirnya apa yang ia impikan terwujud. Meski ini bukan anak pertamanya karena ada Mora sebelumnya. Namun kali ini pertama kalinya ia akan menjadi seorang ayah yang sesungguhnya yang bisa menemani dan memantau tumbuh kembang calon anaknya mul