Jack merasa gelisah setelah memastikan Emily masuk ke dalam rumah. Daniel yang sejak tadi mengamati tuannya itu memutuskan untuk bertanya.
“Tuan, ada yang—“
“Cari tahu soal kehidupan Lily selama lima tahun terakhir ini!” Jack menyela, menatap tegas pada Daniel yang melihatnya dari balik spion.
“Anda sudah bertemu dengannya?”
“Lily sudah punya anak. Aku ingin tahu kehidupan seperti apa yang dia jalani. Apa dia menikah? Jika, ya, cari tahu siapa suaminya! Aku ingin dapatkan informasi lengkap hari ini juga!” tegasnya lagi.
Daniel mengangguk. “Siap, Tuan. Anda mau ke mana saat ini?”
“Bawa aku ke toko kue milik Lily. Aku ingin mengamatinya dari jauh.”
Daniel segera melajukan mobilnya menuju tempat yang mereka tuju.
Sementara di toko kue, Lily tampak tidak tenang. Pikirannya berakar ke mana-mana saat melihat Jack lagi setelah lima tahun.
“Apa Jack akan mengenali, Dean?” Lily tampak gelisah, menggeleng keras. “Mata Dean mirip Jack, wajahnya bahkan sedikit mirip saat Jack kecil dulu. Semoga Jack tidak pernah tahu.”
“Nyonya Lily!” panggil Merry, salah satu karyawannya.
“Iya, Mer!” sahutnya, menarik diri dari lamunan.
Lily terkejut, banyak pengunjung yang berdatangan tidak seperti biasanya. Dia tersenyum cerah menyambut mereka.
“Selamat datang di Lily’s Pastry!”
Jack yang mengamati dari dalam mobil tampak bahagia. Ia meminta beberapa orangnya untuk menarik banyak pengunjung datang ke sana.
Jack merindukan senyuman Lily, sampai saat ini posisi Lily di hatinya tidak bergeser.
“Sepertinya jauh dariku membuatmu sangat bahagia, di banding aku yang seperti orang tidak waras mencarimu ke mana-mana.”
Daniel hanya diam mendengarkan, ikut mengamati Lily melayani pengunjung di sana.
“Anda tidak turun?”
Jack menggeleng. “Melihatnya saat ini cukup bagiku. Jika aku langsung memaksa menemuinya, Lily akan tidak nyaman. Aku tidak mau itu mengusiknya. Penatianku mencarinya tidak boleh sia-sia. Lily bisa saja pergi lagi dariku.”
“Orang kita sedang mengumpulkan informasi yang akurat. Aku pastikan itu tidak lama lagi.”
“Pastikan kau tidak melewatkan satu informasi pun! Aku tidak mentolelir kesalahan kecil.”
“Iya, Tuan! Aku selalu menuntaskan pekerjaanku!”
Jack mengembuskan napas pelan, kembali teringat wajah Dean yang menatapnya dengan polos.
“Anaknya bahkan sangat tampan.”
Perhatian Jack teralih saat ada panggilan tanpa nama tertera di layar.
“Kau mengganti nomor lagi?”
Reaksi terkejut orang di sebelah sana terdengar jelas.
“Astaga, kau membuatku takjub! Kau bisa menebakku dengan mudah.”
“Aku sudah hafal tabeat burukmu.”
Suara kekehan terdengar di ujung telepon.
“Aku sibuk. Jika menelepon untuk menyita waktuku, aku akan mengakhirinya!”
“Aku baru tiba di LA. Aku sudah menangkap pengkhianat di antara kita. Kau mau bergabung untuk bermain-main dengannya?”
Jack menyunggingkan senyum, kilatan matanya berubah gelap.
“Suasana hatiku sedang baik. Biarkan saja dulu ia di dalam tahanan bawah tanah. Aku lebih suka melihat ia memohon ampun untuk membunuhnya daripada melewati siksaan perlahan-lahan.”
“Kau memang psikopat berdarah dingin.”
“Pastikan saja kau merawatnya dengan baik sebelum aku mendatanginya secara langsung. Masa sisa hidupnya terhitung mulai hari ini.”
Suara tawa menggelegar di seberang sana, pria itu bernama Arios—tangan kanan Jack.
“Aku akhiri dulu. Aku mau singgah ke suatu tempat sebelum datang ke kediamanmu.”
“Hmm!”
Jack menjawab singkat, mengakhiri panggilan.
“Kita pergi!” kata Jack, menoleh sesaat pada Lily sebelum mobil yang dikemudikan Daniel meninggalkan tempat itu.
Pandangan Lily beralih melihat punggung mobil Jack yang sudah tak lagi dijangkau pandangannya. Dia kembali melayani pengunjung yang makin ramai berdatangan.
__________
Jack terlonjak dari duduknya saat melihat informasi yang dibawa Daniel.
“Semua ini benar?” tanya Jack, memastikan dengan kilatan mata tak percaya.
“Benar, Tuan! Setelah mengkonfirmasi semuanya, Nona Lily tidak pernah mendaftarkan pernikahan sejak lima tahun terakhir.”
Jack mencoba mencerna situasi, menatap Daniel yang berdiri sigap di depannya.
“Lalu, anak tampan itu, benar putra Lily?”
Daniel mengangguk. “Nona Lily melahirkan seorang putra di RS Cedars Sinai lima tahun lalu.”
Jack tercengang, mengusap rambutnya ke belakang.
“Kau tahu siapa ayah putra itu?”
“Dalam catatan medis, ayah dari putra Nona Lily sudah meninggal sebelum lahir.”
“Tidak ada data dari pria itu?”
Daniel menggeleng. “Orang kita tidak menemukan satu pun.”
Jack merasa ada sesuatu yang ditutupi Lily. Anak buahnya tidak pernah salah memberikan informasi.
“Aku akan memastikan sendiri. Jika benar, Dean putraku. Aku tidak akan melepaskan mereka kali ini.”
Sorot mata Jack menunjukkan keseriusan. Ia tidak akan membiarkan Lily jauh darinya.
Keesokan harinya, Jack sarapan bersama Selena dan Emily sebelum berkerja.
“Emily, bagaimana persiapan pentas minggu depan?” tanya Jack mengawali percakapan.
“Sudah hampir rampung, Ayah. Aku tidak sabar menunggu hari-H nya.”
“Peranmu sebagai ibu peri?”
Emily mengangguk.
“Lalu temanmu yang kemarin, apa ia ikut juga?”
Emily lagi-lagi mengangguk. “Dean jadi pangerannya. Ia sangat berbakat, Ayah.”
“Benarkah?”
“Siapa, Dean?” tanya Selena menimpali, mengunyah nasi gorengnya dengan anggun.
“Teman dekat aku, Bu. Ia sangat tampan. Matanya bahkan berwarna biru, sama seperti Ayah.”
“Apa benar sama?” Dean menanggapi, mengulas senyum—menyembunyikan raut terkejutnya.
Selena menaikkan satu alisnya. “Ibu tidak pernah mendengar temanmu bernama Dean, Sayang.”
“Aku belum lama berteman baik dengannya. Kami beda kelas, mulai berteman setelah liburan musim panas tiga bulan lalu.”
Jack mendengarkan dalam diam, ia tidak menyangka—jika saat itu satu hotel dengan Lily dan mereka tidak pernah bertemu.
“Jangan berteman dengan anak yang tidak setara denganmu! Ibu tidak mau mendengar hal-hal aneh dari media. Kau paham?”
“Ibu Dean punya toko kue. Tapi, ayahnya sudah meninggal sebelum Dean lahir. Apa aku tidak bisa berteman dengannya, Bu?”
“Emily boleh berteman dengannya!” sahut Jack, mendahului apa yang ingin Selena katakan.
Tatapan tegas Jack membuat Selena tidak ingin memperpanjang.
“Selama ia menjadi teman yang baik, tidak masalah. Ingat, Ibu menjunjung tinggi status sosial. Jangan lupakan itu!”
Emily mengangguk, melanjutkan sarapannya.
Selena menyudahi sarapannya lebih dulu. “Paman Alex yang akan mengantarmu. Hari ini Ibu ada rapat penting dan harus segera berangkat kerja.”
“Biar aku saja! Aku akan mengantar Emily!” Jack menyahut, menyudahi sarapannya.
Selena mengulas senyum. “Baiklah. Aku pergi!”
Jack melirik pada Emily sembari tersenyum lembut.
“Mulai sekarang, Ayah yang akan mengantar dan menjemputmu pulang selama Ayah tidak sibuk.”
“Benarkah?” Wajah Emily berbinar.
“Tentu. Habiskan sarapanmu, jangan sampai terlambat!”
Berbeda dengan Jack, Lily sudah bersiap mengantar Dean ke sekolah. Hari ini dia harus menyelesaikan orderan dari beberapa pelanggan. Tidak menyangka, Lily mendapatkan pemasukan yang lebih banyak dari sebelumnya.
“Bu, aku ada latihan pentas setelah selesai belajar. Ibu bisa menjemputku sedikit telat.”
“Baiklah. Minta walikelasmu menelepon Ibu jika sudah selesai.”
Dean mengangguk, naik ke atas motor, memeluk pinggang Lily dengan nyaman.
Bersamaan dengan kedatangan Lily dan Dean, mobil Jack baru saja menepi tak jauh dari motor Lily.
Lily tercengang, melihat Jack turun dari mobil bersama Emily.
Buru-buru Lily mencium kening Dean memintanya segera masuk.
Dean mengulas senyum melihat Jack, lalu meraih tangan Emily berjalan masuk bersama.
Lily segera berbalik, Jack lebih dulu menahan langkahnya.
“Bisakah kita bicara?”
“Maaf, aku sibuk. Tolong minggir!” sahut Lily, enggan menatap Jack.
“Apa kau menghindariku? Aku ingin memastikan satu hal.”
Lily menahan diri, rasa sakit tak kasat mata baru saja menyentil ulu hatinya, mengingatkan pengkhianatan Jack dulu. Dia menarik napas dalam, lalu memaksakan diri menatap Jack.
“Apa yang ingin kaubicarakan? Waktumu tiga menit.”
Jack menatap sendu, ingin rasanya ia memeluk Lily meluapkan rasa frustasinya karena terlalu merindukan wanita itu.
“Satu menit berlalu! Apa kau hanya akan diam menatapku tanpa mengatakan apapun?”
Jack masih terdiam, mengamati wajah Lily yang selalu cantik di matanya, benar-benar membuatnya hampir hilang kendali menahan diri.
“Jika tidak ada yang ingin kaukatakan, aku akan pergi!”
“Aku merindukanmu!”
Lily menahan langkah, ia hendak naik ke atas motor, tak bisa melakukan itu.
“Aku benar-benar merindukanmu, Ly. Selama lima tahun ini aku berusaha mencarimu dan—“
“Untuk apa?” Lily menyela. “Aku sudah melupakan masa lalu jadi jangan mengangguku. Jalani saja hidupmu, aku juga sudah menjalani hidupku dengan baik.”
“Tanpamu aku tersiksa. Aku tidak pernah bahagia.”
Lily tersenyum hambar. “Maaf. Kau sudah menyita waktuku!”
“Dean, putra siapa?”
Lily terperanjat, tangannya mencengkeram erat stir motor—menghalau getaran cemas yang menyelimutinya saat ini.
“Aku sudah memastikan semuanya. Kau tidak pernah menikah dan tidak ada identitas ayah dari Dean.”
Lily mengigit bibir bawahnya, mati-matian menahan desakan air mata yang menggumpal di pelupuk matanya.
“Itu bukan urusanmu! Aku tidak perlu menjawabnya!”
Langkah Lily kembali tertahan saat tangan Jack meraih pergelangan tangannya.
“Apa Dean, adalah putraku?”
Tubuh Lily mendadak kaku, menegang di tempat.
***
Lily membalikkan badan, menepis tangan Jack dengan kasar.“Jangan lancang! Dean putraku dengan kekasihku. Aku tidak perlu menjelaskan masalah pribadiku padamu!” Tatapan tajam Lily menegaskan ucapannya.Dalam hati wanita itu mati-matian menjaga sikap di depan Jack agar tetap tenang.“Kamu berbohong! Aku tahu betul kalau kamu berbohong, kamu akan merasa gugup!” Jack masih bersikeras. Ia tidak akan menyerah mendapat jawaban pasti dari Lily.“Tolong jangan melewati batasmu, Jack! Aku sudah selesai dengan masa lalu kita jadi jangan membuatku seperti wanita tidak bermoral yang tampak dekat dengan suami orang.”Suara Jack tercekat di tenggorokan, tak bisa berkata apapun—menatap Lily yang sudah naik ke atas motor lalu melaju pergi dengan cepat.Dalam hati Lily merasa sangat lega, bisa berhasil menghindari Jack. Tapi, apa berikutnya Lily akan menjauh dengan aman?!Sepanjang perjalanan, Lily merasa gelisah dan tidak tenang. Dia sungguh berharap Jack tidak memperpanjang masalah.Setelah sampai d
Jack menatap Lily dengan nanar melihat genangan air di mata wanita itu.“Jangan lancang Tuan Greenwood!”“Aku … aku hanya terlalu bahagia mengetahui jika Dean—““Cukup!” Lily menyela, menahan diri untuk tidak menangis di hadapan Jack yang benar-benar rmembuatnya muak.“Dean bukan putramu saat kau mengkhianati hubungan kita dulu!” Lily menegaskan ucapannya.Jack menunjukkan rasa sesal, ingin memegang tangan Lily, lebih dulu dia menghindar.“Jangan menyentuhku! Kau tidak berhak untuk itu!” sentak Lily.Jack menghela napas napas pelan, mengangguk samar, tidak akan melakukan itu.“Maafkan aku. Sungguh, setelah kepergianmu aku mencoba mencarimu selama ini. Aku tidak tahu jika kau sedang hamil—““Apa bedanya dengan itu? Kau tahu pun tidak akan mengubah keputusanmu. Jangan pernah mengusikku lagi, Jack! Dean tahu ayahnya sudah mati.”Jack menggeleng. “Aku akan memperbaiki ini. Aku tahu kau tidak akan memaafkanku dengan mudah. Setidaknya, beri aku kesempatan untuk jadi ayah yang baik.”Lily te
Arios mendatangi kediaman Jack dengan membawa kotak berisi kue untuk Emily.Suaranya menggema memanggil Emily dengan langkah panjang memasuki mansion megah itu.“Emily! Paman datang!”Emily yang mendengar suara Arios memanggilnya, berlari memastikan dari lantai atas.Senyumnya merekah, berlari ringan menuruni tangga. Di belakangnya disusul Jack.“Paman! Emily berlari ke dalam pelukan Arios dengan raut bahagia.Arios tersenyum, melepaskan pelukannya—mengusap puncak kepala Emily dengan lembut.“Paman bawakan cake kesukaanmu.”Mata Emily bersinar, mengambil kotak kue stroberi itu dengan antusias.“Wah, terima kasih, Paman. Apa ini oleh-oleh untukku?”“Tentu. Kamu menyukai cake jadi paman khusus meminta mereka berdasarkan keinginanmu.”Emily berjalan dengan langkah riang menuju dapur sambil memegang kotak kue itu.Jack mengambil tempat duduk di sofa tunggal, disusul Arion duduk di seberang.“Bagaimana perjalananmu?”“Cukup melelahkan berkat seseorang.”Jack tersenyum, menyandarkan punggun
Daniel menepikan mobil Jack di bahu jalan setelah sampai di tak jauh dari toko kue milik Lily, ia mengamati dari jauh dengan helaan napas pelan melihat beberapa pengunjung masuk keluar.“Tuan ingin keluar?”“Aku tidak yakin Lily akan menyambutku dengan ramah.”“Tuan bisa beralasan dengan membeli kue. Nona Lily pasti akan menyambut Anda sebagai pengunjung. Apalagi kudengar ada stempel kupon setiap kali membeli satu kue dengan tarif harga tertentu dan akan mendapatkan kue gratis setelah semua kupon terkumpul.”Wajah Jack berubah cerah. “Benarkah?”Daniel mengangguk. “Anda bisa mencoba dengan itu.”Jack menghela napas panjang lalu segera turun dari mobil.Jack bahkan sengaja menunda rapat selama dua jam demi untuk menemui Lily setelah tiga hari tak pernah melihatnya karena sibuk.Suara bel berbunyi begitu pintu terdorong.Lily yang mendengar suara itu lantas berbalik, terkejut melihat Jack masuk dengan penuh wibawa.Lily menahan diri untuk bersikap profesional.“Selamat datang!” sambut M
Lily mendekat, melihat Dean sedang berbicara dengan Jack membuatnya tidak tenang.“Dean!” panggil Lily dengan lembut.Dean menoleh, mengulas senyum.“Kau memiliki putra yang pintar Nyonya Lily.” Jack berujar, tersenyum tipis.Lily memegang tangan Dean. “Ayo Dean! Ucapkan terima kasih dan—““Apa aku boleh duduk di sini sebentar dengan Paman Jack, Bu?”Lily menoleh kaget, tak menyangkan Dean akan berkata begitu.“Ayahnya Emily pasti sibuk. Ia mungkin saja akan pergi bekerja setelah ini. Kau tidak boleh seperti itu.”“Aku tidak masalah. Aku bisa meluangkan waktu selama satu jam ke depan.”“Benarkah?” Wajah Dean berbinar, melihat ke arah Lily yang kehabisan kata-kata.Matanya menatap kesal pada Jack, menahan amarah berusaha untuk tidak terpancing.“Ibu bilang tidak berarti tidak. Deantidak bisa begitu saja akrab dengan orang asing dan menyusahkan orang itu, Dean. Ibu tidak pernah mengajarimu seperti itu!” Lily berkata tenang, tetapi penuh penekanan.Dean yang bisa melihat kemarahan ibunya
Lily turun dari mobil setelah Arios menepikan mobil di depan rumahnya.Lily berlari menghampri Rose yang sudah menunggu di depan rumah.“Bagaimana bisa Dean tidak ada di rumah? Tadi ia sendiri yang bilang mau pulang mengerjakan PR.” Lily tampak cemas, memegang tangan Rose.“Aku tidak menemukan Dean di mana-mana. Bahkan sepedanya ada di sini.”Lily hampir terhuyung, Arios dengan sigap memegangnya.“Apa yang harus kulakukan?”“Kita lapor polisi saja!” usul Rose.“Polisi akan memproses itu ketika sudah lebih dari 24 jam untuk dikatakan sebagai orang hilang,” tanggap Arios.Lily menoleh kaget. “Bagaimana bisa polisi melakukan itu? Apa mereka menunggu terjadi sesuatu dulu baru dicari. Begitu?”“Itulah prosedurnya—““Aku akan mencarinya!” potong Lily, melepaskan diri dari pegangan Arios.“Aku akan membantu. Apa ada cctv yang terpasang di depan rumahmu?”Lily menunjuk ke arah tiang listrik. Arios melihat ke sekitar, ada beberapa rumah yang juga memakai cctv.“Mari kita lihat rekaman terakhir
Jack menerima panggilan kembali dari Bram, segera ia menjawab dengan cepat.“Bagaimana? Kau menemukannya?”“Anak yang Tuan cari ada di taman kota. Aku melihatnya berada di sana.”“Kerja bagus!”Jack menginjak pedal gas segera menuju ke sana.Tak butuh waktu lama mobil Jack memasuki taman kota. Segera ia menepikan mobilnya lalu turun dari mobil.Mengedarkan pandangan Jack mencari keberadaan Dean. Langkahnya terhenti. Ia menemukannya.Jack berlari cepat ke arahnya dengan perasaan yang lega. Ia sedang duduk di bangku seorang diri.“Dean!”Jack lantas memeluknya dengan erat. Seolah rasa khawatir itu lenyap begitu saja setelah merasakan hangatnya tubuh Dean.Dean yang merasa bingung dengan sikap Jack, menatap diam saat melihat Jack melepaskan pelukannya.“Mengapa kamu membuatku dan ibumu cemas? Apa yang kaulakukan di sini?”“Aku ingin pergi ke toko buku di depan sana, Paman. Tetapi toko buku itu tutup. Makanya aku duduk di sini sebentar. Apa ibu mencariku?”Jack mendesah pelan. “Ibumu sang
Arios memasuki ruang kerja Jack setelah sebelumnya ia menyusul ke perusahaan lelaki itu.“Jelaskan padaku dan jangan melewatkan apapun!” tuntut Arios dengan wajah seriusnya.Jack mendongak, menatap Arios dengan sorot mata dingin. “Kau lupa siapa aku?”“Aku tahu kau siapa. Maka itu aku ingin penjelasan yang masuk akal.”Jack mendorong punggungnya pada sandaran kursi. “Lily wanita yang aku ceritakan padamu. Wanita yang mengalihkan seluruh duniaku padanya.”Arios mengembuskan napas pelan, merasa cukup frustasi mendengar itu.“Maaf. Aku sungguh tidak tahu jika Lily adalah wanita yang ingin kamu temukan sejak lama. Kau bahkan tidak pernah menunjukkan fotonya.”“Karena satu-satunya ponselku yang menyimpan foto Lily terjatuh saat aku mengejar si brengsek Edgar itu. Mengingat ia berhasil lolos kala itu membuatku ingin sekali menemukannya lalu menghabisi pria itu.”“Lalu, apa yang akan kaulakukan? Apa Selena tahu?”“Selena tidak tahu. Aku tidak akan pernah memberitahukan padanya.”“Kamu tida
Suara ruangan kerja Selena diketuk, Laura membuka pintu mempersilakan dua pria berpakaian serba hitam melangkah masuk, mendekat ke depan meja Selena. "Ada informasi apa yang kalian temukan?""Maaf, Nyonya. Kami sempat membuntuti teman dari Tuan Jack tapi kami kehilangan jejak saat ada truk tiba-tiba saja hampir menabrak mobil kami.""Sepertinya, teman Tuan Jack tahu jika kamu membuntuti diam-diam," jelas pria lain berambut cepak. Selena sontak menggebrak meja. Dia menatap murka. "Bahkan hal seperti ini saja kalian tidak becus melakukannya!"Kedua pria itu menunduk. "Aku tidak mau tahu. Aku harus mendapatkan informasi soal Jack, kalian harus mencari celah dari suamiku atau aku akan buat kalian menyesal karena tidak bekerja dengan baik!" bentak Selena. Kedua pria itu mengangguk paham, segera berbalik keluar dari ruangan. Selena mengumpat, melempar tempat pena yang terjangkau pandangannya sebagai pelampiasan kemarahannya. "Kamu benar-benar buat aku kehilangan rasa sabar. Aku tidak
Selena membanting semua barang yang ada di kamarnya dengan penuh amarah. Jack melangkah masuk setelah mendapat laporan dari asisten rumah tangga melalui Daniel. “Apa yang kaulakukan Selena?” Selena lantas menoleh tajam, melayangkan kotak kecil di tangannya ke arah Jack yang dengan cepat menghindar. Jack menatap kaget, melihat kemarahan tersirat jelas dalam mata Selena saat ini. “Kau berani melemparku?” Selena tertawa sinis. “Kenapa kalau aku berani? Kau mau melakukan hal yang sama padaku?” Jack mencoba tenang. Ia sungguh tidak ingin sampai tersulut emosi. Selena mendekat, menarik kerah kameja Jack dengan kasar. “Kau berani bermain di belakangku? Bagaimana bisa kau punya anak dari wanita lain?!” “Jangan usik mereka! Demi menikahimu, aku melepas Lily dan baru tahu kalau Dean adalah putraku.” “Apa kau ingin kehilangan segalanya?” Jack menyeringai. “Aku tidak akan kehilangan apapun.” Suara tawa Selena menggema ke langit-langit ruangan. “Wah, sudah mulai sombong rupanya!” cibir
Jack hendak mengikuti Lily dan Dean, dicegah Selena lebih dulu."Kau mau ke mana?"Jack menoleh, menatap Selena yang sudah menghadang langkahnya."Aku ingin meminta maaf pada mereka karena atas ketidaknyamanan tadi dan—""Apa benar Dean putramu?"Jack bergeming, ia tak bisa menjawab itu meski inginSenyum Selena tersungging. Dia mendekatkan bibirnya seraya berkata pelan, "Jangan menarik perhatian. Sikapmu ini akan kuanggap sebagai jawabannya.Rahang Jack mengeras, satu tangannya terkepal erat hanya bisa diam di tempat.Selena menguraikan senyum kemenangan, dia mendapatkan jawaban atas apa yang ingin ia ketahui.Langkahnya berbalik menjauh, melempar senyum manis pada beberapa tamu yang melihat ke arahnya."Maaf atas ketidaknyamanan kalian. Tadi hanya sedikit intermezzo. Silakan lanjutkan lagi nikmati pestanya!"Arios yang melihat dari kejauhan lantas mendekat."Kau baik-baik saja?"Jack menoleh tajam, sorot matanya yang menyimpan amarah membuat Arios lantas mengulum bibir."Sepertinya a
Lily melirik ke arah Dean yang tampak semangat saat berada di dalam taksi yang mereka tumpangi. Matanya berbinar, menunjukkan betapa tak sabar anak itu ingin segera sampai di tempat acara. Ini adalah kali pertama Dean menghadiri undangan bersama Lily.Selama ini, hari-hari Dean hanya dihabiskan dengan sekolah, bermain di rumah, dan sesekali menemani Lily di toko kuenya. Lily tidak sendiri dalam perjalanan itu, Rose turut menemani.Rose menoleh pada Lily yang duduk di sampingnya, sementara Dean duduk di samping kursi pengemudi."Kau yakin soal keputusanmu ini, 'kan?!" tanya Rose, memastikan sembari menggenggam punggung tangan Lily.Tangan Lily terasa dingin, mencerminkan rasa gugup yang menyelimuti.Lily mengangguk pelan. "Aku tidak punya pilihan saat aku merasa Selena mulai mencurigai sesuatu," jawabnya dengan suara yang berusaha tegas."Apapun itu, jangan tunjukkan kau lemah, terutama di depan Jack. Demi Dean, aku yakin kau bisa melalui malam ini," ucap Rose sembari menatap mata Lily
Lily termenung mempertimbangkan ucapan Rose beberapa hari lalu.Masih terlarut dengan lamunannya, suara bel pintu membuat Lily tersadar, cukup terkejut melihat sosok yang dikenalnya kini berdiri di hadapannya.“Selamat datang, Nyonya!”Wanita berpenampilan modis itu tak lain adalah Selena.Selena membuka kacamata hitam yang dikenakkannya, menatap Lily dengan sorot mata angkuh.“Kau bernama Lily James?”Lily mengulas senyum, menanggapi dengan ramah. “Iya, benar. Aku, Lily James.”Senyum Selena tersungging sinis lalu berkata, “Aku, Selena, ibu dari Emily Greenwood. Teman kelas Dean.”“Hai, Selena! Senang bertemu denganmu!” Lily mencoba bersikap ramah. Entah kenapa dia merasa canggung.“Aku tidak ingin basa-basi”—Selena mengambil selembar undangan dari sekretaris pribadinya, memberikan pada Lily—“aku ingin mengundangmu pada perayaan anniversary-ku. Kuharap kau bisa sempatkan waktu untuk hadir bersama putramu.”Lily tersenyum tipis, mencoba menutupi raut terkejutnya.“Aku bahkan bukan ora
Selena menggeram marah setelah sampai d kantornya.“Berani sekali Jack bertemu wanita lain di belakangku!” geram Selena, merasa tidak terima dengan apa yang dilihatnya tadi.Dua hari terakhir Selena mendapat informasi soal Jack yang menemui seorang wanita. Hingga membuktikan sendiri, Selena awalnya tidak percaya meski Jack selalu bersikap dingin padanya, selama rentang waktu mereka menikah, tidak ada kabar buruk tentang Jack di luar sana bersama wanita lain.Tetapi, setelah mencari tahu lebih lanjut—diketahui Jack sering bertemu dengan Lily.“Kau sudah mendapatkan informasi detail tentang wanita itu?” tanyanya pada sang sekretaris yang baru saja memasuki ruangannya.“Sudah, Bu. Ini informasi tentang Lily James,” jawab Laura, nama wanita itu.Selena dengan cepat mengambil tab dari tangan Laura, memastikan itu.Tangan Selena mengudara saat membaca informasi yang terselip soal Dean.“Dia memiliki putra bernama Dean?”“Benar, Bu. Dean satu sekolah dengan Emily.”Kening Selena berkerut, di
Senyum Jack merekah saat membaca pesan Lily. Tanpa berlama-lama, ia berdiri dari duduknya.“Mau ke mana?”“Mau menemui Lily!”Arios terdiam, ia menghela napas berat menatap punggung Jack yang sudah menjauh dari pandangan.“Beruntung aku masih sebatas mengagumi, bisa hilang kepalaku jika benar-benar jatuh cinta pada wanitanya!” Arios bergidik sendiri mengatakan itu.Mobil yang dikemudikan Jack baru saja melewati gerbang. Ia dengan penuh antusias tak sabar menemui Lily.Sementara Lily sudah menuju ke taman yang tak jauh dari tempat tinggalnya, menunggu Jack di sana.Tak butuh waktu lama bagi Jack, ia sudah menepikan mobil di bahu jalan.Sambil merapikan pakaiannya, senyum Jack terukir lebar seiring langkah kaki menemui Lily yang duduk di bawah pohon rindang.“Maaf lama menunggu!” kata Jack sambil tersenyum.Lily membalikkan badan, tak ada ekspresi, hanya sorot mata dingin yang menyambut lelaki itu.“Apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Jack tak sabar.Lily menatap marah. “Apa kau mau ter
Arios memasuki ruang kerja Jack setelah sebelumnya ia menyusul ke perusahaan lelaki itu.“Jelaskan padaku dan jangan melewatkan apapun!” tuntut Arios dengan wajah seriusnya.Jack mendongak, menatap Arios dengan sorot mata dingin. “Kau lupa siapa aku?”“Aku tahu kau siapa. Maka itu aku ingin penjelasan yang masuk akal.”Jack mendorong punggungnya pada sandaran kursi. “Lily wanita yang aku ceritakan padamu. Wanita yang mengalihkan seluruh duniaku padanya.”Arios mengembuskan napas pelan, merasa cukup frustasi mendengar itu.“Maaf. Aku sungguh tidak tahu jika Lily adalah wanita yang ingin kamu temukan sejak lama. Kau bahkan tidak pernah menunjukkan fotonya.”“Karena satu-satunya ponselku yang menyimpan foto Lily terjatuh saat aku mengejar si brengsek Edgar itu. Mengingat ia berhasil lolos kala itu membuatku ingin sekali menemukannya lalu menghabisi pria itu.”“Lalu, apa yang akan kaulakukan? Apa Selena tahu?”“Selena tidak tahu. Aku tidak akan pernah memberitahukan padanya.”“Kamu tida
Jack menerima panggilan kembali dari Bram, segera ia menjawab dengan cepat.“Bagaimana? Kau menemukannya?”“Anak yang Tuan cari ada di taman kota. Aku melihatnya berada di sana.”“Kerja bagus!”Jack menginjak pedal gas segera menuju ke sana.Tak butuh waktu lama mobil Jack memasuki taman kota. Segera ia menepikan mobilnya lalu turun dari mobil.Mengedarkan pandangan Jack mencari keberadaan Dean. Langkahnya terhenti. Ia menemukannya.Jack berlari cepat ke arahnya dengan perasaan yang lega. Ia sedang duduk di bangku seorang diri.“Dean!”Jack lantas memeluknya dengan erat. Seolah rasa khawatir itu lenyap begitu saja setelah merasakan hangatnya tubuh Dean.Dean yang merasa bingung dengan sikap Jack, menatap diam saat melihat Jack melepaskan pelukannya.“Mengapa kamu membuatku dan ibumu cemas? Apa yang kaulakukan di sini?”“Aku ingin pergi ke toko buku di depan sana, Paman. Tetapi toko buku itu tutup. Makanya aku duduk di sini sebentar. Apa ibu mencariku?”Jack mendesah pelan. “Ibumu sang