Erland mensyukuri pengertian serta perhatian Amelia, hingga keduanya terlelap saling memeluk, menyalurkan kasih sayang setiap detiknya. Malam ini tidur Amelia sangat tenang bahkan bayinya juga tidak membuat gemuruh sama sekali, perutnya terasa hampa saking tenangnya. Pun, saat pagi tiba Amelia tidak mengalami morning sicknes. “Kok aneh?” herannya seiring menatap Erland.“Mungkin belum, Sayang ....” Erland juga tidak tahu, apalagi pria ini memang tidak berpengalaman menemani istri hamil, ini pengalaman pertamanya.“Mungkin." Amelia menggendikan bahunya, "atau memang sudah berakhir ya? Karena saat hamil Kenzo juga begitu, tiba-tiba saja mualnya hilang dan aku sangat bernafsu untuk makan. Hihi ....” Amelia akan sangat mensyukuri jika mual di masa kehamilannya telah berakhir karena nyaman sekali rasanya saat menjalani kehamilan seperti sedang tidak mengandung.“Kita lihat saja.” Kecupan sayang bersarang di kening Amelia, kemudian dilanjutkan di atas perut Amelia yang sudah memiliki sediki
Hari berikutnya, Nitara dan Amelia memiliki jadwal periksa yang sama, pun mereka mengunjungi dokter kandungan yang sama maka kedua wanita ini memutuskan membuat janji di rumah sakit. “Hi, Tara,” sapa ceria Amelia. Perutnya sudah cukup terlihat karena ini kehamilannya yang kedua, jadi perutnya membesar lebih cepat walau usia kehamilannya sama dengan sang sahabat.“Mei,” balas hangat Nitara. Keduanya saling memberikan pelukan sayang.Amelia memulai obrolan. “Bagaimana kehamilan kamu sekarang, apa masih mual?”“Masih, Mei ....” Nitara segera mengadu.“Sabar ya, aku juga begitu saat mengandung Kenzo, tapi untungnya sekarang dede bayi cukup mengerti mamanya,” kekeh bahagia Amelia.“Syukurlah Mei, kalau kamu tidak mengalami mual parah.” Ingin sekali Nitara berada di posisi Amelia, hingga menikmati kehamilan bukan hal mustahil.“Iya, untungnya tidak. Tapi tenang saja ... ada masanya mual yang dirasakan kamu juga akan hilang dengan sendirinya.” Senyuman lembut Amelia. Di sisinya terdapat Erla
Saat mendapatkan kabar mengejutkan ini Erland rasa dirinya harus menyampaikannya pada Amelia karena bagaimanapun rasa tidak nyaman yang hinggap akibat Tio selalu mengejar istrinya, pria ini masih memiliki hati nurani dan prikemanusiaan. “Mei, jenguk Tio di rumah sakit. Kasihan Tio.” Lembut Erland saat mengabarkan.“Hah, Tio kenapa!” keget Amelia yang sedang bersama Miranda juga Nitara.“Barusaja Cristy menelepon katanya keadaan Tio semakin parah.” Erland tidak sanggup jika harus menyebut keadaan Tio dengan kata sekarat karena dirasa terlalu kasar untuk orang yang sedang memperjuangkan hidupnya.“Iya ampun, Tio ....” Amelia ingin menahan kesedihannya supaya tidak diekspresikan karena kini dia sedang bersama mertuanya, pun wanita ini juga harus menjaga perasaan suaminya, tetapi terlalu sulit untuk menahannya. Jadi, air mata lolos begitu saja.Tentu saja hal ini membuat Miranda bertanya-tanya dengan cemas, “Ada apa Mei, apa terjadi seuatu?” Bukan hanya mertuanya, tetapi sahabatnya juga m
Sekitar sepuluh menit kemudian, dokter keluar dari ruangan “Operasinya berjalan lancar, tetapi pasien bernama Tio membutuhkan lebih banyak waktu beristirahat.” Hangatnya kala menyampaikan. Pun, saat ini Tio dipindahkan ke ruangan.Semua orang yang berada di sana merasa lega karena mungkin dengan ini Tio akan memiliki kesempatan hidup lebih banyak atau mungkin penyakitnya hilang. Semua orang saling bertukar pelukan, kecuali Amelia dan Emily karena mereka tidak saling mengenal. Namun, di sela-sela obrolan hangat penuh dengan perasaan lega Emily mencoba mendekati Amelia. “Hi Mei, tidak disangka aku akan bertemu dengan istrinya Erland, kami pernah satu kampus loh.” Hangatnya, tetapi tentu saja ini hanya sikap yang dibuat-buat.Amelia menyahut dengan sikap serupa, “Oh iya, kalian sudah sangat mengenal dong.”“Tentu saja, hubungan kami jauh dari sekedar saling mengenal.” Senyuman hangat Emily yang didalamnya tersimpan sebuah rencana busuk. Tidak banyak obrolan antara keduanya karena saat in
Tepatnya tengah malam, William terbangun tiba-tiba karena sesuatu mengganggunya. “Astaga ... kenapa aku bermimpi buruk tentang anakku?” Titik-titik keringat dingin sudah bermunculan di dahinya hingga William menyekanya. “Aku sampai berkeringat seperti ini, mimpi itu seperti nyata.”Saat ini tarikan udara panjang diambilnya guna menenangkan diri. “Semoga itu hanya mimpi, mungkin aku terlalu mengkhawatirkan bayi kami karena Tara sering mengadu belum merasakan pergerakan bayinya.” Pria ini lebih cepat menenangkan diri dibandingkan Nitara. Segera, wajahnya dibasuh kemudian mengambil sebatang rokok supaya tubuh dan pikirannya relax.Malam ini jam istirahat William terpotong hingga dirinya harus berusaha untuk tidur setelah sebatang rokok dihabiskan. Foto USG bayinya dipandangi sekejap. “Kamu baik-baik saja, Nak. Papa hanya bermimpi buruk tentang kamu, tapi itu hanya mimpi,” desahnya.Pada pagi harinya William terbangun, tetapi karena jam tidurnya sempat terpotong maka kepalanya sedikit ber
“Ma-maaf, aku ....” Amelia terlalu kaget mendengarnya hingga dirinya tidak tahu harus bagaimana, pun butiran bening mulai menetes, “aku ada urusan.”Tut ....Bunyi panjang itu sudah sampai di ruang dengar Emily, maka wanita ini menyeringai sangat jahat. “Aku masih menginginkan Erland. Dan memang hanya aku yang pantas untuknya. Kami sudah mengenal jauh dari pada kamu, aku bukanlah masa lalunya Erland, tapi aku masa depannya Erland yang sengaja dipertemukan lagi oleh Tuhan.”Saat Emily berbahagia, justru Amelia sibuk mengusap air matanya yang terus berjatuhan. Selama beberapa lama hanya tangisan yang menemani hingga akhirnya dia mencoba mengendalikan diri. “Emily bilang mereka bertemu tanpa sengaja, lalu Erland mengaku belum menikah. Tapi mana mungkin Erland begitu!” Pemikiran positifnya mencoba dibentuk hanya saja terlalu sulit karena Amelia membutuhkan penjelasan dari suaminya.Namun, saat ini Erland sedang sangat sibuk. Amelia tidak ingin mengganggu suaminya. Maka, dia mencari ibunya
Saat bunga pesanan Sopia tiba, Amelia merangkainya dan mengisi banyak vas. Hal ini efektif untuk mengusir Emily dari dalam kepalanya. Lalu, pada sore harinya Amelia kembali melakukan kegiatan. Dia menyiram semua bunga yang ada di halaman belakang dan halaman depan rumah hingga membuat Sopia heran melihatnya karena tingkah putrinya hari ini tidak seperti biasanya. “Mei ..., sudah, sini Mama yang lanjutkan.” Wanita ini berdiri di teras setelah menyaksikan aksi Amelia di halaman belakang.“Tidak usah Ma, Amei saja. Amei masih bt, Amei harus melakukan kegiatan,” tolaknya dengan kekeh.Sopia ingin tetap melarang karena mungkin Amelia akan merasa lelah, tetapi dari raut wajah putrinya tampak menikmati, maka Sopia memilih membiarkannya. "Iya sudah ... jangan lupa kerannya dimatikan.”“Iya, Ma ....” Senyuman cerah menjadi bumbunya.Sopia masuk ke dalam rumah, dia segera menyuruh Amanda menemani Amelia. Jadi kini mood baik Amelia meningkat berkat kehadiran teman curhatnya. “Mei, mau Kakak teru
Amelia masih menunjukan sendu serta bingung yang terpancar dari matanya, tetapi untungnya saat ini akal sehatnya tidak selalu meladeni hatinya yang kacau. “Jelaskan padaku, apa yang terjadi.” Tidak ada amarah, Amelia menghadapi masalah ini dengan bijak.Erland menggenggam kedua tangan Amelia, menatapnya tanpa pergi sedikit pun. “Saat di luar kota aku mewawancarai banyak pelamar, tanpa diduga salah satunya adalah Emily. Itu pertemuan tidak disengaja kami, lalu Emily mengundangku untuk menghadiri reoni kampus, aku kira itu benar, maka dari itu aku sempat berpamitan. Apa kamu ingat?” penjelasannya sangat rinci, tetapi tetap lembut dengan cara penyampaian perlahan maka mudah dimengerti oleh Amelia.“Iya, aku ingat. Saat itu kamu bilang akan menghadiri reoni kampus, dan saat itu aku merasa heran karena kamu kuliah di kota ini.” Amelia memerdengarkan suaranya walaupun masih bergetar karena menahan sendu.“Iya, itu saat aku mencoba menghadiri undangan dari Emily. Tapi ternyata saat aku tiba