BABY SITTER PLUS-PLUS
Bab 6
"Aku ingin mencari bukti, lagi pula, ini rumahku, memang kamu ada hak ngatur-ngatur majikan?" ejek Mila pada Tini. Dadanya sontak bergemuruh, ingin marah pada saat Mila mengolok-oloknya. Namun, ia tahan karena Tini sadar bahwa ia bukan siapa-siapa.
"Permisi, saya mau masuk," cetus Tini.
Kemudian, Tini pun menghela napas dalam-dalam, ia masuk tanpa menanyakan lagi pada Mila untuk apa masuk ke kamarnya.
Mila pun tersenyum tipis, ia kembali ke kamarnya. Setelah masuk dan merebahkan tubuhnya. Mila pun memikirkan terus menerus hubungan antara Rika, Della dan Tini.
Ia mencoba mencari sosial media milik Rika, kebetulan ia berteman dengannya. Setelah itu, ia cari di pertemanan yang bernama Della dan Tini.
Ada banyak nama yang mirip, akhirnya ia klik satu persatu. Ketika ia klik profil Della, ternyata di wall pribadi ada foto bersama Tini.
Mila mengernyitkan dahinya, penasaran ada apa sebenarnya ini? Apakah mereka ini komplotan?
Jam dinding menunjukkan pukul 00:00. Sudah tengah malam, sepertinya Mila memutuskan untuk memejamkan matanya. Sebab, besok ia harus urus keberangkatannya ke luar kota.
***
Pagi ini, ada senyuman semringah di wajah Hendra. Jelas terlihat bahagia, ia akan bebas kembali bolak-balik ke kamar Tini.Berbeda dengan Mila, ia cemas dan khawatir mengenai hubungan gelap suaminya. Mila mencemaskan harta yang akan disetir oleh Tini. Sebab, ia belum mendapatkan apa yang ia inginkan. Semua masih atas nama Hendra. Belum dipindah alihkan olehnya.
"Kamu bengong?" tanya Hendra ketika melihat istrinya mengelus roti dengan selai coklat hingga belepotan.
"Hah, nggak!" ucapnya terkejut. Tidak lama kemudian, Ayu datang bersama Tini. Ia menyiapkan sarapan anaknya Mila. Namun, Mila melarangnya.
"Kamu bantu Mbok Asih saja!" suruhku. Tini terdiam, belum beranjak dari duduknya yang berada tepat di hadapan Mila.
"Kenapa Mah? Biasanya Kak Tini kan memang sarapan dengan kita?" tanya Ayu, bocah kecil yang ceriwis selalu mencari tahu apa yang ia lihat dan dengar.
Mila memandang wajahnya, betapa kasihannya anak usia Ayu, harus menerima kenyataan bahwa papa dan mamanya bertengkar.
"Nggak apa Ayu, Kakak ke dapur dulu, ya!" ungkap Tini. Kemudian, ia bangkit lalu bergegas ke dapur.
***
Mila bergegas ke kantor, ia tidak bersama suaminya. Sebab, kantor mereka beda arah.Setibanya di kantor, ia pun dikejutkan dengan surat jalan yang ternyata mendadak maju pukul sepuluh pagi.
"Mila, kamu sudah persiapkan baju?" tanya bos PT. Anjani Kosmetik.
"Siap nggak siap, aku sudah siap," jawab Mila sambil tertawa.
Kemudian, ia menghubungi suaminya. Tanpa pulang lagi ia langsung berangkat ke Jawa Tengah.
[Mas, aku langsung berangkat, dimajuin ke luar kotanya.] Pesan yang dikirim Mila pada Hendra. Tidak lama kemudian, suaminya pun membalas.
[Kamu hati-hati, ya.]
Sementara itu, ia juga mengecek CCTV-nya melalui ponsel. Dia cek masih on dan aman terkendali.
Mila sudah tiba di bandara, kali ini ia berangkat pagi pulang malam. Ketika ia pulang nanti, ia akan memberikan surprise untuk suaminya.
Selang 2 jam, Mila sudah tiba di tempat ia akan meeting bersama kliennya. Namun, ketika hendak menaiki taksi online di sana, ia pun menerima panggilan telepon dari Mbok Asih.
"Bu, Mbok mau beri kabar, Pak Hendra pulang dari kantor, katanya sih mau makan siang di rumah, tapi kok setelah makan siang, ia malah ke kamar Tini!" ungkap Mbok Asih.
"Makasih, Mbok," tutup Mila. Kemudian, telepon pun terputus.
Dengan tangan gemetar, ia pun mencoba membuka laptop yang ia bawa. Ada rasa sakit hati tapi lebih mengarah ke emosi. Mila terus mencoba mengelus-elus dadanya.
Kemudian, ia fokus pada laptopnya. Benar ucapan Mbok tadi, ia masuk ke dalam kamar Tini. Mila sesak seketika, air matanya mengalir tanpa terasa. Namun, ia tepis dengan kedua telapak tangannya.
Mila menyaksikan kenyataan pahit di depan laptop, suara dimatikan olehnya, khawatir supir taksi online mendengar ketika suaminya sedang memadu kasih bersama selingkuhannya.
Tak kuat menyaksikan kejadian Itu melalui laptopnya, ia terpaksa tutup lalu memikirkan cara bagaimana bisa ia memindahkan semua aset atas namanya.
Konsentrasi kerja pun buyar ketika ia teringat cara suaminya memperlakukan wanita itu. Sesak yang ia rasakan berubah menjadi api dendam.
***
Mila memutuskan lebih cepat pulang, ia sudah menghubungi bos nya untuk mencarikan penggantinya. Sebab, ia merasakan tidak enak dengan badannya.Kemudian, ia bergegas untuk pulang menemui suaminya. Ingin rasanya ia memaki laki-laki yang bermulut manis di hadapannya.
Setibanya di rumah, mobil Hendra pun sudah tidak ada. Ia sudah bergegas ke kantor. Ada perasaan kesal ketika Mila mengetahui bahwa suaminya telah pergi tanpa ia memergokinya.
"Bu Mila sudah pulang? Katanya ke luar kota!" ucap Tini seperti tanpa dosa. Rambutnya yang basah membuat Mila semakin tak ingin menjawab pertanyaannya.
"Ayu!" teriak Mila.
"Mbok Asih!" teriak Mila kencang.
Mereka berdua menghampiri, kemudian Mila memeluk erat anaknya sambil menangis tersedu-sedu.
"Bu ...." potong Tini dari belakang.
"Ngapain kamu panggil-panggil saya!" sentak Mila.
"Ibu kenapa baru pulang marah-marah? Kalau saya ada salah, maaf ya Bu," ucap Tini membuat Mila semakin kesal. Kemudian, Mila melangkah ke dalam kamar sambil menghentakkan kakinya. Sementara Tini, ia masih belum merasa bersalah atas apa yang telah ia lakukan.
Lalu Mila meraih ponselnya, dan menghubungi Hendra. Ia ingin bertemu sekarang juga.
"Mas, aku ingin ketemu, sekarang!" sentak Mila.
"Loh, kamu bukannya masih di luar kota?" tanyanya.
"Mas, pulang ...." isak Mila.
"Kamu kok nangis?" tanya Hendra lagi kemudian telepon pun terputus.
Mila akan memperlihatkan video yang telah ia rekam melalui CCTV yang ada di kamar Tini. Laptop itu dipeluknya sambil menangis. Mungkin semua wanita yang diselingkuhi suaminya, mengalami hal yang sama dengan Mila, sakit yang mendalam. Luka yang ditorehkan suaminya takkan pernah hilang meskipun laki-laki itu telah meminta maaf.
Hendra pun bergegas pulang, ia khawatir ada apa-apa dengan istrinya. Sebab, terakhir menghubunginya dalam keadaan menangis. Ia cemas pada Mila, hanya cemas ia sakit dan takkan bisa selingkuh lagi.
Setibanya di rumah, Hendra pun bergegas masuk ke kamar.
"Sayang, kamu baik-baik saja?" tanya Hendra sambil memeluk tubuh Mila yang sedang memeluk laptopnya.
Bersambung
BABY SITTER PLUS-PLUSBab 7Pov MilaAku mengeluarkan tangisan di hadapan Mas Hendra. Sehingga membuat Hendra panik dan cemas melihat kondisiku saat ini.Kulepaskan dekapannya, kemudian kuambil secarik kertas sebelum membuka laptop yang kepegang, dengan hentakan kaki pelan, aku meletakkan kertas dan pulpen di atas pahanya."Apa ini?" tanya Mas Hendra. Kedua alisnya ia tautkan ketika melihat aku memberikan secarik kertas."Baca saja!" sahutku. Kemudian matanya mulai menatap dan membacanya dari atas ke bawah.Setelah membaca dengan teliti, ia menghela napas dalam-dalam. Kemudian, memejamkan matanya sejenak. Lalu bicara berhadapan denganku."Kenapa semua aset minta dipindah atas namamu?" tanyanya pelan."Wajar, aku istri sah kamu, dan Ayu darah dagingmu," sahutku sambil terisak."Alasannya apa? Kalau aku tidak mau, kamu minta cerai?" tanyanya.Kemudian, aku membu
BABY SITTER PLUS-PLUSBab 8Pov MilaTin ... tin ....Aku terus menerus menyalakan klakson mobil, karena Mas Hendra tak mau minggir."Papa!" teriak Ayu yang tiba-tiba ke luar dari rumah. Ia melangkah ke depan mobilku juga. Lalu bicara pada Mas Hendra, papanya. Kulihat di ujung pintu, ada pelakor yang sedang berdiri tengah menyaksikan pertengkaran kami berdua.Kemudian, terpaksa aku turun, untuk menenangkan anakku lebih dulu. Tak lupa mengunci pintu mobil, agar tidak ada yang masuk dan mengambil semua bukti yang telah aku pegang.Aku dengar celotehan Ayu yang sangat menggemaskan. Ia menanyakan semua yang ingin diketahuinya. Kenapa Mas Hendra tidak berpikir sebelum selingkuh, ada Ayu yang akan kehilangan mama dan papanya secara utuh. Aku sudah tidak mungkin menyatukan hati yang sudah hancur.Baginya mungkin ini sebuah kesalahan kecil, tapi tidak untukku. Semua perselingkuhan adalah kejahatan, selingk
BABY SITTER PLUS-PLUSBab 9"Pah, jangan lihat video itu," rayu Mas Hendra. Aku pun meliriknya, lalu menarik bibirku yang sebelah, agar terlihat sinis dan tegar di hadapan Mas Hendra, padahal hati ini rapuh ingin teriak sekencang-kencangnya."Eyang ... Ayu pingin jus melon," ucap Ayu yang tiba-tiba datang meminta jus, aku rasa ini hasutan Tini, tidak mungkin Ayu meminta pada Eyangnya sambil merengek seperti itu."Ayu, Sayang, kamu main dulu, ya. Mama adalah urusan, nanti jus nya diantar oleh pelayan," sahutku pelan. Ayu pun mengangguk dan kembali ke tempat arena bermain.Sedangkan aku kembali fokus pada video yang sudah kusimpan di laptop.Aku scroll bagian video durasi lima belas menit, tapi kucari sudah tidak ada, apa dihapus oleh Mas Hendra ketika Ayu merengek minta jus?Aku menoleh ke arah Mas Hendra, kemudian melihat ia tersenyum tipis ke arahku. Lalu ia berbisik tepat di telingaku, "Kamu kalah
Bab 10Aku meraih secarik kertas yang berisikan pemindahan aset perusahaan atas nama Ayu. Ada rasa gemetar ketika mama menuduhku yang bukan-bukan. Ya, aku akui kesalahan yang sangat gegabah dalam mengambil tindakan. Seharusnya, aku bicarakan ini ketika berhadapan dengan mama juga.Nasi sudah menjadi bubur, tak mungkin bisa diulang kembali. Aku tetap mengakui kesalahan yang membuat papa terkena serangan jantung."Mah, maaf ya, tapi bukan ini penyebabnya," sahutku sambil menyeka air mata yang sudah mengembun di sudut netraku."Lalu apa?" tanyanya dengan mata membulat. Tiba-tiba Mas Hendra datang sambil menggendong Ayu."Kamu tahu apa yang telah dibicarakan Mila, Hendra?" Mas Hendra seketika tercengang sambil menelan salivanya, terlihat dari kerongkongannya yang bergerak.Kemudian, baby sitter yang sangat cari perhatian itu menghampiri juga."Ayu, ikut kakak, yuk!" pinta Tini."Kamu sudah
Bab 11Aku mundur satu langkah agak ke belakang, khawatir malah memperkeruh keadaan. Namun, ternyata khayalanku salah."Usir laki-laki baji*gan ini, Mah!" cetus papa meskipun sambil memegang dadanya. Mama yang tadi sempat menyalahkan aku atas sakitnya papa pun terlihat kebingungan. Matanya menyipit ke arahku, kedua alisnya ditautkan bagai ulat bulu."Mila, ke sinilah!" suruhnya.Aku menghampiri papa selangkah kembali, tapi papa meminta untuk terus mendekat."Ada apa ini? Kenapa Papa malah memanggil istrimu dan mengusir kamu, Hendra!" cecar mama. Mas Hendra pun mulai mengeluarkan keringat dingin, ia tampak gugup hingga melipat bibirnya ke dalam."Mah, usir dia bersama wanita jalang yang bernama Tini, usir Mah!" sentak papa hingga terbatuk-batuk."Pah, Papa tenang ya, maafkan Mila, Pah," lirihku pada papa."Kamu tak perlu minta maaf, Mila, aku tak sudi memiliki anak peng
Bab 12"Tini! Apa-apaan kamu bicara seperti itu dengan anakku," cetusku."Sudah Mila, jangan ribut di rumah sakit!" cegah mama."Iya, Mah.""Tini, saya pinta kamu pergi dari sini!" seru mama."Tapi Bu, nanti Ayu sendirian," sahutnya."Kamu pergi! Jangan kembali lagi ke rumah anak menantu saya!" tegas mama sekali lagi. Tini pun meraih tasnya, lalu ia pergi dengan cepat.Wanita yang sudah menghancurkan hubungan rumah tangga orang lain, menurutku dia bukan wanita baik. Jadi, jika dijadikan pengasuh pun tidak akan baik untuk Ayu.Aku bernapas lega, karena mama sudah mengusir wanita yang sengaja masuk dan hadir di tengah-tengah keluargaku."Bu, Ayu saya bawa pulang ya!" celetuk Mbok Asih tiba-tiba. Aku yang sedang melamun terkejut hingga buyar semuanya."Silahkan, Mbok. Oh ya, satu lagi, pastikan Tini sudah angkat kaki dari rumah," perintahku pad
Bab 13"Aku percaya pada Mila, ketimbang kamu, Rika," ucap mama masih dengan tatapan nanar. Namun, ucapannya barusan membuatku bernapas lega. Jantungku yang tadi berdegup sangat kencang mulai normal kembali."Mah, terima kasih telah mempercayaiku lagi," sahutku sambil mengelus-ngelus punggungnya.Kemudian, mama mengajakku duduk di sudut kursi tunggu. Kami melewati Mas Hendra yang sedang duduk menunggu kabar kondisi papa juga. Ia bangkit ketika kami lewat."Mah, mau ke mana?" tanya Mas Hendra, tapi mama terdiam, tak menjawab pertanyaan Mas Hendra."Bude, aku pamit ya," ucap Rika menghampiri. Aku rasa ini karena mama tak percaya ucapannya tadi.Rika mengecup punggung tangan mama, tapi tak ada respon senyuman yang terpancar di wajah mama untuk Rika."Mas, aku balik ya, semoga Pakde lekas sembuh," sambung Rika."Makasih, Rika," sahut Mas Hen
Bab 14"Mah, Rika itu sepupu Mas Hendra, kan?" tanyaku. Kemudian mama mengangguk."Iya, tapi mereka dekat, dari kecil sering main bareng," ucapnya."Mah, kita tidur dulu, siapa tahu besok ada perubahan dengan kondisi Papa," ajakku ketika melihat kantong mata yang terpancar di wajah mama. Sedari tadi ia menangisi papa, sehingga kantong matanya membesar.Mama pun mengangguk, kami tidur di depan ruangan tempat papa diberikan perawatan intensif.Aku berharap besok Hermawan memberikan informasi lebih tentang Rika juga. Bukan hanya Tini yang mendapatkan balasan, Rika pun harus mendapatkannya. Sebab, awal mulanya pasti dari dia.Aku dan mama memejamkan mata, agar kami dapat melihat perkembangan kondisi papa esok hari.***"Mah, bangun, sudah pagi," bisikku di telinga mama yang menyandar di pundakku."Mila, apa suster sudah memberikan informasi?" tanya mama."A
Ekstra Part"Halo, Mbak Mila, kami sudah berada di Indonesia lagi," cetus Rika ketika ia menghubungiku."Syukurlah, aku amat bahagia dengarnya, apakah jenazah Dini dibawa ke Indonesia?" tanyaku."Nggak, ia meminta dikubur di sana, katanya tidak ingin membuat kita semua bersedih." Aku menghela napas sejenak, tak kusangka Dini yang berusia belia, sudah memikirkan ke arah sana."Astaga, anak itu, benar-benar mandiri sekali," ungkapku. "Lalu kalian sudah di rumah? Aku sedang tes lanjutan di rumah sakit.""Iya, kami di rumah orang tuaku, Mbak. Nanti aku hubungi lagi ya," celetuknya lalu telepon pun terputus.Setelah surprise yang diberikan oleh Dini alias Tini. Aku dan Mas Hendra memutuskan untuk melakukan pengobatan yang lebih rutin, uang yang diberikan olehnya, juga bukan sekadar hanya untuk berobat saja. Ya, kami sudah putuskan untuk membuat yayasan rehabilitasi, barangkali uang ini akan menjadi amal jariyah untuk Dini,
Bab 49Setibanya di rumah sakit, aku menanyakan di mana tempat Mas Hendra dirawat. Bagian informasi pun memberitahukan pada kami semua.Aku, Ayu, Mama, Papa, dan Mbok Asih pun segera bergegas ke kamarnya. Ruang VVIP tempat papa kemarin dirawat inap.Kulebarkan daun pintu dengan perlahan, khawatir Mas Hendra hendak tertidur. Namun, ketika aku membuka pintunya, karangan bunga muncul di hadapanku."Selamat ulang tahun, Mbak Mila," ucap Rika yang berada di balik karangan bunga itu. Aku pun memeluknya, dan menerima bunga tersebut."Terima kasih, ya Rika."Aku terharu dengan kejutan yang Rika berikan. Kemudian, kulihat wajah Mas Hendra yang sedang terbaring di ranjangnya. Ia tersenyum sambil memegang sesuatu.Aku langkahkan kaki ini ke arahnya, dan berhenti tepat di samping Mas Hendra."Selamat ulang tahun, Mila. Maafkan segala kesalahanku. Mungkin ini terakhir kalinya aku dapat memberikan kejutan
Bab 48Suster menganggukkan kepalanya di hadapan kami berdua, itu artinya benar adanya bahwa Mas Hendra dan Dini ada perkembangan."Sus, anak saya sadar?" tanya Mama mertuaku."Adik saya juga sadar?" tanya Mas Wisnu.Kami semua berharap kabar baik itu datang. Jadi dengan antusias Mas Wisnu selalu menyambar ucapan yang belum terlontarkan dari mulut suster."Jadi, kami punya harapan, kan Sus?" sambar Mas Wisnu kembali. Tangan Rika menarik lengannya, kemudian mengelus pundak Mas Wisnu."Mas, biarkan Suster bicara dulu, kita dengarkan suster terlebih dahulu, jangan nyerobot terus," tutur Rika mencoba cegah Mas Wisnu untuk tenang. Seberapa besar Mas Wisnu antusias dan berharap ada keajaiban untuk adiknya, mungkin sama rasanya dengan harapan Mama mertuaku yang berharap Mas Hendra sembuh."Baik, jadi untuk pasien Pak Hendra dan Dini, mereka sudah melewati masa kritisnya. Tadi kondisi Dini meman
Bab 47POV Mila"Aku pasrah, karena Dini telah melakukan hubungan bebas sudah hitungan tahun, sepertinya ini sulit untuk disembuhkan." Mas Wisnu pun sudah putus asa, ia tidak berharap banyak atas kesembuhan adiknya."Segala sesuatu, jika diiringi dengan doa pasti ada keajaiban di dalamnya," celetuk mama yang tiba-tiba ikut nimbrung. Mertuaku datang dengan memberikan ketenangan pada kami semua."Penyakit berbahaya sekalipun, jika sudah Allah berikan kesembuhan, maka akan sembuh. Mumpung baru jam sembilan pagi, kalian pergi ke mushola, lakukan salat taubat dan dhuha, doakan Hendra dan Dini." Mama mertuaku memberikan saran yang membuatku terenyuh. Ya, sudah lama sekali wajah ini tak menyentuh air wudhu.Aku bangkit, dan mengulurkan tangan ini pada Rika, lalu mengajaknya untuk melakukan apa yang mama mertuaku sarankan.
Bab 46POV WisnuFlashback ketika Pak Johan belum meninggal.Aku baru saja tiba di kota ini, kota yang kutinggal sejak lama hanya untuk mencari ketenangan di luar kota.Teringat pesan kedua orang tuaku, jika menetap di kota lagi. Tolong balas budi atas apa yang telah dilakukan oleh Pak Johan. Ia sangat berpengaruh dengan apa yang kami dapatkan sampai detik ini. Rumah yang kami miliki beserta perusahaan-perusahaan adalah jasa dari Pak Johan.Aku mencari keberadaannya. Ternyata ia ada di kota yang sama dimana tempat Dini tinggal.Aku menghubunginya. Namun, ia bilang akan keluar kota sore ini. Jadi, sebelum ia pergi, Pak Johan memintaku untuk menemuinya.Setibanya di kantor tempat Pak Johan, aku dipersilakan duduk olehnya."Kamu usia berapa Wisnu?" tanyanya."Sudah cukup umurlah, Pak," jawabku dengan canda."Mau kah kamu menikah dengan anakku? Ya, berharap j
Bab 45Pov MilaTernyata suami dari Rika itu adalah kakaknya Dini. Aku terkejut ketika ia menghampiri Mas Hendra. Tidak mungkin acara proses pemakaman akan berlangsung kisruh gara-gara perkelahian. Aku takkan membiarkan kekacauan pada suasana yang sedang berkabung ini."Mau apa kamu, Mas Wisnu?" tanyaku dengan cemas, tubuh ini sudah menghalangi ia agar tidak mendekati Mas Hendra. Bukan karena membela pezina, tapi aku hanya ingin menghormati keluarga almarhum tanteku."Hendra, kamu kah yang bernama Hendra?" tanyanya lembut membuat kami sedikit terkejut. Kukira ia akan memukuli, tapi justru membuat kami terbelalak dengan memberikan pertanyaan lembut."Iya, maafkan aku, Mas. Telah membuat adiknya, Mas, Della bunuh diri." Mas Hendra mengakui kesalahannya."Justru aku ingin meminta maaf, gara-gara Dini balas dendam, kamu dan keluarga kena imbasnya."Kini, aku bernapas lega, mereka sama-sama mengakui kesalahan.
Bab 44Pov RikaAku terkejut ketika melihat sosok laki-laki yang berada di sampingku. Pria yang baru saja membuatku cidera."Wisnu?" Aku terkejut, mulutku terbuka lebar ketika menyebutkan namanya."Ya, mungkin ini yang dinamakan jodoh," pungkas laki-laki yang tidak lain kakaknya Dini."Kalian sudah saling kenal?" tanya Bude Soraya. Aku tak mungkin menjelaskan bahwa Wisnu adalah kakaknya Dini alias Tini. Bisa-bisa ia akan syok mendengar penuturanku."Ya, Bude," sahutku sambil mengangguk."Kalau begitu, segerakan akadnya, Pak ustadz," pinta papa sambil memegang dadanya."Baiklah, kita mulai ya, para saksi, siap ya," ucap ustadz yang menjadi penghulu kami berdua.Namaku dan nama Mas Wisnu sudah ia pegang, kami segera menjalankan perintah papa. Meskipun aku tak ingin ini adalah permintaan terakhir kedua orang tuaku, tapi tidak ada salahnya menuruti keinginannya. Kami akan
Bab 43Pov RikaKenapa semua ini terjadi padaku? Apakah ini teguran dari Tuhan untukku atas perbuatan yang telah kulakukan?Mama yang ingin sekali menimang cucu dariku, kini berbaring di pembaringan terakhirnya. Ya Tuhan, semoga saja papa masih bisa diselamatkan.Suster sudah membawa jenazah mama, kini giliran kabar papa yang ia bawa."Sus, cepat katakan, bagaimana kondisi papaku?" sentakku. Masih ada Bude Soraya dan Mbak Mila yang mengelus punggungku agar terus bersabar dan kuat."Bu Rika, silahkan masuk ke dalam, papanya ingin bicara," ujarnya membuatku langsung ikut masuk ke dalam."Mbak, Bude, aku masuk dulu. Kalian tunggu di sini ya, tolong beri tahu saudara yang lain untuk segera menjemput jenazah mama." Sebelum masuk, aku berpesan pada Mbak Mila dan Bude Soraya. Mereka pun mengangguk seraya mengindahkan ucapanku.Aku masuk ke dalam, meskipun sakit kurasakan akib
Bab 42POV MilaKami semua serentak terkejut, dan saling bertatapan. Jantungku berdegup kencang. Perlahan korban berjatuhan dan meninggal di UGD. Astaga, apakah Tante Wulan dan Om Johan dapat diselamatkan?Kami menunggu keluarnya jenazah kedua, di dalam dokter sedang berusaha memberikan pertolongan ke semua korban. Kami hanya membantu doa. Semoga para korban termasuk orang tuanya Rika dapat diselamatkan.Tidak lama kemudian, keluarlah jenazah kedua yang sudah diselimuti kain putih."Sus, tunggu, saya mau lihat korbannya!" cegah Rika."Korbannya wanita, bernama Wulan," ungkap suster membuat Rika sontak tak percaya. Ia menutup mulutnya dan menangis histeris."Mama! Nggak mungkin ini Mama!" teriaknya. Ia tak berani membuka kain itu. Lututnya sudah terlihat lemas tak kuat menopang kedua kakinya. Mama dan aku berusaha menggandengnya sekuat tenaga."Aku saja yang melihat jenazah i