Siti dan Leha saling pandang, kemudian menertawakan Rasya yang membela Alana. Mereka berdua mengira dia adalah lelaki paling bodoh di dunia ini karena mau menikahi gadis hamil serta selalu merepotkannya.Karena kesal terus ditantang, akhirnya Leha menyikut lengan Siti meminta agar terus melawan. Mereka sudah lama bekerjasama dalam menggibah orang lain, jadi Siti mengerti kode-kode itu. Dia maju selangkah sambil berkacak pinggang menunjukkan keberaniannya."Nggak usah sembunyikan aib itu, Sya. Kita semua tahu kok meskipun nggak ada bukti Test Pack misalnya, tetapi selain darah yang aku lihat kemarin, Albian juga mengakui kehamilan Alana. Jadi bagaimana, apa sekarang kamu masih bisa mengelak?"Suara Siti terlalu nyaring sehingga memancing tetangga lainnya untuk ikut menguping. Rasya diam sesaat, tetapi itu tidak berarti mengalah dan mengakuinya. Lagi pula, dia memiliki banyak uang, apa yang harus dia takutkan?Rasya hanya takut apabila kabar pernikahannya sampai ke orangtuanya karena ak
"Pengantin baru mestinya tahu walaupun nggak dijelasin," jawab Rasya akhirnya setelah beberapa detik memutar otak mencari alasan. Ranti hanya menanggapi dengan tawa. Bukan karena dia malas memberi komentar, tetapi terlalu banyak tanya yang mengusik pikirannya. Dia selalu memilih diam ketika ingin marah untuk menghindari penyesalan di ujung waktu. Wanita tua itu melangkah keluar kamar mencari ketenangan, berusaha mengalihkan fokusnya dengan menonton televisi. Tentu hal yang saat ini mengusik pikirannya adalah Alana. Apakah anak gadisnya akan selalu bahagia bersama Rasya sehingga melupakan dendam kesumat di dalam hatinya? Bagaimana jika waktu terus berlalu, tetapi dendam itu terus tumbuh dan justru menghancurkan hati Alana. Ranti tahu bahwa anaknya tidak sekuat yang mereka pikir, dia adalah gadis cengeng dan mudah tertekan batinnya. "Rasya, hentikan!" teriak Alana dari dalam kamar menyusul tawa lepas Rasya. Ranti diam-diam menoleh pada pintu kamar yang setengah terbuka itu. Entah ke
"Maksud kamu apa ngomong kayak gitu?"Bella tertawa kecil melihat mantan kekasihnya yang seolah tidak menerima fakta itu. "Alana menjual diri sama Albian. Jadi, dia ngemis cinta sama kasih sayang Al dengan merelakan tubuhnya. Aku sih kasihan ya, kok bisa ada gadis yang mengatasnamakan cinta sampai meloroti harga dirinya?""Oh, jadi Alana ngemis cinta sampai rela ngejual diri?""That's true, kamu benar sekali. Ini bukan aku yang bilang loh ya, tetapi Albian. Tahu sendiri kan kalau laki-laki nggak pernah malu ngakuin hal tabu kek gitu. Jadi ceritanya Alana ini sering nyuruh bahkan maksa Albian datang kalau dia lagi sendiri di rumah. Nah, kalau mereka sudah berdua nih, Alana ngegoda dengan cara ngajakin Al masuk kamar sambil buka baju. Coba deh kamu pikir, Sya, laki-laki mana yang nggak kegoda dalam posisi seperti itu? Jadi, kehamilan Alana itu sama sekali bukan salah Al karena dia sendiri terpaksa. Lucu yah, biasanya cewe-cewe yang diperkosa ini malah sebaliknya.""Kamu nggak malu ngefi
"Nggak usah teriak gitu, Bel. Kamu nggak malu kedengaran sama orang lain?""Alana, tersenyumlah selagi kamu bisa, tetapi ingat kalau aku nggak bakal tinggal diam. Kamu istrinya Rasya, kan? Okey, tunggu saja!" Kalimat ancaman itu keluar di antara gigi Bella yang saling mengatup, kemudian beralih menatap Rasya. "Dan kamu, Sya. Aku emang nggak nemenin kamu dari nol, tetapi kita berjuang bersama selama ini. Kamu kaya, tetapi siapa yang membuatmu jadi lelaki mandiri? Aku sudah berjuang, melawan banyak rintangan dalam hubungan kita, tetapi yang aku dapat hanya sebuah pengkhianatan. Aku melakukan segalanya demi kamu, menghabiskan waktuku hanya untuk kamu bahkan rela masak kalau kamu lagi badmood sama pembantu. Sekarang kamu ninggalin aku demi gadis ini?!""Kamu ngigau, ya? Udah deh mending kamu pulang. Intinya aku nggak ninggalin siapa-siapa demi Alana, jangan sampe gara-gara kamu dia jadi ragu sama aku ya. Pulang sana!" usir Rasya kasar sampai mendorong gadis itu hingga melewati pintu.Dia
Bab 42Sudah dua hari berlalu, tetapi Rasya masih dengan perasaannya. Dia dilema apakah benar mencintai istrinya atau tidak. Jika hatinya terbuka lagi, itu sesuatu yang salah.Rasya tidak ingin membuka hati dalam waktu dekat, dia harus jauh dari luka. Sekalipun Alana adalah orang setia yang disia-siakan, bukan berarti aman bagi Rasya untuk bisa dianggap penting. Lagi pula dia tidak melihat cinta di mata gadis itu.Selama dua hari ini, mereka jarang bicara. Alana pun tidak pernah melakukan pekerjaan rumah dan menghabiskan waktunya di dalam kamar. Ketika gadis itu duduk sendiri di depan rumah karena merasa bosan dengan suasana kamar, Rasya selalu mengambil kesempatan untuk menemaninya sekalipun tanpa saling bicara.Seperti sekarang. Rasya selalu mencuri pandang pada Alana yang hanya menatap lurus ke depan. Dia bingung harus memulai pembicaraan dari mana, padahal biasanya Alana selalu cerewet. Mungkin benar apa yang dikatakan orang bahwa ketika sang istri memilih diam, maka rumah pun aka
"Jadi benar gadis itu istri kamu?!" Mata Devita melotot sempurna, jelas sekali semburat merah di matanya.Jantung Alana seperti ingin copot kalau saja dia tidak berusaha menguatkan diri dengan terus membatin kalau semua akan baik-baik saja. Sekalipun sedikit ragu, tetapi dia merasa kalau Rasya berdiri untuk membelanya.Terutama di hadapan Bella. Alana tahu kalau Rasya sangat membenci mantan kekasihnya. Jadi untuk membalas dengan luka, bukankah lebih baik mengakui hubungan mereka di hadapan Devita? Alana juga masih berusaha menebak watak asli mertuanya karena Rasya begitu berani menjawab jujur."Sudah kuduga, pasti Bella cerita sama Mama. Tapi Mama perlu tahu kalau Alana itu bukan gadis murahan, Bella menuduhnya seperti itu, kan?" Rasya merangkul bahu Alana, lalu melanjutkan, "dia beda dari gadis lain di luar sana. Sekali lagi, Mama nggak boleh percaya sama semua omongan Bella. Udah tahu dia pasti sakit hati sama pilihanku ini, 'kan? Kami putus karena dia yang selingkuh duluan.""Mau g
Sebelum menjawab pertanyaan itu, Alana merenungi masalah yang dia alami sebelumnya. Pernahkah kalian mendengar sebuah pepatah 'habis manis sepah dibuang'? Selagi masih diperlukan, maka diperlakukan dengan baik. Namun, ketika sudah tidak butuh, dicampakkan begitu saja.Pepatah itu sangat cocok dengan Alana. Kini, dia berkaca pada masa lalu, menyadari terlalu buta akan cinta. Penyesalan, luka dan air mata tiada berarti. Albian melupakan segalanya, lalu menjalin cinta dengan wanita lain.Sekarang dia dihadapkan pada satu pertanyaan tentang cinta. Alana sendiri masih bingung dengan jawabannya, tetapi dia sulit percaya kalau cinta tulus itu benar ada. Bukankah siang pun berganti malam jika sudah waktunya? Maka begitu pula dengan Albian, dia bisa melupakan kekasihnya begitu menemukan mawar yang lebih menawan.Bagi Alana, cinta sama dengan luka dan setelah masalah kemarin, dia sulit membuka hati. Ada perasaan trauma di dalam hatinya sekalipun tahu kalau lelaki yang datang bukan berarti kemba
"Kamu pikir tante Devita itu emang bener baik sama kamu? Aku aja dulu dibenci padahal dari segi mana pun aku jauh lebih unggul, sedangkan kamu, pekerjaan aja nggak punya apalagi uang. Skincare kamu mungkin cuma bedak baby. Jadi, kamu itu cuma mau dimanfaatin!" lanjut Bella lagi.Rupanya gadis sialan itu belum pulang setelah diusir tadi. Padahal jika dia punya malu, tentu tidak akan berani memunculkan batang hidungnya lagi. Hinaan itu, apakah memang benar?"Tante Devita itu licik, seperti anaknya. Kamu harusnya percaya sama aku, kita ini sahabatan dan tentu kamu tahu kalau aku ini sedang berbohong atau tidak. Coba pikir, kenapa aku harus meninggalkan Rasya?""Karena kamu mata duitan, suka caper dan intinya nggak setia. Kamu mandang remeh ketulusan seseorang, kalau tahu dia cinta banget sama kamu, kamu manfaatin. Itu jawabannya!" balas Alana tegas.Dia kesal karena yakin kalau Bella hanya berusaha mengelabuinya. Tentu saja rencana Alana mampu dia baca, tetapi tetap saja dia harus berusa
Selesai mandi sore, Alana memilih mengurung diri dalam kamar bersama putra kesayangannya karena Ali sedang terlelap. Merasa jenuh, akhirnya dia membuka aplikasi sosial media. Mulai dari Instag-ram, Face-book hingga aplikasi hijau yang dikenal dengan sebutan Whats-App.Alana membuka story teman-temannya. Mereka memang masih saling menyimpan kontak, tetapi tidak pernah bertukar pesan selain menonton story masing-masing. Terutama Alana yang memang tidak mau mempublish masalahnya ke media sosial.Menyebar masalah ke sosial media bagi Alana itu buruk. Selain mengundang gibah, beberapa dari mereka juga bertanya bukan karena peduli atau ingin memberi solusi melainkan kepo saja. Lagi pula, masalah rumah tangga itu hal privasi.Alana menekan layar ponselnya ketika tiba di story Whats-App milik Rasya. Ada foto mereka berdua di sana dengan caption 'Bidadari Surgaku' yang disertai emotikon love dan bunga mawar merah."Lah, ini bener?" tanya Alana menatap tidak percaya.Entah kenapa, tiba-tiba hat
"Sepertinya, aku harus pergi lagi sebelum perasaan ini tumbuh sangat dalam dan untuk itu aku butuh kamu," jawab Shaka dengan perasaan sedih.Hasna terdiam beberapa saat, kemudian melirik ke kanan dan kiri. Sayang sekali karena tidak ada pembeli agar dia bisa menghindari Shaka.Jujur saja, dia belum bisa membuka hati untuk orang baru. Memang benar kalau saat ini Hasna butuh seseorang untuk menemaninya menjalani hidup. Dia bosan menumpang pada Siti karena selalu dijadikan kambing hitam, dituduh dalang dari setiap masalah yang ada.Hidupnya kacau balau, terkadang Hasna ingin menyerah jika saja iman tidak ada dalam dada. Hasna mendesah kesal, entah mengapa. Saat kembali menatap Shaka, ada rasa iba dalam dirinya. Lelaki itu setengah mati berjuang melupakan Zanna, haruskah dia mengorbankan perasaan sendiri demi membantunya kembali ke hakikat diri?Berat. Hasna rasa tidak mudah mengubah pendirian seseorang. Apalagi sosok seperti Shaka yang setahu Hasna sudah lama alpa dari perintah Tuhan yak
I lay my love on youIt's all I wanna doEvery time I breathe I feel brand newYou opened up my heartShow me all your love and walk right throughAs I lay my love on you....Shaka sengaja mendengarkan lagu romansa dari Westlife sebagai gambaran perasaannya saat ini. Memang benar bahwa Alana lah yang membuka hatinya untuk tidak larut mencintai Zanna yang telah tiada. Sayang sekali, dia tidak bisa memiliki wanita itu.Mencintai seseorang yang sudah menikah dan suaminya adalah adik sendiri itu menyakitkan. Shaka diam-diam menghela napas berat tanpa memudarkan senyum di bibirnya. Dia ingin menikmati kesempatan itu dengan bahagia."Andai saja aku pulang lebih cepat dan ketemu sama kamu, aku yakin kita akan menjadi pasangan romantis. Aku nggak bakal ngebiarin Rasya buat nikahin kamu karena kesempatan itu nggak datang dua kali.""Andai saja kita bisa kembali ke masa lalu," gumam Alana membuang pandangan ke arah samping."Bahkan kamu lebih menginginkan aku daripada Rasya. Jelas sekali karen
Sesampainya di rumah, Ranti langsung menemui menantunya yang sedang duduk di samping ayunan Ali sambil menonton YouTube. Melihat kesedihan di wajahnya membuat wanita tua itu mengurungkan niat, kemudian menyerahkan ponselnya pada sang anak."Tadi mama sempat rekam pembicaraan kita di rumah Siti. Kamu kasih sama Rasya sebagai bukti, mama mau balik ke rumah dulu," bisik Ranti, lantas melangkah cepat meninggalkan Alana.Wanita itu melipat bibir. Jujur saja, dia sedikit kesal pada tingkah suaminya yang sangat mudah termakan omongan tetangga. Padahal, dia sudah tahu bagaimana perangai Siti selama ini. Lulusan sarjana, tetapi begitu mudah dikelabui.Alana tidak habis pikir, hatinya pun masih menyimpan perih setelah mendapat tamparan tadi. Kalau saja bukan mau bersikap dewasa, dia pasti sudah balas menampar Rasya. Ah, pikirannya kalut. Kini, pandangan mereka bertemu ... masih terlihat binar cinta di kedua matanya."Dengerin sendiri!" Alana meletakkan ponsel ibunya, kemudian ikut duduk di deka
Rasya tentu tidak mau kalah, dengan cepat dia menyusul Alana ke kamar, kemudian membawanya ke tempat semula dengan sedikit paksaan. Dia bisa saja melanjutkan perdebatan itu dalam kamar, tetapi Ali tidak boleh ditinggal sendirian.Kembali, Rasya membuang napas berat. Ada perasaan sedih dalam hatinya karena dia percaya pada apa yang Siti katakan. Mengingat Shaka pernah menganggap Alana adalah Zanna, maka tidak menutup kemungkinan apa yang diadukan Siti benar adanya dan Alana sedang mencoba untuk lari dari masalah.Apa gunanya bertanya pada Ranti jika dia akan membela anaknya sendiri karena takut kalau Alana menjadi janda di usia muda apalagi pernikahan mereka belum terlalu lama ditambah Ali masih kecil. Memikirkan itu semua semakin menambah pikiran Rasya saja."Kalau kamu nggak percaya, ya sudah.""Hari itu saja aku lihat kamu dipeluk sama Shaka padahal ada banyak pelayan di rumah. Sementara tadi, hanya ada kalian. Setan selalu hadir sebagai orang ketiga saat ada yang berduaan. Okelah a
"Bu Siti tahu dari mana kalau Alana romantis-romantisan?"Siti mengibaskan kipasnya, padahal cuaca biasa saja. "Ya aku lihat sendiri lah. Tahu sendiri kan kalau Hasna kerja di warung mertua kamu, sebagai tante yang baik untuk Hasna dan tetangga baik buat kalian, jadinya beli nasi uduk ke sana. Eh, sebelum kesampean malah liat laki-laki lagi gendong Ali, terus Alana malah senyum-senyum tidak jelas. Agak lama sih posisi mereka kayak gitu, sesekali Alana bercandain Ali. Pokoknya aku nggak bisa gambarin secara gamblang, intinya mereka romantisan. Mungkin karena Hasna sama mertua kamu lagi keluar jadi mereka mikirnya dunia cuma milik berdua. Iya, toh?"Mendengar itu semakin menambah amarah di hati Rasya. Kedua matanya berubah merah, rahang pun mengetat sempurna. Bagaimana mungkin Alana bersikap romantis pada lelaki lain?Satu hal yang membuat Rasya bingung. Dia belum bisa menebak siapa lelaki yang berhasil merebut posisinya. Sejak dulu Rasya sudah berpesan agar Alana tidak pernah tersenyum
Hari kedua Shaka bekerja, dia ternyata sosok yang rajin. Datang lima menit lebih cepat dan pulang lebih lambat karena membantu Ranti membereskan warung terlebih dahulu.Sebenarnya Ranti masih sungkan mempekerjakan saudara menantunya, tetapi dia terus mendesak. Sudah berulang kali Ranti memintanya pulang ke rumah atau bekerja di kantor, Shaka tidak pernah mengindahkannya.Sekarang, jam sudah mendekati pukul tiga sore dan Shaka belum juga kembali sejak empat jam yang lalu. Ada rasa khawatir yang menyelimuti jiwa Ranti dan juga Hasna karena makanan-makanan itu diantar tidak terlalu jauh dari rumah dan jumlahnya pun tidak banyak.Dalam waktu normal, Ranti memperkirakan Shaka sudah tiba di rumah sejak setengah jam yang lalu. Entahlah, dia mendesah ingin putus asa terutama ketika Hasna mengatakan kalau nomor telepon Shaka tidak aktif. Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja?"Kalau Shaka kenapa-napa?""Hust!" Ranti menempelkan jari telunjuknya di bibir Hasna beberapa detik, kemudian melanjutkan
Hari sabtu, hari yang biasanya Alana nantikan karena Rasya tidak harus berangkat ke kantor. Bagaimana dengan sekarang? Mungkin sedikit sulit karena sudah beberapa hari ini tidak ada canda dan tawa di antara keduanya.Rasya hanya akan berbicara pada Alana ketika ada sesuatu yang penting, begitu juga sebaliknya. Alana bukan tidak mau meraih rida suami, tetapi Rasya yang terlihat menghindari.Tepatnya karena merasa bersalah. Entah kenapa lelaki itu sangat sulit mengurai kata maaf di hadapan Alana. Rasa bersalah yang terlalu dalam, mungkin. Sekarang pun dia sengaja berlama-lama di kamar mandi karena khawatir berpapasan dengan Alana.Sementara Alana sendiri melipat pakaian yang dia cuci kemarin karena Ali terlelap di dalam ayunan. Untung saja pangeran mereka tidak lagi rewel, mungkin saja berusaha mengerti keadaan orangtuanya.Jam sudah menunjuk angka delapan, Ranti yang berada di penjualan terlihat penat. Dia pun memilih duduk sebentar karena tadi malam harus begadang setelah menerima pes
"Tidak mungkin, Na. Aku nggak yakin ada yang suka sama aku. Kamu tahu sendiri aku nggak ada kelebihan selain jago jualan." Hasna tertawa renyah, kemudian melanjutkan, "sulit. Aku harap tidak ada."Alana tersenyum hangat. Kalau dia jadi Hasna, mungkin akan merasakan hal yang sama pula. Hidup di perantauan bersama seorang tante yang sangat cerewet dan senang memfitnah orang itu tidak menyenangkan, hari-hari berlalu pasti dipenuhi dengan tekanan yang membebani pikiran apalagi jika dijadikan babu karena hidup menumpang.Sebenarnya bukan menumpang semata, Hasna juga menyisihkan gajinya untuk membeli beras atau lauk, tetapi tetap saja Siti menganggapnya beban dan kalau suatu hari nanti ada yang berniat baik, tentu merupakan berita baik.Ada satu masalah, Hasna tidak akan semudah itu mendapat restu. Dia yang kini hidup jauh dari kota kelahirannya memaksa diri untuk tetap tenang, sabar dan selalu semangat dalam keadaan apa pun. Hasna sebenarnya sangat butuh dukungan dari keluarga, hanya takdi