"Tapi…""Apa kamu nggak mengerti apa yang baru aja aku bilang?" Simon mengerutkan kening dan tidak memberinya kesempatan untuk bernegosiasi dengannya.Kuku Xena terkubur jauh di dalam telapak tangannya. 'Dia nggak punya bukti, tapi dia usir aku cuma karena dia curiga? Apa Sharon menempati tempat penting di hatinya?’Setelah bekerja di sisi Simon begitu lama, ia juga tahu emosinya dengan baik. Sharon tahu ia tidak akan mendengarkan orang lain begitu ia mengambil keputusan. Tidak peduli berapa banyak seseorang memohon, itu akan sia-sia.Merasa sedih, ia menyeka air matanya. "Aku ngerti. Aku akan kembali dan serahin surat pengunduran diri aku.” Ia kembali ke penampilannya yang biasa patuh dan dewasa—kecuali matanya berkilat kebencian."Keluar." Simon mengucapkan kata itu tanpa emosi.Xena memaksakan senyum dan mengambil dokumen di meja sebelum dengan patuh berputar untuk pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Ketika ia akan keluar dari ruang kerja, ia tidak bisa menahan diri unt
Setelah disuntik obat antipiretik dan minum obat lain, serta tidur seharian, akhirnya Sharon merasa lebih baik.Setelah berurusan dengan beberapa dokumen, Simon datang mengunjunginya hanya untuk menemukan bahwa ia sedang marah.“Kenapa kamu nggak panggil orang kalau kamu udah bangun? Siapa yang bikin kamu marah?” Ia duduk di sisi tempat tidur.Sharon tidak puas dengan kata-kata yang diucapkan oleh Howard sebelumnya dan telah mengusirnya. Kemarahan dalam dirinya tidak bisa berkurang begitu cepat.Jika Howard tidak melarikan diri dari tempat kejaian cukup cepat, Simon akan melihatnya."Aku ..." Ia terbatuk saat ia berbicara. Pada saat itu, ia ingat tenggorokannya kering dan sakit.Simon menuangkan segelas air untuknya. "Minum air dulu sebelum bicara."Ia meneguk segelas besar air dan merasa tenggorokannya jauh lebih baik.Melihat cara ia menenggak air membuat Simon merasa itu lucu. “Minum pelan-pelan. Nggak ada yang akan rebut minuman dari kamu.”Ia menyerahkan gelas itu kembali
Bahkan kalau kamu berani melarikan diri, aku nggak akan biarin kamu pergi dengan mudah," katanya dengan nada kasar.Setelah mengatakannya, Simon segera menundukkan kepalanya dan mencium bibirnya dengan cara mendominasi dan menyatakan otoritas mutlaknya.…Setelah Sharon pulih, mereka meninggalkan pulau kecil dan kembali ke rumah keluarga Zachary.Bagaimanapun, mereka harus merencanakan pernikahan mereka yang akan berlangsung bulan depan. Simon memiliki banyak hal untuk dipersiapkan.Hal pertama yang harus dilakukan adalah memberi tahu saudara perempuannya sehingga ia tidak akan menentangnya ketika saatnya tiba. Jika tidak, seluruh upacara akan gagal berjalan dengan lancar."Apa? Kamu akan nikah bulan depan? Aku nggak setuju!" Memang, hal pertama yang dikatakan Penelope adalah ketidaksetujuannya.Kebetulan, Xena ada di sekitar dan mendengar bahwa Simon ingin menikah. Ia juga tercengang. 'Ini terlalu cepat!''Apa Simon tidak tahu Sharon sakit?''Nggak. Dia tau soal itu. Kalau ng
Saat Simon mengucapkan kata-kata itu, suasana di aula langsung membeku dan semua pelayan ketakutan. Mereka tidak tahu siapa yang harus mereka patuhi.Penelope kesal dan berteriak dengan dingin, "Kenapa kalian berdiri di sana? Cepat dan usir dia, atau kamu mau aku usir kalian semua?"Komentarnya agak mengancam. Semua pelayan takut mereka akan kehilangan pekerjaan. Mereka mengabaikan ekspresi mengerikan di wajah Simon dan ingin pergi untuk mengusir Sharon.Mata Simon yang seperti elang menjadi gelap saat ia mengulurkan tangannya. Ia memeluk Sharon dan membentak para pelayan itu, "Pergi!""Simon, kamu masih melindungi dia? Dia ini wanita gila. Kamu nggak bisa menikahinya!" Penelope cemas. 'Apa yang dilakukan Sharon untuk membuatnya terpesona?'"Penelope, tolong jangan komentar seperti itu. Shar ini istri aku!" Tidak ada yang bisa berubah pikiran begitu ia memutuskan sesuatu.Sharon menjadi cemas ketika ia menyadari Simon dan Penelope akan berkelahi. Ia kemudian menjelaskan kepada Pe
Penelope belum pernah semarah ini sebelumnya. Ia menghancurkan cangkir dengan kejam. Semua pelayan menahan napas karena takut mereka akan bernapas terlalu keras.Xena memperhatikan Simon dan Sharon pergi dengan mata terbelalak. Ia merasa seolah-olah hatinya telah tenggelam ke dasar jurang.Ia tidak pernah menyangka bahkan Penelope tidak akan bisa menghentikannya menikahi Sharon."Bibi Penelope, jangan terlalu marah karena itu akan mempengaruhi kesehatan kamu. Simon nggak akan mengkhawatirkan kamu kalau terjadi sesuatu karena di hatinya cuma ada Sharon."Akan lebih baik jika ia tidak mengatakan hal-hal itu. Setelah ia mengatakannya, Penelope menjadi lebih jengkel. Kali ini, ia bahkan menghancurkan teko."Sialan! Sharon harus pergi ke neraka!" Ia meraung.Mata Xena berkilauan tanpa ampun. 'Memang, Sharon harus pergi ke neraka. Kalau aku nggak bisa menghentikan Simon menikahinya, maka satu-satunya cara adalah membuatnya mati. Semua ini akan berakhir kalau begitu.''Tapi…' Tiba-tiba
"Hmph... Xena, kamu bisa berhenti akting di depanku. Apa kamu tau kalau wajahmu ini nggak bisa sembunyiin apapun dariku?" Howard berkata sambil tertawa dingin."Kamu ..." Xena malu dan marah. Namun, ia tertawa terbahak-bahak dan mengejek, "Menurut aku kamu dan Sharon sama-sama sakit!"Xena ingin meninggalkan tempat kejadian, tidak ingin mengatakan sepatah kata pun kepada Howard karena ia terlalu curiga."Xena, kamu seharusnya udah sangat jelas sekarang bibiku nggak dapat menghentikan pamanku untuk menikah. Hanya dengan kamu kerja sama denganku, kamu akan punya kesempatan yang lebih baik untuk menjadi istri paman aku." Howard menghadap punggungnya dan perlahan mengucapkan kata-kata itu.Langkah kaki Xena terhenti. Ia ingin meninggalkan tempat kejadian dan mengabaikan komentarnya tetapi pernyataan terakhirnya tentang ia menjadi istri pamannya terlalu menggoda.Ia berbalik dan menatapnya. Ia kemudian berpura-pura mengatakan dengan nada mengejek, "Bukankah kamu sangat mampu? Kamu bisa
Eugene mengerucutkan bibirnya yang tipis dan meletakkan gelas anggur di tangannya yang berisi cairan emas. Ia bangun.Fern memasuki ruangan dan hendak mengunci pintu ketika siluet pria yang menjulang tinggi muncul. Ia langsung masuk ke kamar tanpa peduli.Meskipun ini adalah kamar Fern dan putrinya, itu juga wilayahnya. Ia tidak bisa menghentikan Eugene masuk.Ia tidak ingin meliriknya dan segera berbalik untuk berjalan ke kamar. Ekspresi dingin tetap ada di wajahnya. "Apa kamu butuh sesuatu?" Fern duduk di depan meja rias.Setelah Eugene menutup pintu, ia berjalan ke arahnya, tidak peduli dengan ekspresi dingin di wajah Fern.Setelah tiba di belakangnya, ia mengulurkan tangannya yang panjang dan meletakkannya di atas meja rias. Ia mencondongkan tubuh untuk lebih dekat dengannya dan berbicara di dekat telinganya, "Sienna baru aja telepon. Dia akan datang untuk makan malam bersama kita."Wajah tanpa ekspresi Fern akhirnya berubah. 'Sharon akan datang?'Jadi dia telah kasih tau Sh
Sharon datang sendiri. Terlebih lagi, Wyatt adalah orang yang menjemputnya.Setelah turun dari mobil, ia melihat dengan rasa ingin tahu ke villa megah di depannya. Ia tidak tahu Eugene memiliki rumah ini, belum lagi itu sangat tersembunyi.Sharon mendengar ia telah memindahkan Fern dan Rue ke sini dan sepertinya rumah megah ini dibangun hanya untuk wanita tercintanya.Tepat ketika Sharon memasuki rumah, sesosok kecil bergegas ke arahnya, berteriak, "Kamu di sini, Bibi Shar!"Rue mendengar Sharon akan datang setelah pulang dari sekolah. Ia segera tahu Sharon ada di sini ketika ia mendengar sebuah mobil masuk.Sharon memeluk gadis kecil seperti boneka yang menerkamnya dan menyerahkan kotak hadiah di tangannya. "Sini. Aku bawain kamu sesuatu.”"Terima kasih, Bibi Shar!" Rue memberinya ciuman di pipi dan berkata, “Ibu dan ayah aku menunggumu di dalam. Ayo masuk."Ketika ia mendengar anak itu memanggil Eugene sebagai ayahnya, ada sedikit kedipan di matanya, tetapi ia tidak bertanya a
“Sekarang aku udah selesaikan semua permintaan terakhir dia." Yvonne melirik Quincy untuk terakhir kalinya, yang diliputi keterkejutan. Dia kemudian meninggalkan ruangan.Quincy tidak mengatakan apa pun untuk membuatnya tetap tinggal. Dia terus menatap kotak abu itu. Dia menatap kotak abu dalam diam untuk waktu yang sangat lama. Terry bertanya padanya, "Nona, apa kamu percaya kalau ini abu Dayton Night?" Dia berbalik untuk melihat Terry. Sejujurnya, dia tidak terlalu percaya. "Kenapa kamu nggak lihat dulu aset yang dia transfer ke kamu dan lihat apa itu asli?" Terry menyarankan. "Bantu aku cek ini." Dia menyerahkan tumpukan tebal dokumen kepadanya sehingga dia bisa memverifikasinya. "Aku akan cek sekarang." Terry segera meninggalkan kantor. Quincy menatap kotak abu dan bergumam pelan, "Dayton Night, kamu mau ngapain lagi sekarang?" Dia terkejut ketika Terry memberitahunya bahwa Dayton benar-benar telah mentransfer semua aset dan keuangannya kepadanya setelah memverifikas
Quincy masih tenggelam dalam pikirannya ketika sekretarisnya meneleponnya melalui saluran telepon internal. Sekretarisnya memberi tahu dia bahwa seorang wanita bernama Yvonne Leif ada di sini untuk menemuinya.Dia mengerutkan kening. Yvonne Leif?Setelah memikirkannya sebentar, dia akhirnya ingat. Apakah Yvonne Leif bukan wanita yang waktu itu dengan Dayton? Kenapa dia mencarinya sekarang? Jika dia tidak mati, maka Dayton Night... Jantung Quincy tergopoh-gopoh. Dia meminta sekretarisnya untuk membawanya masuk sekaligus. Setelah beberapa saat, sekretarisnya membawa Yvonne ke kantor. Sejak Yvonne muncul di kantornya, Quincy terus menatapnya. Dia masih punya bayangan. Dia bukan hantu atau roh…Yvonne baik-baik saja dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia tidak terlihat terluka sama sekali.Apakah dia berhasil menghindari pengeboman di pulau itu?Yvonne mengenakan kacamata hitam dan memegang sebuah kotak. Dia membawa tas tangannya di pergelangan tangannya. Setelah beberapa
Ekspresi Dayton terlihat gelap saat dia menatap pulau itu dengan tatapan suram. Dia mengerucutkan bibirnya. Dia tidak punya niat untuk mengatakan apa-apa.Dia tidak ingin meninggalkan pulau itu. Yvonne dan anak buahnya adalah orang-orang yang dengan paksa membawanya pergi."Aku lebih suka tinggal di pulau itu." katanya setelah beberapa saat.Yvonne menatapnya dengan kaget. Setelah beberapa detik, dia tertawa terbahak-bahak. “Kamu memang tahu dia akan bom kamu sampai mati, kan? Itu akan lebih baik dari pada mati setelah melalui semua siksaan penyakit kamu, kan?”Setelah hening sejenak, dia berkata, "Aku berhutang budi sama dia."Bagaimanapun, dia tidak akan bisa hidup lama. Dia hanya harus memenuhi keinginan Quincy dan membiarkannya mengakhiri hidupnya secara pribadi.Dia tidak akan menyesal jika dia mati di tangannya.Yvonne tidak bisa menahan diri untuk tidak menampar wajahnya. Dia kemudian memarahi dirinya sendiri dengan keras, “Kenapa aku terlalu ikut campur?! Kenapa aku bers
Quincy mengarahkan pandangan dinginnya ke arah itu. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Ayo pergi."Terry tidak tahu apa yang dia lihat barusan. Dia hanya memperhatikan ekspresi tidak menyenangkan di wajah Quincy..Dia mengikutinya dan bertanya, “Nona, di mana bajingan itu, Dayton Night? Apa Nona mau saya tangkap dia dengan tangan saya sendiri?” Dia tidak berpikir bahwa dia akan membiarkan Dayton pergi.Quincy tidak berhenti berjalan. "Nggak usah. Aku tahu gimana hadapin dia.”Ada sedikit kebrutalan dalam suaranya yang dingin. Terry sedikit terkejut. Dia sepertinya mengerti sesuatu. Dia berhenti berbicara dengannya setelah itu. Helikopter sudah menunggu mereka di luar. Quincy dan Terry naik ke helikopter.Di bawah mereka, pulau itu dalam kekacauan besar. Tidak ada yang bisa menghentikannya pergi sekarang."Nona, bisa kita pulang sekarang?" tanya Terry.Quincy melirik situasi di bawah dan menatapnya. Ada ekspresi yang sangat tenang di wajahnya. "Kamu bawa banyak bahan peleda
“Dokter Leif, datang dan lihat Tuan Muda. Dia muntah darah lagi,” salah satu anak buah Dayton memberitahunya begitu mereka melihatnya.Yvonne berjalan di depan Dayton. Dia melihat darah yang dimuntahkannya ke lantai. Dia tidak lagi terganggu akan hal itu. “Kalian harus belajar membiasakan diri dengan hal seperti ini. Lagi pula, itu akan sering terjadi nanti.”Anak buah Dayton tercengang. Apa artinya itu? Tuan Muda akan sering muntah darah nanti? Dayton bersandar di sofa di belakangnya dan memejamkan mata. Dia tidak punya tenaga untuk bicara lagi. Yvonne tidak ingin menghukumnya setelah melihat kondisinya saat ini. Dia jelas tahu bahwa dia telah menyerah pada dirinya sendiri sejak lama. Dia hanya menunggu kematiannya sendiri. Karena itu, dia tidak buru-buru untuk melakukan pengobatan akupuntur pada dirinya. Grhhhh…Grrrhhrh…Grrrrhhhh…. Gemuruh suara keras terdengar dari luar. Dayton segera membuka matanya. Kedengarannya seperti sebuah pesawat terbang?Dia segera memberi ta
Quincy sangat marah hingga wajahnya memerah. Jika dia tidak ditahan oleh pengawalnya, dia pasti akan mencekiknya sampai mati sekarang!Yvonne, yang mengawasi mereka di samping, tidak bisa memaksa dirinya untuk terus menonton mereka lagi. Dia merasa sangat canggung sebagai orang luar. Karena itu, dia bangkit dan berkata, "Kalian harus makan pelan-pelan." Dia meninggalkan ruangan setelah berbicara.Dia benar-benar tidak bisa memahami seseorang seperti Dayton Night. Mengapa dia begitu gigih mendapatkan Quincy Lane?Sebenarnya, dia memang pria yang gigih. Namun, dia pasti malah sebuah mimpi buruk bagi Quincy.Dia bisa tahu betapa Quincy membencinya. Kalau tidak, dia tidak akan menyandera Lennon. Dia ingin meninggalkan pulau ini.Mungkin cinta bukan hanya tentang memberi. Beberapa jenis cinta didefinisikan oleh belenggu dan pemenjaraan juga. Dayton tidak hanya menjebak Quincy, tetapi dia juga melakukannya pada dirinya sendiri. Namun, mungkin ini adalah keinginan terakhirnya dalam h
Yvonne menatapnya. Dia tiba-tiba kehilangan kata-kata.Quincy didorong kembali ke kamarnya. Pintu kamarnya kemudian ditutup rapat. Dia mendengar suara kunci terkunci di luar. Sialan, Dayton Night. Dia menyuruh anak buahnya untuk menguncinya. Dia benar-benar kehilangan kebebasannya. Quincy tidak punya ide lagi. Dia hanya bisa berpuasa. Dia lebih baik mati daripada dipenjara olehnya.Dia mulai berpuasa.Anak buah Dayton segera melaporkan situasi ini kepadanya. Dia ingin pergi untuk melihatnya, tetapi dia benar-benar tidak punya energi sekarang.“Bawa dia.” Dia tidak punya pilihan selain meminta mereka membawa Quincy ke kamarnya. Sebelum Quincy tiba, dia meminta Yvonne untuk membantunya ke sofa agar dia bisa duduk. Dia tidak bisa membiarkan Quincy melihatnya terbaring di tempat tidur dengan begitu sakit. Yvonne mau tidak mau bertanya, “Kenapa kamu harus melakukan ini? kamu berusaha keras untuk pura-pura baik-baik aja di depan dia. Nggak bisa apa kamu kasih tahu dia soal penyak
Quincy mau tidak mau merasa terkejut setelah melihat penampilan Dayton. Dia menatapnya dengan tatapan yang membuatnya tampak seperti akan memakannya hidup-hidup!"Kamu di pulau?" dia bertanya padanya. Mengapa anak buahnya menipunya? "Apa kamu coba sandera anak buah aku untuk kaburi karena kamu ngira aku nggak ada di sini?" Dayton dipenuhi amarah. "Dayton Night, apa yang kasih kamu hak untuk menjebak aku di sini?" Seharusnya dia yang marah padanya.Saat itu, Yvonne mengejarnya.“Kamu harus kembali.” Dia mengingatkan Dayton setelah berjalan ke sisinya. Namun, pikiran Dayton hanya dipenuhi dengan pikiran tentang Quincy. Seolah-olah dia tidak mendengar apa yang dikatakan Yvonne.Kilatan mengejek muncul di tatapan Quincy ketika dia melihat Yvonne juga ada di pulau itu. Tidak heran anak buahnya tidak mau memberitahunya bahwa dia sudah berada di pulau itu. Dia telah membawa wanita lain. Mustahil baginya untuk tidak mengenali wanita ini. Dia adalah wanita yang dia permainkan di rum
Saat itu, Lennon mendeteksi nada mengejek dalam suaranya. Dia sama sekali tidak peduli apakah mereka lelah atau tidak.Dia menundukkan kepalanya dan mengupas apel dengan saksama. Dia tidak berniat untuk terus berbicara dengannya lagi. “Biarin aku kupas sendiri. Tangan kamu nggak bersih.” Quincy secara alami meraih pisau itu. Lennon tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya merasa sedikit ketakutan. Dia menyerahkan pisau dan apelnya sekaligus. Namun demikian, Quincy hanya mengambil pisau buah itu. Dia tidak mengambil apel darinya. Sementara dia bertanya-tanya apakah dia pikir tangannya kotor, dia memegang pisau buah dan mendekatinya. Dia segera meletakkan pisau di lehernya. “Nyonya Muda, kamu…” Lennon akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi. Ini adalah tujuan sebenarnya. Quincy menatapnya dengan dingin dan berteriak dengan dingin, “Jalan!"Lennon tidak punya pilihan selain mematuhinya dan berjalan keluar.Orang-orang yang berdiri di dekat pintu terkejut ketika mereka meli