William memang berpapasan dengan Nitara, keduanya sempat saling menatap walau kemudian Nitara menundukan wajahnya sebagai tanda hormat, dirinya masih ingin menyembunyikan status yang diinginkan banyak kaum wanita jika mereka adalah sepasang kekasih yang sedang bersiap-siap melangkah ke pelaminan. “Mau apa ya, William di sini?” gumam Nitara kala kekasihnya sudah melewatinya, berjalan bersama salah satu karyawan gedung ini guna mengantarkannya pada ruangan Adhinatha. Beberapa lantai dinaiki si pria hingga saat keluar dari lift, dipijaknya lantai yang sama dengan Amelia. Namun, takdir belum memertemukan mereka di detik ini. Segera, William dan Adhinatha berjabat saat tiba di ruangan yang sama. Kedua pria ini sudah melakukan pertemuan sebanyak dua kali, tetapi baru kali ini terjadi kerjasama bisnis. Adhinatha ingin memanggil Amelia supaya menyaksikan kerjasama bersama orang hebat, apalagi Willian adalah putra pengusaha paling hebat di negara ini. Namun, dirasa tanggung dan terlambat maka
“Bagus sekali kamu ingin menemui William!” Bangga Adhinatha yang berpikir jika Amelia mulai menunjukan ketertarikan pada bisnis. “Iya pa. Amei ingin sekali menemui William,” kata Amelia bersama antusias. “Papa akan mengatur jadwal pertemuan kalian, tetapi saat ada keperluan bisnis karena William tidak akan bisa ditemui secara pribadi.” “Kapan itu, pa?” Amelia menunjukan ketidak sabarannya. “Tidak akan lama lagi. Intinya kami akan membangun bisnis besar, kami akan sering bertemu.” “Boleh Amei meminta kontak William?” “Tidak ada sayang, papa hanya memiliki nomor perusahaan.” “Pa, coba katakan pada William jika Amei ingin bertemu untuk membahas bisnis!” “Sayang ..., papa baru saja membahasnya dengan William, lagipula Amei belum tahu apapun tentang kerja sama bisnis.” Sebenarnya Amelia sudah menebak jawaban ayahnya ini, tetapi karena penasaran kalimatnya tetap disampaikan. “Iya sih, iya sudah tidak apa Amei minta nomor kantornya saja, mungkin suatu hari Amei membutuhkannya saat Am
“Iya, siapa?” Suara Amelia sangat lembut saat berjaga-jaga mungkin peneleponnya kali ini adalah William. “Saya pria yang pernah kamu hubungi.” Suara bariton itu hadir lagi karena memang William berinisiatif menghubungi wanita murahan yang pernah menghubunginya. “Apa kamu ....” Amelia sedikit enggan menyebut nama Erland atau William karena panggilannya pernah diputus begitu saja oleh si pria. “Pria yang kamu sebut pernah tidur dengan kamu dua tahun lalu!” “Erland!” Amelia segera menginjak rem saking senang bercampur kaget, tetapi dirinya berhenti di tempat tidak tepat maka segera bunyi-bunyian klakson menamparnya hingga wanita ini segera menyimpan alat komunikasi untuk menepikan mobil sekalian meminta maaf kepada pengguna jalan yang merasa terganggu olehnya hingga wajahnya menyembul di balik jendela. “Erland, apa benar ini kamu? Syukurlah, akhirnya kamu mau merespon aku!” William bergeming sesaat karena dirasa pernah mendengar suara sejenis, tetapi tidak mengingatnya sama sekali pa
“Bagaimana, apa papa sudah mendapatkan informasi tentang wanita itu?” penasaran William. Saat seorang wanita menghubunginya, mengatakan jika dia pernah tidur dengannya dua tahun lalu. Maka, segera pria ini menyadari jika wanita itu yang pernah dicari Erland dua tahun lalu. Namun, karena dirinya harus berhati-hati maka lebih baik panggilan diputus, berpura-pura tak acuh, tetapi nyatanya William menceritakan semuanya pada Bagaswara. “Mudah saja untuk papa menemukannya. Hanya saja apakah Erland masih memiliki minat pada wanita itu. Papa tidak yakin!” “Mengapa, sudah jelas Erland sangat antusias pada wanita itu?” “Lihatlah yang terjadi pada Erland sekarang. Saudara kembar kamu seperti mayat hidup!” Embusan udara cukup panjang dibuang William, kemudian mendengus kasar. “Sepertinya yang lebih dulu harus kita cari adalah si penabrak. William yakin dia melakukannya dengan sengaja!” “Sengaja ataupun tidak, kita tidak menemukan petunjuk apapun. Sepertinya dia sudah memperhitungkan segalanya
William membulatkan matanya, membidik Amelia selama beberapa saat, kemudian dirinya memasukan satu tangannya yang kekar ke dalam saku celana bahan berwarna hitam, menatap penuh ejekan pada Amelia. “Jadi kamu adalah wanita jalang itu.” Sebelah bibirnya menyungging mencibir. Kalimat William segera mengguncang keseimbangan mental Amelia hingga dirinya tidak mampu berdiri tegap seperti si pria, segera tubuhnya lunglai, jatuh ke atas kursi. “Jadi ..., selama ini, itu yang kamu pikirkan tentang aku?” “Hm ..., kurang lebih begitu.” William berlaga jika dirinya adalah Erland. Pria ini sudah mendengar kesucian wanita yang ditiduri saudara kembarnya, tetapi dirinya tidak boleh begitu saja percaya pada wajah polos wanita di hadapannya karena manusia bisa berubah kapan saja. Amelia menundukan wajahnya sesaat, sendu sedang mengacau perasaannya selama beberapa saat. “Iya sudah, tidak apa kamu menganggapku jalang. Tapi ..., jangan pernah menyangkal tentang anak kita!” ceplos wanita ini segera kare
Hari ini Amelia bertemu Nitara di halaman perusahaan, Amelia baru saja keluar dari mobil milik Adhinatha, sedangkan Nitara baru saja keluar dari mobilnya William. ‘Itu wanita yang kemarin. Gawat kalau dia melihat aku di sini!’ Sebisa mungkin pria ini menghindari wanita yang pernah ditiduri Erland karena jika tidak begitu maka akan berabe. “Sayang, aku langsung pergi ya,” pamit William pada sang kekasih tanpa berani menunjukan diri di bawah langit yang sama dengan Amelia. “Iya. Hati-hati.” Lambaian tangan gemulai Nitara. Sepeninggalan William, wanita ini segera menghampiri Amelia yang sengaja menunggunya, “hari ini kamu diantar?” tanyanya karena kala Adhinatha keluar dari mobil, perhatiannya sedang fokus pada calon suaminya. Jadi dirinya masih belum mengetahui status sahabatnya yang adalah anak bos besar di sini. “Iya. Aku lagi dikawal. Entahlah, orangtuaku selalu berlebihan,” keluhan Amelia karena khusus hari ini dirinya akan selalu bersama Adhinatha atas perintah Sopia yang terlalu
Pukul empat tiba begitu saja, tapi Amelia tidak dapat kemanapun, dirinya harus selalu bersama sang ayah. Sementara, William menepati janjinya, pria ini tiba pukul empat kurang lima menit. “Di mana dia? Bukankah kemarin-kemarin dia yang mengejarku karena ingin bicara.” Duduk tenang dan santai dilakukannya untuk menghilangkan kecewa pada kenyataan jika dirinya dibuat menunggu. Sepuluh menit berlalu, Amelia belum juga menunjukan batang hidungnya. Panggilan di udara segera diarahkan pada si wanita, tetapi tidak mendapatkan respon. “Menyebalkan, jadi sekarang dia berani mempermainkanku. Ck, sepertinya dia memang pembohong pasti keberadaan Kenzo juga hanya isapan jempol. Zaman sekarang banyak sekali manusia jago edit, paling foto balita yang ditunjukannya hasil editan hingga sangat mirip dengan Erland!” Pria ini berlalu dengan kesal. Di sisi lain Amelia sedang bersama Adhinatha, menjamu beberapa kolega yang datang ke perusahaan. ‘Menyebalkan ..., kenapa harus seperti ini!’ Raungnya di dala
Hati Amelia runtuh mendengarnya. Segera, dirinya berpamitan dengan alasan memiliki keperluan dengan seorang teman padahal dirinya segera meluncur ke kediaman William. “Pak, izinkan saya bertemu dengan Erland sebentar saja!” Kalimatnya sangat memburu saat berhadapan dengan satpam. “Maaf nona, anda tidak dapat menemui Tuan Erland jika tidak memiliki janji.” Satpam segera menghadang Amelia walau dirinya sudah tidak asing dengan wajah wanita ini karena ini ke sekian kalinya dia muncul, memaksa bertemu dengan Erland. “Saya memang tidak punya janji dengan Erland, tapi kami sudah pernah membicarakan ini sebelumnya!” “Maaf, nona.” Di dalam layar, William menyaksikan Amelia. “Kemana saja kemarin? Tapi sekarang kamu datang seolah sedang mengunjungi rumah sakit gawat darurat!” William duduk bak raja di dalam kediamannya yang bak istana. “Siapa wanita itu?” Bagaswara ikut menyaksikan pemandangan di luar kala dirinya bermaksud mengambil benda tertinggal. “Amelia-putri Tuan Adhinatha yang meng
“Eu ... lumayan. Tidak salah kan, Zeel berdekatan sama tantenya.” Saat ini jantung Amelia mulai tidak tenang karena mungkin dirinya salah telah membicarakan hal ini dengan Erland. “Tidak, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah jika terlalu dekat. Jangan sampai Zeel menganggap Tara sebagai ibunya. Kamu tahu sendiri seorang bayi akan mengenali aroma ibunya, jika Tara terlalu dekat dan sering berdekatan dengan Zeel bukankah ada kemungkinan Zeel akan nyaman dengan tubuh Tara dan salah mengenali aroma tubuh tantenya sebagai aroma tubuh ibunya.” Tatapan Erland sangat serius kala membahas hal yang tidak disukainya. “I-ya. Tapi itu tidak akan terjadi.” Senyuman hambar Amelia yang mulai gagap hingga Erland mampu membaca hal tidak beres, tetapi dia tidak akan menginterograsi Amelia karena tidak seharusnya seorang istri yang telah melahirkan anak-anaknya mendapatkan pertanyaan memojokan. Justru Erland memberikan kecupan hangat di dahi Amelia. “Beristirahatlah ..., tapi aku tinggal sebenta
Amanda kembali pada Amelia, tetapi tidak mengatakan apapun walaupun mungkin keputusannya kurang tepat. “Kak?” sapa Amelia yang melihat kebingungan di wajah Amanda, “ada apa? Kakak lagi bingung ya, kenapa? Eh, tapi bukan Amei mau ikut campur ya Kak. Hihi ... tapi Kakak bisa berbagi apapun kok sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda mendesah. “Iya, ada hal yang membuat Kakak bingung. Apa itu terlihat sangat jelas?” Bukan hanya raut wajahnya saja yang mengatakan isi hatinya, tetapi juga tatapan matanya.Amelia terkekeh sebelum berkata, “Iya Kak, terlihat sangat jelas. Apalagi kita sudah sangat dekat, jadi sepertinya Amei bisa melihat hal sekecil apapun dari Kakak. Hihi ....” Kekeh kecilnya ditambahkan, kemudian memandangi Amanda penuh peduli, “Apa itu, Kak? Cerita saja sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda kembali mendesah. “Itu ... tentang hal besar Mei. Kakak masih memikirkannya karena Kakak tidak yakin apa prasangka Kakak benar. Tapi ... Kakak rasa memang benar.”“Ikuti saja kata hati Kakak,
Saat ini Nitara sedang menyaksikan Amelia saat bersama dengan Grizelle. Miranda sudah turun lebih dulu, tetapi wanita ini ingin menyaksikan malaikat kecil dari atas sini karena wajahnya begitu manis dan cantik dengan sentuhan kehangatan. Dia menilai jika bayi perempuan itu akan tumbuh menjadi manusia yang sangat ramah. “Sayang ...,” panggilan Miranda saat beberapa anak tangga sudah dipijaknya seiring menggendong Galaxy. “Eu-iya Ma.” Nitara segera bergegas menuju punggung Miranda. Tangga rumah ini cukup luas, bisa langsung dipijak tiga sampai empat orang sekaligus, hanya saja Nitara tetap ingin berada di belakang mertuanya dibandingkan di sisinya supaya tetap dapat menyaksikan wajah Grizelle. ‘Andai kamu menjadi anakku. Bagaimanapun caranya, jadilah anakku.’Kini, Nitara dan Miranda sudah bergabung dengan Amelia dan Sopia yang asik mengasuh Grizelle. Saat Galaxy tiba, tentunya semua orang merasa lebih bahagia. Saat ini Sopia menyisipkan kata pamitannya pada sang besan. “Saya akan pu
Saat ini hati Cristy bergetar, entah mengapa?“Astaga ... sepertinya karena aku sering bertemu Tio jadi sekalinya tidak bertemu akhirnya seperti ini. Aku memikirkannya. Ck!” Cristy tidak menyukai perasaan seperti ini, tetapi terpaksa harus menjalaninya karena sudah menjadi ketentuan alam. Wanita ini sedang merias bunga kertas di rumahnya untuk nantinya sekalian dijajakan di butik. “Tio bisa melibatkanku dalam acara amalnya, tapi aku tidak mau bukan tidak bisa melibatkan Tio dalam kegiatanku, biarkan saja dia beristirahat di masa pemulihannya.” Udara panjang dibuang.Namun, karena isi kepalanya sering mengarah pada Tio akhirnya Cristy mencoba menghubungi saat menuju butiknya. “Hi, apa kabar hari ini?” kekeh kecilnya.Di luar dugaan Cristy, karena Tio terkekeh ceria, “Aku suka mendapatkan panggilan darimu. Jadi sudah dapat disimpulkan jika aku baik-baik saja.”“Ayolah ... yang serius, jangan menggoda. Bukan waktunya!” Cristy tidak luluh karena saat ini dia sedang ingin mendengar kabar p
Bibi tidak meninggalkan kamar Amelia karena Kenzo asik bermain mobilannya di sana. Maka, saat Amelia menyelesaikan mandinya wanita ini kembali bertemu dengan anak sulungnya. “Kenzo lagi apa ... Mama jemput Zeel ya sebentar biar kalian main berdua,” kekeh bahagianya karena kehidupannya penuh warna dan cerita. Amelia segera menuju anak keduanya setelah wanita ini membersihkan diri, tetapi dia belum memompa asi, lagipula Grizelle barusaja menyusu pada Nitara, asinya juga belum terkumpul banyak, terlalu tanggung jika harus dipompa sekarang. Di ambang pintu, dia kembali menyaksikan jika Nitara bersenandung untuk putrinya walaupun Grizelle terlelap sangat nyenyak. Senyuman melengkung. “Sesayang itu Tara sama Zeel ....” Amelia merasa sosok Nitara tidak akan ditemuinya pada diri orang lain. Saat ini Galaxy menangis, maka Nitara segera menyuruh babysitter menggendong putranya sekalian menghangatkan susu. Saat ini Amelia sedikit keheranan karena seharusnya Galaxy bisa menyusu langsung pada ib
Bibi menghampiri Amelia yang sedang bersiap-siap mandi sekalian memompa asi. “Non, sedang sibuk?” tanya santai wanita ini seiring menuntun Kenzo masuk ke dalam kamar Amelia.“Tidak Bi, ada apa, Kenzo rewel mau sama Amei?” tebak Amelia karena bibi tiba bersama putranya walaupun itu tidak aneh, Kenzo adalah tanggung jawab bibi selama dirinya dan keluarganya tidak dapat memerhatikan malaikat kecil satu ini. “Tidak Non. Bibi hanya mau bicara sebentar, apa Non Amei ada waktu?” Sedekat apapun wanita ini dengan nyonya muda Amelia, dia tetap harus mengingat posisinya, dan walaupun dirinya mendapatkan kepercayaan penuh menjaga Kenzo. Maka, sikapnya tidak pernah berlebihan, selalu di dalam batas. “Silakan, Bi ....” Amelia tidak akan pernah menolak kehadiran wanita itu. Maka, kini keduanya duduk bersebelahan di atas sofa yang sama, sedangkan Kenzo anteng bermain di karpet empuk di dekat kaki ibunya. Tidak lupa, wanita ini menjamu bibi. Jadi, keduanya meminum teh bersama. “Apa yang akan bibi bi
William dan Erland tiba bersamaan ke kediaman Bagaswara. Keduanya membawa makanan buah tangan dari restoran milik Tio hingga Amelia dan Nitara antuasias menyambut karena sudah cukup lama keduanya tidak merasakan cita rasa menu dari restoran berbintang itu. “Aku rasa Tio sukses mengguncang dunia kuliner,” kekeh Erland saat berkelakar. Amelia segera menyahut saat menyuap, “Memangnya kenapa, apa restoran Tio menjadi sangat viral?” Kekeh ditambahkan. “Aku rasa hanya Tio yang mengadakan acara amal di restoran. Itu sangat bagus, gerakan yang dilakukannya sangat bermanfaat untuk banyak orang. Apalagi untuk orang-orang jalanan karena Tio tidak pandang bulu saat memberi,” penjelasan terperinci diberikan Erland bersama pujiannya. “Ya, itu bagus sekali.” Pun, Amelia melanjutkan kalimat pujian suaminya, tetapi saat ini terdapat tatapan tidak suka Sopia.‘Kamu ini Mei. Memuji mantan pacar di hadapan suami!’ Ingin sekali segera menyampaikan kalimat itu, tetapi suasana makan tidak boleh dirusak
Sopia barusaja kembali pada sore hari karena kegiatannya hari ini bukan hanya bertemu dengan ibunya Tio saja. Wanita ini menceritakan aksi sosial pemuda itu pada Amelia, tetapi bukan berarti mengagumi, dirinya hanya merasa heran karena Tio membagikan makanan gratis sebanyak itu. Maka, Amelia menyahut sesuai dengan pandangannya. “Bagus kan, Ma. Lagian tidak aneh kok Tio berbagi. Dari dulu Tio memang begitu. Cuma yang Amei tahu tidak sebanyak dan sebesar itu sikap sosialnya.” “Sayang sih kalau menurut Mama. Terlalu mubajir.”“Ya ampun Ma ... tidak ada kebaikan yang mubajir.” Bukan mencerami ibunya, Amelia hanya sedang mengingatkan.Namun, pembahasan Sopia beralih. “Mama jadi khawatir pada pemuda itu. Bukan Mama menyumpahi, hanya saja apakah usianya masih panjang?” ceplosnya bersama keraguan karena kalimatnya cukup kasar.“Ish, Mama. Jangan bilang begitu dong!” Tentu saja Amelia langsung memerotes.“Tiba-tiba saja Mama kepikiran kesana saat mamanya Tio bercerita.” Sopia sudah bisa mene
Acara amal yang diselenggarakan Tio berlangsung sangat lancar, banyak sekali peminat, tetapi semuanya berbaris dengan rapih bahkan tidak sedikit orang yang tidak mendapatkan meja, maka pihak restoran mengemas makanannya dengan sangat rapih.Cukup lama Sopia berada di sana karena ibunya Tio mengajaknya berbicara ini dan itu termasuk menanyakan Amelia, “Bagaimana kabar Amei sekarang dan anak keduanya?”“Baik-baik saja ... Grizelle tumbuh dengan pesat,” kekeh bahagia Sopia.“Syukurlah ... saya ikut senang mendengarnya.”“Sudah beberapa hari ini Amei dan Grizelle tinggal di kediaman mertuanya, jadi kali ini saya dan suami menginap untuk melepas rindu pada kedua cucu kami,” kekeh bahagia Sopia lagi.“Pasti kalian tidak dapat berjauhan dengan cucu,” kekeh wanita ini, “andai Tio sudah menikah, kami juga akan menimang cucu,” desahnya kemudian.Sopia tersenyum kecil. “Mungkin tidak akan lama lagi.”Saat ini tanpa sengaja Jesica mendengar kalimat ibunya. Maka hatinya kembali bersedih. ‘Kalau ka