Braakk ...
Diana terkejut begitu pintu dibuka dengan begitu kasar oleh Diaz. Ia baru saja selesai memasukkan pakaiannya di dalam koper kecil nan lusuh miliknya. Koper yang dulu ia bawa masuk ke kediaman Megantara dengan pakaian seadanya dan biasa saja sampai akhirnya kehidupan Diana berubah jadi bergelimang harta.Diana yang dulunya hanya gadis sederhana dengan dandanan seadanya. Pakaian biasa dari barang yang bisa dikatakan entah bahkan versi ke berapa. Belum lagi tubuhnya yang polos tanpa hiasan perhiasan mahal, imitasi pun tak punya karena hidup Diana memang hanya cukup untuk makan sehari-hari dan membiayai kuliahnya yang tidak selesai karena lamaran dadakan dari keluarga Megantara.Saat ijab kabul terucap, saat itu pula kehidupan Diana berubah, dari yang sederhana menjadi mewah dan elegan. Dari yang tidak punya perhiasan kini setiap saat selalu mendapat perhiasan terbaik dengan harga yang mahal. Entah datang dari suaminya, mertuanya atau dari klien suaminya yang memberikan hadiah.Semua yang Diana pikir adalah keberuntungan ternyata hanyalah tipuan belaka. Ia dinikahi bukan untuk dicintai. Ia dulunya merasa begitu jumawa, gadis biasa sepertinya mendadak jadi Cinderella. Ya, ini adalah dongen Cinderella, hanya indah dalam khayalan saja karena dongeng tetaplah dongeng yang tidak akan pernah menjadi kenyataan."Di, nggak gini," ucap Diaz mencoba menarik koper milik Diana.Mata Diaz tak sengaja melirik ke arah meja rias dimana di atas meja tersebut terdapat beberapa kartu yang ia pernah berikan pada Diana. Black card, kartu kredit, ATM darinya dan juga ATM untuk keperluan rumah yang diberikan mertuanya yang digunakan untuk belanja keperluan dan juga menggaji karyawan di rumah.Diaz menatap Diana dengan sendu, istrinya bahkan melepaskan semuanya dan tidak membawa apapun selain koper jadul miliknya dan Diaz yakin benar di dalam lemari perhiasan Diana tidak mengambil apapun juga."Jangan halangi aku, Mas. Udah cukup kamu bohongi aku dan udah cukup selama lima tahun ini aku jadi istri yang kamu bodohi. Aku tahu kamu nggak cinta sama aku dan aku pun sadar aku bukan wanita sempurna karena aku tidak bisa memberikan kamu anak. Mari bercerai, Mas. Aku tidak akan menuntut apapun, aku hanya ingin lepas dari kamu," ucap Diana tanpa air mata. Ia sudah lelah menangis sepanjang jalan."Kita bicara dulu, Di. Semua nggak seperti yang kamu pikirkan. Nggak seperti itu Di," pinta Diaz, ia tidak bisa kehilangan wanita ini, baginya menikah hanya sekali walaupun dibelakang Diana ia sudah selingkuh berkali-kali.Diana menatap Diaz tanpa ekspresi kemudian ia menggelengkan kepalanya. Ia sudah tidak mau lagi bicara dengan pria yang sudah membuatnya hancur dan berharap begitu tinggi. Diana menyesali dirinya yang begitu terbuai oleh lamaran yang datang dari keluarga Megantara dahulu. Ia merasa begitu beruntung karena dari sekian banyaknya wanita yang pernah keluar masuk kantor Megantara khususnya di ruangan Diaz, ia lah yang menjadi pemilik lelaki sempurna itu.Tapi itu dulu, dulu sekali sampai akhirnya ia tahu ... oh tidak, bahkan Diana tidak tahu apa alasan Diaz menikahinya. Mendadak melamarnya dan memintanya menjadi pendamping hidup tanpa pendekatan selama ini. Bahkan Diaz sering lupa namanya dan tidak begitu memperhatikan anak magang dari kampus waktu itu.Lantas mengapa Diaz menikahinya? Apakah karena balas Budi? Tentu Diana ikhlas menolong nyonya Megantara dulu tanpa berharap dibalas dengan menjadi menantu.Bahkan jika bisa dan jika memang itu alasannya, mereka tidak perlu menjadikannya menantu, cukup jadikan ia pegawai tetap. Memikirkannya membuat Diana tersenyum kecut.'Ya, aku memang dijadikan pegawai tetap. Menjadi istri ternyata adalah sebuah pekerjaan, bukan sebuah status. Aku yang terlalu naif menyangka diriku bisa menjelma menjadi Cinderella,' gumam Diana dalam hati."Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, Mas. Aku sudah mendengar semuanya dan memangnya apa yang ada dalam pikiranku? Apa yang saat ini sedang aku pikirkan? Mengapa kamu begitu ketakutan?"Diaz terdiam mendengar ucapan Diana. Sudah berkali-kali Diana membuat mulutnya terbungkam hari ini, entah kemampuannya bersilat lidah yang sudah tidak berfungsi lagi atau memang di hadapan wanita ini ia sudah takluk. Tapi sejak kapan? Apakah sejak wanita ini meminta untuk diceraikan?Diaz pun tidak tahu dan tidak menyadarinya, ia hanya tahu ia tidak ingin kehilangan sosok Diana yang begitu mampu mengimbangi dirinya dan juga mengurus kehidupannya dengan baik. Baginya hanya Diana yang sempurna untuk menjadi istrinya."Tapi Di ....""Lepaskan Mas. Setelah ini aku akan mengirim gugatan perceraian ke pengadilan dan aku harap kamu mau bekerja sama denganku agar jalan kita sama-sama mulus. Aku ingin bebas dari hubungan beracun ini dan kamu bisa bebas menikahi wanita mana saja yang kamu cintai. Oh ya, juga jangan lupa bertanggung jawab pada anak yang sedang dikandung wanita itu, mungkin saja memang benar aku bukanlah wanita yang tepat untukmu karena tidak bisa memberikan penerus bagi keluarga Megantara. Aku pamit Mas, jaga dirimu baik-baik."Diaz terdiam melihat Diana melepas tangannya yang sedang menahan koper tersebut dan akhirnya berjalan keluar dari kamar mereka. Kamar yang menjadi saksi di mana Diaz pernah memadu kasih serta saksi ketulusan cinta sang istri untuknya.'Apakah jika aku mengaku cinta padanya dia akan kembali? Tapi bisa aku lihat dari matanya, Diana begitu membenciku. Aku harus bagaimana? Aku juga tidak ingin kehilangannya sementara mengubah sifatku itu adalah hal yang mendekati mustahil! Aku harus bagaimana?'Pintu kamar tertutup dan itu artinya Diana sudah keluar meninggalkannya. Diaz membuang egonya, ia harus bisa meraih hati istrinya kembali karena hanya Diana yang pantas menjadi menantu keluarga Megantara.Namun langkah Diaz terhenti ketika ponselnya berdering. Ia merogoh saku jasnya dan melihat ID pemanggil adalah sang kakak. Diaz awalnya tidak mau menerima panggilan tersebut karena ia harus bisa mengejar sang istrinya yang hendak kabur dan menggugat cerai dirinya. Namun perasaan Diaz menjadi tidak tenang karena kakaknya ini menghubunginya sudah sejak tadi, hanya saja ia yang tidak menggubrisnya karena mengira itu adalah telepon dari perusahaan."Ya Kak, ada apa? Kenapa kakak sejak tadi menghubungiku? Aku sedang sibuk dan sekarang aku sama Diana lagi—"Ponsel Diaz terjatuh di lantai begitu mendengar suara kakaknya dari seberang sana yang memotong ucapannya. Diaz terdiam sesaat kemudian ia dengan cepat berlari dan membuka pintu itu dengan sangat kasar. Ia harus bisa mengejar Diana sebelum istrinya itu pergi."Di tunggu!!" teriak Diaz ketika ia menemukan istrinya itu sudah membuka pintu taksi online yang sepertinya sudah ia pesan sejak tadi.Diana memberikan Diaz waktu untuk bicara lebih dulu karena ia tahu tanpa izin suaminya sebenarnya ia berdosa meninggalkan rumah ini. Tetapi hati Diana sudah terlalu lelah dan tidak bisa lagi berada satu atap dengan suaminya yang sangat manipulatif."Di jangan pergi dulu," ujar Diaz sambil mengatur napasnya yang ngos-ngosan karena berlari mengejar Diana dari lantai dua kamar mereka sedangkan bangunan rumah begitu luas."Maaf Mas, tapi ini sudah menjadi keputusanku. Tolong hargai keputusanku, Mas. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik buat kamu. Aku min—""Di, papa meninggal!"Suasana duka menyelimuti kediaman Megantara. Keluarga, kerabat, kolega dan begitu banyak pelayat yang datang bahkan hingga pejabat pemerintah memenuhi rumah duka sebab semasa hidupnya, Tuan Megantara adalah orang yang terkenal dan juga merupakan konglomerat dengan banyaknya anak perusahaan dan juga banyak membantu negara dari segi ekonomi maupun sosial.Nampak Diaz sangat sedih, ia adalah kesayangan ayahnya dan yang paling sering membuat ayahnya kecewa sebab dulu selalu saja membangkang tetapi ia berhasil memajukan perusahaan ayahnya tersebut hingga akhirnya menjadi kebanggaan.Belum lagi keinginan ayahnya untuk menggendong cucu darinya dan Diana, hal itu belum bisa ia wujudkan dan setelah ini ia akan memikirkan bagaimana agar Diana bisa hamil mengingat istrinya itu sempat minggat dari rumah."Ma, sebaiknya Mama istirahat di kamar, nanti saat waktu penguburan aku akan membangunkan Mama. Wajah Mama terlihat sangat pucat, atau Mama biar aku buatin teh hangat? Mama mau ya," ucap Diana de
Sungguh berat hati Diana mengucap janji, apalagi janji ini di depan ibu mertua dan makam ayah mertuanya yang masih basah, mana tega ia melihat wajah mendung mertuanya yang sedang berduka lantas ia kembali membuatnya semakin terluka.'Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin menyakiti Mama ... tapi bagaimana dengan perasaanku sendiri? Aku juga ingin bahagia walau harus kehilangan segalanya ....'Diana hanya bisa merintih dalam hati, dilihatnya wajah Diaz yang juga sedang menatap menanti jawabannya. Diana muak dan perasaannya terhadap Diaz saat ini yang ... entah.Senyuman terbit di bibir Diana manakala ia menatap mertuanya. Ia menggenggam tangan sang mertua yang walaupun sudah usianya sudah 60-an tahun tetapi masih begitu halus karena perawatan."Diana nggak bakalan pernah ninggalin Mama. Jangan sedih lagi Ma, ada Diana yang selalu sayang sama Mama dan bakalan jagain Mama dan nemenin Mama menggantikan Papa. Lagi pula Diana dan Mas Diaz pasti akan selalu baik-baik saja, M
Veronika tersenyum begitu ia melihat pria yang berdiri tepat di hadapannya. Akhirnya dia datang juga setelah lama tidak lagi mau berkomunikasi dengannya dan Veronika memang harus bekerja keras untuk bisa mengundang Diaz datang ke pelukannya."Apa maumu?" tanya Diaz tanpa basa-basi, ia muak melihat wanita yang sudah membuat rumah tangganya berantakan.Rumah tangga? Diaz teringat perkataan Diana yang mengatakan bahwa mereka bukanlah berumahtangga melainkan hanya sedang main rumah-rumahan saja."Mengapa tidak masuk dulu? Kita bicara di dalam, udara di luar sangat dingin dan kamu bisa masuk angin," ajak Veronika.Diaz mengangkat sebelah sudut alisnya. Udara memang sangat dingin tetapi lebih dingin lagi ranjang di kamarnya semenjak seminggu istrinya itu memilih pisah kamar secara diam-diam tanpa diketahui oleh mamanya.Veronika membuka pintunya lebar-lebar, ia ingin Diaz masuk ke rumah yang sudah ia beli dari hasilnya memuaskan Diaz semalaman di hotel pada beberapa waktu yang lalu. Pada sa
Sesampainya di rumah dengan dua mobil berbeda, Indria melenggang pergi ke kamarnya begitu saja tanpa mempedulikan Diaz yang sedang ingin berbicara dengannya. Indria sudah cukup kecewa pada putranya tersebut, ia tahu segalanya termasuk saat ini menantunya memilih pisah kamar. Tidak ada yang ia lewatkan, ia tahu segalanya tentang yang terjadi pada anaknya dan juga pada menantunya, hanya saja Indria yang sudah sangat menyayangi Diana tidak akan mampu kehilangan menantunya itu.Diaz berjalan terus ke arah kamar mamanya dan ternyata pintu kamar itu tidak dikunci. Ia tahu mamanya menantinya di dalam kamar untuk berbicara. Namun, yang ia dapatkan adalah mamanya yang sudah berbaring di balik selimut."Ma, aku—""Mama lelah, pergilah karena Mama ingin beristirahat. Simpan semua penjelasannya untuk dirimu sendiri. Mama bosan dan muak mengetahui setiap kelakuanmu. Mama hanya berharap Diana tidak meninggalkanmu. Ingat Diaz, dibalik suksesnya seorang pria, ada doa ibu dan istrinya yang senantiasa
Diaz tersenyum mendengar permintaan mamanya. Ia merasa itu adalah cara yang jitu untuk membuatnya kembali dekat dengan Diana. Ia memang tidak cinta atau belum cinta atau mungkin juga sudah cinta tapi tidak menyadarinya, tetapi ia juga tidak ingin kehilangan wanitanya. Diana adalah miliknya yang permanen. Tidak ada kesempatan bagi Diana untuk pergi dan melepaskan gelar Nyonya Megantara."Diaz sibuk, Ma. Ada banyak proyek yang harus ditangani Minggu ini," ucap Diaz mencoba untuk sedikit menolak agar terkesan ia tidak langsung iya-iya saja. Diaz sadar diri ia masih memiliki kesalahan yang sedang coba ditutupi oleh mamanya. Diana melirik Diaz, kembali hatinya merasa kecil. Jika saja dirinya memang dicintai oleh Diaz lagi pria itu akan menerima usul mamanya atau setidaknya tidak langsung menolak seperti ini.'Aku mikir apa sih? Sudah jelas aku tahu Mas Diaz tidak jatuh cinta padaku, mengapa terus berharap begini?' rutuk Diana dalam hati."Biarkan Bihan yang mengurus proyek. Mereka sudah ha
Indria tersenyum. Ia menggelengkan kepalanya kemudian ia menoleh menatap Diana yang hanya membentuk mulutnya seperti huruf 'O' sebab ia yakin mertuanya ini tidak akan pernah berbohong apalagi menyakitinya. Mama Indria adalah yang paling tulus cintanya pada dirinya."Mama hanya tidak ingin anak-anak mama rumah tangganya bermasalah. Bagaimanapun rumah tangga itu pasti tidak lepas dari banyaknya cobaan dan sejujurnya Mama dan Papa juga dulu memiliki banyak ujian dalam rumah tangga kami, tetapi dengan keteguhan dan cinta kami yang begitu besar akhirnya rumah tangga itu bertahan hingga Papa meninggal," ucap Indria menjelaskan. Jelas ada hal yang tidak mungkin ia ceritakan pada Diana."Jadi ... jika ada sesuatu hal tentang Diaz yang ingin kamu keluhkan atau ada masalah antara kalian, tolong selesaikan dengan kepala dingin. Kalian harus saling komunikasi dan jika bisa dipertahankan maka bertahanlah. Jangan lupa jika ada hal yang ingin kamu ceritakan, kamu punya Mama yang akan selalu mendengar
Veronika langsung gemetar, sambil mengepalkan tangannya ia keluar dari ruangan itu sedangkan kakinya yang mengenakan high heels dihentak-hentakkannya di lantai. Diaz tersenyum miring, sungguh ia puas setelah membuat wanita itu tidak bisa melakukan pembelaan tetapi ia yakin Veronika tidak akan semudah itu berhenti. Ia sudah nekat mengirim foto itu pada Diana, tentu saja untuk selanjutnya pasti akan ada hal lain yang dilakukannya.Diaz kembali duduk dengan pikiran tidak tenang. Ia mencoba untuk mencari solusi agar Diana dan Veronika tidak bertemu. Jika saja tidak ada mamanya, pasti Diana sudah pergi. Lantas, apa yang membuat Diaz harus menahan Diana di sisinya sedangkan mamanya sudah tahu perbuatan bejatnya dan Diana pun bukan wanita yang ia cintai?Harusnya, Diaz yang selalu ingin bebas itu tidak perlu menahan Diana, toh dia tidak cinta, bukan?"Sebaiknya aku memikirkan cara untuk mengurus Veronika. Wanita itu sangat berbahaya untuk rumah tanggaku. Tapi ... bukankah Mama juga sudah ta
"Tapi Mas—"Diaz menggeleng kemudian ia meminta Zyan untuk pergi meninggalkan mereka. Diaz menatap lekat kedua mata Diana yang menyiratkan penolakan keras. Lima tahun bersama Diaz sangat tahu istrinya bukanlah wanita mata duitan dan itu sebabnya Diaz kalang kabut jika istrinya meminta cerai lalu ia mengancam dengan tidak memberikan uang sepeserpun, Diana pasti tidak akan protes dan merasa keberatan serta dirugikan.Diaz mendekat ke arah Diana lalu berbisik. "Setidaknya jika kamu ingin menceraikanku, kamu memiliki aset, Di. Aku sengaja menanam saham di perusahaan ini dengan nilai fantastis dan memberikannya padamu agar istriku ini kelak akan menjadi janda kaya dan tidak kekurangan satupun kecuali aku yang akhirnya kehilangan perempuan paling berharga dalam hidupku."Diana terdiam. Bukan seperti ini juga yang ia harapkan dan lagi ia baru saja berjanji pada mertuanya untuk memberikannya cucu. Diana jadi semakin bingun dan satu hal yang pasti — Diana menolak perusahaan dan segala hal yang
Tubuh Diana menegang begitu tahu apa yang selama ini disembunyikan mertuanya. Dia menanti mulut itu terbuka lagi untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi."Diaz itu adalah anak Mama yang sangat nakal tetapi menyimpan kepedulian yang hampir tidak terlihat. Semua ini salah Mama, jika saja Mama bisa menegurnya dan membuatnya berubah ...."Indria mengambil tangan menantunya yang selama ini membuatnya banyak merasa bersalah karena secara tidak langsung sudah menjebaknya dalam pernikahan toxic bersama putranya yang tidak pernah serius dalam menjalin hubungan."Dulu Mama sudah pasrah karena Diaz berkata dia tidak akan pernah menikah. Semua itu karena pengalaman pribadi keluarga kami. Sebelum rumah tangga Mama dan Papa ini terlihat harmonis, kami dulu pernah berjuang melawan badai yang hampir menghancurkan rumah tangga ini. Semua karena godaan perempuan yang memanfaatkan kekuasaan Papa."Indria akhirnya memilih membuka tabir keluarga mereka di mana dulu dia dan mendiang suamianya pernah
Pesawat yang ditumpangi Diaz dan Diana kini telah mendarat. Dengan terburu-buru pasangan tersebut keluar dan masuk ke dalam mobil yang sudah menanti mereka. Sejak di dalam pesawat Diaz tak bisa tenang. Ia khawatir terjadi sesuatu yang begitu buruk pada wanita yang telah melahirkannya itu. Diaz telah kehilangan sosok Ayah, ia tak ingin kehilangan lagi sosok Ibu.Diana juga tahu kegelisahan suaminya, tak bisa ia pungkiri pun ia sangat gelisah. Ibu mertuanya menyayanginya begitu sangat, seakan mereka bukanlah pasangan anak menantu dan mertua. Diana diperlakukan bagaikan anak kandung sehingga rasa khawatir itu tak kalah dari yang dirasakan Diaz."Di, Mama," lirih Diaz, ia meremas tangan Diana, mencoba menyalurkan apa yang tengah ia rasakan."Kita harus tetap tenang, Mas. Lebih baik kita berdoa agar Mama baik-baik saja," ucap Diana mencoba menenangkan Diaz, padahal di sini ia juga tak kalah risau.Mobil yang ditumpangi Diaz dan Diana terasa begitu lamban padahal sopir sudah mengerahkan kec
Arunika kembali menampakkan kehadirannya, debur ombak sayup-sayup terdengar menenangkan indera. Embusan angin dan sapuan lembut di pipi juga membantu Diana membuka kedua mata indahnya. Di hadapannya kini tampak seorang pria dengan pahatan wajah yang begitu sempurna mendeskripsikan bagaimana Tuhan sedang begitu bahagia saat menciptakannya. Alis tegas serta hidung mancung itu seakan begitu pantas diberikan padanya, belum lagi rahang tegas dan bulu mata uang yang lentik, semakin menambah kesan tampan padanya. Jangan lupakan senyum menawan dari bibir yang sering berkata manis tetapi menghasilkan empedu bagi Diana, ah jika mengingat semua itu rasanya ia ingin kembali tertidur dan bermimpi. Mimpi? Diana bahkan ingat yang terjadi semalam bukanlah sekadar mimpi belaka. Diaz begitu dekat dengannya seperti saat ini, saat suaminya begitu dekat dengan wajahnya. Mengingatnya membuat Diana tersipu."Selamat pagi My Wife, apakah tidurmu menyenangkan?"Sapaan Diaz tersebut semakin mempertegas keja
"Mecca?"Diaz menyebut nama tersebut namun panggilan langsung berakhir. Sepertinya tebakannya benar, ia juga tidak akan lupa dengan suara itu. Wanita yang pernah begitu dekat dengannya."Mas," panggil Diana.Diaz terkejut, ia tidak tahu sejak kapan Diana duduk di hadapannya dan apakah ia mendengar nama yang tadi disebutkan olehnya. Oh semoga saja tidak. Diaz tidak ingin bertengkar di tempat ini dan yang pasti ia lelah jika harus memohon."Kamu sudah selesai?" tanya Diaz dan Diana mengangguk sebagai jawaban."Apakah kita akan tetapi di sini, Mas?" tanya Diana.Diaz tersenyum. "Tentu saja tidak, kita akan jalan-jalan untuk menikmati udara dan keindahan malam di sekitar sini. Oh ya, aku sudah memesankan sepatu flat yang bisa kamu pakai. Lepaskan lagi sepatumu itu," ucap Diaz seraya menyerahkan sebuah paper bag.Diana merasa tersanjung. Mengenai pakaian dan penampilan Diaz memang paling ahli. Kadang Diana bertanya dalam hati bagaimana bisa suaminya itu mengerti tentang fashion wanita dan
Dahi Diaz mengernyit. Ia merasa heran dengan sikap Diana yang mendadak berubah dan kembali menolaknya. Entah apa yang ada di pikiran istrinya itu saat ini, tetapi Diaz tidak akan memaksanya, mungkin Diana sudah begitu lelah melayaninya yang seakan tiada hentinya melakukan pergulatan tersebut."Kamu lelah, Di?" tanya Diaz sambil memasang senyuman penuh kepalsuan. Ia adalah orang yang paling tidak suka mendapatkan penolakan, namun demi tetap menjaga keberadaan istrinya di sisinya, ia akan menahan segala rasa yang menurutnya merupakan sebuah penghinaan.Diana tersadar akan ucapannya dan pikirannya yang membuat ia teringat akan kejadian beberapa waktu yang lalu. Harusnya ia tidak melakukan itu sebab suaminya ini sudah terlihat berubah semenjak kematian ayah mertua. Diana hanya terbawa suasana saja."Bu-bukan, Mas. Aku hanya ingin menikmati suasana malam di tempat ini," jawab Diana terbata, susah payah ia mencari alasan yang masuk akal agar Diaz percaya padanya.Diaz menggulum senyuman. Ru
Diaz mengajak Diana bermain di pantai, sebelumnya mereka menikmati kelincahan lumba-lumba bermain dan itu membuat Diana merasa senang. Diaz tak pernah melepaskan genggaman tangannya, Diana merasa sangat dicintai oleh sang suami. Hatinya menolak merasakan bahwa ini adalah salah satu trik suaminya untuk kembali menarik simpati dan juga perhatiannya."Mas, terima kasih sudah mengajakku ke tempat ini. Benar apa yang dijelaskan di artikel itu, tempat ini sangat indah. Jika bukan karena menikah denganmu mungkin aku tidak akan pernah datang ke tempat ini," ucap Diana saat mereka sedang berjalan-jalan di tepi pantai. Ombak dan pasir yang terasa di kaki Diana membuatnya rileks. Belum lagi rasa nyaman dan hangat dari genggaman tangan Diaz. Kali ini, untuk pertama kalinya Diana merasa dicintai oleh sang suami. Ia ingin agar hal ini selalu dan selamanya terjadi. Tidak akan ada lagi Veronika selanjutnya. Diaz adalah suaminya dan sampai kapanpun Diana akan mempertahankannya."Ngomong apa sih, Di.
"Hati-hati di negara orang ya. Mama harap kalian saling menjaga dan yang paling penting adalah kebersamaan kalian harus menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang. Oh iya, jangan kembali jika belum ada kabar tentang kehadiran cucu Mama," ucap Indria dengan begitu antusias saat mengantar Diana dan Diaz ke mobil.Hari ini anak dan menantunya akan melakukan perjalanan bulan madu kedua di Maladewa atau yang lebih dikenal dengan Maldives. Diana setuju untuk memulai kembali rumah tangganya dengan Diaz. Ia merasa bahwa ini adalah salah satu ujian dalam berumah tangga. Hidup merak nyaris sempurna, tentu semakin besar ujian yang harus mereka hadapi. Diana juga sadar mungkin suaminya merasa sepi dan bosan sebab sudah lima tahun mereka menikah tetapi belum juga dikaruniai keturunan. Diana sadar kekurangannya."Aamiin Ma. Mama jaga diri baik-baik ya di rumah," ucap Diaz sambil merangkul Indria.Diana pun melakukan hal yang sama. "Ma, sebenarnya aku nggak tega ninggalin Mama di rumah sendiri. Mama i
Veronika menggeleng keras. Ia sudah terjebak. Mana mungkin ia mengaku hamil dan melakukan pemeriksaan oleh dokter kandungan. Bodoh sekali dirinya yang mendekati Diana hingga akhirnya membuahkan hasil dirinya lah yang harus menerima pil pahit tersebut. Niat hati membuat Diana pergi dari hidup Diaz, tetapi kali ini sepetinya nasib itu tertuju pada dirinya.Diana hampir saja menuruti keinginan Diaz sebelum akhirnya Veronika membuka suara."Sa-saya tidak hamil. Saya tidak hamil ...."Diaz tersenyum sinis sedangkan Diana terkejut. Dia berpikir mungkin ini rencana suaminya untuk mengancam Veronika di hadapannya. "Nona pelakor, Anda tidak perlu takut jika memang hamil. Suami saya pasti akan bertanggung jawab pada Anda ... ah tidak, pada bayi yang sedang Anda kandung karena tidak mungkin saya membiarkan suami saya menikah lagi sekalipun Anda mengandung benihnya," ucap Diana begitu pedas. Diaz melongo, ia tidak pernah melihat sisi Diana yang seperti ini. Bibir Diaz melengkung ke atas, rupany
"Sial!" Veronika mengumpat sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia gagal memprovokasi Diana dan kini justru ia yang dibuat tidak bisa berhenti marah. Rupanya tidak semudah itu membuat Diana kalah."Aku harus melakukan cara lain. Aku tahu aku nekat tapi aku tidak bisa jika bukan Diaz lelaki yang menjadi suamiku. Aku sudah memberikan tubuhku padanya walaupun dengan imbalan rumah, tapi celakanya aku bermain hati pada pria tak punya hati sepertinya."Kembali Veronika menggerutu, ia kemudian merapikan dandanannya sebab acara di perusahaan ini belum selesai.Di aula Diaz dan Diana saling diam, lebih tepatnya hanya antara mereka berdua sebab ada banyak klien yang sedang menyapa keduanya dan terlihat percakapan cukup panjang. Diana yang dulunya bekerja di perusahaan Diaz sedikit banyak tahu tentang topik pembicaraan mereka, hanya saja ia malas menimpali jika tidak ditanyai.Langkah kaki Veronika membuat atensi mereka teralihkan. Tak sedikit yang memuji kecantikan sekretaris tuan Pr