Segera aku berlari dan mencari tempat untuk bersembunyi. "Aku mau Herman itu lenyap dari muka bumi ini. Aku tidak ingin melihat lagi wajahnya. Celakai juga Bayu. Dia sudah terlalu banyak mencampuri urusan kita." Sayup-sayup kudengar perbincangan kedua manusia berhati iblis itu."Herman itu sudah tua. Tidak ada gunanya kita mengkotori tangan ini, Ndre. Bentar lagi mati juga dia! Si Bayu saja yang kita habisin," jawab Bogel."Nah, nunggu dia mati entah kapan? Aku gak mau mereka tau semua perbuatanku. Aku gak mau masuk penjara." Lagi-lagi Andre lelaki pengecut itu bersuara. Berbuat dosa tetapi tidak mau bertanggung jawab. Apa bukan pengecut namanya?"Ingat, jangan sampai salah ngasih kamu ya. Dalam minuman Bayu sama Herman. Bukan gelas Winda!" titah Andre berulang-ulang. Yang menjadi pertanyaanku apa yang akan dimasukkan ke dalam minuman aku dan pak Herman? Apa mereka membubuhkan serbuk racun dalam minuman kami berdua?Prang Tidak sengaja kaki ini menyentuh pot bunga yang terbuat dari
"Mas, saya butuh kejelasan. Siapa wanita ini?" tanya Melly penuh emosi saat aku baru pulang bekerja."Bukan siapa-siapa. Kamu dapat darimana sih, foto-foto yang gak bermutu itu!" jawabku seraya menghempaskan bobot tubuhku di ranjang setelah aku lelah seharian karena hampir ketahuan masuk ke ruang meeting saat hendak membuka kabel yang berada di meja pak Herman dan Bayu. Aku ingin membuat seakan-akan itu semua murni kecelakan eh ... mtau-taunya ada seseorang yang telah mengintip perbuatan kami. Entah siapa aku juga belum mengetahuinya."Bukan masalah dapat darimana. Yang saya tanya siapa wanita itu!" Dengan emosi Melly menyodorkan foto aku yang sedang memeluk istri kedua aku. Wanita dua puluh dua tahun yang sudah aku halalkan setahun yang lalu."Mana aku tau. Tanya sama orang yang kirim foto itu. Kok tanya ma aku!" jawabku emosi. "Jadi Mas Andre tidak mengakui jika foto ini foto kamu sendiri. Dasar pengecut!" Teriak Melly dengan suara tinggi. Selama ini belum pernah aku mendengar wani
"Aku akan keluar dari rumah ini. Jadi tidak perlu kalian mengusir. Aku bukan binatang. Cuka satu kalian camkan ya? Suatu hari nanti, kalian semua akan menyesal telah mengusir aku." ujar mas Andre penuh emosi.Sebenarmya aku menyesal telah menunjukkan foto mesra mas Andre dengan wanita lain. Rasa bersalah menghantui diri ini karena telah membuat kehancuran rumah tangga kakakku sendiri. Tapi aku juga kasian melihat kakakku terus saja dibohongin oleh lelaki yang sangat dia cintai selama ini.Belum sempat mas Andre keluar dari pintu utama, tiba-tiba datang tiga orang pria berseragam coklat dan menanyakan keberadaan mas Andre."Assalamualaikum kami dari pihak kepolisian," ujar seorang pria berseragam coklat itu dengan menyerahkan surat pemberitahuan penangkapan."Ada apa ya, Pak?" tanya ibu dengan perasaaan was-was"Kami mencari orang yang bernama Andre. Apakah dia ada di sini?" tanya pria paruh baya berseragam polisi tersebut."Ada. Itu orangnya." Ibu menunjuk ke arah mas Andre yang henda
Hari demi hari berlalu. Hari ini pernikahanku dengan pak Bakri akan diadakan secara meriah. Aku tidak menyangka jika acara pernikahan keduaku akan dihadiri orang penting di negeri ini, mungkin karena pekerjaan pak Bakri sebagai pengusaha sukses di kota ini sehingga mempunyai sahabat atau kenalan orang-orang penting dan ternama."Kamu gugup?" tanya pak Bakri."Tidak, hanya saja aku tidak percaya akan menikah dengan pria asing yang sama sekali tidak pernah aku kenali sebelumnya.""Nanti kamu juga akan terbiasa."Entah kenapa hati ini seperti menyangkal pernikahan ini. Walaupun akad nikah akan dilaksanakan sebentar lagi tetapi entah kenapa aku berharap ditunda bila perlu dibatalkan sekalian."Jangan bergerak!" Seorang lelaki memakai seragam lengkap mengarahkan pistol ke arah pak pak Bakri yang sedang duduk di kursi pelaminan. Sontak semua pengunjung berlarian karena ketakutan. Jantung ini seakan berhenti berdetak. Tidak dapat kubayangkan seandainya peluru itu lepas dari sarangnya dan m
"Naya? Kamu kenapa?" tanya lelaki yang pernah menjadi suamiku itu."Mas ..." aku menghambur kedalam pelukan mas Bayu dan menangis sejadi-jadinya. Hati ini menjadi damai. Aku merasa mas Bayu merupakan orang yang tepat untuk aku berkeluh kesah. Menyampaikan duka yang sedang diri ini alami. Tak ku hiraukan lagi status kami yang sudah menjadi mantan. Berada dalam pelukan mas Bayu membuat aku nyaman."Ada apa, Nay." Dia memegang kedua pundakku dan mengurai pelukannya. Mas Bayu menatapku dengan tatapan iba."Bukankah hari ini hari pernikahanmu?" lanjut mas Bayu lagi membuat tangisku semakin pecah."Dia penipu, Mas. Dia telah membuat malu kami sekeluarga!" ujarku terisak. "Ayo duduk dulu. Ceritakan sama Mas, apa yang terjadi?" ajaknya sembari membimbing tubuh ini untuk duduk dikursi ditaman rumah sakit.Aku menceritakan semua yang terjadi siang tadi. Bagaimana malunya keluarga kami saat calon suamiku diborgol polisi sesaat sebelum akad nikah dimulai."Beruntung aku belum dinikahinya, Mas. K
"Maaf, Kak. Tadi kami singgah dulu untuk membeli perlengkapan ini," jawabku seraya mengangkat kantung plastik."Ya udah kita ke ruangan dulu untuk menanda tangani surat menyuratnya," ajakku pada kak Melly tapi ternyata mas Bayu juga ikut mengekori kami dari belakang."Nay, Kakak disini saja, Kalian saja yang masuk. Kakak gak berani masuk ke dalam," "Ya udah. Biar aku sama Naya saja yang masuk," jawab mas Bayu seraya menggenggam tangan ini untuk masuk ke dalam ruangan dokter.Setelah menanda tangani semua berkas, akhirnya aku sedikit lega. Kami menunggu hasil tindakan dokter di ruang tunggu."Nay, kamu gak ganti baju? Masak dirumah sakit masih memakai baju pernikahan?" ucap mas Bayu dan aku baru menyadari baju yang aku pakai saat pesta pernikahanku tadi bekum aku ganti juga. Begitu juga dengan kak Melly, dia juga masih memakai baju seragam keluarga dengan dengan dandanannya yang cetar membahana."Iya juga. Tadi gak kepikiran mengganti baju. Di pikiranku hanya keselamatan ibu, Mas. Ter
Sebulan sudah, ibu dirawat di rumah sakit dan hari ini beliau sudah bisa pulang. Kami sangat bahagia mendengar saat dokter mengatakan ibu sudah bisa pulang walaupun masih harus kontrol ulang karena ibu belum sembuh total.Hari ini mas Bayu tidak bisa datang ke rumah sakit karena beliau ada meeting dengan dewan direksi dan tidak bisa ditinggalkan.Tapi mas Bayu mengirimkan seorang supir pribadi keluarga yaitu pak Tohir.Jam dua belas siang, pak Tohir sudah datang menjemput kami. "Sudah siap, Bu?" tanya pak Tohir saat sudah berada di kamar tempat ibu menginap."Tunggu sebentar ya, Pak. Saya urus administrasinya dulu," jawabku sembari mengambil dompet dan ketika hendak melangkahkan kaki ini, pak Tohir mencegahnya."Semua administrasi sudah diurus bapak, Bu. Ibu tinggal mengambil obat dan surat kontrol di administrasi ruangan. Bapak tidak bisa datang. Hari ini beliau ada meeting dewan direksi," jelas pak Tohir panjang lebar. Ibu sempat kaget mendengar penuturan pak Tohir. Beliau tidak me
"Kamu yakin tidak ingin rujuk lagi, Nay?" tanya mas Bayu saat kami sedang duduk berdua saja di teras rumah ibu."Menurut Mas bagaimana?" Aku balik bertanya. Padahal hati ini menginginkan bila perlu detik ini juga kami menikah lagi."Manalah Mas tau-tau isi hati kamu, Dek. Mas bukan Tuhan yang bisa mengetahui isi hati kamu. Sekarang Mas minta kamu jujur ajalah. Apa kamu menginginkan kita bersatu lagi?" tanya mas Bayu dan aku jawab dengan anggukan kuat. Aku takut, tiba-tiba lelaki yang masih merajai hati ini berubah pikiran karena melihat wanita yang dicintainya tidak menginginkan rujuk lagi."Pak Herman pasti sangat bahagia melihat kita bersatu lagi, Nay. Beliau selalu saja menanyakan kabar kamu. Semalam beliau mau menjenguk ibu tetapi tiba-tiba ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Mungkin besok dia akan menjenguk ibu. Hmmm ... Dek, menurut kamu ibu sudah berubah belum ya? Hmmm ... maksud aku. Kalau pak Herman dan keluarga kemari diterima gak?""Masak gak diterima sih, Mas. Ada-
Tiga bulan telah berlalu. "Kak, tadi malam pak Bayu melamar kakak untuk menjadi istrinya. Beliau sangat menginginkan kakak menjadi ibu sambung bagi putra semata wayangnya," ujarku pada kakak ipar yang sedang membuat sarapan untuk sekeluarga. "Kamu jawab apa?" tanyanya seraya terus mengaduk nasi diatas penggorengan. "Bayu belum berani membuat keputusan. Semua keputusan Bayu serahkan kepada Kakak. Kan yang menjalani rumah tangga bersama pak Abdi, Kakak. Bukan Bayu," ujarku seraya duduk diatas kursi meja makan Pagi-pagi aku telah bertandang ke rumah mertua untuk menyampaikan berita gembira ini. Menurut aku sih kabar gembira. Karena akhirnya kak Melly dilamar oleh pak Bayu yang merupakan seorang perwira polisi. Setelah rumah kami selesai dibangun, kami bertiga pindah ke rumah baru. Sementara kak Melly dan ibu mertua tetap bertahan di rumah sewa, begitu juga pak Abdi. Jadi mereka tetap bertentangga sampai sekarang. "Kakak tidak mau, Bay. Kakak masih betah menjanda," jawab kak Melly.
Melly"Tante, kenapa tidak mau menikah dengan ayahku. Apa ayahku terlalu jelek sehingga tante tidak mau menjadi istrinya?" tanya Aldo memelas.Bukan aku tidak mau menjadi istri dari pak Abdi. Tapi bagaimana ya? Pak Abdi sendiri tidak pernah membahas masalah itu. Masak aku duluan yang harus nyosor beliau? Dimana harga diri aku sebagai wanita. Walaupun seorang janda aku juga punya harga diri. Tidak mudah obral sana sini."Tante tidak bisa menikah dengan polisi. Tante takut melihat lelaki berseragam coklat. Bisa-bisa Tante pipis di celana karena ketakutan," ujarku berbohong. Pak Abdi hanya melihat sekilas saja, kemudian melempar pandangannya keluar kamar hotel. "Ayah Aldo tidak jahat, Tante. Ayolah Tante menikah dengan ayah Aldo. Kalau tidak mau, Aldo bunuh diri!" Ancam bocah lima tahun itu. Kemudian dia berlari ke luar penginapan. Baru saja sampai penginapan dia sudah banyak drama, padahal capeknya saja belum hilang."Aldo!" Teriak pak Abdi seraya mengejar jagoannya yang hendak menyebe
"Bajingan kamu," teriak Andre. Tangannya memegang sebilah belati dan melempar ke arahku. Bersyukur tidak mengenai tubuh ini karena sempat mengelaknya. "Jangan kau harap akan keluar hidup-hidup dari sini." Ancam mas Andre dengan melancarkan tendangan demi tendangan ke arahku sehingga mengenai perut ini. Bugh Sebuah tendangan mengenai dada membuat tubuh ini limbung dan hampir saja terjatuh jika saja tidak segera aku pegangan ke dinding. Sebelum dia melancarkan kembali aksinya, para aparat keamanan sudah mengepung sehingga membuat dia tidak bisa berkutik lagi. Aku segera mundur dan polisi pun melaksanakan tugasnya. "Bedebah kau, pengkhianat. Kau menjebakku dengan pura-pura menjadi kurir. Dasar bajingan!" Segala sumpah serapah keluar dari mulut busuk mas Andre. Dia sangat sakit hati karena telah dijebak tetapi dia tidak sadar jika perbuatannya dengan menjebak aku dengan Risma lebih sakit lagi. "Kamu tidak kenapa-kenapa kan, Bay?" tanya pak Abdi. Dia bertanya dengan nafas tersengal-s
"Tadi malam wanita yang bernama Sofia menelpon aku. Dia mengancam akan menyebarkan foto bugil kita berdua jika kita tidak jadi menikahi!" ucapan Risma membuat emosiku naik keubun-ubun."Jadi, dalangnya Sofi?" tanyaku dan dijawab dengan anggukan oleh wanita yang telah dijebak denganku dikamar hotel itu."Kamu kenal wanita itu?" tanya Risma takut-takut."Aku gak terlalu kenal sama dia tapi setauku, Sofi sahabat dekat dengan Andre, mantan kakak ipar," beberku. Kurasa ini ada hubungannya dengan Andre. Mungkin juga dia sudah keluar dari tahanan dan pasti sedang merencanakan kehancuran aku dan Naya. Aku tidak akan tinggal diam atas perlakuan mereka itu. Akan kutuntut siapapun dia, walaupun sampai ke lobang semut. Tidak akan kubiarkan mereka bebas menikmati udara segar diluar sana."Tapi kenapa aku yang dijadikan korban disini?" tanya Risma dengan suara serak."Kebetulan saja kamu ada disitu," jawabku dengan tangan mengepal kuat, buku-buku jariku memutih sangking kuatnya. Jika ada Andre di
"Kau harus menikah dengan Bayu." titah Sopia."Kau tau sendiri 'kan. Bayu itu sudah punya anak dan istri. Aku tidak sudi berbagi suami. Aku tidak mau menjadi pelakor dalam rumah tangga orang," tandasku."Sekarang pilihan semuanya kuserahkan padamu. Menikah dengan Bayu dan namamu akan bersih. Video syur kamu akan ku hapus tetapi ... " suara Sopia terputus dan aku merasakan ada yang tidak beres dengan perkataannnya."Tetapi apa." Aku semakin penasaran dengan wanita berhati srigala ini. Yang jelas aku sudah dijebak oleh mereka."Jika kamu menolaknya siap - siap aja kamu menerima hinaan dan cacian karena foto syur kamu dengan Bayu akan aku sebarkan.""Kamu manusia paling jahat berhati iblis.""Hahaha ... sekarang kamu pilih mana. Aku tidak akan memaksamu. Semua ku serahkan kepadamu," ujar Sofia seraya memutuskan panggilannya.Aku harus mengikuti perintah Sofia sebelum foto itu disebar. Diri ini menjadi curiga kenapa bisa aku dan Bayu bisa berada sekamar hotel. Berarti Sofia yang telah mem
"AAAAARRRRGGGGHHHH." Aku menyugar kasar rambut ini. Apa yang telah terjadi tadi malam. Kenapa diri ini bisa berada di kamar hotel bersama wanita? Siapa yang telah membawa aku berdua dengan Risma kemari?Dan ...Wanita ini kenapa tidak menolak saat dibawa ke hotel dan tidur dengan orang yang tidak dikenal sama sekali. Atau ini semua hasil perbuatan Risma? Otakku terus bertanya - tanya.Masih teringat terakhir aku minum jus orange dan aku masih sadar, sesudah itu kepala ini terasa sangat pusing dan tiba - tiba saja pandangan ikut gelap. Hmmm ... apakah ada orang yang sengaja menjebakku dengan menaroh sesuatu dalam minuman?"Aku gak mau tau. Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu terhadap aku.""Risma ... aku gak kenal kamu. Dan aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi tadi malam. Aku yakin kamu telah menjebak aku. Kamu kan yang menaruh obat dalam minumanku?" Tuduhku kepada wanita yang baru kukenal tetapi telah membuat hancur duniaku. Apa yang akan terjadi jika Naya mengetahui
"Bay, aku ke kamar mandi dulu, ya?" pamit Hendra. "Silahkan, Hen." Setelah kepergian Hendra aku sendirian saja duduk dikursi tamu. Tidak ada yang berkeinginan untuk duduk sekedar basa basi saja. Diri ini seperti tersangka yang siap dikuliti hidup-hidup. Tidak enak rasanya seperti ini. Kalau tahu begini jadinya tidak akan aku menghadiri acara ini. Mereka betul - betul telah memperlakukan aku begitu hina didepan khalayak ramai. Tak berapa lama datang seorang wanita muda dan aku betul-betul tidak ingat siapa namanya. Sepertinya dia bukan kalangan pengusaha. Mungkin salah satu istri dari anggota pengusaha. Entahlah. Aku pusing gara-gara Ratih yang sedang meringkuk di jeruji besi. "Bay, aku tau bagaimana serba salahnya kamu. Aku juga tau kamu tidak bersalah dalam masalah ini. Gak usah terlalu kamu pikirkan mereka itu yang bisanya hanya menuduh dan menghakimi orang aja bisa tanpa mau tau kebenarannya." Aku hanya melihat wanita yang sok akrab tersebut tanpa bereaksi apa-apa. Entah kenap
"Dek, Mas berangkat dulu, ya?" Berat rasanya meninggalkan belahan jiwaku. Kenapa rasanya seperti akan meninggalkan mereka dalam waktu yang lama? Aku sangat menyayangi Naya dan Daffa. Bersama merekalah aku bahagia. Naya pandai menghargai aku sebagai seorang suami. Bersamanya aku bisa merasakan menjadi lelaki seutuhnya, lelaki yang mempunyai martabat dan harga diri. "Iya. Hati-hati ya, Mas. Jangan lama-lama pulang. Nanti kami kangen," titah Naya seraya tersenyum. "Iyalah. Sebenarnya Mas sangat malas menghadiri acara itu. Gak ada manfaatnya bagi kita. Makanya mas ajak Adek biar ada alasan nanti jika mau pulang sebelum jam 12.00." "Kalau Adek sih mau-mau aja. Kasian Daffa kena angin malam, Mas!" "Kan gak setiap malam kita bergadang di jalan. Sekali setahun. Yok lah." Ajakku dan tetap saja Kinan menolaknya. "Bukan masalah begadang. Bahaya bawa anak kecil di jalan malam-malam. Jalannya macet, padat merayap. Biasanya banyak kecelakaan. Nauzubillah. Mas hati-hati ya?" pesan Naya seraya
"Mas, jangan lupa besok lusa ada acara temu ramah dan silaturrahim antara pengurus dan anggota Himpunan pengusaha muda di hotel Leon jalan pahlawan, ya!" ujar Naya mengingatkan karena dia sangat tau jika suaminya pelupa. "Adek ikut juga ya." ajakku. "Kalau Adek ikut, bagaimana dengan Daffa? Dia sudah terlalu sering kita tinggal, Mas. Anak itu jadi kurang kasih sayang dari orang tuanya. Takutnya dia tidak dekat sama kita. Malah lebih nurut kepada orang lain daripada orang tuaya sendiri." Alasan Naya ada benarnya juga. "Bukan gitu, Dek. Mas ingin mengenali istri kepada sesama pengusaha muda, Nay? Mereka gak ada yang kenal Adek katanya." "Adek rasa tidak perlu juga adek terlalu dikenali sama kawan Mas. Nanti mereka kepincut pula," seloroh Naya sambil berlalu dan aku hanya bisa tersenyum - senyum sendiri melihat tingkah istriku. "Dek, besok ikut aja ya?" Aku memohon pada Naya untuk tetap menemaniku pada acara temu ramah yang diadakan dihotel menjelang pergantian tahun. Acara puncak d