Share

3. Putri Kecilku, Dania

Author: Purple Rain
last update Last Updated: 2023-03-24 09:34:04

"Saya ingin Anda menginput dokumen-dokumen yang ada di gudang." Ujar Zain sambil melihat Rose sekilas, lalu menunduk kembali mengerjakan dokumen yang ada di depannya.

"Baik, akan saya lakukan Pak!" Rose tidak membantah. Ia takut jika Zain masih mengenalinya.

Buru-buru ia keluar dari ruangan CEO, setelah tubuhnya sedikit membungkuk saat berpamitan.

Rose berlari kecil menuju meja kerjanya. Ia mengambil sesuatu yang akan dibutuhkan di gudang. Lekas ia mengerjakan apa yang diperintahkan oleh sang atasan. Sepertinya, hari ini Rose akan terlihat sangat sibuk. 

***

"Kamu lagi ngerjain apa, Rose?" tanya manager divisi saat melewati kubikel milik, Rose.

"Tugas dari bos besar, Pak!" jawabnya dengan mengangguk sekilas. Buru-buru ia meminta izin untuk melanjutkan kembali pekerjaannya.

"Tugas? Tugas apa? Proyek Kita masih baru jalan, Rose. Belum ada kelanjutan untuk masalah marketing, iklan dan lain-lain." Penjelasan dari manager tersebut membuat Rose memanyunkan bibirnya.

"Saya diberikan tugas untuk menginput dokumen-dokumen yang ada di dalam gudang, Pak!" Rose mendekap sebagian berkas yang hendak di bawa ke gudang guna mendata semua dokumen di dalam sana.

"A-Apa?!" manager tersebut terkejut, sehingga nampak kelopak matanya membuka dengan lebar.

"Kenapa bisa begitu? Ini masalah tidak main-main, Rose. Kamu karyawan baru di sini. Seharusnya si bos tidak sembarangan memberi wewenang bagi sembarang orang." Terangnya dengan dahi yang berkerut, sehingga terlihat dengan samar garis halus di sekitar keningnya.

"Maaf Pak, saya hanya menjalankan tugas." Ujar perempuan itu dengan wajah yang ditekuk.

"Iya, saya mengerti. Kamu tidak bersalah, Rose. Seharusnya, si bos membicarakan dulu dengan kepala divisi." sang manager tidak ingin Rose merasa tertekan.

"Maaf Pak, saya permisi dulu." Perempuan itu berpamitan. Ia sudah membuang waktunya beberapa menit saat bersitegang dengan managernya.

"Iya, silahkan." Manager tersebut memberi jalan pada, Rose. Ia melihat perempuan tersebut berjalan keluar ruangan.

"Aneh, tidak biasanya Pak Zain bersikap demikian. Apa ada sesuatu di balik semua ini?" ia bergumam sambil mengamati kepergian, Rose.

***

Rose berjalan sedikit tergesa, ia harus bisa memanfaatkan waktu dengan baik. 

Dibukanya pintu gudang, ia meminta kuncinya pada petugas pantry sebelum pergi. Kesan pertama saat ia berhasil membuka pintu itu adalah—pengap.

Rose terbatuk ketika menjejakkan kaki pertamanya. Gudang penyimpanan dokumen terlihat gelap dan berdebu.

Ia mencoba untuk mencari dokumen yang diinginkan oleh, Zain. Kemudian, dokumen-dokumen itu diletakkan pada sebuah bangku panjang yang berada di pinggir ruangan.

"Huft …." ia tercengang ketika melihat betapa banyaknya tumpukan dokumen yang akan dikerjakan. 

"Sudah siang begini. Apa bisa selesai sore nanti?" ia berkacak pinggang. Entah kenapa punggungnya terasa nyeri setelah mengambil dokumen yang cukup banyak.

Ia memindahkan secara bertahap dokumen-dokumen tersebut ke atas meja kerjanya. Hingga dokumen itu terlihat penuh dan menghalangi pandangan.

"Rose, sudah waktunya makan siang. Makan dulu, yuk! Aku yang traktir deh …." Nadine menghampirinya, ia merasa kasihan pada sahabatnya yang sudah bernasib sial di hari pertama kerja.

"Maaf, Dine. Aku masih belum menyelesaikan semua ini. Kamu ke kantin saja dulu, ya." Jawabnya tanpa menoleh ke arah, Nadine.

"Aku bungkusin, ya. Mau nggak?" Nadine menawarkan kembali.

"Nggak dulu, Dine. Daripada nanti nggak kemakan." Ujarnya kali ini dengan wajah terangkat.

"Ya sudah kalau begitu. Aku ke kantin dulu, ya." Nadine mengalah, ia sangat tahu jika Rose sedikit keras kepala seperti ayahnya.

"Maaf, ya!" Rose mencoba menunjukkan segaris senyuman.

"Jaga kondisimu, Rose! Kamu bukan robot." Pesan Nadine yang membuat Rose mengangguk kecil.

"Iya, makasih banyak bawel!" kelakar Rose agar sahabatnya itu lekas pergi dari meja kerjanya.

Nadine melambaikan tangannya lalu menghilang di balik pintu. Ia meninggalkan Rose dengan setumpuk pekerjaan yang tak kunjung usai.

Waktu berlalu begitu cepat. Hingga satu persatu karyawan PT. Garmen Angkasa Jaya, meninggalkan tempat kerja mereka. 

Rose melihat jam tangan di pergelangan kiri. Jarumnya menunjuk di angka 6 sore. Ia melihat di atas mejanya masih ada beberapa dokumen yang belum diinput.

"Oke, Rose. Tenanglah! Semua ini akan terlihat sangat mudah, jika Kamu mengerjakannya dengan senang." Rose menyemangati diri sendiri. 

Ia mengambil sebuah headset di dalam tas. Tak lama kemudian, alunan musik terdengar dan bisa membangkitkan kekuatan baru dalam dirinya.

Jarum jam bergeser maju lebih cepat. Tak terasa, tumpukan dokumen sebanyak itu bisa diselesaikan tepat jam 7 malam. 

Rose melihat sekeliling, sepi. Tak ada siapapun kecuali dirinya. Ia bergegas untuk segera pulang. Putri kecilnya pasti sudah merindukan kehadirannya.

Sengaja ia melepas sepatu hak tinggi yang dikenakan dengan sebuah sandal. Rose berlari kecil menuju area parkir yang berada di sisi timur.

Ia menyalakan mesin mobil dengan cekatan. Kali ini tujuannya cuma satu, menjemput putrinya untuk lekas pulang.

30 menit kemudian, Rose sudah sampai di sebuah rumah bergaya minimalis. Suasana rumah tersebut sepi ketika Rose sampai di depan teras.

"Dania, ini mama Sayang!" Rose memanggil putrinya yang sengaja ia titipkan pada seorang pengasuh. 

"Eh, Rose. Sudah pulang? Masuklah dulu, Nak!" namanya ibu Martha, pengasuh yang dipercaya oleh Rose sejak Dania masih berusia satu tahun.

"Makasih Bu, Dania sudah tidur?" Rose duduk di kursi teras depan rumah.

"Lagi main di kamar. Seharian ini anaknya murung, tidak seperti biasanya. Ibu sudah mencoba untuk membujuknya supaya Dania mau makan. Tapi …." 

"Mama …." 

Kalimat yang diucapkan ibu Martha terpotong. Putri kecilnya itu muncul dari balik pintu dan langsung menghambur ke arahnya.

"Hai, bagaimana kabar hari ini? Apakah Dania senang?" Rose mengusap rambut Dania dengan penuh kelembutan

Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Wajahnya langsung ditekuk. Sehingga membuat Rose sedikit mendekat, untuk memastikan jika kondisi putrinya baik-baik saja.

Rose menoleh ke arah ibu Martha. Wanita paruh baya itu menganggukkan kepala dengan pelan. 

"Dania sedih, mama …." kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirnya yang mungil.

"Sedih? Sedih kenapa?" Rose meraih dagu Dania lalu mengulas senyuman.

"Teman Dania di sekolah semuanya punya papa. Mereka diantar dan dijemput sama orang tua mereka. Kenapa Dania nggak punya papa. Kan seru kalau ada papa …." 

Deg!

Rose menghela napas perlahan. Ia melirik kembali ke arah ibu Martha. Wanita itu memandang dirinya dengan wajah kasihan.

"Siapa bilang Dania nggak punya papa?" Rose menangkupkan telapak tangannya pada pipi chubby, Dania.

"Dania punya papa. Papa Dania ada, tapi masih belum bisa berkumpul sama Kita sekarang." Jelas Rose secara sederhana, anak sekecil itu mana tahu urusan orang dewasa.

"Kenapa? Dania kan pengen diantar ke sekolah, seperti yang lain." Tanya gadis cilik itu dengan wajah menggemaskan.

"Nanti, kalau sudah waktunya,

kita pasti akan bisa bertemu sama papa." 

"Benarkah? Mama janji?"

Rose mengangguk kecil, ketika gadis cilik itu meminta dirinya untuk berjanji.

"Jadi, papa mana Ma?" ujar anaknya sambil menitikkan air mata.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nani Mulyani
Masih menyimak, dan mengikuti alur ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   4. Bimbangnya hati seorang CEO

    "Cari tahu tentang keberadaannya!" Dengan tegas, Zain memberi perintah pada salah satu bodyguard pribadinya. Pria berbadan besar tersebut mengangguk patuh dengan penuh rasa hormat.Zain menatap lurus kedepan dengan tajam. Jari tangan kanannya memutar sebuah pulpen. Dari balik meja kerjanya yang kokoh, ia menyuruh bodyguard tersebut segera pergi dengan satu kali kibasan tangan.Tok, tok, tok ….Setelah kepergian pengawal pribadinya. Pintu berkusen besar dan megah tersebut diketuk dari arah luar. Zain terkesiap dari lamunan, ia pun menggeleng kecil agar bisa kembali fokus pada dunia nyata."Masuk!" ucapnya dengan suara yang berwibawa."Permisi, Pak! Saya membawa laporan hasil kerja kemarin." Rose menyerahkan sebuah file yang sudah disalin dalam bentuk tulisan."Hem, bagus!" ia berkata tanpa melihat ke arah, Rose. Zain berusaha terlihat sibuk dengan berkas yang ada di hadapannya kini.Zain menautkan kedua alisnya. Ia memeriksa kembali beberapa poin yang sepertinya tidak pernah dilapork

    Last Updated : 2023-04-04
  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   5. (Bukan) Peran Pengganti

    Ting!Pintu lift terbuka, seorang pengawal pribadi Zain berjalan keluar dan berjalan menuju lobi PT. Global Angkasa Jaya. "Sial! Kenapa dia datang di saat yang tidak tepat?" Ramon, pengawal tersebut hendak berbalik arah. Namun, ia mengurungkan niatnya ketika suara seseorang menghentikannya."Mau kemana, Ramon?" sapa perempuan berusia 25 tahun tersebut dengan culas.Ramon lekas mendekat dan mengangguk patuh. Perempuan yang memakai riasan flawless tersebut terlihat sangat serasi dengan dress bunga selutut. Di pinggangnya tersemat ikat pinggang kecil berwarna hitam. Rambutnya yang terurai bebas, menampilkan sisi glamor seorang crazy rich ternama. Derap langkahnya terdengar menggema ketika sepatu hak tinggi itu menghampirinya. Tepat di hadapan Ramon, perempuan cantik itu mengulas senyuman tipis."Maaf Nona Muda, kenapa datang dengan tiba-tiba?" Ramon mencoba untuk mencairkan suasana."Kenapa? Aku berhak datang dan pergi sesuka hati, ini perusahaan suamiku." Ujarnya dengan tatapan tak su

    Last Updated : 2023-04-05
  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   6. Pengakuan

    "M-Maaf, Pak! Ada apa, ya?" Rose mencoba untuk menenangkan hatinya. Sentuhan itu membuat dirinya bagai tersengat aliran listrik 1000 volt."Kamu sudah menunda hasratku. Aku menuntutmu untuk menuntaskan keinginanku yang tertunda." Zain mendekat, hingga Rose bisa merasakan deru napasnya yang tidak teratur."J-Jangan, Pak! Aku mohon …." Rose tidak bisa berlari, ia sudah berada di bawah kungkungan sang CEO. Dimana ia harus menggantikan peran istrinya, Nadia."Apa Kamu sudah melupakan masa lalu Kita, Diana Rosalina?" "A-Apa? Apa yang Anda bicarakan? Saya tidak mengerti, Pak." Rose, berusaha untuk meredam detak jantungnya. Ia bisa mendengar dengan telinganya sendiri, betapa cepat ritme yang berpacu saat ini."Jangan berpura-pura, Rose! Angkat wajahmu jika sedang bicara denganku." Tubuh Rose terhimpit di tepi meja. Ia menatap takut ke arah, Zain. Kedua tangannya disilangkan di depan dada. Perempuan itu sebisa mungkin mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi.'Aduh! Mati aku ….' (Batin

    Last Updated : 2023-04-07
  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   7. Jangan Ambil Anakku!

    Sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar melalui celah jendela. Rose mengerjapkan matanya berulang kali. Lalu ia terbangun dan mendapati putri kecilnya masih tertidur pulas.Sengaja ia tidak membangunkan Dania lebih awal seperti biasanya. Hari libur kali ini dimanfaatkan oleh Rose untuk beristirahat di dalam rumah.Lekas ia bangun dan membersihkan diri. Rumah kontrakan yang tidak begitu luas membuat dirinya tidak memerlukan jasa seorang pembantu. Di atas meja makan, Rose sudah menyediakan roti bakar dengan selai strawberry dan susu hangat untuk putrinya kecilnya.Tok, tok, tok ….Rose mendengar suara ketukan di pintu depan. Ia menoleh ke asal suara, sepertinya ada tamu. Ia pun mengurungkan niatnya untuk membangunkan, Dania. Rose meletakkan susu hangat di sebelah piring roti. Lalu ia berjalan menuju ke depan, untuk mencari tahu siapa yang sudah datang bertamu sepagi ini."Maaf, Anda mencari siapa?" Rose, melihat di hadapannya kini sudah berdiri seorang wanita berusia 50 tahun. Pe

    Last Updated : 2023-04-08
  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   8. Perjodohan kedua

    Rose langsung menenggak segelas air putih. Nadine melongo melihat sahabatnya yang datang-datang langsung main serobot. Hingga bola mata dan mulutnya terbuka lebar membentuk huruf O. "Fiuh …." ia mengipas wajahnya dengan sebelah tangan. Rose merasa dirinya sedang terbakar. Ada hawa panas yang menjalar hingga sampai ke puncak ubun-ubunnya. "Rose!" Suara menggelegar itu sampai di telinga, Nadine. Perempuan muda itu tersentak kembali. Ia menemukan sang CEO sudah berada di ambang pintu ruangannya. Nadine menoleh ke arah, Rose. Sahabatnya tersebut memutar bola matanya dengan malas. Baru saja Rose menghempaskan bobot tubuhnya di atas kursi. Zain sudah mengejutkannya dengan sebuah teriakan yang nyaring. "Ada apalagi, Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?" Rose berdiri dan menunjukkan cara kerjanya yang profesional. Ia tidak boleh mencampuradukkan perasaannya pada, Zain. Zain sedikit gugup, bibirnya ragu ketika hendak bicara. Ia melihat ke arah samping dan mendapati ada Nadine di sana. "

    Last Updated : 2023-04-09
  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   9. Cemburu

    "Rose, tunggu sebentar!" Rose menoleh ke asal suara, ia menghentikan langkahnya di depan lobi Global Angkasa Jaya.Perempuan itu diam dan menunggu. Perdebatan dengan sang CEO seharian ini membuat Rose terserang jantung dadakan. Meskipun begitu, ia harus bisa tetap bisa tenang dalam segala keadaan. Terutama di hadapan semua klien dan teman kantornya, tak terkecuali—Brian Aditama."Kok buru-buru? Sudah mau pulang?" Brian sudah berdiri di depannya.Ia mengangguk kecil, Rose memaksakan diri untuk tetap menarik garis smirk di bibirnya."Mau jemput Dania dulu di rumah ibu, Martha." Sahut Rose dengan bersedekap, di lengannya tersampir sebuah mantel yang sengaja tidak dikenakan."Ooo, begitu ….?" Brian mengangguk dengan perlahan. "Bagaimana kalau Kita makan dulu?" Brian mulai menjalankan aksinya, pria muda berusia 27 tahun itu tetap tidak menyerah untuk mendapatkan hati, Rose.Rose menghembuskan napas panjang. Sebenarnya ia enggan untuk menerima tawaran dari, Brian. Sudah bosan rasanya Rose

    Last Updated : 2023-04-10
  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   10. Maafkan Aku, Rose!

    Pemandangan di atas rooftop begitu indah. Di sinilah Rose bisa merasakan ketenangan. Ia bisa melihat peta kota Jakarta di atas gedung berlantai 99 tersebut tanpa gangguan siapapun. Sengaja ponselnya dimatikan agar Zain ataupun Brian tidak merusak moodnya hari ini.Brak!‘Sial!’ (umpatnya dalam hati).Kepalanya menoleh ke sumber suara. Mulutnya mencebik ketika mendapati siapa yang datang di saat dirinya sedang menikmati kesendirian.“Aku bisa menemukanmu meski Kamu sembunyi di liang semut sekaligus!” ia menunjuk setumpuk dokumen yang harus dikerjakan oleh Rose hari ini.Rose meletakkan coklat hangatnya di atas meja lalu menghampiri, Zain. Pria itu sudah duduk dengan wajah yang dingin. Ia melihat tumpukan dokumen tersebut dengan sikap biasa. Rose tahu jika Zain mencari-cari alasan agar bisa berinteraksi dengannya.“ Baik, saya akan mengerjakannya segera. Permisi, Pak Zain.” Rose mengambil dokumen tersebut lalu beranjak pergi dari hadapan sang CEO. “Begitukah? seperti inikah caramu meng

    Last Updated : 2023-04-11
  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   11. Patah Hati

    Tangannya mengepal dengan erat. Digenggamnya sebuah kotak kecil berisi sebuah kalung dengan liontin batu mutiara yang indah. Ia urung memberikan kejutan pada, Rose. Brian tidak menyangka, justru dirinya yang mendapatkan sebuah kejutan. Nadine yang telah melihatnya berdiri di ambang pintu lekas menarik Brian keluar dari ruangan. Ia mengantisipasi jika terjadi keributan di antara mereka. Nadine melihat Brian terdiam bagaikan sebuah patung. Tatapan pria itu kosong, bisa jadi ia merasakan syok yang teramat sangat.“Bri, apakah Kamu baik-baik saja?” Nadine melambaikan tangannya di depan mata, Brian. Tapi, pria muda berusia 27 tahun tersebut sama sekali tidak bergeming.Kini keduanya duduk di sebuah taman dekat dengan area kantin. Nadine melihat tangan Brian menggenggam sesuatu. Sambil melirik ke arah pria itu, Nadine menerka sendiri jika kotak yang dipegang oleh Brian adalah sesuatu yang sangat berharga.Nadine pun diam untuk sementara waktu, ia membiarkan Brian mengatur napasnya. Nadine

    Last Updated : 2023-04-12

Latest chapter

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   99. Menjalani Hidup Masing-masing

    BUG!"Hentikan segera! Ini bukan arena tinju, Tuan." Salah satu petugas yang berjaga di barak bagian tahanan pria, berlari kecil sambil mengacungkan jari telunjuknya."Saya mohon jaga sikap kalian berdua, Tuan-Tuan!" teriaknya sekali lagi.Tapi ada yang aneh saat petugas tersebut sudah sampai untuk melerai dua saudara beda ibu itu. Zain dan Alex tetap bergulat dan saling memukul tanpa ada yang memisahkan keduanya."Biarkan saja, Opsir! Biarkan mereka menyelesaikan masalahnya. Kita lihat saja hasilnya seperti apa." Cynthia menghadangnya dengan sebelah tangan. Petugas kepolisian itu pun menghentikan langkahnya dengan tatapan yang aneh. "Tapi Nona, mereka bisa saling menyakiti …." “Tenang saja Opsir. Mereka akan berhenti jika sudah merasa puas.” Ujar Cynthia dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh petugas tersebut. Ia pun menuruti saran dari Cynthia yang memintanya untuk tidak ikut campur. Terpaksa petugas itu membiarkan perseteruan yang

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   98. Kejujuran

    Biarkan aku menemuinya! Biarkan aku masuk ke dalam sana, sebentar saja. Aku mohon ….” Zain berusaha menerobos penjagaan di sel tahanan sementara khusus laki-laki. Setelah mendapatkan informasi dari Rose soal kakaknya, ia langsung kembali ke gedung tahanan kota Perth.“Maaf Tuan, Anda harus mematuhi jam berkunjung. Apakah Anda adalah keluarganya? Tolong tenanglah, Tuan!” cegah salah satu petugas itu dengan menarik pergelangan tangan, Zain. Ia tidak mengizinkan pria itu untuk masuk begitu saja tanpa izin.“Bagaimana aku bisa tenang, jika yang ada di dalam sana adalah kakakku. Kakak tiriku yang telah dinyatakan telah meninggal beberapa bulan yang lalu. Aku harus memastikan kalau yang ada di dalam sel tahanan itu adalah orang yang sama.” Zain menatap tajam pada petugas itu. Dari cara pandangnya, Zain menunjukkan keseriusan.“Aku hanya ingin melihatnya, Opsir. Aku ingin memastikannya, itu saja. Aku yakin jika Anda memiliki keluarga yang telah dinyatakan menghilang atau meninggal. Kalian ak

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   97. Mimpi

    “Mau apa kamu ke sini? Apa belum puas kalian menyakitiku? Belum puaskah kamu sudah mengambil putriku?” Zain menghentikan langkahnya. Benar saja, Rose menatapnya dengan sorot mata yang tajam. Ada banyak luka dan dendam yang tidak bisa dibicarakan secara transparan. “Jika kamu datang hanya untuk menyakitiku, maka kamu datang di waktu yang tidak tepat. Pergilah dari hadapanku!” Rose telah mengusirnya dengan cara yang tidak hormat.“Dengarkan dulu, Rose! Aku mohon,” Zain mencoba untuk bisa mendapatkan kesempatan kembali. Tapi sayang, Rose sudah terlanjur sangat kecewa kepadanya.“Jangan mendekat!” tunjuk Rose dengan tatapan yang sengit. Rose berusaha untuk menghentikan niat, Zain. Ia sudah muak selalu dicekoki oleh janji manis yang tidak berujung. “Kalian berdua sama saja,” gumamnya sambil melengos. Zain menghentikan langkahnya, ia memiringkan kepala dengan dahi yang berkerut. “Apa maksudmu, Rose? Siapa yang kamu samakan denganku? Apa yang kamu bicarakan saat ini adalah dokter, Frans?

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   96. Datang Untuk Menyakiti

    “Apa kamu sudah tidak laku? Sampai dirimu merebutnya dariku?” Kalimat itu, masih diingatnya dengan baik. Ia menatap dokter Frans dengan menitikkan air mata. Ucapan dokter Rhea Zalina kala itu, membuat Rose melayangkan sebuah tamparan yang cukup keras. Ia tidak bermaksud merebut siapapun, hingga terjadi miss komunikasi di antara keduanya.“Dokter ….” Rose memanggilnya berulang kali setelah ia mengusap titik embun di sudut kelopak matanya.Dokter Frans terkesiap, ia menoleh ke arah Rose yang menatapnya dengan bola mata berkaca-kaca. Tujuannya menyusul ke Australia untuk membebaskan Rose dari segala tuduhan, ia sangat yakin jika perempuan itu tidak bersalah meski sifatnya sedikit keras kepala. Tapi apa yang didapatinya setelah sampai di tujuan? Perempuan itu seperti telah menolaknya mentah-mentah.“I-Iya, maafkan aku. Tidak seharusnya aku berada di sini, aku hanya ….”“Terima kasih banyak, Dok. Dokter telah menyelamatkan hidupku untuk yang kedua kalinya.” Rose menyela ucapan dokter, Fr

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   95. Potongan Memori Yang Hilang

    “A-Ampun! Tolong ampuni saya!” Alex mencoba untuk bangkit, tapi ia kesulitan. Kerumunan itu tiba-tiba terbentuk dengan sendirinya. Rose dan Alex sudah berada di dalam lingkaran. Rose mengambil alih kembali, ia melayangkan bogem mentahnya pada Alex.“Hei ….! Berhenti! Apa yang sedang kalian lakukan, hah?! Bukankah kalian itu seharusnya saling menyemangati demi kepulanganmu Nona.” Salah satu petugas itu pun menyusup masuk ke dalam lingkaran. Ia melihat ada dua orang tengah adu kekuatan di antara tahanan yang lain.“Huuu ….” suara sorak sorai disertai tepuk tangan menggema di seluruh ruangan. Mereka berkumpul di satu titik yang dianggap sangat menarik. Bagi mereka, sudah lama tidak ada tontonan yang membuat mereka terlihat sangat bergairah seperti saat ini. Apalagi posisi Rose yang berada di atas tubuh, Alex. Para tahanan itu semakin memberinya semangat untuk meneruskan aksi heroiknya.“Apa-apaan kau ini, Nona?! Ikutlah denganku!” tarik salah satu petugas yang sudah menggenggam erat le

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   94. Jangan Menyebut Namanya!

    “Suster, tenanglah ….!” dokter Frans berusaha mencegah agar suster Karina menghentikan aksinya. “Tiba-tiba mataku sakit saat melihat suster mondar mandir seperti layangan putus,” ujar dokter Frans dengan menghembuskan napasnya dengan perlahan. Sepertinya ucapan dokter Frans sangat manjur, suster Karina langsung menghentikan aksinya. Ia memandang dokter Frans dengan tatapan yang — entah. “Apa ….?” ia memiringkan wajahnya sedikit. Suster Karina merasa aneh dengan apa yang diucapkan oleh dokter, Frans. Apa benar dokter Frans saat ini sedang sakit mata? Bisa-bisa rencana kepergian mereka gagal hanya karena sakit mata. “Eh, apa-apaan ini, Sus? Apa yang kamu lakukan, hah ….?” tanya dokter Frans yang menyadari jika suster Karina mendekat padanya hanya berjarak sepuluh sentimeter. “Dokter sakit ….? Apa perlu saya ambilkan obat? Kalau sedang sakit mata, jangan dibiarkan begitu saja! Bisa semakin bahaya nantinya, Dok.” Ujar gadis perawat itu memberikan sebuah penjelasan. “Ish, apa sih, S

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   93. Gadis Ceroboh

    BRUK ….!Tanpa sengaja Zain telah menabrak seseorang saat ia hendak berjalan ke luar ruangan. Ia sudah berhati-hati dalam melangkahkan kakinya, tapi sepertinya tidak seperti itu. Suasana hatinya yang buruk telah membuat dirinya tidak bisa berpikir dengan jernih apalagi berjalan dengan benar. Walau bagaimanapun Zain harus minta maaf pada pria yang telah ditabraknya itu.“M-Maaf Tuan, saya tidak sengaja melakukannya.” Zain berhenti dan membalikkan tubuhnya untuk lekas minta maaf.Pria yang mengenakan topi itu tidak menjawab, ia hanya mengangguk kecil lantas kembali melanjutkan perjalanannya. Wajahnya yang tertutup masker membuat Zain memicingkan kedua kelopak matanya. Timbul rasa curiga saat pria itu berusaha mengalihkan tatapan, Zain. Ia seakan mengenal gestur pria itu, tapi entah di mana?Tapi apa peduli Zain saat ini. Ia pun berjalan menuju area parkir dan menjumpai Jack yang diperintahkan untuk menunggu di sana. Jack menyambutnya dengan hormat, tidak ada basa-basi di antara keduanya

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   92. Aku Punya Uang

    “Rose, tunggu! Setidaknya berikan aku penjelasan untuk ini,” Zain mencegahnya kmbali, ia tidak terima jika perempuan itu menolaknya secara mentah-mentah.Hening untuk beberapa saat, hingga Rose mengambil napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia pun mengangguk kecil, lalu mengatakan sesuatu yang semestinya tanpa bermaksud menentang hukum yang sedang berjalan.“Aku tidak membunuhnya! Sudah berapa kali aku bilang padamu. Aku tidak membunuh istrimu,” ujar Rose yang terpaku untuk beberapa saat.Ia meninggalkan Zain di tengah ruang sidang sendirian, pria itu tidak bisa berbuat banyak. Ia pun harus mematuhi aturan yang berlaku di negeri orang. Dan ia baru menyadari jika telah melakukan satu kesalahan yang fatal.***“Hei, Tuan! Jaga sikap Anda!” kedua petugas itu terkejut saat melihat Zain melompati pagar pembatas. Pria itu nekat mendatangi Rose yang tidak mau bertegur sapa dengannya. Entah ia mendapatkan keberanian dari mana, Zain sudah berdiri tepat di hadapan Rose dengan napas yan

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   91. Aku Tidak Membunuhnya!

    Proses hukum yang kini telah membelitnya membuat Rose tidak dapat berbuat banyak selain satu kata—menunggu."Kenapa rasanya sangat sakit? Apakah aku benar mencintai pria berengsek itu?" gumam Rose sambil duduk di tepi ranjang yang ada di dalam sel tahanan kota."Aku hanya ingin bertemu dengan putriku," tatapannya berubah menjadi nanar, bola matanya berkaca-kaca."Tidak. Aku tidak akan menangis, apalagi menyesali tentang semua masa laluku dengannya." Ia menggeleng pelan, Rose bertarung dengan perasaannya sendiri.Rose mendengus dengan kasar. Rasa kesal di dalam hatinya, membuat tekad Rose mengalahkan emosinya yang begitu besar."Mau sampai kapan kau mendiamkan kopi ini? Aku tidak mau membuang makanan dengan sia-sia." Suara seseorang membuyarkan lamunan Rose seketika.Ia menoleh ke sumber suara, perlahan ia menatap wanita paruh baya yang bekerja sebagai office girl di kantor tahanan kota Perth itu dengan lirikan yang tajam. Rose tidak menjawab, ia pun kembali menghabiskan waktunya denga

DMCA.com Protection Status