Danila sosok wanita yang berada di dalam dekapan Atma hanya tersenyum, ia senang pria itu akhrinya mau menerimanya. Ia pun hanya diam menerima dekapan hangat pria itu. Pria itu menjatuhkan dagunya di atas bahunya. Lengan pria itu mengusap lembut perut datar Danila. Wanita itu terbuai ia mendesah tanpa sadar.
Mata Atma menggelap, ia membawa tubuh Danila ke dalam kamarnya, lantas mengunci pintunya. Atma menjatuhkan tubuh Danila lembut, ia membelai setiap inci tubuh wanita itu. Di pandangannya wanita yang tengah berbaring di atas ranjangnya adalah Clarita. Ia menatap lekat-lekat tubuh wanita dengan dress di atas lutut dengan warna merah menyala.
Atma semakin mengikis jarak, ia menempelkan bibirnya di atas bibir Danila yang merah merona. Kecupan itu perlahan lembut, hingga balasan Danila memancing sisi laki-laki di diri Atma. Pria itu sudah lama tak menghabiskan malam dengan olahraga menyenangkan itu.
Masih mempertahankan cu
Atma menatap tajam ayahnya, ia teringat pada tes dna yang kemarin ia lakukan, karena terlalu senang berada di antara Clarita ia sampai lupa mengambil hasil tes itu hingga berbulan-bulan. Tanpa banyak bicara, Atma berjalan keluar ruangan itu. Ia melewati ruang tamu mengabaikan keberadaan Danila yang menatapnya bingung.“Maaf ia ada telepon dari kantor dan harus segera diselesaikan,” ujar Mahen mencoba menjelaskan apa yang terjadi.Mobil pria itu melaju kencang menembus pengguna jalan lain, pagi itu jalanan tak terlalu ramai mungkin karena hari jum’at atau mungkin karena sudah bukan jam krusial lagi. Atma mencoba tenang mengendarai mobilnya. Ia tak mau terjadi hal buruk sebelum ia mendapatkan hasil tes dna-nya.Mobil silver terparkir rapi di halaman rumah sakit berjejer bersama dengan pengendara lainnya. Hari ini adalah jadwal terakhir check up untuk Yara. Clarita bersama Dean dan Byan kini berjalan di lo
Clarita terkejut, ia terdiam sejenak. Byan menatapnya bingung. “Bukankah sudah jelas jika pria itu bukan ayah biologis dari anakmu? Sudah tak ada alasan lagi untuknya memaksamu menjadi miliknya ‘kan?”“Apa kamu lupa dengan ucapanmu kemarin?” tanya Clarita setelah mengumpulkan ingatannya.Byan mengerutkan keningnya sejenak. “Oh, tentang sifatnya?” balas Byan.Clarita mengangguk ia pun bertanya, “Kalau kamu sudah tahu tentu mengerti alasanku ‘kan?”Byan mengangguk mengerti ucapan wanita itu. Ia kembali melanjutkan aktivitasnya mengukur dan meminta Mang Asep membuatkan ruangan kecil untuk baby twin bisa menemani ibunya bekerja. Dering di ponsel Byan berbunyi, ia mengangkat sambungan telepon itu.“Hallo,” ujarnya seraya menempelkan benda pipih ke telinganya.“…”&nbs
Belum sempat Bara dan Atma mendengarkan nama wanita itu, pintu lift sudah terbuka. Dengan terpaksa mereka berjalan keluar dan mengarah ke lobby rumah sakit. Bara dan Atma masuk ke dalam mobilnya masing-masing dan mengendarai menuju kantornya.Di tengah jalan ia tanpa sengaja melihat sosok Dean tengah berdiri di dekat halte sebuah kampus. Bara ingin menghentikan mobilnya namun ia mengurungkannya karena traffic light beruba warna ia pun mau tak mau melajukan mobilnya dan berputar sejenak.Saat ia kembali di halte , ia tak menemukan seorang pun, yang ada hanya kucing. Bara berdecak. “Lagi-lagi gue kelolosan!” ujarnya seraya melempar batu ke sembarang arah.Di lain tempat, Clarita tengah sibuk membuat adonan kue. Ia berlari ke sana ke mari untuk pesanan yang satu ini. Sebuah kue bertingkat dengan desain air terjun, sesekali ia memeriksa pesanan kue yang lain. Adzan dhuhur berkumandang, Clarita memerintah
Atma terdiam mendengar pertanyaan pria itu, sejujurnya ia masih belum bisa menerima Danila sepenuhnya tetapi wanita itu selalu memperlakukannya dengan baik, memberikan perhatian lebih juga menemaninya di ranjang.Atma dirundung kegelisahan, ia bimbang dengan pilihannya. Di satu sisi ia ingin memiliki Clarita namun di sisi lain ia tak mau membuang Danila setelah ia pakai. “Secepatnya.” Hanya itu yang bisa ia ucapkan setidaknya ucapan Atma berhasil membuat wanita di atas tubuhnya kembali bergerak ke kanan dan kiri membuat Atma mabuk kepayang. Ia pun menerima pemberian Danila dengan senang hati, pikirannya tentang Clarita seakan menguap bersama desahan yang keluar dari mulutnya dan bibir Danila.Hari semakin senja, hari ini Clarita, Dean dan Byan berencana untuk menghabiskan akhir pekan di mall. Karena Clarita juga Dean setuju untuk menemani pria itu ke acara pesta ulang tahun perusahaan Brahma yang akan diselenggarakan di hotel ber
Byan mengecup puncak kepala Clarita kemudian melingkarkan lengannya di pinggang wanita itu seakan mengatakan jika Clarita adalah miliknya. Atma yang melihat itu mengepalkan jemarinya, ia tak terima jika ada pria lain yang menyentuh Clarita.Berbeda dengan Atma, Clarita justru merasakan kupu-kupu perutnya berterbangan, hatinya menghangat. Ia pun mengangguk dan kembali menegapkan tubuhnya. “Mau ke tempat lain?” tanya Byan lembut.Clarita menggeleng pelan, ia berkata jika mulai hari ini ia akan berani menghadapi pria itu. Toh ia tak ada lagi alasan untuk mendekatinya atau memaksa Clarita menjadi miliknya. Byan mengangguk, ia kemudian menyerahkan credit cardnya pada Clarita. Clarita melakukan transaksi pembayaran di kasir, saat mereka akan keluar dari toko itu dan hendak pulang, Atma dan Bara mencegatnya.“Tunggu!” teriak Atma menghentikan langkah kaki mereka.Clarita menarik napa
“Kenap –“ Ucapan Clarita terpotong kala ia mengikuti arah pandang Dean. Di sana berdiri dua orang pria dengan seorang wanita yang memakai pakaian kaos oblong dan celana pendek yang tertutup panjang kaosnya.“Danila,” lirih Clarita nyaris tak terdengar. Tangannya menggenggam erat pegangannya pada Byan. Yang yang mengerti pun mengusap punggung tangan Clarita menggunakan ibu jarinya.“Tenang, ada aku dan Dean,” lirih Byan membuat Clarita mendongak, wanita itu menatap Byan dalam-dalam mencari kesungguhan dari ucapan pria yang berbeda 5 tahun darinya. Clarita tak menemukan sedikit pun rasa ragu di manik abu Byan, yang ia temukan justru ketulusan dan keteduhan.Clarita mengangguk. Ia menyentuh lengan Dean sejenak, wanita muda itu tersentak ia menoleh ke arah Clarita. Wanita itu mengulas senyum.”Kita ke sana yuk. PaBy pasti lapar,” ujar Clarita mengalihkan perhatian De
“Ah maaf, silakan diambil saja,” ujar Clarita setelah berhasil menetralkan keterkejutannya. Ia berusaha bersikap senormal mungkin. Dibalik tubuh wanita paruh baya itu berdiri seorang pria dengan kacamata khas miliknya.Clarita mengangguk sopan, ia hendak berbalik namun sebuah lengan berhasil mencekal lengannya. “Kamu tidak rindu kami?” tanya wanita itu dengan suara bergetar.Clarita berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikan rasa sedih, kecewa dan marah yang membuncah di benaknya. “Maaf saya buru-buru,” ujar Clarita melepaskan cengkraman wanita itu.“Cla, jadi beli yang mana?” tanya Byan seraya mendekati Clarita pria itu segera merengkuh tubuh Clarita dan merangkul bahunya. Byan berpura-pura tak menyadari kehadiran Brahma di sana.“Gak jadi kok, kita cari di tempat lain saja.” Clarita mengulas senyum manisnya.Dean menatap
“Mbaa,” rengek Dean seraya menutup wajahnya. Ia malu dengan tampilan wajah yang tak berbentuk seperti itu, belum lagi maskara yang luntur akibat tangisannya.“Ya sudah kamu hapus dulu saja, nanti biar mba bantu make up ya?” tawar Clarita menerbitkan senyum manis di wajah Dean. Wajah yang ayu itu menatap Clarita senang. Byan tersenyum melihat tingkah adiknya yang begitu manja terhadap Clarita.Hari semakin larut, kini Clarita tengah mempersiapkan keperluannya. Ia menggantikan pakaian bbaby twin, setelah itu mengganti pakaiannya dengan dress yang kemarin ia beli bersama Byan. Dress yang cantik dengan potongan dan hiasan yang tak terlalu mewah namun tampak elegan itu melekat dengan manis di tubuh Clarita. Setelah kain dengan model khusus itu telah melekat di tubuhnya, kini ia berjalan ke meja rias.Ia menatap alat make up yang ia punya, ia tersenyum senang karena akhirnya ia berhasil membeli kembali
“Saya sebagai orang tua kandung Danila Ayudia tentu menyerahkan semua keputusan di tangan putri kami. Kebahagiannya adalah kebahagian kami juga,” sahut Ganesha mengabaikan pertanyaan Danila. “Apa? Orang tua kandung? Maksudnya?” tanya Danila bingung ia pun melemparkan tatapan menuntut ke arah Bram. “Sayang, Tante Ratasya dan Om Ganesha adalah orang tua kandung kamu, yang selama ini disembunyikan oleh Pak Brahma, mereka –“ “Apaa‼” pekik Danila tak percaya. “Jadi? Yang kalian bicarakan saat persidangan itu aku?” tanya Danila tak percaya. “Iya sayang, kami memang orang tua kandungmu. Semua bermula dari … .” Ganesha mulai menceritakan awal mula Brahma merebut Danila darinya. Mulai saat Brahma merebut harta miliknya hingga ke kasus penculikan juga penyekapannya. Danila menyimak ucapan orang tuanya dengan begitu seksama, ia tak mau terlewatkan barang satu kata pun. Hingga ia sampai pada cerita tentang percobaan pembunuhan yang Brahma lakukan pada mereka, Danila mengeram tertahan, selama
“Aku ingin selalu seperti ini selamanya? Bisa ‘kan?” “Kamu ini bikin mas hampir jantungan saja. Sayang, hanya maut yang bisa memisahkan kisah cinta kita. Aku akan selalu berusaha selalu berada di sampingmu,” tutur Byan membuat hati Clarita menghangat dan kupu-kupu si perutnya berterbangan. “Mas nanti malam kita pakai ini saja ya? Acaranya kan di tepi pantai, aku juga gak bisa kalau pakai baju terbuka, alergi dingin. Untung suami aku gak dingin,” canda Clarita seraya menatap sang Suami manja. “Sayangg,” ujar Byan salah tingkah, pria itu menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal itu. Matahari pun mulai bergeser, menyisakan langit berwarna jingga dengan suara hiruk pikuk mobil yang berlalu lalang. Clarita baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di kepalanya, sedangkan sang Suami masih berkutat di meja kerjanya yang bersebelahan dengan kamar tidur mereka, Byan sengaja mendesain ruang kerjanya di dalam kamar hanya dengan memberi sekat kaca yang membatasi antara kama
“Perusahaan koleps, seluruh perusahaan besar menunda penanda tangannya MOU. Harga saham menurun drastis, beberapa vendor menagih pelunasan segera, kau ke mana saja?” ucap Mahen seraya membiarkan putranya membaca seluruh isi mapnya.“Kita bisa menangani ini sem –““Dengan cara apa? Sekarang saja perusahaan sudah tak ada kerja sama, oke masih ada tetapi itu hanya project remahan, kamu pikir itu bisa membayar semua tagihan? Belum lagi gaji pegawai. Seharusnya kamu memikirkan itu, kamu fokus membesarkan perusahaan ini bukan justru sibuk mengurus wanita dan anaknya yang penyakitan itu!”“Shut up, Pah! Apa papah tahu aku jadi seperti ini karena siapa? Karena anda! Anda yang selalu mengagalkan percintaanku anda yang selalu menghancurkan urusan hidupku sendiri. Kenapa? Karena anda terlalu ingin terlihat sempurna, padahal anda jauh lebih busuk daripada bangkai tikus.” Atma ber
“Gak papa kok, ya sudah kita masuk lagi yuk? Kayanya sudah waktunya mulai lagi persidangannya.” Mereka pun mengangguk setuju dengan ucapan Byan. Mereka pun kembali berjalan beriringan memasuki ruang sidang, siang ini mereka akan mendengar keputusam hakim atas perbuatan Brahma bertahun-tahun lalu.“Mas,” lirih Clarita mencekal lengan Byan. Pria itu menoleh dan menatap teduh sang Istri. “Aku takut.”“Pasrahkan semua ke Allah, ya. Semua akan baik-baik saja.” Clarita menghela napas seraya mengeratkan genggamannya di tangan sang Suami.Hakim dan seluruh jajaran pun mulai memasuki ruangan, setelah itu Brahma selaku tersangka utama telah hadir kembali di ruang sidang. Setelah persidangan kembali dibuka Jaksa penuntut umum kembali membacakan dakwaannya.“Dengan ini, kami memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Brahma Wijaya dengan pasal tersebut selama 25 tahun kurungan.”Bola mata Clarita nyaris terlepas dari tempatnya kala mendengar putusan hakim kepada pria yang selama ini anggap sebag
“Kita hanya bisa berpasrah diri, Dan. Kita sudah berusaha menegakkan keadilan semoga semua sesuai dengan harapan kita ya.”Waktu seakan begitu cepat berlalu, hari-hari berlalu begitu cepat. Sejak persidangan pertama kemarin kehidupan Danila terasa begitu nikmat dan ringan. Ia masih bekerja di toko kue milik sang Kakak. Sedangkan hubungan asmaranya masih terjalin dengan baik. Bram tak pernah menuntut hubungan ranjang pria itu justru mengarahkan Danila menjadi wanita yang lebih elegant.Lain halnya dengan Atma, pria itu justru semakin gencar mendekati Hanna. Ia bahkan tak peduli dengan penolakan yang terus Hanna berikan padanya. Hanna adalah harapan terakhir untuknya mendapatkan warisan dari sang Nenek, ia pun tak menyerah untuk mendapatkan Hanna kembali.“Han, percayalah padaku. Aku tak hanya membutuhkan Bayu, sejujurnya aku masih menyimpan rasa padamu, tetapi aku terlalu malu untuk mengakuinya. Apa tida
“Katakan apa yang sedang kau rencanakan?” tanya Hanna dengan tatapan penuh selidik.“Begini, aku dituntut untuk memiliki seorang anak. Dan kamu butuh sumsumku bukan? Bagaimana jika kita bekerja sama? Aku akan mencukupi semua kebutuhanmu dan Bayu tetapi menikahlah denganku.”Hanna pun tersenyum miring. “Jadi benar ‘kan dugaanku? Kamu mengejarku dan berbuat baik padaku itu tidak tulus dari dalam hati, apa ini memang sifat aslimu?”“Ayolah, Han. Aku butuh kerja sama ini, agar aku bisa terlepas dari ayahku. Aku akan menghidupi kalian dengan baik, aku juga akan memperlakukanmu dengan baik. Aku hanya butuh Bayu dan status ini agar warisan nenekku bisa segera aku miliki.”“Kamu berubah, At! Ini bukan Atma yang aku kenal!” pekik Hanna seraya berjalan menjauhi pria itu.“Han aku berubah begini karenamu! Aku tak lagi p
Tanpa mendengar ucapan karyawannya Clarita segera berjalan menuju tokonya. Ia menapaki setia anak tangga, samar-samar ia mendengar pertikaian dua orang wanita dan benar saja, ketika langkahnya tiba di lantai dua ia menemukan Danila tengah berdebat dengan seorang wanita paruh baya.“Danila tidak akan mau mencabut tuntutan Danila! Kalian berdua itu licik!” pekik Danila di depan wanita setengah baya. Dari posisinya berdiri Clarita tak dapat melihat dengan jelas siapa sosok yang tengah bertengkar dengannya.Langkah kaki Clarita semakin mendekat ke arah Danila, ia pun tiba di samping tubuh wanita yang menjadi lawan bicara adiknya itu. “Maaf ada apa ya?”“Clarita!” ujar wanita itu terkejut melihat sosok ayu Clarita berdiri di sampingnya. “Kau juga! Mengapa kau tidak tahu terima kasih? Suamiku mengurusmu sejak kecil! Jika tidak ada suamiku maka –“&ldquo
“Kamu ngomong apa sih sayang? Tanpa diminta pun aku akan segera meminangmu. Aku tidak akan membuang kamu begitu saja. Sesuai janjiku padamu, dan juga kamu berhasil membuatku merasakan getaran yang sudah lama tak pernah aku rasakan lagi, bahkan kamu ada untukku di kala aku down kemarin. Kamu ingat ‘kan?” Danila pun mengangguk dan mengulas senyum. Ia lantas kembali melanjutkan aktivitas ranjangnya. Matahari semakin berani menampakkan dirinya, ia mulai menyinari langit kota Semarang menjadi teman warga di sana memulai aktivitasnya. Ada yang berangkat ke sekolah, ada yang berangkat bekerja, ada juga yang berangkat bergosip. Dua insan yang baru saja berubah status percintaannya masih asyik bergelung di dalam selimut tebal dengan tubuh tanpa sehelai benang pun. Selepas shubuh tadi mereka memang kembali mengulang kegiatannya hingga tertidur karena kelelahan. Ketukan dan suara tangis bayi membangunkan keduanya. Clarita mengerjapkan kedua matanya, ia lantas bangkit dari tidurnya dan memilih
“Ini semua adalah dosa yang harus aku tanggung! Tetapi kenapa harus Bayu? Aku … aku tidak bisa hidup tanpanya.”Kening Atma semakin berkerut, ia semakin bingung dengan ucapan Hanna, wanita itu seolah membuat teka-teki untuknya. “Seharusnya malam itu aku tidak melakukan perbuatan dosa, dan berakhir seperti ini. Ke mana aku harus mencari pendonor yang cocok?”“Donor?”Saat Hanna akan menjelaskan ucapannya, pintu UGD terbuka menampilkan sosok wanita setengah baya dengan jas putih yang melekat di tubuhnya. “Dengan keluarga pasien?”“Saya ibunya, Dok!” Hanna berjalan cepat mendekati dokter itu.“Begini bu, kondisi adik Bayu semakin mengkhawatirkan. Kita harus segera menemukan pendonor tulang sumsum belakang untuk keselamatan putra Ibu. Karena kelainan darah bawaan yang Bayu idap sudah di tahap mengkhawatirkan. Saya berharap ibu bisa segera menemukan pendonor yang tepat, untuk saat ini kami hanya bisa memberikan transfusi darah namun itu tidak bisa kita lakukan terus menerus.”Mendengar per