"Bu Siti? Ngapain di sini?" tanya Alana ketika dia melihat ke luar kamar. Albian ternyata masih di sana meskipun posisinya sudah tidak diikat."Astagfirullah, dosa apa aku di masa lalu sampai harus tetanggaan sama kamu, Na. Lihat, saat mamamu lagi sakit, kamu malah bawa dua laki-laki sekaligus ke sini padahal tadi malam juga nggak nyusul ke klinik. Sekarang jawab, kamu sudah masak?""Belum.""Oh my God!" pekik Siti dramatis.Wanita kurus yang selalu terlihat menor itu mendelik kesal pada Albian dan juga Rasya sebelum akhirnya tenggelam di balik pintu kamar Ranti. Dia sengaja datang ke sana membawa makanan agar tahu berita panas lagi.Sementara di luar kamar, Alana mengusir Albian sebelum nenek sihir tadi kembali mengeluarkan bualan atau hinaan yang menyakiti hati. Meskipun sedikit sulit, akhirnya lelaki itu pergi juga. Alana sadar, sebentar lagi dirinya akan menjadi trending topik.Bagaimana tidak, di lingkungan mereka, siapa yang paling sering memberi berita baru dan panas layak dise
"Iya, Ma. Rasya ada di luar, tapi mama jangan salah paham–""Jangan salah paham gimana? Belum kelar masalah sama Albian, sekarang kamu bawa Rasya ke sini. Kamu apa nggak mikir omongan tetangga?" Entah kenapa, Ranti merasa perutnya terasa nyeri. Akan tetapi, dia berusaha menahan agar tidak ketahuan Alana.Bukan tidak mau dirawat anak sendiri, Ranti hanya ingin memberi pelajaran padanya. Dia berharap Alana berhenti dekat dengan lelaki. Meskipun Rasya itu baik, tetap tidak menutup kemungkinan untuk ikut merusak Alana. Bukankah awalnya setan pun termasuk penghuni surga?"Ma, Rasya itu beda. Dia nggak kayak Albian yang .... Hem, intinya Rasya bukan laki-laki busuk, Ma. Percaya sama aku, lagian kami nggak pacaran, cuma kerja sama biar mereka tahu rasanya ditinggalkan dan dibuang.""Mau apa pun alasannya, kamu nggak boleh dekat sama laki-laki!" tegas Ranti mengalihkan pandangannya.Ibu mana yang tidak sakit hati mengetahui anaknya dibuang dalam keadaan hamil sebelum menikah? Ranti kecewa, in
"Oh, jadi kamu mau fitnah aku?" Bella tersenyum pongah. Sekarang dia tahu kalau Alana sedang pura-pura demi menjatuhkan namanya."Fitnah? Kenapa aku harus fitnah kamu? Bel, kita itu sahabat, tetapi apa gunanya kalau kamu aja cuma manfaatin aku? Selama ini aku diam karena sayang sama kamu, ternyata kamu nggak cuma morotin uang aku ... tetapi ngegoda suami aku!"Bella berdiri hendak menampar Alana, untung saja ada pelanggan cafe yang mencoba melerai. Dia memberi nasihat agar Bella hidup lurus ke depannya. Tentu saja gadis itu mengelak semua tuduhan Alana dan apakah mereka percaya? Tidak, sama sekali tidak. Sudah hal lumrah jika pencuri berusaha untuk sembunyi."Aku sebenarnya nggak pengen bahas masalah itu di sini, tapi kelakuan kamu semakin menjadi. Baju aku disiram padahal baru kebeli, tenang aja aku nggak bakal mempermasalahkan ini. Cuma aku tetap kecewa sama kamu, gara-gara aku nagih hutang kamu udah berubah. Kamu jangan mau jadi gadis bodoh yang biayain hidup pacar kamu, Bel!""Sia
Alana berusaha menormalkan degupan dalam dadanya. Dia yakin bisa melawan mereka bertiga. Dengan susah payah, Alana tersenyum angkuh seolah semuanya baik-baik saja. Jika tidak demikian, yakinlah Hesti akan semakin berhasrat untuk menjatuhkannya."Rupanya si Bunting rupanya udah pulang. Mungkin dia ayahnya?" Hesti tertawa kecil sambil mengikis jarak menyusul mereka berdua padahal matahari sore begitu terik, membakar kulit."Kalau bukan dia, siapa lagi, Tan? Enak aja dia mau mengkambinghitamkan Albian. Kalau masih cinta mah nggak mungkin selingkuh," tambah Nia sedikit ketus."Lah, jadi Alana ini selingkuh, toh? Apa jangan-jangan dia selingkuh karena Alana pengen ditidurin, tapi Al nggak mau? Aduh, anak jaman sekarang emang nggak tahu adat ya, Jeng!" Siti bahkan tidak mau kalah.Alana hanya diam, dia mencoba memikirkan kalimat yang pantas untuk mereka bertiga. Dia ingin terlihat berkelas melawan orang yang tidak begitu penting kecuali Alana mendapat serangan. Bukankah tersenyum bisa menam
"Menikah?" Alana memutar badan menghadap ibunya kembali dengan tampang malas. "Dalam keadaan hamil begini, siapa yang mau nerima, Ma?""Mama bilang sudah punya calon, jadi kamu tinggal mengiyakan. Setelah mama sembuh, kita urus pernikahan itu!"Kepala Alana mendadak sakit kepala mendengar pengakuan sang ibu. Gadis itu tidak peduli siapa yang akan menjadi calonnya karena Alana tahu, sulit menemukan lelaki yang mau menerima kekurangannya.Apalagi kalau ternyata dia lelaki tua, berbau tanah dan jelek. Walaupun lelaki itu saudagar paling kaya kalau jelek dan tua, Alana tentu saja menolak. Dia bukan gadis matre, maka dari itu menerima keadaan Albian apa adanya yang ternyata berujung pengkhianatan."Nggak," jawab Alana setelah lama berpikir."Alana!" bentak Ranti balik, meskipun suaranya tertahan, dia tidak boleh kalah sama anak sendiri."Mama, aku nggak mau nikah sama calon mama itu. Aku bakal cari suami sendiri, menikah itu butuh cinta dan kalau menikah karena menyembunyikan kehamilan ini
Tepat pukul delapan pagi, Alana sudah siap berangkat ke kontrakan Bella. Hari ini penampilannya tetap terlihat cantik meskipun memakai celana jeans dengan atasan kaos putih. Tentu saja Alana harus berpakaian seperti itu karena ada kemungkinan mereka berdebat panjang, dia tidak ingin kesulitan melawan hanya karena memakai rok.Pintu baru terbuka sepuluh senti, tetapi Alana harus kembali menoleh ke belakang. Dia melihat ibunya berdiri di pintu kamar, kemudian berusaha mencapai kursi. Alana tetap diam menunggu apa yang akan ibunya sampaikan meskipun sebenarnya dia sangat buru-buru karena sudah janjian dengan orang suruhan Rasya."Kamu mau ke mana?""Keluar sama teman, Ma, sebentar doang." Alana menjawab sedikit malas.Apa dia keterlaluan? Mungkin iya, tetapi ada urusan yang begitu mendesak. Jika saja boleh, Alana sendiri tidak ingin menjadi anak durhaka. Namun, ada masalah yang membuatnya harus membantah. Entahlah, Alana sendiri sebenarnya kasihan pada sang ibu yang harus dia tinggal lag
"Pak Danis silakan duduk dulu!" pinta Ranti ramah pada lelaki yang kini diyakini akan menjadi calon menantu meskipun usia mereka tidak terpaut jauh.Alana menggigit bibir, bagaimana bisa duda dua anak terlihat awet muda seperti itu. Alana mencoba mencari celah, tetapi tetap gagal. Dengan tubuh tinggi atletis, siapa yang akan menyangka kalau ternyata dia seorang duda?"Kamu juga duduk, Na, atau ke dapur buatin Pak Danis minum." Ranti kembali menegur anak gadisnya."Eh, nggak usah repot-repot, Bu Ranti. Kebetulan lagi puasa nazar."Suara lembut itu terdengar indah di telinga Alana. Dia bagai terperangkap di sebuah tempat di mana dia sendiri tidak ingin lepas. Alana semakin yakin kalau Danis adalah sosok lelaki penyayang. Namun, jika dia menikah, apakah masih bisa melanjutkan misi balas dendam atau melupakan segalanya seolah tidak ada luka dalam hati?Alana menggeleng cepat, tindakannya sama sekali tidak boleh dibenarkan. Meskipun Danis tampan sekaligus mapan, tetap saja Alana harus meno
"Nggak usah pura-pura, Bel. Aku tahu akal bulus kamu, jadi katakan apa maumu karena aku nggak punya banyak waktu!"Bella menepuk jidat sendiri, merasa kesal dengan Alana. "Aku nggak pura-pura, Na. Mungkin kamu mengira aku menjebak atau akting? Lihat saja, aku nggak bawa ponsel atau apa pun yang bisa merekam pembicaraan kita. Aku nggak ngajak kamu masuk karena emang rumah lagi berantakan. Sekarang aku harus melakukan apa supaya kamu percaya? Telepon Albian dan minta putus sama dia? Aku bisa melakukannya demi kamu!""Tidak usah." Alana menghela napas panjang, kemudian mengedarkan pandangan ke segala arah. Memang tidak ada cela untuk merekam mereka karena dan jendela rumah Bella pun tertutup rapat. Apa yang dia takutkan sekarang?"Aku juga sadar nggak pantas buat Albian. Ya, percayalah selama ini dia tulus, Na. Mungkin ada alasan lain yang membuat Albian harus pergi selain karena kamu hamil. Dia nggak mungkin ngebuang kamu gitu aja, padahal kalian bisa menikah, bukan? Pikirkan baik-baik,
Selesai mandi sore, Alana memilih mengurung diri dalam kamar bersama putra kesayangannya karena Ali sedang terlelap. Merasa jenuh, akhirnya dia membuka aplikasi sosial media. Mulai dari Instag-ram, Face-book hingga aplikasi hijau yang dikenal dengan sebutan Whats-App.Alana membuka story teman-temannya. Mereka memang masih saling menyimpan kontak, tetapi tidak pernah bertukar pesan selain menonton story masing-masing. Terutama Alana yang memang tidak mau mempublish masalahnya ke media sosial.Menyebar masalah ke sosial media bagi Alana itu buruk. Selain mengundang gibah, beberapa dari mereka juga bertanya bukan karena peduli atau ingin memberi solusi melainkan kepo saja. Lagi pula, masalah rumah tangga itu hal privasi.Alana menekan layar ponselnya ketika tiba di story Whats-App milik Rasya. Ada foto mereka berdua di sana dengan caption 'Bidadari Surgaku' yang disertai emotikon love dan bunga mawar merah."Lah, ini bener?" tanya Alana menatap tidak percaya.Entah kenapa, tiba-tiba hat
"Sepertinya, aku harus pergi lagi sebelum perasaan ini tumbuh sangat dalam dan untuk itu aku butuh kamu," jawab Shaka dengan perasaan sedih.Hasna terdiam beberapa saat, kemudian melirik ke kanan dan kiri. Sayang sekali karena tidak ada pembeli agar dia bisa menghindari Shaka.Jujur saja, dia belum bisa membuka hati untuk orang baru. Memang benar kalau saat ini Hasna butuh seseorang untuk menemaninya menjalani hidup. Dia bosan menumpang pada Siti karena selalu dijadikan kambing hitam, dituduh dalang dari setiap masalah yang ada.Hidupnya kacau balau, terkadang Hasna ingin menyerah jika saja iman tidak ada dalam dada. Hasna mendesah kesal, entah mengapa. Saat kembali menatap Shaka, ada rasa iba dalam dirinya. Lelaki itu setengah mati berjuang melupakan Zanna, haruskah dia mengorbankan perasaan sendiri demi membantunya kembali ke hakikat diri?Berat. Hasna rasa tidak mudah mengubah pendirian seseorang. Apalagi sosok seperti Shaka yang setahu Hasna sudah lama alpa dari perintah Tuhan yak
I lay my love on youIt's all I wanna doEvery time I breathe I feel brand newYou opened up my heartShow me all your love and walk right throughAs I lay my love on you....Shaka sengaja mendengarkan lagu romansa dari Westlife sebagai gambaran perasaannya saat ini. Memang benar bahwa Alana lah yang membuka hatinya untuk tidak larut mencintai Zanna yang telah tiada. Sayang sekali, dia tidak bisa memiliki wanita itu.Mencintai seseorang yang sudah menikah dan suaminya adalah adik sendiri itu menyakitkan. Shaka diam-diam menghela napas berat tanpa memudarkan senyum di bibirnya. Dia ingin menikmati kesempatan itu dengan bahagia."Andai saja aku pulang lebih cepat dan ketemu sama kamu, aku yakin kita akan menjadi pasangan romantis. Aku nggak bakal ngebiarin Rasya buat nikahin kamu karena kesempatan itu nggak datang dua kali.""Andai saja kita bisa kembali ke masa lalu," gumam Alana membuang pandangan ke arah samping."Bahkan kamu lebih menginginkan aku daripada Rasya. Jelas sekali karen
Sesampainya di rumah, Ranti langsung menemui menantunya yang sedang duduk di samping ayunan Ali sambil menonton YouTube. Melihat kesedihan di wajahnya membuat wanita tua itu mengurungkan niat, kemudian menyerahkan ponselnya pada sang anak."Tadi mama sempat rekam pembicaraan kita di rumah Siti. Kamu kasih sama Rasya sebagai bukti, mama mau balik ke rumah dulu," bisik Ranti, lantas melangkah cepat meninggalkan Alana.Wanita itu melipat bibir. Jujur saja, dia sedikit kesal pada tingkah suaminya yang sangat mudah termakan omongan tetangga. Padahal, dia sudah tahu bagaimana perangai Siti selama ini. Lulusan sarjana, tetapi begitu mudah dikelabui.Alana tidak habis pikir, hatinya pun masih menyimpan perih setelah mendapat tamparan tadi. Kalau saja bukan mau bersikap dewasa, dia pasti sudah balas menampar Rasya. Ah, pikirannya kalut. Kini, pandangan mereka bertemu ... masih terlihat binar cinta di kedua matanya."Dengerin sendiri!" Alana meletakkan ponsel ibunya, kemudian ikut duduk di deka
Rasya tentu tidak mau kalah, dengan cepat dia menyusul Alana ke kamar, kemudian membawanya ke tempat semula dengan sedikit paksaan. Dia bisa saja melanjutkan perdebatan itu dalam kamar, tetapi Ali tidak boleh ditinggal sendirian.Kembali, Rasya membuang napas berat. Ada perasaan sedih dalam hatinya karena dia percaya pada apa yang Siti katakan. Mengingat Shaka pernah menganggap Alana adalah Zanna, maka tidak menutup kemungkinan apa yang diadukan Siti benar adanya dan Alana sedang mencoba untuk lari dari masalah.Apa gunanya bertanya pada Ranti jika dia akan membela anaknya sendiri karena takut kalau Alana menjadi janda di usia muda apalagi pernikahan mereka belum terlalu lama ditambah Ali masih kecil. Memikirkan itu semua semakin menambah pikiran Rasya saja."Kalau kamu nggak percaya, ya sudah.""Hari itu saja aku lihat kamu dipeluk sama Shaka padahal ada banyak pelayan di rumah. Sementara tadi, hanya ada kalian. Setan selalu hadir sebagai orang ketiga saat ada yang berduaan. Okelah a
"Bu Siti tahu dari mana kalau Alana romantis-romantisan?"Siti mengibaskan kipasnya, padahal cuaca biasa saja. "Ya aku lihat sendiri lah. Tahu sendiri kan kalau Hasna kerja di warung mertua kamu, sebagai tante yang baik untuk Hasna dan tetangga baik buat kalian, jadinya beli nasi uduk ke sana. Eh, sebelum kesampean malah liat laki-laki lagi gendong Ali, terus Alana malah senyum-senyum tidak jelas. Agak lama sih posisi mereka kayak gitu, sesekali Alana bercandain Ali. Pokoknya aku nggak bisa gambarin secara gamblang, intinya mereka romantisan. Mungkin karena Hasna sama mertua kamu lagi keluar jadi mereka mikirnya dunia cuma milik berdua. Iya, toh?"Mendengar itu semakin menambah amarah di hati Rasya. Kedua matanya berubah merah, rahang pun mengetat sempurna. Bagaimana mungkin Alana bersikap romantis pada lelaki lain?Satu hal yang membuat Rasya bingung. Dia belum bisa menebak siapa lelaki yang berhasil merebut posisinya. Sejak dulu Rasya sudah berpesan agar Alana tidak pernah tersenyum
Hari kedua Shaka bekerja, dia ternyata sosok yang rajin. Datang lima menit lebih cepat dan pulang lebih lambat karena membantu Ranti membereskan warung terlebih dahulu.Sebenarnya Ranti masih sungkan mempekerjakan saudara menantunya, tetapi dia terus mendesak. Sudah berulang kali Ranti memintanya pulang ke rumah atau bekerja di kantor, Shaka tidak pernah mengindahkannya.Sekarang, jam sudah mendekati pukul tiga sore dan Shaka belum juga kembali sejak empat jam yang lalu. Ada rasa khawatir yang menyelimuti jiwa Ranti dan juga Hasna karena makanan-makanan itu diantar tidak terlalu jauh dari rumah dan jumlahnya pun tidak banyak.Dalam waktu normal, Ranti memperkirakan Shaka sudah tiba di rumah sejak setengah jam yang lalu. Entahlah, dia mendesah ingin putus asa terutama ketika Hasna mengatakan kalau nomor telepon Shaka tidak aktif. Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja?"Kalau Shaka kenapa-napa?""Hust!" Ranti menempelkan jari telunjuknya di bibir Hasna beberapa detik, kemudian melanjutkan
Hari sabtu, hari yang biasanya Alana nantikan karena Rasya tidak harus berangkat ke kantor. Bagaimana dengan sekarang? Mungkin sedikit sulit karena sudah beberapa hari ini tidak ada canda dan tawa di antara keduanya.Rasya hanya akan berbicara pada Alana ketika ada sesuatu yang penting, begitu juga sebaliknya. Alana bukan tidak mau meraih rida suami, tetapi Rasya yang terlihat menghindari.Tepatnya karena merasa bersalah. Entah kenapa lelaki itu sangat sulit mengurai kata maaf di hadapan Alana. Rasa bersalah yang terlalu dalam, mungkin. Sekarang pun dia sengaja berlama-lama di kamar mandi karena khawatir berpapasan dengan Alana.Sementara Alana sendiri melipat pakaian yang dia cuci kemarin karena Ali terlelap di dalam ayunan. Untung saja pangeran mereka tidak lagi rewel, mungkin saja berusaha mengerti keadaan orangtuanya.Jam sudah menunjuk angka delapan, Ranti yang berada di penjualan terlihat penat. Dia pun memilih duduk sebentar karena tadi malam harus begadang setelah menerima pes
"Tidak mungkin, Na. Aku nggak yakin ada yang suka sama aku. Kamu tahu sendiri aku nggak ada kelebihan selain jago jualan." Hasna tertawa renyah, kemudian melanjutkan, "sulit. Aku harap tidak ada."Alana tersenyum hangat. Kalau dia jadi Hasna, mungkin akan merasakan hal yang sama pula. Hidup di perantauan bersama seorang tante yang sangat cerewet dan senang memfitnah orang itu tidak menyenangkan, hari-hari berlalu pasti dipenuhi dengan tekanan yang membebani pikiran apalagi jika dijadikan babu karena hidup menumpang.Sebenarnya bukan menumpang semata, Hasna juga menyisihkan gajinya untuk membeli beras atau lauk, tetapi tetap saja Siti menganggapnya beban dan kalau suatu hari nanti ada yang berniat baik, tentu merupakan berita baik.Ada satu masalah, Hasna tidak akan semudah itu mendapat restu. Dia yang kini hidup jauh dari kota kelahirannya memaksa diri untuk tetap tenang, sabar dan selalu semangat dalam keadaan apa pun. Hasna sebenarnya sangat butuh dukungan dari keluarga, hanya takdi