POV TANIA
*****"Brakk...!" Suara ranting terjatuh mengenai atap rumah membangunkan aku dari tidur.Aku merenggangkan otot-otot tubuh. Rasanya aneh sekali, tubuhku terasa sakit semua. Sepertinya aku terlalu lama tertidur di depan jendela. Aku berjalan gontai, mengambil gelas yang berada di atas meja. Namun aku terkejut saat mendapati diriku tengah terbaring di kasur bersama Zaki, suamiku."Mas, bangun. Mas Zaki bangun." Aku membangunkan mas Zaki. Namun suamiku tidak bergeming sedikitpun. Berkali-kali aku menyentuh gelas, tangan ini tidak bisa menggenggamnya. "Ada apa dengan diriku." Aku bertanya pada diri sendiri.Aku duduk termenung, mengamati suamiku dan Tania yang di atas kasur. Mereka tidur dengan lelap, bahkan saat ranting terjatuh cukup keraspun, mereka tidak terbangun."Bau masakan itu." Aku mencium bau masakan yang tempo hari selalu tercium saat tengah malam. Mataku melirik jam dindPOV ZAKI.******Ku pandangi wajah Tania yang masih belum sadarkan diri. Terbaring lemas di rumah sakit. Aku hanya mampu berdoa dan memohon kesembuhan untuknya.Siang hari setelah kedua orangtua Tania datang, hatiku semakin tidak nyaman. Abi, marah besar kepadaku. Mereka bilang jika aku tidak bisa menjaga anak satu-satunya itu dengan baik.Perdebatan di antara aku dan orang tua Tania berjalan cukup sengit. Aku yang tidak terima jika Tania akan di bawa kembali ke Jakarta, mengamuk dan melempar benda-benda yang ada di sekitarku.Datuak dan Apak menangkan diriku, aku membabi buta menyerang siapa saja di tempat itu. Pikiranku tidak terkendali, mataku hanya tertuju pada sosok Tania. Aku mendekat ke arahnya, ingin sekali mencabut selang infusnya, tidak lama aku mendapat pukulan keras di pipi sebelah kiri.Abi, marah besar kala itu. Bahakan Abi menyuruh aku untuk menceraikan Tania. Aku seperti orang yang kebingungan,
POV ZAKI.*****Aku yakin sekali jika semua kejadian yang menimpa Tania, ada kaitannya dengan Putri. Sebab, sebelum kejadian itu. Aku melihat Putri sibuk dengan tempat sampah yang berada di dapur. Saat ku tanyai dia hanya bilang akan membuang sampah.Aku melarangnya karena pada saat itu sudah tengah malam, dan juga ada bekas Tania yang sedang datang bulan. "Besok saja, biar Tania yang membuang. Biyasanya sampah-sapah itu di bakarnya.""Tidak apa-apa Bang. Biar aku saja." Aku yang percaya, membiarkan dia begitu saja."Zaki kau benar-benar bodoh. Bodoh..!" Aku memarahi diri sendiri. Berkali-kali aku memukuli kepala. Siapa tau dengan begitu, aku bisa sedikit pintar.******Aku berjalan menghampiri Putri yang sudah lama menunggu di ruang tamu. "Abang...!" Wanita itu memeluk erat pingangku dari belakang."Abang pasti sudah lapar kan?" Dengan manja dia membelai dadaku.
POV ZAKI.*******Ke esokan paginya aku mendatangi rumah Nek Imah. Lalu aku menceritakan semua kejadia kemarin malam kepada Nek Imah, tidak lupa ku berikan air yang ku bawa kepadanya.Nek Imah, merapalkan doa-doa setelah itu meniupkannya ke dalam botol yang berisi air. Asap tebal mengebul dari dalam botol, air yang tadinya jernih kini berubah menjadi merah pekat seperti darah.Botol itu terguncang sangat keras, lalu muncul gelembung seperti air yang mendidih. "Menyingkir Zak." Nek Imah, menyuruhku untuk menjauh."Drakk...!" Botol itu terbelah menjadi dua bagian."Apa yang terjadi Nek.""Itu buhul sihir yang di masukan kedalam air.""Hah. Buhul sihir?""Air itulah penyebab Tania keguguran. Jin itu masuk kerahim Tania melalui air, lalu mengoyak jabang bayi yang ada di dalamnya.""Apa! Jadi selama ini, aku di tipu
POV ZAKI.********"Parjo...!" Apak berlari menuju tubuh Parjo yang terkapar. "Ini benar Parjo, tapi bukankah dia sudah meninggal sejak 25 tahun yang lalu?" Semua mata melihat ke arah Apak."Kau mengenalnya?" Datuak menayai Apak."Iya Bang, dia dulu kerja sama Aku. Tapi dia sudah mati bunuh diri, karena di tinggal pergih Istrinya. Tapi kini kebun itu sudah aku jual sama orang yang mengaku suruhan anak Parjo.""Ta-tapi Datuk, Dukun Parjo sudah lama tinggal dan membuka praktek sihir di kampung ini." Salah seorang warga bicara."Apa mungkin kau salah orang.?""Tidak Bang, aku masih ingat betul wajahnya. Ini benar Parjo yang mati gantung diri itu.""Benar yang di katan oleh Penghulu. Dia adalah Parjo yang kalian urus jasadnya waktu itu." Malin melangkah dengan tangan terborgol. Semua orang terlihat pucat."Bagai mana mungkin, orang m
POV TANIA.******Telapak tanganku masih terasa dingin, sama seperti tadi ketika aku berbaris melingkar dan mengelilingi sesuatu yang kasap mata, aku tidak tau apa yang menggenggam tanganku. Aku hanya merasakan sesuatu yang lembut dan sejuk seperti angin malam yang datang setelah hujan.Tidak lama setelah itu bunyi gemuruh terdengar, sesuatu menyembul dari bawah akar pohon yang besar. Tubuhku terombang ambing karena tanah yang kupijak bergetar. Angin kencang berputar-putar di atas gundukan yang muncul itu.Aku memejamkan mata karena takut, telingaku mendengarkan Nek Imah yang sedang berbicara. Aku tidak tau pasti dengan siapa dia berbicara, namun terdengar samar-samar Nek Imah memanggil nama seseorang.Angin mulai reda, getaran di tanahpun sudah berhenti. Aku membuka mata melihat Gua yang kala itu pernah aku lihat. Aku mengikuti Nek Imah dari belakang, mencari jasad Bu Sri yang tidak mampu aku tolong pada malam kejad
POV TANIA.*****Angin sepoi-sepoi membangunkan aku dari tidur malam ini. Aku membolak balikan tubuh karena mata tidak mau kembali terpejam."Tiik..! "Tikk..! "Tiik...! Suara jam dinding, semakin mengganggu.Aku berdiri, lalu duduk di tepi jendela. Sesekali melihat layar dari benda pipih yang berada di atas meja. Aku mulai bosan karena merenung tidak jelas dengan pikiran yang tidak karuan."Brak..!" "Brakk...!" Suara pintu yang terdorong oleh angin.Terdengar suara gaduh dari kamar belakang. Aku hanya berpikir jika itu hanyalah kucing liar, yang masuk ke dalam rumah untuk mencari sisa-sisa makanan.Suara erangan terdengar lirih, pikiranku mulai tertuju kepada Nek Imah yang tidur di kamar belakang. "Mas, bangun." Aku mencoba membangunkan Zaki yang masih terbalut selimut."Emm..!" Sambil membetulkan slimut dan kembali tidur. Aku memberanikan diri untuk melihat keadan di luar tanpa Zaki."Klek."
POV AUTHOR.*******Baru beberapa langkah Zaki dan Tania berjalan, Putri sudah menunggu dan menghadang mereka berdua. Kini wujudnya benar-benar terlihat menyeramkan. Rambut awut-awutan dengan kuku panjang dan tubuhnya yang berbulu kasar, ekor panjangnya bergerak liar kesana kemari."Jika aku tidak bisa memiliki dirimu. Maka orang lainpun tidak boleh memiliki mu Zaki." Mata Tania terbelalak mendengar ucapan Wanita itu.Putri berlari sangat cepat, tangan dengan kuku panjang itu langsung mencengkeram leher Zaki. Untung saja Zaki bisa melepaskan tangan Putri dari lehernya.Tangan Zaki mengepal, dengan cepat dan tepat dia melemparkan bodem mentah ke pipi kiri istri gaibnya itu. Terlihat wajah Putri yang meradang, taringnya beradu satu sama lain. Matanya melotot melihat ke arah Zaki."Tania, pergih lah. Cari tempat aman dan sembunyi." Zaki berteriak menyuruh Tania untuk pergih."Aku gak bisa tingalin kamu sendiri melawan wanit
Parjo, lelaki bertubuh kurus, Dia baru saja datang di tanah Minang. Rencanaya dia akan bekerja di sana, untuk merubah nasib menjadi lebih baik.Parjo di ajak temannya yang lebih dulu merantau untuk bekerja di pabrik sawit. Namun Parjo yang hanya tamatatan sekolah dasar itu, tidak di terima di perusahan temannya bekerja.Namun Parjo di terima di bagian lain, iya itu menjadi tukang panen buah sawit. Akan tetapi Parjo yang saat itu belum tau menau tentang sawit. Dia menolak, walapun pihak perusahan menawarkan untuk mengajarinya terlebih dulu.Parjo yang bingung belum mendapatkan pekerjaan, sementara istri dan anaknya sudah menaruh harap kepadanya di kampung halaman. Temanya mencarikan pekerjaan yang lain untuk Parjo.Kebetulan pada saat yang sama Datuak Panjang, juga sedang mencari orang untuk menjaga kebun miliknya. Tanpa pikir panjang Parjopun menerima pekerjan dari Datuak.Melihat Parjo yang rajin, Datuak sangat menyayanginya. Parjo di be
Teriakan Putri membangunkan Orang Pandak yang sedang bersemedi. Mata merahnya membuka tajam. "Putri, anakku." Dia bangkit dari duduknya. Berayun dari satu pohon ke pohon yang lain. Penciumannya dia pertajam untuk mencari keberadaan anaknya itu.Hidungnya terus mengendus, mempertajam indra penciuman. Mata tajam menyala, hatinya merasakan kesedihan yang sulit untuk di gambarkan. Perasaan tidak enak membuat dirinya bertingkah kebingungan.Sesosok mahluk berbulu meringkuk di tengah hamparan kebun sawit. Tubuhnya tidak berdaya lagi untuk berdiri, hanya sanggup untuk menahan dinginnya malam. Rasa sakit di pungungnya menjalar kesemua persendian tulang-tulang.Erangannya semakin kuat, dia merasa sudah tidak sanggup lagi untuk hidup. Benda yang tertancap itu seprti menghisap habis tenaga dan kekuatannya. "Ayah, tolong aku." Lirihnya.Tubuhnya meregang, tangannya melebar. Putri berteriak keras, karena menahan rasanya sekarat. Tubuhnya terus terguncang, rasa
Para tetangga yang berada di sekitar kebun berdatangan, Parjo lalu di turunkan dari jerat tali yang menggantungnya. Tertulis sepucuk surat di atas lantai dari Parjo, dia berharap ada orang yang mau mengurus Arman.Parjo memberitahukan tabungannya yang di amanahkan kepada Datuak Panjang. Dan rencananya uang itu akan di gunakan untuk biyaya pendidikan serta kehidupan sehari-hari Arman.Para tetangga menangis pilu melihat Parjo yang sudah terbujur kaku. Di perkirakan dia meninggal pagi hari setelah pulang dari mengantar Arman sekolah.Parjo di kenal baik oleh tetangga serta teman-temannya yang lain. Orangnya yang sopan dan mudah bergaul, membuatnya banyak teman. Jika ada yang datang meminta bantuan Parjo dengan senang hati menolongnya.Para warga terheran-heran karena tidak adanya Marsria. Warga segera mengurus jenazah Parjo dan segera memandikannya. Tidak lama Datuak Panjangpun datang, setelah mendapat kabar berita kematian Parjo.Datuak me
Parjo, lelaki bertubuh kurus, Dia baru saja datang di tanah Minang. Rencanaya dia akan bekerja di sana, untuk merubah nasib menjadi lebih baik.Parjo di ajak temannya yang lebih dulu merantau untuk bekerja di pabrik sawit. Namun Parjo yang hanya tamatatan sekolah dasar itu, tidak di terima di perusahan temannya bekerja.Namun Parjo di terima di bagian lain, iya itu menjadi tukang panen buah sawit. Akan tetapi Parjo yang saat itu belum tau menau tentang sawit. Dia menolak, walapun pihak perusahan menawarkan untuk mengajarinya terlebih dulu.Parjo yang bingung belum mendapatkan pekerjaan, sementara istri dan anaknya sudah menaruh harap kepadanya di kampung halaman. Temanya mencarikan pekerjaan yang lain untuk Parjo.Kebetulan pada saat yang sama Datuak Panjang, juga sedang mencari orang untuk menjaga kebun miliknya. Tanpa pikir panjang Parjopun menerima pekerjan dari Datuak.Melihat Parjo yang rajin, Datuak sangat menyayanginya. Parjo di be
POV AUTHOR.*******Baru beberapa langkah Zaki dan Tania berjalan, Putri sudah menunggu dan menghadang mereka berdua. Kini wujudnya benar-benar terlihat menyeramkan. Rambut awut-awutan dengan kuku panjang dan tubuhnya yang berbulu kasar, ekor panjangnya bergerak liar kesana kemari."Jika aku tidak bisa memiliki dirimu. Maka orang lainpun tidak boleh memiliki mu Zaki." Mata Tania terbelalak mendengar ucapan Wanita itu.Putri berlari sangat cepat, tangan dengan kuku panjang itu langsung mencengkeram leher Zaki. Untung saja Zaki bisa melepaskan tangan Putri dari lehernya.Tangan Zaki mengepal, dengan cepat dan tepat dia melemparkan bodem mentah ke pipi kiri istri gaibnya itu. Terlihat wajah Putri yang meradang, taringnya beradu satu sama lain. Matanya melotot melihat ke arah Zaki."Tania, pergih lah. Cari tempat aman dan sembunyi." Zaki berteriak menyuruh Tania untuk pergih."Aku gak bisa tingalin kamu sendiri melawan wanit
POV TANIA.*****Angin sepoi-sepoi membangunkan aku dari tidur malam ini. Aku membolak balikan tubuh karena mata tidak mau kembali terpejam."Tiik..! "Tikk..! "Tiik...! Suara jam dinding, semakin mengganggu.Aku berdiri, lalu duduk di tepi jendela. Sesekali melihat layar dari benda pipih yang berada di atas meja. Aku mulai bosan karena merenung tidak jelas dengan pikiran yang tidak karuan."Brak..!" "Brakk...!" Suara pintu yang terdorong oleh angin.Terdengar suara gaduh dari kamar belakang. Aku hanya berpikir jika itu hanyalah kucing liar, yang masuk ke dalam rumah untuk mencari sisa-sisa makanan.Suara erangan terdengar lirih, pikiranku mulai tertuju kepada Nek Imah yang tidur di kamar belakang. "Mas, bangun." Aku mencoba membangunkan Zaki yang masih terbalut selimut."Emm..!" Sambil membetulkan slimut dan kembali tidur. Aku memberanikan diri untuk melihat keadan di luar tanpa Zaki."Klek."
POV TANIA.******Telapak tanganku masih terasa dingin, sama seperti tadi ketika aku berbaris melingkar dan mengelilingi sesuatu yang kasap mata, aku tidak tau apa yang menggenggam tanganku. Aku hanya merasakan sesuatu yang lembut dan sejuk seperti angin malam yang datang setelah hujan.Tidak lama setelah itu bunyi gemuruh terdengar, sesuatu menyembul dari bawah akar pohon yang besar. Tubuhku terombang ambing karena tanah yang kupijak bergetar. Angin kencang berputar-putar di atas gundukan yang muncul itu.Aku memejamkan mata karena takut, telingaku mendengarkan Nek Imah yang sedang berbicara. Aku tidak tau pasti dengan siapa dia berbicara, namun terdengar samar-samar Nek Imah memanggil nama seseorang.Angin mulai reda, getaran di tanahpun sudah berhenti. Aku membuka mata melihat Gua yang kala itu pernah aku lihat. Aku mengikuti Nek Imah dari belakang, mencari jasad Bu Sri yang tidak mampu aku tolong pada malam kejad
POV ZAKI.********"Parjo...!" Apak berlari menuju tubuh Parjo yang terkapar. "Ini benar Parjo, tapi bukankah dia sudah meninggal sejak 25 tahun yang lalu?" Semua mata melihat ke arah Apak."Kau mengenalnya?" Datuak menayai Apak."Iya Bang, dia dulu kerja sama Aku. Tapi dia sudah mati bunuh diri, karena di tinggal pergih Istrinya. Tapi kini kebun itu sudah aku jual sama orang yang mengaku suruhan anak Parjo.""Ta-tapi Datuk, Dukun Parjo sudah lama tinggal dan membuka praktek sihir di kampung ini." Salah seorang warga bicara."Apa mungkin kau salah orang.?""Tidak Bang, aku masih ingat betul wajahnya. Ini benar Parjo yang mati gantung diri itu.""Benar yang di katan oleh Penghulu. Dia adalah Parjo yang kalian urus jasadnya waktu itu." Malin melangkah dengan tangan terborgol. Semua orang terlihat pucat."Bagai mana mungkin, orang m
POV ZAKI.*******Ke esokan paginya aku mendatangi rumah Nek Imah. Lalu aku menceritakan semua kejadia kemarin malam kepada Nek Imah, tidak lupa ku berikan air yang ku bawa kepadanya.Nek Imah, merapalkan doa-doa setelah itu meniupkannya ke dalam botol yang berisi air. Asap tebal mengebul dari dalam botol, air yang tadinya jernih kini berubah menjadi merah pekat seperti darah.Botol itu terguncang sangat keras, lalu muncul gelembung seperti air yang mendidih. "Menyingkir Zak." Nek Imah, menyuruhku untuk menjauh."Drakk...!" Botol itu terbelah menjadi dua bagian."Apa yang terjadi Nek.""Itu buhul sihir yang di masukan kedalam air.""Hah. Buhul sihir?""Air itulah penyebab Tania keguguran. Jin itu masuk kerahim Tania melalui air, lalu mengoyak jabang bayi yang ada di dalamnya.""Apa! Jadi selama ini, aku di tipu
POV ZAKI.*****Aku yakin sekali jika semua kejadian yang menimpa Tania, ada kaitannya dengan Putri. Sebab, sebelum kejadian itu. Aku melihat Putri sibuk dengan tempat sampah yang berada di dapur. Saat ku tanyai dia hanya bilang akan membuang sampah.Aku melarangnya karena pada saat itu sudah tengah malam, dan juga ada bekas Tania yang sedang datang bulan. "Besok saja, biar Tania yang membuang. Biyasanya sampah-sapah itu di bakarnya.""Tidak apa-apa Bang. Biar aku saja." Aku yang percaya, membiarkan dia begitu saja."Zaki kau benar-benar bodoh. Bodoh..!" Aku memarahi diri sendiri. Berkali-kali aku memukuli kepala. Siapa tau dengan begitu, aku bisa sedikit pintar.******Aku berjalan menghampiri Putri yang sudah lama menunggu di ruang tamu. "Abang...!" Wanita itu memeluk erat pingangku dari belakang."Abang pasti sudah lapar kan?" Dengan manja dia membelai dadaku.