"Aku miskin, tetapi terhormat. Mungkin saat ini kamu ada uang karena menjadi istri Rasya, ingat kata-kataku ini kalau suatu hari kamu akan hidup di jalanan!"Alana berkacak pinggang menertawakan mantan kekasihnya. Kalau saja dulu, gadis itu tidak akan berpikir panjang untuk meminjami Albian bahkan mungkin enggan menagih, sekarang siatuasi beda ya cerita juga berbeda. Setitik pun tidak ada cinta dalam hati Alana kini."Iya, aku ada karena jadi istrinya Rasya. Kalau jadi istri kamu bisa-bisa melarat di jalanan. Makanya pinjem aja sama Bella, bukan sama mantan. Lagian tumben nggak tahu Bella ada di mana? Mungkin ada mangsa baru karena tahu kamu kere atau dia kerja banting tulang demi biayain hidup kekasih kerenya?"Hati Albian memanas, lalu segera pergi dari sana. Alana tidak tahu apakah lelaki itu langsung pulang atau masih keluyuran mencari pinjaman. Dia menduga Bella lah yang memaksanya untuk mencari uang satu juta, apakah membeli skincare atau baju mahal.Bukankah mereka berdua gaya
"Aduh, jangankan ketemu papa kamu, Sya, denger kabar itu aja aku udah takut duluan. Ya bukan takut, sih, tepatnya insecure. Lagian ya, kalau mama di sini sendirian, bisa-bisa Albian kembali. Kita nggak kan isi hatinya dia?"Alana terus mengusap wajah dan lengannya bergantian seperti seseorang yang baru saja melihat hantu. Sementara Rasya sendiri mendelik kesal, tadi dia menunggu hampir setengah jam, bahkan Alana sudah siap dan kenapa sekarang seakan mundur?Sebelum gadis itu mandi, dia mengangguk mantap untuk bertemu karena mendapat izin. Hati wanita memang mudah berbolak-balik, Rasya bahkan geleng-geleng kepala mengingatnya."Nggak mau ketemu mertuamu kenapa? Mama kan udah ngasih izin, lagian ya kalau emang papanya Rasya nggak suka sama kamu, mau gimana lagi. Datang aja apa adanya, nggak usah pake acara insecure segala. Nggak usah mikirin mama soalnya tadi Rasya bilang kalau pengawalnya bakal berjaga di sini selama kamu pergi," sela Ranti yang sedang menikmati teh hangat di depan tel
Dua minggu telah berlalu dengan beragam kesibukan. Alana rutin ke salon agar terlihat lebih cantik dan sehat sementara Rasya sibuk belajar bisnis bersama ayahnya. Benar saja, hanya butuh waktu empat belas hari di salon mahal, kini Alana padat berisi dan putih bersih bagai bunga merekah indah. Gaun pengantin berwarna merah muda sangat menyatu di tubuhnya. Kalau ada yang melihat Alana saat ini, mungkin dia tidak akan percaya. Selama dua pekan itu pula Alana jarang berada di rumah, lebih menghabiskan waktu di klinik untuk facial wajah atau belanja baju baru bersama ibunya. Resepsi pernikahan mereka dilangsungkan di halaman rumah Rasya yang luas itu. "Sya, kok aku makin deg-degan ya?" Rasya menoleh pada wanita yang duduk di sampingnya. "Kenapa? Santai aja lah, nggak usah tegang begitu. Kita udah nikah, jadi kenapa harus gugup? Apa kamu mikirin malam pertama kita nanti?" "Pelankan suaramu!" tegur Alana dengan suara tertahan. Bagaimana mungkin dia memikirkan malam pertama jika belum ya
"Ini nggak seperti yang Papa pikirkan. Tunggu bentar, ya, Pa. Nanti bakal ada bukti kok kalau aku nggak pernah tidur sama dia, dianya aja yang kegatelan, makanya aku tinggalin.""Sampai kapan papa harus menunggu, Sya? Lihat, rekan kerja papa semuanya menatap penuh tanda tanya. Gimana kalau mereka mem–""Oke, oke." Rasya mendengus kesal, lalu memberi isyarat pada seseorang di ujung sana. Ketika lelaki itu pergi, gelas kembali dipecahkan.Pelakunya adalah Albian, lelaki itu tidak menerima semua hinaan dari Bella. Padahal selama ini Albian sudah berusaha mengabulkan semua keinginan Bella termasuk pakaian yang mereka pakai sekarang.Gaun, tas tangan dan kuku cantik itu hasil usaha dari Albian. Dia bahkan rela melakukan segala cara demi melihat kekasihnya bahagia. Dan kini dia berdiri di antara banyak orang dalam keadaan terhina."Aku ditipu. Rasya bilang akan memaksa orangtuanya supaya kami mendapat restu. Lelaki memang biang kerok, mereka tidak peduli bagaimana hancurnya hati wanita yang
Tepat di depan parkiran, Albian berhasil mencekal tangan Bella kasar. Bagaimana tidak, sejak tadi dia dianggap sebagai lelaki hina yang pengangguran. Hatinya panas mengingat semua sikap memalukan itu.Mereka saling beradu pandang, menatap tajam sebagai luapan amarahnya. "Jadi, kamu nggak cinta sama aku? Kamu masih cinta sama Rasya karena dia kaya? Sebenarnya siapa yang selingkuh, dia atau kamu?!""Ini bukan urusan kamu, Al. Masa lalu aku nggak ada kaitannya sama kamu. Masalah cinta atau nggak itu sekali lagi bukan urusan kamu!""Bukan urusan aku? Sebenarnya hubungan kita ini apa, hah?! Kamu nganggap aku pacar apa bodyguard? Aku emang miskin, Bel, tapi apa pernah aku kasarin atau cuekin permintaan kamu? Tas branded, sepatu mahal, baju bahkan ke salon pun aku yang biayain."Bella mendengus, hal itu semakin menambah amarah dalam hati Albian. "Kapan aku bilang nganggap kamu bodyguard? Oh ya, jadi sekarang kamu mau perhitungan sama aku? Iya?""Gimana nggak perhitungan kalau sikap kamu aja
"Bukan begitu, kalau kamu mau tidur sama aku silakan, tapi kita nggak harus punya anak, Sya. Bagaimana kalau nanti misi kita dianggap selesai, kemudian ingin berpisah? Bagaimana nasib anak-anak?" Mata Alana berkaca-kaca.Alana bukan menganggap Rasya buruk sehingga sulit menerima kenyataan kalau lelaki itu kini mencintainya. Dia hanya takut suatu hari nanti cintanya gagal dan menuai rasa kecewa.Betapa banyak istri yang harus berpisah dari suaminya setelah dikhianati. Betapa banyak anak yang harus hidup tanpa sosok ayah atau pun ibu kandungnya. Alana terlalu takut dengan perpisahan karena dia tahu, sekalipun ada surat nikah, tetap saja ada kemungkinan untuk bercerai."Kalau begitu, kita tidak boleh berpisah. Kamu mengerti?"Alana memejamkan mata berharap ada jawaban, sayang sekali karena jantung itu masih belum bisa berdebar cepat. Bahkan tidak ada desiran dalam hatinya. Alana tidak mencintai Rasya, itu fakta yang kini mengusik pikirannya.Dia menghela napas berat. Entah kenapa hatinya
"Alana?" Rasya kembali mendekati istrinya. Dia mengerti perasaan gadis itu kini, sehingga tidak mau menambah masalah. "Baiklah, kamu mandi dulu biar kita nyusul mama sekalian aku mau ngabarin mama Devita. Oke?"Rasya merasa tidak ada pilihan lain, dia juga memberi isyarat pada mertuanya untuk mengiyakan saja. Dalam keadaan seperti itu, Rasya harus memikirkan diri Alana juga.Untung saja gadis itu setuju, dia kemudian melangkah ke kamar mandi, sementara Rasya mengemasi pakaian. Tangannya berhenti di udara melihat baju pemberian Devita di hari ulang tahunnya. Ada perasaan sedih berkecamuk di dalam dada.Benarkah sekarang Rasya harus menuruti keinginan Alana demi kebahagiaan gadis itu? Entah kenapa, hatinya merasa goyah tentang perasaan yang baru diakuinya tadi malam.Sejak dulu Rasya menduga bahwa mencintai seseorang setelah perkenalan singkat itu palsu, yang ada hanya rasa nyaman atau kagum sesaat. Dia menjadi takut kalau saja perasaannya pada Alana juga bersifat sementara."Lain kali,
Siti dan kawan-kawan seketika saling pandang sambil mengerutkan kening. Alana menduga kalau sebagian dari mereka mungkin saja tidak mengerti maksud pembicaraan Alana. Baiklah, sepertinya memang harus sedikit tegas dan gamblang."Itu loh buat tetangga yang suka bicara nggak jelas, julid, suka ngefitnah orang. Barangkali mulutnya kotor penuh sampah, jadi mau dibawa ke salon. Abis tetangga suami semuanya mata duitan," lanjut Alana lagi dengan nada menyindir dan menekan suara pada kalimat 'mata duitan'."Untung tetangga kamu nggak gitu ya, Na? Makanya aku nggak segan berbagi ke mereka termasuk Bu Leha, Bu Siti ... karena mereka paling baik sih menurut aku." Rasya menambahkan dengan senyum palsunya.Salah satu dari mereka menyikut lengan Siti, lalu bertepuk tangan tanpa suara. Dia memberi apresiasi atas pengakuan palsu Rasya yang sebenarnya menertawakan dalam hati.Siti sendiri tidak terlihat tersinggung, wajahnya dihiasi senyum yang mengambang sempurna. Uang satu juta di tangannya dia tat
Selesai mandi sore, Alana memilih mengurung diri dalam kamar bersama putra kesayangannya karena Ali sedang terlelap. Merasa jenuh, akhirnya dia membuka aplikasi sosial media. Mulai dari Instag-ram, Face-book hingga aplikasi hijau yang dikenal dengan sebutan Whats-App.Alana membuka story teman-temannya. Mereka memang masih saling menyimpan kontak, tetapi tidak pernah bertukar pesan selain menonton story masing-masing. Terutama Alana yang memang tidak mau mempublish masalahnya ke media sosial.Menyebar masalah ke sosial media bagi Alana itu buruk. Selain mengundang gibah, beberapa dari mereka juga bertanya bukan karena peduli atau ingin memberi solusi melainkan kepo saja. Lagi pula, masalah rumah tangga itu hal privasi.Alana menekan layar ponselnya ketika tiba di story Whats-App milik Rasya. Ada foto mereka berdua di sana dengan caption 'Bidadari Surgaku' yang disertai emotikon love dan bunga mawar merah."Lah, ini bener?" tanya Alana menatap tidak percaya.Entah kenapa, tiba-tiba hat
"Sepertinya, aku harus pergi lagi sebelum perasaan ini tumbuh sangat dalam dan untuk itu aku butuh kamu," jawab Shaka dengan perasaan sedih.Hasna terdiam beberapa saat, kemudian melirik ke kanan dan kiri. Sayang sekali karena tidak ada pembeli agar dia bisa menghindari Shaka.Jujur saja, dia belum bisa membuka hati untuk orang baru. Memang benar kalau saat ini Hasna butuh seseorang untuk menemaninya menjalani hidup. Dia bosan menumpang pada Siti karena selalu dijadikan kambing hitam, dituduh dalang dari setiap masalah yang ada.Hidupnya kacau balau, terkadang Hasna ingin menyerah jika saja iman tidak ada dalam dada. Hasna mendesah kesal, entah mengapa. Saat kembali menatap Shaka, ada rasa iba dalam dirinya. Lelaki itu setengah mati berjuang melupakan Zanna, haruskah dia mengorbankan perasaan sendiri demi membantunya kembali ke hakikat diri?Berat. Hasna rasa tidak mudah mengubah pendirian seseorang. Apalagi sosok seperti Shaka yang setahu Hasna sudah lama alpa dari perintah Tuhan yak
I lay my love on youIt's all I wanna doEvery time I breathe I feel brand newYou opened up my heartShow me all your love and walk right throughAs I lay my love on you....Shaka sengaja mendengarkan lagu romansa dari Westlife sebagai gambaran perasaannya saat ini. Memang benar bahwa Alana lah yang membuka hatinya untuk tidak larut mencintai Zanna yang telah tiada. Sayang sekali, dia tidak bisa memiliki wanita itu.Mencintai seseorang yang sudah menikah dan suaminya adalah adik sendiri itu menyakitkan. Shaka diam-diam menghela napas berat tanpa memudarkan senyum di bibirnya. Dia ingin menikmati kesempatan itu dengan bahagia."Andai saja aku pulang lebih cepat dan ketemu sama kamu, aku yakin kita akan menjadi pasangan romantis. Aku nggak bakal ngebiarin Rasya buat nikahin kamu karena kesempatan itu nggak datang dua kali.""Andai saja kita bisa kembali ke masa lalu," gumam Alana membuang pandangan ke arah samping."Bahkan kamu lebih menginginkan aku daripada Rasya. Jelas sekali karen
Sesampainya di rumah, Ranti langsung menemui menantunya yang sedang duduk di samping ayunan Ali sambil menonton YouTube. Melihat kesedihan di wajahnya membuat wanita tua itu mengurungkan niat, kemudian menyerahkan ponselnya pada sang anak."Tadi mama sempat rekam pembicaraan kita di rumah Siti. Kamu kasih sama Rasya sebagai bukti, mama mau balik ke rumah dulu," bisik Ranti, lantas melangkah cepat meninggalkan Alana.Wanita itu melipat bibir. Jujur saja, dia sedikit kesal pada tingkah suaminya yang sangat mudah termakan omongan tetangga. Padahal, dia sudah tahu bagaimana perangai Siti selama ini. Lulusan sarjana, tetapi begitu mudah dikelabui.Alana tidak habis pikir, hatinya pun masih menyimpan perih setelah mendapat tamparan tadi. Kalau saja bukan mau bersikap dewasa, dia pasti sudah balas menampar Rasya. Ah, pikirannya kalut. Kini, pandangan mereka bertemu ... masih terlihat binar cinta di kedua matanya."Dengerin sendiri!" Alana meletakkan ponsel ibunya, kemudian ikut duduk di deka
Rasya tentu tidak mau kalah, dengan cepat dia menyusul Alana ke kamar, kemudian membawanya ke tempat semula dengan sedikit paksaan. Dia bisa saja melanjutkan perdebatan itu dalam kamar, tetapi Ali tidak boleh ditinggal sendirian.Kembali, Rasya membuang napas berat. Ada perasaan sedih dalam hatinya karena dia percaya pada apa yang Siti katakan. Mengingat Shaka pernah menganggap Alana adalah Zanna, maka tidak menutup kemungkinan apa yang diadukan Siti benar adanya dan Alana sedang mencoba untuk lari dari masalah.Apa gunanya bertanya pada Ranti jika dia akan membela anaknya sendiri karena takut kalau Alana menjadi janda di usia muda apalagi pernikahan mereka belum terlalu lama ditambah Ali masih kecil. Memikirkan itu semua semakin menambah pikiran Rasya saja."Kalau kamu nggak percaya, ya sudah.""Hari itu saja aku lihat kamu dipeluk sama Shaka padahal ada banyak pelayan di rumah. Sementara tadi, hanya ada kalian. Setan selalu hadir sebagai orang ketiga saat ada yang berduaan. Okelah a
"Bu Siti tahu dari mana kalau Alana romantis-romantisan?"Siti mengibaskan kipasnya, padahal cuaca biasa saja. "Ya aku lihat sendiri lah. Tahu sendiri kan kalau Hasna kerja di warung mertua kamu, sebagai tante yang baik untuk Hasna dan tetangga baik buat kalian, jadinya beli nasi uduk ke sana. Eh, sebelum kesampean malah liat laki-laki lagi gendong Ali, terus Alana malah senyum-senyum tidak jelas. Agak lama sih posisi mereka kayak gitu, sesekali Alana bercandain Ali. Pokoknya aku nggak bisa gambarin secara gamblang, intinya mereka romantisan. Mungkin karena Hasna sama mertua kamu lagi keluar jadi mereka mikirnya dunia cuma milik berdua. Iya, toh?"Mendengar itu semakin menambah amarah di hati Rasya. Kedua matanya berubah merah, rahang pun mengetat sempurna. Bagaimana mungkin Alana bersikap romantis pada lelaki lain?Satu hal yang membuat Rasya bingung. Dia belum bisa menebak siapa lelaki yang berhasil merebut posisinya. Sejak dulu Rasya sudah berpesan agar Alana tidak pernah tersenyum
Hari kedua Shaka bekerja, dia ternyata sosok yang rajin. Datang lima menit lebih cepat dan pulang lebih lambat karena membantu Ranti membereskan warung terlebih dahulu.Sebenarnya Ranti masih sungkan mempekerjakan saudara menantunya, tetapi dia terus mendesak. Sudah berulang kali Ranti memintanya pulang ke rumah atau bekerja di kantor, Shaka tidak pernah mengindahkannya.Sekarang, jam sudah mendekati pukul tiga sore dan Shaka belum juga kembali sejak empat jam yang lalu. Ada rasa khawatir yang menyelimuti jiwa Ranti dan juga Hasna karena makanan-makanan itu diantar tidak terlalu jauh dari rumah dan jumlahnya pun tidak banyak.Dalam waktu normal, Ranti memperkirakan Shaka sudah tiba di rumah sejak setengah jam yang lalu. Entahlah, dia mendesah ingin putus asa terutama ketika Hasna mengatakan kalau nomor telepon Shaka tidak aktif. Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja?"Kalau Shaka kenapa-napa?""Hust!" Ranti menempelkan jari telunjuknya di bibir Hasna beberapa detik, kemudian melanjutkan
Hari sabtu, hari yang biasanya Alana nantikan karena Rasya tidak harus berangkat ke kantor. Bagaimana dengan sekarang? Mungkin sedikit sulit karena sudah beberapa hari ini tidak ada canda dan tawa di antara keduanya.Rasya hanya akan berbicara pada Alana ketika ada sesuatu yang penting, begitu juga sebaliknya. Alana bukan tidak mau meraih rida suami, tetapi Rasya yang terlihat menghindari.Tepatnya karena merasa bersalah. Entah kenapa lelaki itu sangat sulit mengurai kata maaf di hadapan Alana. Rasa bersalah yang terlalu dalam, mungkin. Sekarang pun dia sengaja berlama-lama di kamar mandi karena khawatir berpapasan dengan Alana.Sementara Alana sendiri melipat pakaian yang dia cuci kemarin karena Ali terlelap di dalam ayunan. Untung saja pangeran mereka tidak lagi rewel, mungkin saja berusaha mengerti keadaan orangtuanya.Jam sudah menunjuk angka delapan, Ranti yang berada di penjualan terlihat penat. Dia pun memilih duduk sebentar karena tadi malam harus begadang setelah menerima pes
"Tidak mungkin, Na. Aku nggak yakin ada yang suka sama aku. Kamu tahu sendiri aku nggak ada kelebihan selain jago jualan." Hasna tertawa renyah, kemudian melanjutkan, "sulit. Aku harap tidak ada."Alana tersenyum hangat. Kalau dia jadi Hasna, mungkin akan merasakan hal yang sama pula. Hidup di perantauan bersama seorang tante yang sangat cerewet dan senang memfitnah orang itu tidak menyenangkan, hari-hari berlalu pasti dipenuhi dengan tekanan yang membebani pikiran apalagi jika dijadikan babu karena hidup menumpang.Sebenarnya bukan menumpang semata, Hasna juga menyisihkan gajinya untuk membeli beras atau lauk, tetapi tetap saja Siti menganggapnya beban dan kalau suatu hari nanti ada yang berniat baik, tentu merupakan berita baik.Ada satu masalah, Hasna tidak akan semudah itu mendapat restu. Dia yang kini hidup jauh dari kota kelahirannya memaksa diri untuk tetap tenang, sabar dan selalu semangat dalam keadaan apa pun. Hasna sebenarnya sangat butuh dukungan dari keluarga, hanya takdi