Saat William dan Amelia masih bersama, Tio muncul. “Kalian berdua saja?” curiga segera merasuki pikirannya.William memberikan jawaban dengan santai, “Iya, duduklah bergabung.” Tidak buang waktu apalagi menolak, Tio segera menggeser kursi kosong.“Mei, syukurlah, kamu baik-baik saja.” Senyuman tulus Tio. Melihat Amelia makan dengan lahap membuatnya tahu jika wanita itu sudah pulih.“Iya, aku baik-baik saja, tapi nama kamu sangat jelek di mata mama dan papa!” Sunggingan kecil Amelia yang merasa puas karena nama baik Tio jatuh begitu saja, mungkin ini balasan karena pria itu sudah mengkhianatinya.Tio memegangi pelipisnya sesaat. “Aku sudah menduganya.” Embusan udara ikut dibuang seiring menggelengkan kepala.William berbicara masih sangat santai. “Pesanlah sesuatu. Aku yakin kamu tidak tertarik menonton orang makan.” Tawa kecil disisipkan.“Tidak perlu, sebenarnya aku kesini karena ada kencan buta. Mama menjodohkan aku lagi!” keluhan Tio yang disahut tawa ringan William.“Terima saja p
“Apa maksudnya?” Tio menatap William dan Amelia bergilir.Amelia segera memberikan penjelasan, “Aku menginginkan pria yang kelak akan menjadi ayah untuk anakku!”“Nah, itu maksudku.” Tawa puas William. Sebenarnya tadi dirinya sengaja mengungkit tentang keberadaan Kenzo hanya untuk mengetahui reaksi Amelia demi memberinya petunjuk apakah Kenzo benar-benar ada?Namun, tentu saja Amelia tidak menyukai kalimat William, apalagi jika dianggap lelucon. Dirinya mati-matian melindungi Kenzo, seharusnya William mengerti itu. Kehadiran Tio menambah rasa tidak nyaman, maka Amelia memilih berpamitan diantar sopir karena jika William yang mengantar mungkin mantan pacarnya akan banyak bertanya.Pukul sepuluh malam Amelia baru saja kembali menginjakan kakinya di rumah. Sopia dan Adhinatha segera mengepungnya. “Di mana William, apa tadi Amei diantar pulang?” Tatapan wanita ini celingak-celinguk ke halaman.“Tidak, Amei pulang sama sopir.”Adhinatha menyahut kecewa, “Kenapa tidak ajak William ke rumah?
Nitara memberikan senyuman serta sikap santun pada William yang baru saja memanggil namanya. “Selamat siang tuan,” sapa Nitara sangat propesional kemudian menyimpan air ke hadapan beberapa orang termasuk Amelia. ‘Ternyata jabatan Amei di sini memang tinggi.’ Bangganya walau hanya ditunjukan melalui senyuman.William menatap Adhinatha. “Apa Tara di bagian pantri?” Dirinya ingin menjawab rasa penasarannya.Adhinatha terkekeh hangat sebelum memberikan jawaban, “Jadi anda dan karyawan saya saling mengenal.” Senyuman kecil diarahkan pada Nitara, “maaf ya jadi nona yang menggantikan bagian pantri.”“Tidak apa, tuan.” Masih santun Nitara selayaknya seorang bawahan pada bosnya.‘Begitu ya.’ Akhirnya William dibuat tenang karena ternyata jabatan kekasihnya tidak serendah itu.Adhinatha mulai menanyakan hubungan William bersama karyawannya, “Apakah Nitara pernah menjadi karyawan Anda? Tapi saya melihat dalam CV, Nitara tidak memiliki pengalaman kerja.”“Nitara memang bukan karyawan saya.” Lirik
Amelia mengerjap kecil, menghapus matanya yang sudah basah. “Tio, sedang apa kamu di sini?” Wanita ini balik bertanya pada pria tampan yang notabene adalah mantan kekasihnya. “Aku baru pulang kerja. Kebetulan lihat kamu.” Tio sempat celingak-celinguk ke persekitaran Amelia, “kamu sendiri?” “Iya.” Datar Amelia yang tidak pernah mengharapkan kehadiran Tio. “Mei, aku minta maaf atas kejadian sebelumnya, aku tahu pasti kamu masih kesel sama aku.” Digenggamnya satu tangan Amelia yang duduk di sisinya. Segera, tangan lembut itu ditarik perlahan oleh empunya, tetapi sangat mudah karena saking mulus dan halusnya kulit si wanita. “Kejadian yang mana? Kamu banyak membuat onar sampai-sampai yang aku ingat cuma keburukan kamu!” ketus Amelia tanpa menatap tampang Tio yang menyebalkan di matanya. “Mei ....” Tio masih mengalunkan suara lembutnya bersama tatapan teduh, “aku tahu bagaimana wanita, kalian memang sering mengingat keburukan pria, aku sangat mengenal kaum kalian, tapi tolong berikan m
Setelah menghabiskan waktu beristirahat, Amelia selaku anak dari pemilik gedung mulai mengecam tindakan para karyawan. “Nitara sahabat saya sejak sekolah, jadi jangan berkata buruk tentang Tara!” tegasnya seolah sedang memberikan perintah sebagaimana seorang bos. Maka, segelintir karyawan yang mendapatkan tegurannya tidak dapat berkutik sama sekali.“Mei,” panggilan Adhinatha yang baru saja kembali dari jam makan siangnya, mereka berpapasan di ruangan kerja para karyawan.“Iya, pa?”“Sudah makan, sayang?” Hangat Adhinatha karena dirinya satu hati dengan Sopia tentang kebahagiaannya mendengar kabar baik kedekatan Amelia bersama William.“Sudah, kok. Tadi papa makan di mana?”“Di restoran tidak jauh dari perusahaan. Papa dengar kamu sering ke kantin. Memangnya tempat itu higienis?”“Bersih kok!” Amelia menjawab tegas supaya pemikiran ayahnya tidak mengarah ke hal negatif yang membuatnya tidak bisa makan siang bersama Nitara lagi.“Iya, sudah. Bagaimana pekerjaan kamu?”“Ini mau mulai, p
Obrolan Amelia dan Bagaswara telah berakhir, tetapi wanita ini tidak ingin mengikuti intruksi pria itu selama bukan William yang mengatakannya. Jadi, dirinya segera berpamitan pada si pria yang adalah bawahan orang terhebat dalam bisnis di negaranya. “Mungkin mama sudah melewatkan kesempatan untuk menitipkan Kenzo, tapi mama tidak bisa memberikan Kenzo ke sembarang orang kalau bukan papanya Kenzo, walau yang tadi itu kakeknya Kenzo.” Desah lirihnya mengiringi, “kakeknya Kenzo seharusnya menjadi mertuanya mama.” Senyuman tegar dipasang karena dirinya tidak dapat mengatur takdir, sebagai salah satu manusia biasa di muka bumi ini Amelia hanya mampu menjalani kehidupan sesuai dengan alurnya. Namun, setiap keputusan tentunya memiliki sisi positif dan negatif maka kini dirinya kebingungan harus membawa Kenzo kemana? “Kalau Amei titipkan Kenzo sebentar pada Nitara apa dia bersedia? Tapi ... paling jam segini Nitara sedang bekerja.” Udara dihembus bingung. Dirinya belum mengetahui jika kini s
Amelia meninggalkan pesta untuk mencari ketenangan walau tidak menemukannya. Panggilan mengarah pada bibi. “Bi, bagaimana Kenzo?” “Rewel, non. Kalau sekarang Kenzo sedang sama Amanda, tapi kalau tuan dan nyonya pulang mana bisa seperti ini.” “Bi ..., Amei bingung ....” “Kita kucing-kucingan dulu saja kalau orangtuanya Non Amei di rumah, intinya supaya tangisan Kenzo reda dulu, itu sudah cukup.” Rencana bibi dianggap brillian oleh Amelia, tetapi entahlah apakah rencana ini akan berhasil? Cukup lama Amelia memisahkan diri dari orangtuanya maka Adhinatha kembali melakukan panggilan. “Mei, kamu tidak bisa diam. Cepat kemari, papa akan mengenalkan kamu pada anak-anak kolega!” “Iya, pa ...,” patuh Amelia sangat terpaksa. Wanita ini masih belum menemui pemilik acara, maka hingga detik ini dirinya belum mengetahui jika Nitara adalah wanita yang sangat cantik yang berdiri di depan sana. Wanita ini berkenalan dengan banyak pria dan wanita hebat, usianya sejajar ada juga yang di atasnya dan
Adhinatha mencoba menimbang kalimat Amelia. “Kamu benar papa sama mama butuh bulan madu kedua.”Amelia menyatukan kedua telapak tangannya hingga tercipta tepukan seperti menepuk nyamuk. Ini adalah pengekspresian dari kebahagiaannya. “Benar sekali, pa. Pergilah selama beberapa hari sama mama!” Antuasiasnya menggebu-gebu.Namun, Adhinatha menyahut dengan kekeh kegelian, “Kenapa kamu sangat bersemangat mendengar mama dan papa akan bulan madu kedua?”“Amei ikut bahagia dalam kebahagiaan papa dan mama. Pokoknya hati Amei sangat berbunga saat melihat dan mendengar mama dan papa sangat romantis dan harmonis!” Kalimatnya adalah iming-iming. Adhinatha masih menyahut dengan kekeh kegelian.“Tapi apa kamu bisa dipercaya menjaga perusahaan?” Sebelah alis Adhinatha diangkat menantang.“Bisa dong pa, Amei sudah bukan kertas polos lagi. Amei sudah mendapatkan banyak ilmu bisnis.”“Papa mendengar perkembangan kamu setiap harinya, hasil pekerjaan kamu memang cukup bagus, tapi masih banyak sekali kekur
“Eu ... lumayan. Tidak salah kan, Zeel berdekatan sama tantenya.” Saat ini jantung Amelia mulai tidak tenang karena mungkin dirinya salah telah membicarakan hal ini dengan Erland. “Tidak, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah jika terlalu dekat. Jangan sampai Zeel menganggap Tara sebagai ibunya. Kamu tahu sendiri seorang bayi akan mengenali aroma ibunya, jika Tara terlalu dekat dan sering berdekatan dengan Zeel bukankah ada kemungkinan Zeel akan nyaman dengan tubuh Tara dan salah mengenali aroma tubuh tantenya sebagai aroma tubuh ibunya.” Tatapan Erland sangat serius kala membahas hal yang tidak disukainya. “I-ya. Tapi itu tidak akan terjadi.” Senyuman hambar Amelia yang mulai gagap hingga Erland mampu membaca hal tidak beres, tetapi dia tidak akan menginterograsi Amelia karena tidak seharusnya seorang istri yang telah melahirkan anak-anaknya mendapatkan pertanyaan memojokan. Justru Erland memberikan kecupan hangat di dahi Amelia. “Beristirahatlah ..., tapi aku tinggal sebenta
Amanda kembali pada Amelia, tetapi tidak mengatakan apapun walaupun mungkin keputusannya kurang tepat. “Kak?” sapa Amelia yang melihat kebingungan di wajah Amanda, “ada apa? Kakak lagi bingung ya, kenapa? Eh, tapi bukan Amei mau ikut campur ya Kak. Hihi ... tapi Kakak bisa berbagi apapun kok sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda mendesah. “Iya, ada hal yang membuat Kakak bingung. Apa itu terlihat sangat jelas?” Bukan hanya raut wajahnya saja yang mengatakan isi hatinya, tetapi juga tatapan matanya.Amelia terkekeh sebelum berkata, “Iya Kak, terlihat sangat jelas. Apalagi kita sudah sangat dekat, jadi sepertinya Amei bisa melihat hal sekecil apapun dari Kakak. Hihi ....” Kekeh kecilnya ditambahkan, kemudian memandangi Amanda penuh peduli, “Apa itu, Kak? Cerita saja sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda kembali mendesah. “Itu ... tentang hal besar Mei. Kakak masih memikirkannya karena Kakak tidak yakin apa prasangka Kakak benar. Tapi ... Kakak rasa memang benar.”“Ikuti saja kata hati Kakak,
Saat ini Nitara sedang menyaksikan Amelia saat bersama dengan Grizelle. Miranda sudah turun lebih dulu, tetapi wanita ini ingin menyaksikan malaikat kecil dari atas sini karena wajahnya begitu manis dan cantik dengan sentuhan kehangatan. Dia menilai jika bayi perempuan itu akan tumbuh menjadi manusia yang sangat ramah. “Sayang ...,” panggilan Miranda saat beberapa anak tangga sudah dipijaknya seiring menggendong Galaxy. “Eu-iya Ma.” Nitara segera bergegas menuju punggung Miranda. Tangga rumah ini cukup luas, bisa langsung dipijak tiga sampai empat orang sekaligus, hanya saja Nitara tetap ingin berada di belakang mertuanya dibandingkan di sisinya supaya tetap dapat menyaksikan wajah Grizelle. ‘Andai kamu menjadi anakku. Bagaimanapun caranya, jadilah anakku.’Kini, Nitara dan Miranda sudah bergabung dengan Amelia dan Sopia yang asik mengasuh Grizelle. Saat Galaxy tiba, tentunya semua orang merasa lebih bahagia. Saat ini Sopia menyisipkan kata pamitannya pada sang besan. “Saya akan pu
Saat ini hati Cristy bergetar, entah mengapa?“Astaga ... sepertinya karena aku sering bertemu Tio jadi sekalinya tidak bertemu akhirnya seperti ini. Aku memikirkannya. Ck!” Cristy tidak menyukai perasaan seperti ini, tetapi terpaksa harus menjalaninya karena sudah menjadi ketentuan alam. Wanita ini sedang merias bunga kertas di rumahnya untuk nantinya sekalian dijajakan di butik. “Tio bisa melibatkanku dalam acara amalnya, tapi aku tidak mau bukan tidak bisa melibatkan Tio dalam kegiatanku, biarkan saja dia beristirahat di masa pemulihannya.” Udara panjang dibuang.Namun, karena isi kepalanya sering mengarah pada Tio akhirnya Cristy mencoba menghubungi saat menuju butiknya. “Hi, apa kabar hari ini?” kekeh kecilnya.Di luar dugaan Cristy, karena Tio terkekeh ceria, “Aku suka mendapatkan panggilan darimu. Jadi sudah dapat disimpulkan jika aku baik-baik saja.”“Ayolah ... yang serius, jangan menggoda. Bukan waktunya!” Cristy tidak luluh karena saat ini dia sedang ingin mendengar kabar p
Bibi tidak meninggalkan kamar Amelia karena Kenzo asik bermain mobilannya di sana. Maka, saat Amelia menyelesaikan mandinya wanita ini kembali bertemu dengan anak sulungnya. “Kenzo lagi apa ... Mama jemput Zeel ya sebentar biar kalian main berdua,” kekeh bahagianya karena kehidupannya penuh warna dan cerita. Amelia segera menuju anak keduanya setelah wanita ini membersihkan diri, tetapi dia belum memompa asi, lagipula Grizelle barusaja menyusu pada Nitara, asinya juga belum terkumpul banyak, terlalu tanggung jika harus dipompa sekarang. Di ambang pintu, dia kembali menyaksikan jika Nitara bersenandung untuk putrinya walaupun Grizelle terlelap sangat nyenyak. Senyuman melengkung. “Sesayang itu Tara sama Zeel ....” Amelia merasa sosok Nitara tidak akan ditemuinya pada diri orang lain. Saat ini Galaxy menangis, maka Nitara segera menyuruh babysitter menggendong putranya sekalian menghangatkan susu. Saat ini Amelia sedikit keheranan karena seharusnya Galaxy bisa menyusu langsung pada ib
Bibi menghampiri Amelia yang sedang bersiap-siap mandi sekalian memompa asi. “Non, sedang sibuk?” tanya santai wanita ini seiring menuntun Kenzo masuk ke dalam kamar Amelia.“Tidak Bi, ada apa, Kenzo rewel mau sama Amei?” tebak Amelia karena bibi tiba bersama putranya walaupun itu tidak aneh, Kenzo adalah tanggung jawab bibi selama dirinya dan keluarganya tidak dapat memerhatikan malaikat kecil satu ini. “Tidak Non. Bibi hanya mau bicara sebentar, apa Non Amei ada waktu?” Sedekat apapun wanita ini dengan nyonya muda Amelia, dia tetap harus mengingat posisinya, dan walaupun dirinya mendapatkan kepercayaan penuh menjaga Kenzo. Maka, sikapnya tidak pernah berlebihan, selalu di dalam batas. “Silakan, Bi ....” Amelia tidak akan pernah menolak kehadiran wanita itu. Maka, kini keduanya duduk bersebelahan di atas sofa yang sama, sedangkan Kenzo anteng bermain di karpet empuk di dekat kaki ibunya. Tidak lupa, wanita ini menjamu bibi. Jadi, keduanya meminum teh bersama. “Apa yang akan bibi bi
William dan Erland tiba bersamaan ke kediaman Bagaswara. Keduanya membawa makanan buah tangan dari restoran milik Tio hingga Amelia dan Nitara antuasias menyambut karena sudah cukup lama keduanya tidak merasakan cita rasa menu dari restoran berbintang itu. “Aku rasa Tio sukses mengguncang dunia kuliner,” kekeh Erland saat berkelakar. Amelia segera menyahut saat menyuap, “Memangnya kenapa, apa restoran Tio menjadi sangat viral?” Kekeh ditambahkan. “Aku rasa hanya Tio yang mengadakan acara amal di restoran. Itu sangat bagus, gerakan yang dilakukannya sangat bermanfaat untuk banyak orang. Apalagi untuk orang-orang jalanan karena Tio tidak pandang bulu saat memberi,” penjelasan terperinci diberikan Erland bersama pujiannya. “Ya, itu bagus sekali.” Pun, Amelia melanjutkan kalimat pujian suaminya, tetapi saat ini terdapat tatapan tidak suka Sopia.‘Kamu ini Mei. Memuji mantan pacar di hadapan suami!’ Ingin sekali segera menyampaikan kalimat itu, tetapi suasana makan tidak boleh dirusak
Sopia barusaja kembali pada sore hari karena kegiatannya hari ini bukan hanya bertemu dengan ibunya Tio saja. Wanita ini menceritakan aksi sosial pemuda itu pada Amelia, tetapi bukan berarti mengagumi, dirinya hanya merasa heran karena Tio membagikan makanan gratis sebanyak itu. Maka, Amelia menyahut sesuai dengan pandangannya. “Bagus kan, Ma. Lagian tidak aneh kok Tio berbagi. Dari dulu Tio memang begitu. Cuma yang Amei tahu tidak sebanyak dan sebesar itu sikap sosialnya.” “Sayang sih kalau menurut Mama. Terlalu mubajir.”“Ya ampun Ma ... tidak ada kebaikan yang mubajir.” Bukan mencerami ibunya, Amelia hanya sedang mengingatkan.Namun, pembahasan Sopia beralih. “Mama jadi khawatir pada pemuda itu. Bukan Mama menyumpahi, hanya saja apakah usianya masih panjang?” ceplosnya bersama keraguan karena kalimatnya cukup kasar.“Ish, Mama. Jangan bilang begitu dong!” Tentu saja Amelia langsung memerotes.“Tiba-tiba saja Mama kepikiran kesana saat mamanya Tio bercerita.” Sopia sudah bisa mene
Acara amal yang diselenggarakan Tio berlangsung sangat lancar, banyak sekali peminat, tetapi semuanya berbaris dengan rapih bahkan tidak sedikit orang yang tidak mendapatkan meja, maka pihak restoran mengemas makanannya dengan sangat rapih.Cukup lama Sopia berada di sana karena ibunya Tio mengajaknya berbicara ini dan itu termasuk menanyakan Amelia, “Bagaimana kabar Amei sekarang dan anak keduanya?”“Baik-baik saja ... Grizelle tumbuh dengan pesat,” kekeh bahagia Sopia.“Syukurlah ... saya ikut senang mendengarnya.”“Sudah beberapa hari ini Amei dan Grizelle tinggal di kediaman mertuanya, jadi kali ini saya dan suami menginap untuk melepas rindu pada kedua cucu kami,” kekeh bahagia Sopia lagi.“Pasti kalian tidak dapat berjauhan dengan cucu,” kekeh wanita ini, “andai Tio sudah menikah, kami juga akan menimang cucu,” desahnya kemudian.Sopia tersenyum kecil. “Mungkin tidak akan lama lagi.”Saat ini tanpa sengaja Jesica mendengar kalimat ibunya. Maka hatinya kembali bersedih. ‘Kalau ka