Hari ini adalah hari pertama Rachel bekerja setelah libur selama beberapa hari. Suasana terasa lebih canggung dari sebelumnya. Baik Alan maupun Rachel, tidak ada yang membuka suara sedari tadi. Hal ini dikarenakan Rachel yang tiba- tiba berubah pikiran terkait hubungannya dengan Alan. Sebagai wanita yang pernah memiliki kenangan buruk dalam berhubungan, tentu saja Rachel tidak mau menjadi bayang- bayang Sania dalam hidup Alan. Ia tahu persis, bagaimana perasaan Alan kepada Sania selama ini. Lelaki itu bahkan masih menyimpan rasa, meskipun Sania sudah tidak ada di dunia lagi. Jadi menurutnya, tidak mungkin Alan secepat itu menyukainya. Pasti hanya mencari pelampiasan saja. Semalaman ia memikirkan hal ini. Hingga pada akhirnya, tadi pagi ia memutuskan untuk mengirimkan pesan pada Alan seperti ini, To: Pak Alan Mahardika Pak Alan, jangan salah paham sama hubungan kita berdua ya. Meskipun saya bilang mau belajar membuka hati, tapi bukan berarti status kita berubah jadi pacar. Kita teta
Setelah puas berkeliling Jakarta dengan menggunakan helikopter pribadi milik saudara Juna, kedua orang tua dan sang anak itu pun mencari tempat duduk kosong di taman yang tak jauh dari tempat parkir helikopter. “Duduk di sana dulu. Bunda mau beli minum,” ujar Rachel. Menyuruh Noah dan ayahnya untuk duduk di kursi panjang yang sedang kosong. Selesai membeli minuman dan membeli gulali kapas untuk Noah, Rachel lantas menyusul kedua manusia kembar yang sedang asik berbincang- bincang di atas kursi tersebut. Benar kata Juna, Noah adalah Juna versi share in jar. Mereka memiliki kemiripan dengan tingkat 99%. Matanya, hidungnya, bibirnya, benar- benar jiplakan dari wajah Juna. Entahlah, Rachel hanya kebagian hikmahnya saja. “Nih.” Rachel memberikan satu minumannya pada Juna, dan memberikan gulali kapasnya pada Noah. “Makasih, Bunda,” ujar Juna. Membuat Rachel langsung menatapnya jijik. Setelah itu, ia lantas membuka botol minumannya sendiri, lalu ia berikan pada sang anak yang sedang asi
“Aku mau ngenalin Noah ke orang tuaku, boleh?” tanya Juna pada Rachel. Saat ini mereka bertiga sedang makan malam bersama. Tadi Rachel sempat ingin memasak saja. Namun karena di kulkas Juna tidak ada bahan- bahan masakan, jadinya mereka memutuskan untuk membeli lewat online saja. “Kalau cuma buat direndahin aja, mending jangan. Keluarga kamu mana mau, nerima anak dari perempuan kotor,” balas Rachel ketus. Membuat Juna langsung menghembuskan napasnya kasar. Pria itu meletakkan sendoknya di atas piring, kemudian menatap Rachel yang sedang fokus menonon tayangan video di ponselnya sambil memakan makanannya dengan lambat, seperti orang yang tidak napsu makan. “Chel, jangan gitu dong. Bisa kan, kita nggak usah bahas masa lalu lagi? Lagian aku juga udah minta maaf, dan aku juga lagi berusaha biar bisa jadi Ayah yang baik.” “Oh, jelas nggak bisa! Semua omongan jahat kamu di masa lalu masih tersimpan rapi di otakku.” Lagi- lagi Juna hanya bisa menghela napas. Dari pada semakin ribut, i
Alan berjalan menghampiri Rachel dan teman- temannya dengan Noah yang berada digendongannya. Ia tersenyum tipis pada Rachel yang masih terperangah kaget. “Kamu kok masih di sini? Dari tadi aku nungguin kamu loh,” ujar Alan seraya menarik pinggang Rachel agar mendekat ke tubuhnya. Sedangkan Rachel yang masih kebingungan hanya bisa terdiam dan menurut saja. “Suaminya Rachel ya?” tanya wanita berkaca mata. Alan hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Kemudian wanita berkaca mata tersebut mengulurkan tangannya, mengajak Alan untuk berjabat tangan. “Aku Alsha, teman SMA Rachel,” ucapnya, setelah Alan menerima jabatan tangannya. “Alan,” balas Alan singkat. Kini giliran wanita yang berdiri di samping Alsha yang mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Alan. “Aku Tiffany. Teman Rachel juga,” ucapnya. Sedangkan Alan hanya mengangguk- anggukkan kepalanya saja. Setelah itu, giliran wanita berambut pirang yang mengulurkan tangannya. Namun kali ini, Alan tidak menerimanya. “A
Pagi yang sangat menyebalkan bagi Rachel. Di saat sedang enak- enaknya tidur, tiba- tiba ia dibangunkan oleh Ida karena air banjir sudah mulai memasuki rumahnya. Ya, dari semalam memang hujan turun tiada henti sampai pagi ini. Akibatnya, selokan menjadi penuh dan air mulai memasuki rumah warga. Dari dulu, perumahan di gang ini memang selalu rawan banjir. Makanya Rachel tidak heran, karena ini bukan yang pertama kalinya. Dan saat ini, ia dan Noah sedang menunggu jemputan dari Alan di pinggir jalan raya. Setelah mengamankan semua barang- barang di rumahnya tadi, ia langsung mengajak anaknya untuk menjauh dari area banjir, karena takut terjadi hal- hal yang tidak diinginkan. Beruntungnya ia memiliki Alan yang selalu ada dan siap sedia membantunya sepanjang waktu. Tidak perlu repot- repot mencari tempat untuk mengungsi, karena rumah besar Alan siap menampungnya setiap saat. “Kok lama banget, Bun?” tanya Noah. Rachel melirik jam tangannya. Mereka berdiri di sini sudah hampir dua puluh
“Makasih banyak, Tuan William,” ujar Rachel seraya memberikan kunci mobilnya pada Juna. Juna terkekeh. Kemudian ia lantas melajukan mobilnya, meninggalkan area Supermarket tersebut. “Keren kan, aku? Udah kayak Superhero yang tiba- tiba datang buat nolongin kamu,” ujar Juna. Membuat Rachel langsung memutarkan bola matanya malas. “Iya, deh. Si paling Superhero,” balas Rachel. Membuat Juna kembali tertawa kecil. “Kenapa nyusul ke sini?” tanya Rachel. “Pengen belanja juga, tapi nggak jadi,” jawabnya. “Kenapa nggak jadi?” “Tadi aku baru sampai. Belum sempat ambil belanjaan, tapi udah lihat kamu ketemu sama Airin. Yaudah, aku ikutin aja drama kamu.” Rachel terkekeh sambil mengeluarkan air mata. Kemudian ketika Juna menatapnya, ia langsung buru- buru menghapus air matanya. “Aku nggak tau, rencana apa yang udah dibuat sama Tuhan. Padahal lima tahun belakangan ini, aku sama Noah udah hidup tenang dan bahagia. Tapi akhir- akhir ini, banyak banget pengganggu dari masa lalu yang tiba-
Alan berjalan memasuki sebuah cafe dengan langkah cepat. Pagi ini, ia ada pertemuan dengan seseorang untuk membahas perihal pekerjaan. Karena tadi sempat terjebak macet, jadi ia terlambat selama beberapa menit. “Maaf, saya terlambat,” ujar Alan seraya mendudukkan dirinya di kursi. Seorang wanita yang duduk di depannya itu pun mengangguk seraya tersenyum manis. “Tidak masalah,” balasnya. Tak lama kemudian, ada seorang pelayan cafe yang mengantar minuman ke meja mereka. “Saya tidak tau, apa minuman kesukaan anda. Jadi saya pesankan orange juice,” ujar wanita itu. Sedangkan Alan hanya mengangguk sembari meminum orange juice tersebut. “Mau langsung membahas pekerjaan?” tanya Alan. Wanita itu mengangguk. “Oh iya, saya perkenalkan diri saya dulu ya. Nama saya Airin. Saya teman David, sekaligus pemilik Villa yang waktu itu dibeli oleh David. Kedatangan saya ke sini bukan cuma untuk membahas investasi saham saja, tapi juga ingin membicarakan soal Villa yang saat ini sudah jatuh ke tanga
Sedari tadi, Airin terus mondar mandir ke sana ke mari sambil berusaha menghubungi seseorang di ponselnya. Wanita itu tampak sangat gelisah, hingga terlihat seperti ingin menangis. “Papa ke mana aja, sih? Dari tadi Airin telepon nggak diangkat- angkat,” omelnya. Ketika panggilannya dengan sang Papa sudah tersambung. “Tadi masih ada tamu.” Wanita itu berdecak kesal. Kemudian ia lantas mendudukkan dirinya di kursi dengan wajah yang masih cemberut. “Airin punya berita gawat nih,” ucapnya kesal. “Apa?” “Ternyata Investor yang Airin temuin itu suaminya Rachel, Pa! Mereka berdua udah nikah. Gimana dong, kalau dia nolak buat bantuin kita? Airin yakin, dia pasti udah kena hasutan si Rachel,” cerocosnya. “Rachel siapa? Rachel adek kamu?” “Iya. Rachel anak lo, Indra! Emang Rachel siapa lagi?” “Kok bisa?” “Ya mana Airin tau! Pakai guna- guna kali. Mana mungkin, cowo ganteng kaya raya mau sama cewe kotor kayak dia.” “Udah, udah. Mending kamu sekarang fokus sama urusan kamu aja.
Sudah ada lima polisi yang melakukan pemeriksaan di taman belakang rumah Santi. Menurut Polisi, terjadinya ledakan tersebut dikarenakan ada sebuah bom kecil yang dilempar ke taman tersebut. Dan setelah di cek di CCTV, ternyata benar. Ada sebuah benda bulat kecil yang dilempar dari arah luar. Akan tetapi, orang yang melempar tersebut tidak terlihat di kamera CCTV. Jadi mereka semua belum tahu, siapa pelaku pelemparan bom tersebut.“Tante, masuk dulu yuk. Ada yang mau aku omongin. Itu biar diatur sama Pak Polisi.” Alan mengajak Cindy untuk masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Rachel dan Santi yang ikut berjalan di belakang mereka.Mereka duduk di ruang keluarga. Rachel berdampingan dengan Alan, dan Cindy berdampingan dengan Santi. Sementara itu, Noah asik bermain sendiri.Sebelum berbicara, Alan menghela napasnya terlebih dahulu. “Dalang dari pelaku yang memukul Rachel udah tertangkap,” ucapnya.“SIAPA?” tanya mereka berbarengan.Alan kembali menghela napasnya lagi. Melihat wajah Santi, i
Alan mengepalkan tangannya kuat dengan wajah yang memerah menahan amarah. Kemudian tanpa basa- basi, ia langsung keluar dari ruangan tersebut dan berjalan menuju tempat di mana mobil sewanya terparkir.Alan mengendarai mobilnya seperti orang kesurupan. Ia sudah tidak peduli lagi, jika dirinya akan ditangkap oleh Polisi ataupun dimarahi orang lain. Lagi pula jalanan juga sedang sepi, hanya ada beberapa kendaraan saja yang lewat.“Vid, lo ke Bali ya, sekarang. Gue pesenin tiket.” Alan berbicara dengan temannya lewat telepon sambil terus menyetir.“Ngapain?” tanya orang itu, yang tak lain adalah David. “Ada urusan penting. Gue butuh bantuan lo.”“Ck. Gue males. Lagi nggak mood ke mana- mana.” “Gue kasih uang saku sejuta.”“Kurang.” “Dua juta.”“Tambahin dikit.” Alan berdecak kesal. “Sialan lo! Lama- lama jadi ngelunjak.”“Yaudah, kalau nggak mau nambahin ya gue ogah ke sana.” “Dua juta setengah.”“Nanggung amat. Tiga juta kek.”Alan mendesis kesal. Karena malas bernegoisasi lama-
Rachel merintih kesakitan sambil memegangi punggungnya. Ia bahkan sampai tidak sanggup berdiri karena saking sakitnya. Ia tidak tahu, siapa orang jahat yang baru saja memukulnya, karena wajah kedua orang itu ditutupi oleh topeng berwarna hitam.“To- long ...” rintih Rachel dengan suara yang terputus- putus. Berharap ada orang yang melihatnya lalu menolongnya.Ia menoleh ke belakang dan melihat kedua orang itu mulai mengangkat tongkat yang dipegangnya lagi. Seolah bersiap untuk kembali menghajar Rachel. Melihat itu, Rachel sontak mengeluarkan semua energinya untuk berteriak.“AAAAA!” teriaknya kencang dengan mata yang terpejam erat.Bersamaan dengan itu, terdengar suara gebukan berkali- kali yang begitu kencang. Namun anehnya, ia tak merasakan sakit sama sekali. Karena penasaran, Rachel pun akhirnya membuka matanya dengan perlahan. Tongkat tersebut tidak mendarat di tubuhnya, melainkan tergeletak di bawah bersama sang pemiliknya. Entah apa yang sudah terjadi, sampai kedua penjahat itu
Aku tentu saja terkejut mendengar perkataan Nena. Ah tidak, bukan aku saja. Semua orang yang berada di dalam ruangan ini juga terkejut mendengarnya. Bahkan Airin saat ini sudah menatapku dengan tatapan yang sangat tajam.“Maksud Nena?” tanyaku. Aku ingin memastikan, apakah ia salah berbicara atau tidak.“Nena nggak mau harta benda Nena jatuh ke tangan orang yang salah. Cukup mereka bertiga aja yang membuat Nena hampir jatuh miskin,” ucapnya sambil melirik Mama, Papa dan juga Airin yang sedang menundukkan kepala.“Tapi─” Aku ingin memprotes, tapi Nena langsung memotong ucapanku.“Cuma kamu, satu- satunya orang yang Nena percaya. Nena tau, kamu bukan orang yang gila harta. Maka dari itu, Nena percayakan semuanya ke kamu. Tolong dijaga dengan baik, karena itu hasil dari kerja keras Kakek kamu dulu.”Aku menundukkan kepala. Diberi tanggung jawab sebesar ini tentu saja membuatku merasa sangat terbebani. Apalagi masih ada pewaris yang lebih layak mendapatkannya, yaitu Mama. Kalau Om Radit s
Tatapan tajam dan penuh kebencian saling dilempar oleh Airin dan Rachel layaknya singa yang bertemu dengan harimau. Raut wajah Rachel menyiratkan sebuah emosi yang begitu besar, begitu juga dengan Airin, wanita itu juga tampak sangat kesal dengan wanita di depannya yang berstatus sebagai adiknya ini.Sementara itu, sang Mama hanya menatap mereka pilu. Menyaksikan pertengkaran yang akan terjadi antara dua bersaudara yang lahir dalam rahim yang sama. Sedih? Tentu saja. Ia merasa gagal menjadi orang tua karena tidak bisa mendidik anak- anaknya dengan baik. Seharusnya mereka berdua bisa tumbuh menjadi saudara yang saling menyayangi satu sama lain. Namun apa daya, mereka berdua sudah terlanjur saling membenci satu sama lain.“Gue rasa, lo nggak perlu ikut campur urusan gue sama Mama,” ujar Airin.“Gue rasa, gue juga punya hak buat ikut campur urusan ini,” balas Rachel. Kemudian Rachel berdiri, menghadap Airin dengan tangan yang dilipat di depan dada, tak lupa dengan senyuman miring yang me
“Halo ...”Panggilan sudah tersambung, tapi Rachel hanya mendengar suara kebisingan. Ya, setelah membaca pesan yang dikirim oleh Alan, wanita itu langsung bergegas menghubunginya.Khawatir? Tentu saja. Siapa yang tidak khawatir ketika mendapat kabar seperti itu dari orang yang kita sayang. Rasanya Rachel ingin terbang ke Singapore sekarang juga.“Halo ...” Panggil Rachel sekali lagi. Namun belum ada sahutan dari Alan.“Alan, are you okay?” Nada bicara Rachel terdengar mulai panik, lantaran pria itu tak kunjung membalas ucapannya. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi pada pria itu.Hingga satu menit kemudian, panggilan masih tersambung tapi yang Rachel dengar hanyalah suara bising. Ia tidak mau mematikan sambungan teleponnya, ia akan menunggu sampai suara pria itu terdengar di telinganya.Beberapa menit kemudian ....“Chel?” Rachel yang sedang melamun refleks langsung menegakkan tubuhnya ketika mendengar suara Alan yang memanggil namanya.“Kamu di mana? Gimana keadaan kamu sekarang? K
Singapore09.30Sedari tadi, Alan terus mondar- mandir gelisah. Ia benar- benar bingung saat ini. Ingin pulang sekarang juga, tapi tidak ada yang menemani Anggi di sini. Sedangkan ia juga sudah berusaha menelepon Rachel sampai berkali- kali, tapi selalu ditolak. Bahkan nomornya sekarang sudah diblokir oleh wanita itu.“Anggi ... Abang ada urusan mendadak di rumah. Nggak papa, Abang pulang sekarang? Besok sore Ayah kamu udah sampai sini, kok.” Alan berkata dengan sangat lembut pada gadis itu. Berharap gadis itu mengizinkannya untuk pulang saat ini juga.Namun responnya sesuai dengan dugaan. Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan wajah yang cemberut. “Kalau Abang pulang sekarang, nanti Anggi di sini sama siapa?” tanyanya.“Nanti ada Suster yang nemenin kamu.”“Nggak mau. Suster nggak bisa jaga Anggi 24 jam. Nanti kalau tiba- tiba Anggi kenapa- napa, gimana?”Alan menghela napasnya kasar. Posisinya benar- benar sulit saat ini. Ada masalah yang harus ia selesaikan sekarang, tapi di sisi
Tepukan tangan Rachel di pundak wanita yang bernama Anna itu pun berhasil membuat wanita itu langsung tersentak kaget. Apalagi saat wanita itu melihat wajah Rachel, terlihat semakin bertambah keterkejutannya.“Loh, Rachel? Kok bisa ada di sini?” tanyanya.Rachel tersenyum sendu. Mungkin inilah yang dinamakan ‘Sudah jatuh, tertimpa tangga pula’. Setelah mendapat pesan yang kurang mengenakkan dari Alan, Rachel juga mendapat kejutan kebohongan yang dilakukan oleh pria itu kepadanya. Jika mamanya saat ini sedang berdiri di depannya dalam keadaan sehat walafiat, lalu ke mana perginya pria itu? Kenapa harus berbohong dengan alasan mengantar mamanya berobat ke Luar negeri? Tidakkah pria itu tahu, jika hal yang paling dibenci oleh Rachel adalah ketika dibohongi? Sungguh, Rachel benar- benar bingung dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Kenapa Alan berbohong? Kenapa mamanya Alan kaget melihat keberadaannya? Apakah mereka berdua bersekongkol? Itulah pertanyaan yang sedang berkecamuk di kepal
Rachel POV Hari ini sebenarnya ada acara study tour di Sekolah Noah. Aku sebagai ibunya seharusnya turut hadir untuk menemani anakku. Akan tetapi, Ibu tiba- tiba memintaku untuk mengantarnya pergi ke rumah saudaranya yang di Bekasi. Jadi mau tidak mau, Junalah yang aku suruh untuk menemani Noah. Untungnya Noah juga tidak protes. Dia malah senang jika ditemani ayahnya, karena bisa pamer ke teman- temannya jika ayahnya adalah seorang Pilot. Sebangga itu, anakku pada ayahnya. Padahal dulunya sempat tidak diakui dan sempat ingin dilenyapkan juga. Hahaha ya sudahlah, lupakan saja.“Pakai tas dino aja ya,” ucapku seraya berjalan menghampiri Noah yang sedang dipakaikan baju oleh Juna. Dengan membawa tas kecil yang bergambar Dinosaurus.“Nggak mau. Pakai tas Marvel aja,” balas Noah.“Tas Marvel udah rusak resletingnya, Sayang. Ini aja, ya. Nanti Bunda beliin yang baru lagi,” bujukku.“Yah ... yaudah, deh. Nggak papa.”“Minta uang saku berapa?” tanyaku.“Nggak usah, deh. Uang Ayah Juna udah b