"Tapi Mas—"Diaz menggeleng kemudian ia meminta Zyan untuk pergi meninggalkan mereka. Diaz menatap lekat kedua mata Diana yang menyiratkan penolakan keras. Lima tahun bersama Diaz sangat tahu istrinya bukanlah wanita mata duitan dan itu sebabnya Diaz kalang kabut jika istrinya meminta cerai lalu ia mengancam dengan tidak memberikan uang sepeserpun, Diana pasti tidak akan protes dan merasa keberatan serta dirugikan.Diaz mendekat ke arah Diana lalu berbisik. "Setidaknya jika kamu ingin menceraikanku, kamu memiliki aset, Di. Aku sengaja menanam saham di perusahaan ini dengan nilai fantastis dan memberikannya padamu agar istriku ini kelak akan menjadi janda kaya dan tidak kekurangan satupun kecuali aku yang akhirnya kehilangan perempuan paling berharga dalam hidupku."Diana terdiam. Bukan seperti ini juga yang ia harapkan dan lagi ia baru saja berjanji pada mertuanya untuk memberikannya cucu. Diana jadi semakin bingun dan satu hal yang pasti — Diana menolak perusahaan dan segala hal yang
"Sial!" Veronika mengumpat sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia gagal memprovokasi Diana dan kini justru ia yang dibuat tidak bisa berhenti marah. Rupanya tidak semudah itu membuat Diana kalah."Aku harus melakukan cara lain. Aku tahu aku nekat tapi aku tidak bisa jika bukan Diaz lelaki yang menjadi suamiku. Aku sudah memberikan tubuhku padanya walaupun dengan imbalan rumah, tapi celakanya aku bermain hati pada pria tak punya hati sepertinya."Kembali Veronika menggerutu, ia kemudian merapikan dandanannya sebab acara di perusahaan ini belum selesai.Di aula Diaz dan Diana saling diam, lebih tepatnya hanya antara mereka berdua sebab ada banyak klien yang sedang menyapa keduanya dan terlihat percakapan cukup panjang. Diana yang dulunya bekerja di perusahaan Diaz sedikit banyak tahu tentang topik pembicaraan mereka, hanya saja ia malas menimpali jika tidak ditanyai.Langkah kaki Veronika membuat atensi mereka teralihkan. Tak sedikit yang memuji kecantikan sekretaris tuan Pr
Veronika menggeleng keras. Ia sudah terjebak. Mana mungkin ia mengaku hamil dan melakukan pemeriksaan oleh dokter kandungan. Bodoh sekali dirinya yang mendekati Diana hingga akhirnya membuahkan hasil dirinya lah yang harus menerima pil pahit tersebut. Niat hati membuat Diana pergi dari hidup Diaz, tetapi kali ini sepetinya nasib itu tertuju pada dirinya.Diana hampir saja menuruti keinginan Diaz sebelum akhirnya Veronika membuka suara."Sa-saya tidak hamil. Saya tidak hamil ...."Diaz tersenyum sinis sedangkan Diana terkejut. Dia berpikir mungkin ini rencana suaminya untuk mengancam Veronika di hadapannya. "Nona pelakor, Anda tidak perlu takut jika memang hamil. Suami saya pasti akan bertanggung jawab pada Anda ... ah tidak, pada bayi yang sedang Anda kandung karena tidak mungkin saya membiarkan suami saya menikah lagi sekalipun Anda mengandung benihnya," ucap Diana begitu pedas. Diaz melongo, ia tidak pernah melihat sisi Diana yang seperti ini. Bibir Diaz melengkung ke atas, rupany
"Hati-hati di negara orang ya. Mama harap kalian saling menjaga dan yang paling penting adalah kebersamaan kalian harus menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang. Oh iya, jangan kembali jika belum ada kabar tentang kehadiran cucu Mama," ucap Indria dengan begitu antusias saat mengantar Diana dan Diaz ke mobil.Hari ini anak dan menantunya akan melakukan perjalanan bulan madu kedua di Maladewa atau yang lebih dikenal dengan Maldives. Diana setuju untuk memulai kembali rumah tangganya dengan Diaz. Ia merasa bahwa ini adalah salah satu ujian dalam berumah tangga. Hidup merak nyaris sempurna, tentu semakin besar ujian yang harus mereka hadapi. Diana juga sadar mungkin suaminya merasa sepi dan bosan sebab sudah lima tahun mereka menikah tetapi belum juga dikaruniai keturunan. Diana sadar kekurangannya."Aamiin Ma. Mama jaga diri baik-baik ya di rumah," ucap Diaz sambil merangkul Indria.Diana pun melakukan hal yang sama. "Ma, sebenarnya aku nggak tega ninggalin Mama di rumah sendiri. Mama i
Diaz mengajak Diana bermain di pantai, sebelumnya mereka menikmati kelincahan lumba-lumba bermain dan itu membuat Diana merasa senang. Diaz tak pernah melepaskan genggaman tangannya, Diana merasa sangat dicintai oleh sang suami. Hatinya menolak merasakan bahwa ini adalah salah satu trik suaminya untuk kembali menarik simpati dan juga perhatiannya."Mas, terima kasih sudah mengajakku ke tempat ini. Benar apa yang dijelaskan di artikel itu, tempat ini sangat indah. Jika bukan karena menikah denganmu mungkin aku tidak akan pernah datang ke tempat ini," ucap Diana saat mereka sedang berjalan-jalan di tepi pantai. Ombak dan pasir yang terasa di kaki Diana membuatnya rileks. Belum lagi rasa nyaman dan hangat dari genggaman tangan Diaz. Kali ini, untuk pertama kalinya Diana merasa dicintai oleh sang suami. Ia ingin agar hal ini selalu dan selamanya terjadi. Tidak akan ada lagi Veronika selanjutnya. Diaz adalah suaminya dan sampai kapanpun Diana akan mempertahankannya."Ngomong apa sih, Di.
Dahi Diaz mengernyit. Ia merasa heran dengan sikap Diana yang mendadak berubah dan kembali menolaknya. Entah apa yang ada di pikiran istrinya itu saat ini, tetapi Diaz tidak akan memaksanya, mungkin Diana sudah begitu lelah melayaninya yang seakan tiada hentinya melakukan pergulatan tersebut."Kamu lelah, Di?" tanya Diaz sambil memasang senyuman penuh kepalsuan. Ia adalah orang yang paling tidak suka mendapatkan penolakan, namun demi tetap menjaga keberadaan istrinya di sisinya, ia akan menahan segala rasa yang menurutnya merupakan sebuah penghinaan.Diana tersadar akan ucapannya dan pikirannya yang membuat ia teringat akan kejadian beberapa waktu yang lalu. Harusnya ia tidak melakukan itu sebab suaminya ini sudah terlihat berubah semenjak kematian ayah mertua. Diana hanya terbawa suasana saja."Bu-bukan, Mas. Aku hanya ingin menikmati suasana malam di tempat ini," jawab Diana terbata, susah payah ia mencari alasan yang masuk akal agar Diaz percaya padanya.Diaz menggulum senyuman. Ru
"Mecca?"Diaz menyebut nama tersebut namun panggilan langsung berakhir. Sepertinya tebakannya benar, ia juga tidak akan lupa dengan suara itu. Wanita yang pernah begitu dekat dengannya."Mas," panggil Diana.Diaz terkejut, ia tidak tahu sejak kapan Diana duduk di hadapannya dan apakah ia mendengar nama yang tadi disebutkan olehnya. Oh semoga saja tidak. Diaz tidak ingin bertengkar di tempat ini dan yang pasti ia lelah jika harus memohon."Kamu sudah selesai?" tanya Diaz dan Diana mengangguk sebagai jawaban."Apakah kita akan tetapi di sini, Mas?" tanya Diana.Diaz tersenyum. "Tentu saja tidak, kita akan jalan-jalan untuk menikmati udara dan keindahan malam di sekitar sini. Oh ya, aku sudah memesankan sepatu flat yang bisa kamu pakai. Lepaskan lagi sepatumu itu," ucap Diaz seraya menyerahkan sebuah paper bag.Diana merasa tersanjung. Mengenai pakaian dan penampilan Diaz memang paling ahli. Kadang Diana bertanya dalam hati bagaimana bisa suaminya itu mengerti tentang fashion wanita dan
Arunika kembali menampakkan kehadirannya, debur ombak sayup-sayup terdengar menenangkan indera. Embusan angin dan sapuan lembut di pipi juga membantu Diana membuka kedua mata indahnya. Di hadapannya kini tampak seorang pria dengan pahatan wajah yang begitu sempurna mendeskripsikan bagaimana Tuhan sedang begitu bahagia saat menciptakannya. Alis tegas serta hidung mancung itu seakan begitu pantas diberikan padanya, belum lagi rahang tegas dan bulu mata uang yang lentik, semakin menambah kesan tampan padanya. Jangan lupakan senyum menawan dari bibir yang sering berkata manis tetapi menghasilkan empedu bagi Diana, ah jika mengingat semua itu rasanya ia ingin kembali tertidur dan bermimpi. Mimpi? Diana bahkan ingat yang terjadi semalam bukanlah sekadar mimpi belaka. Diaz begitu dekat dengannya seperti saat ini, saat suaminya begitu dekat dengan wajahnya. Mengingatnya membuat Diana tersipu."Selamat pagi My Wife, apakah tidurmu menyenangkan?"Sapaan Diaz tersebut semakin mempertegas keja
Tubuh Diana menegang begitu tahu apa yang selama ini disembunyikan mertuanya. Dia menanti mulut itu terbuka lagi untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi."Diaz itu adalah anak Mama yang sangat nakal tetapi menyimpan kepedulian yang hampir tidak terlihat. Semua ini salah Mama, jika saja Mama bisa menegurnya dan membuatnya berubah ...."Indria mengambil tangan menantunya yang selama ini membuatnya banyak merasa bersalah karena secara tidak langsung sudah menjebaknya dalam pernikahan toxic bersama putranya yang tidak pernah serius dalam menjalin hubungan."Dulu Mama sudah pasrah karena Diaz berkata dia tidak akan pernah menikah. Semua itu karena pengalaman pribadi keluarga kami. Sebelum rumah tangga Mama dan Papa ini terlihat harmonis, kami dulu pernah berjuang melawan badai yang hampir menghancurkan rumah tangga ini. Semua karena godaan perempuan yang memanfaatkan kekuasaan Papa."Indria akhirnya memilih membuka tabir keluarga mereka di mana dulu dia dan mendiang suamianya pernah
Pesawat yang ditumpangi Diaz dan Diana kini telah mendarat. Dengan terburu-buru pasangan tersebut keluar dan masuk ke dalam mobil yang sudah menanti mereka. Sejak di dalam pesawat Diaz tak bisa tenang. Ia khawatir terjadi sesuatu yang begitu buruk pada wanita yang telah melahirkannya itu. Diaz telah kehilangan sosok Ayah, ia tak ingin kehilangan lagi sosok Ibu.Diana juga tahu kegelisahan suaminya, tak bisa ia pungkiri pun ia sangat gelisah. Ibu mertuanya menyayanginya begitu sangat, seakan mereka bukanlah pasangan anak menantu dan mertua. Diana diperlakukan bagaikan anak kandung sehingga rasa khawatir itu tak kalah dari yang dirasakan Diaz."Di, Mama," lirih Diaz, ia meremas tangan Diana, mencoba menyalurkan apa yang tengah ia rasakan."Kita harus tetap tenang, Mas. Lebih baik kita berdoa agar Mama baik-baik saja," ucap Diana mencoba menenangkan Diaz, padahal di sini ia juga tak kalah risau.Mobil yang ditumpangi Diaz dan Diana terasa begitu lamban padahal sopir sudah mengerahkan kec
Arunika kembali menampakkan kehadirannya, debur ombak sayup-sayup terdengar menenangkan indera. Embusan angin dan sapuan lembut di pipi juga membantu Diana membuka kedua mata indahnya. Di hadapannya kini tampak seorang pria dengan pahatan wajah yang begitu sempurna mendeskripsikan bagaimana Tuhan sedang begitu bahagia saat menciptakannya. Alis tegas serta hidung mancung itu seakan begitu pantas diberikan padanya, belum lagi rahang tegas dan bulu mata uang yang lentik, semakin menambah kesan tampan padanya. Jangan lupakan senyum menawan dari bibir yang sering berkata manis tetapi menghasilkan empedu bagi Diana, ah jika mengingat semua itu rasanya ia ingin kembali tertidur dan bermimpi. Mimpi? Diana bahkan ingat yang terjadi semalam bukanlah sekadar mimpi belaka. Diaz begitu dekat dengannya seperti saat ini, saat suaminya begitu dekat dengan wajahnya. Mengingatnya membuat Diana tersipu."Selamat pagi My Wife, apakah tidurmu menyenangkan?"Sapaan Diaz tersebut semakin mempertegas keja
"Mecca?"Diaz menyebut nama tersebut namun panggilan langsung berakhir. Sepertinya tebakannya benar, ia juga tidak akan lupa dengan suara itu. Wanita yang pernah begitu dekat dengannya."Mas," panggil Diana.Diaz terkejut, ia tidak tahu sejak kapan Diana duduk di hadapannya dan apakah ia mendengar nama yang tadi disebutkan olehnya. Oh semoga saja tidak. Diaz tidak ingin bertengkar di tempat ini dan yang pasti ia lelah jika harus memohon."Kamu sudah selesai?" tanya Diaz dan Diana mengangguk sebagai jawaban."Apakah kita akan tetapi di sini, Mas?" tanya Diana.Diaz tersenyum. "Tentu saja tidak, kita akan jalan-jalan untuk menikmati udara dan keindahan malam di sekitar sini. Oh ya, aku sudah memesankan sepatu flat yang bisa kamu pakai. Lepaskan lagi sepatumu itu," ucap Diaz seraya menyerahkan sebuah paper bag.Diana merasa tersanjung. Mengenai pakaian dan penampilan Diaz memang paling ahli. Kadang Diana bertanya dalam hati bagaimana bisa suaminya itu mengerti tentang fashion wanita dan
Dahi Diaz mengernyit. Ia merasa heran dengan sikap Diana yang mendadak berubah dan kembali menolaknya. Entah apa yang ada di pikiran istrinya itu saat ini, tetapi Diaz tidak akan memaksanya, mungkin Diana sudah begitu lelah melayaninya yang seakan tiada hentinya melakukan pergulatan tersebut."Kamu lelah, Di?" tanya Diaz sambil memasang senyuman penuh kepalsuan. Ia adalah orang yang paling tidak suka mendapatkan penolakan, namun demi tetap menjaga keberadaan istrinya di sisinya, ia akan menahan segala rasa yang menurutnya merupakan sebuah penghinaan.Diana tersadar akan ucapannya dan pikirannya yang membuat ia teringat akan kejadian beberapa waktu yang lalu. Harusnya ia tidak melakukan itu sebab suaminya ini sudah terlihat berubah semenjak kematian ayah mertua. Diana hanya terbawa suasana saja."Bu-bukan, Mas. Aku hanya ingin menikmati suasana malam di tempat ini," jawab Diana terbata, susah payah ia mencari alasan yang masuk akal agar Diaz percaya padanya.Diaz menggulum senyuman. Ru
Diaz mengajak Diana bermain di pantai, sebelumnya mereka menikmati kelincahan lumba-lumba bermain dan itu membuat Diana merasa senang. Diaz tak pernah melepaskan genggaman tangannya, Diana merasa sangat dicintai oleh sang suami. Hatinya menolak merasakan bahwa ini adalah salah satu trik suaminya untuk kembali menarik simpati dan juga perhatiannya."Mas, terima kasih sudah mengajakku ke tempat ini. Benar apa yang dijelaskan di artikel itu, tempat ini sangat indah. Jika bukan karena menikah denganmu mungkin aku tidak akan pernah datang ke tempat ini," ucap Diana saat mereka sedang berjalan-jalan di tepi pantai. Ombak dan pasir yang terasa di kaki Diana membuatnya rileks. Belum lagi rasa nyaman dan hangat dari genggaman tangan Diaz. Kali ini, untuk pertama kalinya Diana merasa dicintai oleh sang suami. Ia ingin agar hal ini selalu dan selamanya terjadi. Tidak akan ada lagi Veronika selanjutnya. Diaz adalah suaminya dan sampai kapanpun Diana akan mempertahankannya."Ngomong apa sih, Di.
"Hati-hati di negara orang ya. Mama harap kalian saling menjaga dan yang paling penting adalah kebersamaan kalian harus menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang. Oh iya, jangan kembali jika belum ada kabar tentang kehadiran cucu Mama," ucap Indria dengan begitu antusias saat mengantar Diana dan Diaz ke mobil.Hari ini anak dan menantunya akan melakukan perjalanan bulan madu kedua di Maladewa atau yang lebih dikenal dengan Maldives. Diana setuju untuk memulai kembali rumah tangganya dengan Diaz. Ia merasa bahwa ini adalah salah satu ujian dalam berumah tangga. Hidup merak nyaris sempurna, tentu semakin besar ujian yang harus mereka hadapi. Diana juga sadar mungkin suaminya merasa sepi dan bosan sebab sudah lima tahun mereka menikah tetapi belum juga dikaruniai keturunan. Diana sadar kekurangannya."Aamiin Ma. Mama jaga diri baik-baik ya di rumah," ucap Diaz sambil merangkul Indria.Diana pun melakukan hal yang sama. "Ma, sebenarnya aku nggak tega ninggalin Mama di rumah sendiri. Mama i
Veronika menggeleng keras. Ia sudah terjebak. Mana mungkin ia mengaku hamil dan melakukan pemeriksaan oleh dokter kandungan. Bodoh sekali dirinya yang mendekati Diana hingga akhirnya membuahkan hasil dirinya lah yang harus menerima pil pahit tersebut. Niat hati membuat Diana pergi dari hidup Diaz, tetapi kali ini sepetinya nasib itu tertuju pada dirinya.Diana hampir saja menuruti keinginan Diaz sebelum akhirnya Veronika membuka suara."Sa-saya tidak hamil. Saya tidak hamil ...."Diaz tersenyum sinis sedangkan Diana terkejut. Dia berpikir mungkin ini rencana suaminya untuk mengancam Veronika di hadapannya. "Nona pelakor, Anda tidak perlu takut jika memang hamil. Suami saya pasti akan bertanggung jawab pada Anda ... ah tidak, pada bayi yang sedang Anda kandung karena tidak mungkin saya membiarkan suami saya menikah lagi sekalipun Anda mengandung benihnya," ucap Diana begitu pedas. Diaz melongo, ia tidak pernah melihat sisi Diana yang seperti ini. Bibir Diaz melengkung ke atas, rupany
"Sial!" Veronika mengumpat sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia gagal memprovokasi Diana dan kini justru ia yang dibuat tidak bisa berhenti marah. Rupanya tidak semudah itu membuat Diana kalah."Aku harus melakukan cara lain. Aku tahu aku nekat tapi aku tidak bisa jika bukan Diaz lelaki yang menjadi suamiku. Aku sudah memberikan tubuhku padanya walaupun dengan imbalan rumah, tapi celakanya aku bermain hati pada pria tak punya hati sepertinya."Kembali Veronika menggerutu, ia kemudian merapikan dandanannya sebab acara di perusahaan ini belum selesai.Di aula Diaz dan Diana saling diam, lebih tepatnya hanya antara mereka berdua sebab ada banyak klien yang sedang menyapa keduanya dan terlihat percakapan cukup panjang. Diana yang dulunya bekerja di perusahaan Diaz sedikit banyak tahu tentang topik pembicaraan mereka, hanya saja ia malas menimpali jika tidak ditanyai.Langkah kaki Veronika membuat atensi mereka teralihkan. Tak sedikit yang memuji kecantikan sekretaris tuan Pr