“Belum waktu besuk, Kimiko,” jawab Peter sambil melirik ke jam di pergelangan tangannya.
“Sebentar lagi, Kimiko, Sayang. Duduklah dulu, ceritakan pada Mama bagaimana pengalamanmu selama di Jepang? Pasti menyenangkan, ya?” ucap Arabella sambil membelai rambut Kimiko yang panjang keemasan.
“Lumayan. Tidak bisa dibilang menyenangkan, tetapi juga tidak bisa dibilang tidak menyenangkan, Ma,” jawab Kimiko ambigu.
Peter tertawa kecil mendengar jawaban Kimiko.
“Maksudmu, Sayang?” tanya Arabella bingung tanpa maksud ingin mengulang kisah Kimiko yang pergi tanpa pamit dan pesan pada kakek nenek dan ibunya.
“Mama sudah tahu ‘kan, aku pergi meninggalkan rumah saat aku dan Mama Kim bertengkar hebar? Sudahlah tidak usah dibahas aku masih kesal jika mengingatnya …. Heran, kenapa orang dewasa bisa begitu egois?” gerutu Kimi
“Sungguhkah?” Kimiko tersentak mendengar kabar yang disampaikan perawat itu, lalu cepat memakai pakaian khusus dan masuk ke ruangan ICU.Sampai di sana dia melihat Jonah membuka matanya beberapa saat, memperhatikan sekelilingnya dengan perlahan. Ada dua orang dokter yang mendampinginya.“Jonah!” seru Kimiko pelan dengan wajah sumringah tidak percaya.Jonah menoleh pada suara itu dan melihat Kimiko di sana dengan pandangan tidak percaya.“Ini aku, Kimiko, Jonah. Apa kau tidak mengenaliku?” tanya Kimiko tidak percaya. Apa mungkin Jonah kehilangan ingatannya?Jonah mengangguk pelan, air mata mengalir perlahan dari sudut matanya. Dia pasti sedang bermimpi bertemu dengan Kimiko, sahabat sekaligus saudaranya … tapi di mana Mama? Mengapa Mama tidak ada? Dia kembali meihat ke sekeliling. Jonah bingung dan kepalanya menjadi sakit … s
Tiba-tiba seseorang memeluk pinggang Peter dari belakang hingga dia terkejut dan hampir saja mengempaskan pelukan itu … sesaat dia tersadar, tangan kecil itu tangan anaknya … Kimiko.“Kimi, kau membuat Papa terkejut!” seru Peter yang langsung memutuskan sambungan telepon itu.“Papa sedang menelepon siapa? Tadi aku sudah memanggilmu, Pa, tapi Papa tidak mendengarkanku. Makanya aku berinisiatif memeluk Papa,” jawab Kimiko jujur.“Haa? Kau memanggil Papa? Mengapa Papa tidak mendengarmu memanggil?” tanya Peter heran.“Mana aku tahu. Mungkin Papa terlalu serius dengan orang yang di telepon itu? Siapa dia? Apa yang dia inginkan sampai Papa tidak mendengar panggilanku?” jawab Kimiko bersungut.“Hanya teman, Kimi. DIa tadi ingin meminta Papa untuk mengantarkannya ke suatu tempat, tapi Papa belum mengiyakan dan terputus g
“Hei, Jonah, bagaimana keadaanmu? Apa sudah lebih baik?” tanya Peter ketika muncul di depan Jonah yang sedang berbaring dengan pandangan kosong. Tatapan bocah itu langsung berubah begitu melihat kedatangan Peter ke ruang ICU.“Pa-pa?” panggilnya terbata.Peter mengangguk dan mengecup pucuk kepalanya perlahan.“Kau mencari Papa, Jonah? Ada apa? Apa kau ingin menceritakan pengalamanmu pada Papa, Sayang?” tanya Peter dengan lembut.Jonah tidak mengangguk juga tidak menggeleng. Dia hanya menatap Peter sejenak, lalu sebulir air mata menetes dari sudut matanya yang sendu.Peter langsung terenyuh.“Jangan menangis, Sayang. Sekarang kau berada di tempat yang aman, tidak akan orang yang akan menganggumu lagi, ya. Jangan menangis,” ucap Peter pada bocah lelaki itu.Setelah Jonah terlelap, Peter keluar
“Kau tidak ingat padaku?” tanya Kimiko heran, kedua alisnya hampir menyatu karena terkejut, tidak menyangka kalau Jonah akan menderita amnesia.Jonah menggeleng pelan.“Kau siapa?” tanya Jonah mengulang pertanyaan lagi.“Aku … aku ….” Tiba-tiba air mata membanjiri wajah Kimiko, dia sedih sekali mengetahui keadaan Jonah hingga tidak bisa menahan air mata.Arabella segera mendekati Kimiko dan berusaha menenangkan gadis kecil itu. Dokter sudah pernah mengatakan padanya saat Jonah selesai dioperasi. Jadi dia tidak terkejut.“Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis, Sayang?” tanya Peter saat masuk ke kamar rawat Jonah dan melihat Kimiko menangis tersedu-sedu.Arabella menghela napas pelan, “Jonah tidak mengenali dia, Peter.”Peter terbelalak. Apakah itu berarti bocah itu j
“Tidurlah sebentar kalau lelah, Ara,” jawab Peter sambil terus mengusap lembut pucuk kepala wanita itu.“Aku takut … dia tidak akan pulih. Bagaiimana ini?” tanya Arabella dengan pilu. Hatinya bagai diiris sembilu melihat kondisi Jonah yang belum pulih sejak kecelakaan itu terjadi.“Sstt … jangan putus asa. Dia sudah bangun dari koma, kita harus bersyukur pada Tuhan, Ara. Kita masih diberi kesempatan untuk bersama dengan dia. Jadi kau tidak boleh putus asa. Kau harus lebih bersemangat dari Jonah agar mampu memberinya semangat lebih. Aku akan tetap di sini bersamamu,” ucap Peter memompa semangat pada Arabella yang putus asa.Arabela hanya diam dan makin menyurukkan kepalanya ke dada bidang Peter.Peter tahu, Arabella lelah, begitu juga dia. Lelah menghadapi ketidakpastian kondisi Jonah sejak kecelakaan itu. Dan saat dia sudah bangun, ternyata ada kenyat
Hari hampir gelap ketika Joshua memasuki rumah sakit tempat Jonah dirawat sejak pertama bocah itu terluka. Aroma obat langsung terhidu ketika dia naik ke lift yang akan membawanya ke lantai enam belas. Arabella sudah memberitahukan padanya di mana Jonah dirawat.Di depan pintu kamar 1631, Joshua kembali meragu untuk masuk ke dalam atau tidak. Tiba-tiba suara tawa Jonah dengan suara seorang anak perempuan yang pasti bisa dipastikannya anak Peter terdengar hingga keluar kamar. Alis matanya hampir beradu memikirkan apa yang diinginkan Jonah mencarinya? Apa bocah itu ingin meminta pertanggungjawabannya? Ataukah ingin …. Bayangan Joshua semakin liar.Langkah kakinya tidak lagi tegak, kakinya sudah mundur selangkah dari semula. Dia harus segera pulang!“Arabella, maafkan aku. Hari ini aku harus lembur, mungkin besok pagi atau sore aku akan ke sana, ya. Maafkan aku,” ucap Joshua di ponsel dari lantai bawah ru
Psgi hari Jonah bangun dengan tubuh yang terasa lebih segar. Mungkin karena semalam bermain bersama Kimiko membuat tidurnya lebih nyenyak dan hatinya pun lebih tenang. Mimpi buruk yang kerap datang beberapa waktu lagi sejak dia terbangun di rumah sakit, semalam tidak datang lagi.“Pagi, Jonah. Kau ingat denganku?” tanya Kimiko yang terbangun dan melihat bocah itu sudah duduk di ranjangnya sambil menatap ke langit biru lewat kaca kamar.“Tentu saja aku ingat kau, Kimi. Kau tahu berkat kau, tidurku semalam sangat nyenyak. Tidak ada mimpi buruk … semalam. Ya … kuharap mimpi itu pergi untuk selamanya,” jawab Jonah tertawa kecil.“Sungguh? Kau tidak bermimpi buruk semalam?” tanya Kimiko dengan wajah berbinar.Jonah mengangguk.“Di mana Mama dan Papa?” tanya Jonah pelan, karena dia tidak melihat keduanya di kamar.“Mereka tidur di bawah ranjangmu,” jawab Kimiko terkekeh pelan takut membangunkan keduanya.“Di bawah ranjang? Mengapa?” Jonah bertanya dengan alis mata yang hampir menyatu di hid
“Sungguh aku boleh pulang?” tanya Jonah dengan wajah berbinar menatap pada Arabella dengan senyuman lebar. DIa bahagia ketika dokter mengatakan padanya bahwa besok Jonah sudah boleh pulang ke rumah dengan janji temu tiga hari kemudian.“Iya, apa kau senang, Sayang?” Tanpa bertanya pun, Arabella sudah tahu wajah Jonah yang cerah dengan binar di mata gelapnya itu menandakan kalau dia bahagia.Jonah mengangguk anggukan kepala tanpa henti.“Tapi kau masih harus mengikuti fisioterapi sampai akhir bulan, Sayang. Dan kau belum bisa kembali ke sekolah. Jadi kau akan tetap di rumah,” jelas Arabella dengan sabar. Otomatis dia harus meminta cuti di kantor untuk menemani Jonah. Tidak mungkin meninggalkan bocah itu di rumah sendirian.“Yaaa … lalu kapan aku bisa kembali ke sekolah, Ma?” tanya Jonah sedikit kecewa mendengar hal itu. Sedangkan Kimiko bahkan sud
“Apa kalian sudah siap?” tanya Arabella pada Peter dan Kimiko. Hari ini mereka akan meresmikan pernikahan mereka di kantor catatan sipil.“Sudah, Ma,” jawab Kimiko bersemangat.“Jonah mana?” tanya Kimiko lagi karena tidak melihat bocah itu.“Ada, dia hampir siap. Sedang merapikan kemeja dan memakai dasi kupu-kupunya,” jelas Arabella yang sudah cantik dengan shanghai dress putih berhias bunga peoni besar dan sedikit bunga mawar sebagai pemanis. Cocok sekali dengan tubuhnya yang masih sangat ramping dengan rambut disanggul kecil menyesuaikan rambutnya yang pendek.“Mama cantik sekali,” puji Kimiko sambil memeluk pelan Arabella. Dia tidak ingin merusak tampilan Arabella yang sudah sangat perfect menurutnya.“Wah … kau cantik sekali, Ara,” puji Peter yang baru saja turun dari lantai atas.Arabella tersenyum, “Kau juga tampan sekali, Tuan Jackson.”Ketiganya terkekeh bersama menikmati kebahagiaan.Sementara di kamarnya Jonah tampak termenenung dengan dasi masih digenggamannya.Pintu kamar
“Ada apa denganmu, Sayang? Kenapa tiba-tiba kau menangis?” tanya Arabella heran. Mobil sudah masuk ke pekarangan rumah dan berhenti di depan pintu garasi.Sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Kimiko dan Peter di sini.“Ayo turun, Jonah. Apa kau menangis karena merindukan kamarmu? Sebentar lagik kau akan kembali ke kamarmu, Sayang,” tukas Arabella sambil membuka bagasi untuk menurunan barang-barang Jonah.“Mengapa sepi sekali, Ma? Apa Kimiko dan Papa belum kembali? Apa mereka lupa kalau aku akan pulang hari ini?” tanya Jonah sedih.Arabella tersenyum, “Mereka tidak lupa. Mungkin Papa dan Kimiko sedang membeli sesuatu.”Jonah senyum terpaksa. Dia merasa mereka tidak terlalu menganggapnya penting. Walau sedikit bersedih, tapi dia bahagia bisa pulang ke rumah setelah sekian lama di rumah sakit, rasanya sudah sangat bosan terus menerus
“Sungguh aku boleh pulang?” tanya Jonah dengan wajah berbinar menatap pada Arabella dengan senyuman lebar. DIa bahagia ketika dokter mengatakan padanya bahwa besok Jonah sudah boleh pulang ke rumah dengan janji temu tiga hari kemudian.“Iya, apa kau senang, Sayang?” Tanpa bertanya pun, Arabella sudah tahu wajah Jonah yang cerah dengan binar di mata gelapnya itu menandakan kalau dia bahagia.Jonah mengangguk anggukan kepala tanpa henti.“Tapi kau masih harus mengikuti fisioterapi sampai akhir bulan, Sayang. Dan kau belum bisa kembali ke sekolah. Jadi kau akan tetap di rumah,” jelas Arabella dengan sabar. Otomatis dia harus meminta cuti di kantor untuk menemani Jonah. Tidak mungkin meninggalkan bocah itu di rumah sendirian.“Yaaa … lalu kapan aku bisa kembali ke sekolah, Ma?” tanya Jonah sedikit kecewa mendengar hal itu. Sedangkan Kimiko bahkan sud
Psgi hari Jonah bangun dengan tubuh yang terasa lebih segar. Mungkin karena semalam bermain bersama Kimiko membuat tidurnya lebih nyenyak dan hatinya pun lebih tenang. Mimpi buruk yang kerap datang beberapa waktu lagi sejak dia terbangun di rumah sakit, semalam tidak datang lagi.“Pagi, Jonah. Kau ingat denganku?” tanya Kimiko yang terbangun dan melihat bocah itu sudah duduk di ranjangnya sambil menatap ke langit biru lewat kaca kamar.“Tentu saja aku ingat kau, Kimi. Kau tahu berkat kau, tidurku semalam sangat nyenyak. Tidak ada mimpi buruk … semalam. Ya … kuharap mimpi itu pergi untuk selamanya,” jawab Jonah tertawa kecil.“Sungguh? Kau tidak bermimpi buruk semalam?” tanya Kimiko dengan wajah berbinar.Jonah mengangguk.“Di mana Mama dan Papa?” tanya Jonah pelan, karena dia tidak melihat keduanya di kamar.“Mereka tidur di bawah ranjangmu,” jawab Kimiko terkekeh pelan takut membangunkan keduanya.“Di bawah ranjang? Mengapa?” Jonah bertanya dengan alis mata yang hampir menyatu di hid
Hari hampir gelap ketika Joshua memasuki rumah sakit tempat Jonah dirawat sejak pertama bocah itu terluka. Aroma obat langsung terhidu ketika dia naik ke lift yang akan membawanya ke lantai enam belas. Arabella sudah memberitahukan padanya di mana Jonah dirawat.Di depan pintu kamar 1631, Joshua kembali meragu untuk masuk ke dalam atau tidak. Tiba-tiba suara tawa Jonah dengan suara seorang anak perempuan yang pasti bisa dipastikannya anak Peter terdengar hingga keluar kamar. Alis matanya hampir beradu memikirkan apa yang diinginkan Jonah mencarinya? Apa bocah itu ingin meminta pertanggungjawabannya? Ataukah ingin …. Bayangan Joshua semakin liar.Langkah kakinya tidak lagi tegak, kakinya sudah mundur selangkah dari semula. Dia harus segera pulang!“Arabella, maafkan aku. Hari ini aku harus lembur, mungkin besok pagi atau sore aku akan ke sana, ya. Maafkan aku,” ucap Joshua di ponsel dari lantai bawah ru
“Tidurlah sebentar kalau lelah, Ara,” jawab Peter sambil terus mengusap lembut pucuk kepala wanita itu.“Aku takut … dia tidak akan pulih. Bagaiimana ini?” tanya Arabella dengan pilu. Hatinya bagai diiris sembilu melihat kondisi Jonah yang belum pulih sejak kecelakaan itu terjadi.“Sstt … jangan putus asa. Dia sudah bangun dari koma, kita harus bersyukur pada Tuhan, Ara. Kita masih diberi kesempatan untuk bersama dengan dia. Jadi kau tidak boleh putus asa. Kau harus lebih bersemangat dari Jonah agar mampu memberinya semangat lebih. Aku akan tetap di sini bersamamu,” ucap Peter memompa semangat pada Arabella yang putus asa.Arabela hanya diam dan makin menyurukkan kepalanya ke dada bidang Peter.Peter tahu, Arabella lelah, begitu juga dia. Lelah menghadapi ketidakpastian kondisi Jonah sejak kecelakaan itu. Dan saat dia sudah bangun, ternyata ada kenyat
“Kau tidak ingat padaku?” tanya Kimiko heran, kedua alisnya hampir menyatu karena terkejut, tidak menyangka kalau Jonah akan menderita amnesia.Jonah menggeleng pelan.“Kau siapa?” tanya Jonah mengulang pertanyaan lagi.“Aku … aku ….” Tiba-tiba air mata membanjiri wajah Kimiko, dia sedih sekali mengetahui keadaan Jonah hingga tidak bisa menahan air mata.Arabella segera mendekati Kimiko dan berusaha menenangkan gadis kecil itu. Dokter sudah pernah mengatakan padanya saat Jonah selesai dioperasi. Jadi dia tidak terkejut.“Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis, Sayang?” tanya Peter saat masuk ke kamar rawat Jonah dan melihat Kimiko menangis tersedu-sedu.Arabella menghela napas pelan, “Jonah tidak mengenali dia, Peter.”Peter terbelalak. Apakah itu berarti bocah itu j
“Hei, Jonah, bagaimana keadaanmu? Apa sudah lebih baik?” tanya Peter ketika muncul di depan Jonah yang sedang berbaring dengan pandangan kosong. Tatapan bocah itu langsung berubah begitu melihat kedatangan Peter ke ruang ICU.“Pa-pa?” panggilnya terbata.Peter mengangguk dan mengecup pucuk kepalanya perlahan.“Kau mencari Papa, Jonah? Ada apa? Apa kau ingin menceritakan pengalamanmu pada Papa, Sayang?” tanya Peter dengan lembut.Jonah tidak mengangguk juga tidak menggeleng. Dia hanya menatap Peter sejenak, lalu sebulir air mata menetes dari sudut matanya yang sendu.Peter langsung terenyuh.“Jangan menangis, Sayang. Sekarang kau berada di tempat yang aman, tidak akan orang yang akan menganggumu lagi, ya. Jangan menangis,” ucap Peter pada bocah lelaki itu.Setelah Jonah terlelap, Peter keluar
Tiba-tiba seseorang memeluk pinggang Peter dari belakang hingga dia terkejut dan hampir saja mengempaskan pelukan itu … sesaat dia tersadar, tangan kecil itu tangan anaknya … Kimiko.“Kimi, kau membuat Papa terkejut!” seru Peter yang langsung memutuskan sambungan telepon itu.“Papa sedang menelepon siapa? Tadi aku sudah memanggilmu, Pa, tapi Papa tidak mendengarkanku. Makanya aku berinisiatif memeluk Papa,” jawab Kimiko jujur.“Haa? Kau memanggil Papa? Mengapa Papa tidak mendengarmu memanggil?” tanya Peter heran.“Mana aku tahu. Mungkin Papa terlalu serius dengan orang yang di telepon itu? Siapa dia? Apa yang dia inginkan sampai Papa tidak mendengar panggilanku?” jawab Kimiko bersungut.“Hanya teman, Kimi. DIa tadi ingin meminta Papa untuk mengantarkannya ke suatu tempat, tapi Papa belum mengiyakan dan terputus g