Tiba-tiba mendengar suara Howard, Sharon terkejut. Adegan dari pernikahannya pada hari itu mulai membanjiri pikirannya. Kekejaman dan ketidakpercayaan Howard telah membuat Sharon merasa agak kecewa.Howard menaruh sebuah dokumen di meja kantor. Sambil menundukkan kepalanya, ia melihat wanita yang sedang duduk di kursi.Ekspresinya berubah menjadi sangat buruk, dan pupil matanya menyusut. "Kamu... Sharon?!" Kehadiran wanita itu mengejutkannya. 'Dia kembali?'Sharon tidak mengeluarkan suara. Sebaliknya, Simon, yang duduk di kursi eksekutif,yang menatap keduanya dengan tatapan penasaran. "Ada apa? Kalian saling kenal satu sama lainnya?""Sama sekali tidak!" Kedengarannya hampir seolah-olah Sharon telah menjawab tanpa berpikir dua kali.Howard tetap diam sejenak sebelum ia tertawa dingin. "Memang kita tidak tahusatu sama lain. Sharon yang pernah kukenal sudah lama meninggal."Sharon akhirnya mengangkat pandangannya dan memelototi pria itu. Mereka berdua bertukar tatap
Hari kerja yang sibuk itu akhirnya berakhir, Sharon kembali ke rumahnya. Ia merasa sedikit lelah.Riley menyelesaikan pekerjaan lebih awal dari Sharon, jadi bisa membantunya untuk menjemput Sebastian dari taman kanak-kanak. "Kok sudah pulang? Hari pertama, semua Ok kan?" tanya Riley.Sharon meliriknya. "Kenapa kamu enggak cerita kalau keluarga Zachary yang punya Central Corporation?" "Itu berarti kamu sudah ketemu Simon? Bagaimana? Ganteng kan?" Sharon melotot. "Apa hubungannya sama dia ganteng? Ia itu paman Howard!" "terus kenapa?! Tidak semua orang bisa masuk ke Central Corporation lho. Kamu harusnya senang sekarang karena kamu dipekerjakan terlepas dia itu pamannya siapa. Kamu takut dia akan bantu Howard dan bikin kamu susah?"Sharon mengerutkan kening. Ia tidak terganggu karena itu. Hanya saja ia tidak ingin berhubungan dengan siapapun dari keluarga Zachary.Pada saat itu, Sebastian keluar dari kamarnya sambil memegangi perutnya. "Bu, aku sakit perut."Sharon mendengar itu dan
Sharon menyadari jantungnya berdegup kencang dan telinganya panas. Ia dengan cepat menundukkan kepalanya dan menggigit bibirnya dan merasa kesal.Simon merasakan cubitan di hatinya melihat Sharon dalam keadaan seperti itu. Sekali lagi, dia berhasil menangkap aroma dari tubuhnya yang ingin dia cium selama ini.Tatapannya yang tertuju padanya berubah menjadi lebih teliti.Suasana di antara mereka tidak seperti dulu. Tiba-tiba, ada langkah kaki mendekati mereka."Shar, sudah dapat obatnya?" karena telah menunggu di ruangan agak lama, Riley memutuskan untuk mencari Sharon yang tidak balik-balik.Sharon mahan kecamuk emosinya dalam dirinya. 'Ini mengerikan, kok bisa saya melupakan anak saya?'"Iya ini sudah dapat. Sebastian gimana?""Sedikit lebih baik, tapi dokter bilang masih perlu minum obat." Riley menatap si pria jangkung dingin di sampingnya. Matanya mulai berbinar kegirangan, "Ini bosmu ya, Shar? Kok ada di sini juga?""Ternyata Simon lebih ganteng aslinya dibanding penampilannya di
"Paman, aku dengar kakek pingsan. Sekarang bagaimana?" Howard langsung bertanya setelah masuk.Ia mendengar dari para perawat bahwa Simon ada di kamar itu. Oleh karena itu, dia bergegas ke kamar tanpa melihat jelas siapa orang-orang didalamnya.Simon mengalihkan pandangannya dan berkata dengan lemah, "Masalah lama. Dokter sedang merawat dia."Howard baru sadar siapa orang-orang di sekitarnya dan ia benar-benar terperangah. 'Kenapa Sharon lagi?'Riley segera angkat bicara tanpa menahan diri, "Siapa izinkan kamu masuk? Keluar sekarang!"Sharon menggigit bibirnya tapi tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia duduk di sisi tempat tidur dan hanya menjaga putranya. Dia bahkan tidak melirik Howard.Howard melihat anak itu, dan tatapannya membeku. 'Kenapa anak itu… mirip sekali dengan paman?!'Dia segera menatap pamannya. 'Mungkinkah dia putra paman?''Tidak. Paman tidak pernah memiliki seorang wanita di sampingnya sebelumnya. Tidak mungkin ia punya anak.'Anak haram? Saya tidak berpikir paman a
Sharon tidak menyangka ayahnya akan meninggalkan sesuatu untuknya. Lima tahun lalu, ia pergi dengan terburu-buru. Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada ayahnya di pemakaman, ia segera meninggalkan Kota Utara karena tempat itu tidak lagi baik untuknya."Okay dok, besok aku hubungi dokter boleh?"Dokter Collins masih perlu merawat pasien lain. Karena itu, ia pergi setelah meninggalkan nomor kontaknya.Keesokan harinya, Sharon memastikan bahwa perut Sebastian baik-baik saja setelah ia meminum obatnya, lalu ia mengirimnya ke taman kanak-kanak dan pergi bekerja.Begitu tiba di kantor, ia menerima telepon dari kantor sekretaris. Ia dipanggil ke kantor presiden karena Presiden Zachary ingin bertemu dengannya.Tidak lama kemudian, Sharon sampai di kantor Presiden. Simon berdiri di dekat jendela yang terbentang dari langit-langit hingga lantai. Ia sedang berbicara di telepon dengan orang lain. Melihat bahwa Sharon telah tiba, ia memberi isyarat padanya untuk duduk terlebih dahulu.Dalam wa
"Dia ..." Simon sedang memikirkan cara untuk memperkenalkannya."Presiden Zachary, Anda lupa dengan pasangan wanita Anda," kata Sharon, yang dihentikan petugas, dengan nada agak sedih.Simon mengangkat alisnya. 'Pasangan wanita?'"Biarkan dia masuk," kata Douglas.Tatapan Douglas yang agak kabur namun tajam mulai mengamati Sharon. Ia belum pernah melihat seorang wanita sekali pun muncul di samping putranya selama bertahun-tahun. 'Mungkinkah gadis ini spesial?'Sharon senang ketika dia mendapat lampu hijau. Ia tersenyum dan berjalan ke tempat kejadian dengan kepala terangkat tinggi."Senang bertemu dengan Anda, Direktur Zachary," dia menyapanya dengan sopan. Douglas hanya terus menatapnya dengan tatapan tajam. Ini membuat Sharon gugup.Ia mengalihkan pandangannya sendiri dan memperhatikan bahwa mata dingin Simon sedang menatapnya. Jantungnya mulai berdebar cepat, dia menghindari tatapannya. Sharon benar benar tidak berani menatap matanya.'Mungkin dia marah?'"Simon, ini pasanganmu?" Do
Sharon memasuki aula sambil memegang tangan Simon. Selanjutnya, dia melihat ibu Howard, Fiona, dan… Sally!Dengan tatapan Sally yang penuh keheranan, dia melengkungkan bibirnya dan diam-diam dan menggenggam lengan Simon lebih erat.Suara Sally sedikit gemetar saat dia berkata, "Sharon?"Sudah lima tahun tidak bertemu. Sharon saat ini tidak lagi sama dengan yang sebelumnya. Dia terlihat sama, tetapi dia sekarang menunjukkan rasa percaya diri dan kebanggaan.Sally bisa dengan jelas melihat provokasi di matanya. Dia memegang Simon dan berlagak seperti pemenang.Sally tercengang.Fiona juga melihat Sharon, wanita licik yang telah mengkhianati putranya lima tahun lalu."Howard, kenapa dia ada di sini?" Dia menatap putranya dengan tatapan tajam.Sharon tersenyum dan menjawab sebelum Howard sempat berbicara, "Bibi, saya di sini hari ini untuk memberi selamat kepada Howard dan Sally."Sally mengepalkan tinjunya dan memelototi Sharon tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Fiona tidak bisa lagi men
Sebelumnya, Sharon hanya meminta Simon untuk berdansa dengan santai tanpa berharap ia benar-benar menyetujuinya.Siapa yang tahu bahwa ia, yang telah mengambil inisiatif untuk mengundangnya, akan menjadi pihak yang pasif; malah dipimpin oleh langkah kaki Simon di lantai dansa.Tanpa ia sadari, pria di depannya satu-satunya yang ia lihat di matanya. Di bawah lampu kristal yang berkilauan, fitur wajah pria yang teliti membuatnya terlihat lebih tampan.Seolah-olah matanya yang dalam memiliki kekuatan magis yang membuatnya tertarik pada pria ini.Dengan berakhirnya musik, merekapun menyelesaikan tarian terakhir mereka. Lengannya mengelilinginya, dan Sharon akhirnya berada di pelukannya. Ia mengangkat kepalanya dan menatap mata Simon. Pada sepersekian detik itu, mereka lupa akan segalanya..Hanya ketika Sharon mendengar tepuk tangan dari dekat, ia tersentak. Tanpa sadar, ia melepaskan pelukannya.Ia menundukkan kepalanya. "Aku akan mengambil minum." Ia meninggalkan lantai dansa dengan terge
“Sekarang aku udah selesaikan semua permintaan terakhir dia." Yvonne melirik Quincy untuk terakhir kalinya, yang diliputi keterkejutan. Dia kemudian meninggalkan ruangan.Quincy tidak mengatakan apa pun untuk membuatnya tetap tinggal. Dia terus menatap kotak abu itu. Dia menatap kotak abu dalam diam untuk waktu yang sangat lama. Terry bertanya padanya, "Nona, apa kamu percaya kalau ini abu Dayton Night?" Dia berbalik untuk melihat Terry. Sejujurnya, dia tidak terlalu percaya. "Kenapa kamu nggak lihat dulu aset yang dia transfer ke kamu dan lihat apa itu asli?" Terry menyarankan. "Bantu aku cek ini." Dia menyerahkan tumpukan tebal dokumen kepadanya sehingga dia bisa memverifikasinya. "Aku akan cek sekarang." Terry segera meninggalkan kantor. Quincy menatap kotak abu dan bergumam pelan, "Dayton Night, kamu mau ngapain lagi sekarang?" Dia terkejut ketika Terry memberitahunya bahwa Dayton benar-benar telah mentransfer semua aset dan keuangannya kepadanya setelah memverifikas
Quincy masih tenggelam dalam pikirannya ketika sekretarisnya meneleponnya melalui saluran telepon internal. Sekretarisnya memberi tahu dia bahwa seorang wanita bernama Yvonne Leif ada di sini untuk menemuinya.Dia mengerutkan kening. Yvonne Leif?Setelah memikirkannya sebentar, dia akhirnya ingat. Apakah Yvonne Leif bukan wanita yang waktu itu dengan Dayton? Kenapa dia mencarinya sekarang? Jika dia tidak mati, maka Dayton Night... Jantung Quincy tergopoh-gopoh. Dia meminta sekretarisnya untuk membawanya masuk sekaligus. Setelah beberapa saat, sekretarisnya membawa Yvonne ke kantor. Sejak Yvonne muncul di kantornya, Quincy terus menatapnya. Dia masih punya bayangan. Dia bukan hantu atau roh…Yvonne baik-baik saja dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia tidak terlihat terluka sama sekali.Apakah dia berhasil menghindari pengeboman di pulau itu?Yvonne mengenakan kacamata hitam dan memegang sebuah kotak. Dia membawa tas tangannya di pergelangan tangannya. Setelah beberapa
Ekspresi Dayton terlihat gelap saat dia menatap pulau itu dengan tatapan suram. Dia mengerucutkan bibirnya. Dia tidak punya niat untuk mengatakan apa-apa.Dia tidak ingin meninggalkan pulau itu. Yvonne dan anak buahnya adalah orang-orang yang dengan paksa membawanya pergi."Aku lebih suka tinggal di pulau itu." katanya setelah beberapa saat.Yvonne menatapnya dengan kaget. Setelah beberapa detik, dia tertawa terbahak-bahak. “Kamu memang tahu dia akan bom kamu sampai mati, kan? Itu akan lebih baik dari pada mati setelah melalui semua siksaan penyakit kamu, kan?”Setelah hening sejenak, dia berkata, "Aku berhutang budi sama dia."Bagaimanapun, dia tidak akan bisa hidup lama. Dia hanya harus memenuhi keinginan Quincy dan membiarkannya mengakhiri hidupnya secara pribadi.Dia tidak akan menyesal jika dia mati di tangannya.Yvonne tidak bisa menahan diri untuk tidak menampar wajahnya. Dia kemudian memarahi dirinya sendiri dengan keras, “Kenapa aku terlalu ikut campur?! Kenapa aku bers
Quincy mengarahkan pandangan dinginnya ke arah itu. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Ayo pergi."Terry tidak tahu apa yang dia lihat barusan. Dia hanya memperhatikan ekspresi tidak menyenangkan di wajah Quincy..Dia mengikutinya dan bertanya, “Nona, di mana bajingan itu, Dayton Night? Apa Nona mau saya tangkap dia dengan tangan saya sendiri?” Dia tidak berpikir bahwa dia akan membiarkan Dayton pergi.Quincy tidak berhenti berjalan. "Nggak usah. Aku tahu gimana hadapin dia.”Ada sedikit kebrutalan dalam suaranya yang dingin. Terry sedikit terkejut. Dia sepertinya mengerti sesuatu. Dia berhenti berbicara dengannya setelah itu. Helikopter sudah menunggu mereka di luar. Quincy dan Terry naik ke helikopter.Di bawah mereka, pulau itu dalam kekacauan besar. Tidak ada yang bisa menghentikannya pergi sekarang."Nona, bisa kita pulang sekarang?" tanya Terry.Quincy melirik situasi di bawah dan menatapnya. Ada ekspresi yang sangat tenang di wajahnya. "Kamu bawa banyak bahan peleda
“Dokter Leif, datang dan lihat Tuan Muda. Dia muntah darah lagi,” salah satu anak buah Dayton memberitahunya begitu mereka melihatnya.Yvonne berjalan di depan Dayton. Dia melihat darah yang dimuntahkannya ke lantai. Dia tidak lagi terganggu akan hal itu. “Kalian harus belajar membiasakan diri dengan hal seperti ini. Lagi pula, itu akan sering terjadi nanti.”Anak buah Dayton tercengang. Apa artinya itu? Tuan Muda akan sering muntah darah nanti? Dayton bersandar di sofa di belakangnya dan memejamkan mata. Dia tidak punya tenaga untuk bicara lagi. Yvonne tidak ingin menghukumnya setelah melihat kondisinya saat ini. Dia jelas tahu bahwa dia telah menyerah pada dirinya sendiri sejak lama. Dia hanya menunggu kematiannya sendiri. Karena itu, dia tidak buru-buru untuk melakukan pengobatan akupuntur pada dirinya. Grhhhh…Grrrhhrh…Grrrrhhhh…. Gemuruh suara keras terdengar dari luar. Dayton segera membuka matanya. Kedengarannya seperti sebuah pesawat terbang?Dia segera memberi ta
Quincy sangat marah hingga wajahnya memerah. Jika dia tidak ditahan oleh pengawalnya, dia pasti akan mencekiknya sampai mati sekarang!Yvonne, yang mengawasi mereka di samping, tidak bisa memaksa dirinya untuk terus menonton mereka lagi. Dia merasa sangat canggung sebagai orang luar. Karena itu, dia bangkit dan berkata, "Kalian harus makan pelan-pelan." Dia meninggalkan ruangan setelah berbicara.Dia benar-benar tidak bisa memahami seseorang seperti Dayton Night. Mengapa dia begitu gigih mendapatkan Quincy Lane?Sebenarnya, dia memang pria yang gigih. Namun, dia pasti malah sebuah mimpi buruk bagi Quincy.Dia bisa tahu betapa Quincy membencinya. Kalau tidak, dia tidak akan menyandera Lennon. Dia ingin meninggalkan pulau ini.Mungkin cinta bukan hanya tentang memberi. Beberapa jenis cinta didefinisikan oleh belenggu dan pemenjaraan juga. Dayton tidak hanya menjebak Quincy, tetapi dia juga melakukannya pada dirinya sendiri. Namun, mungkin ini adalah keinginan terakhirnya dalam h
Yvonne menatapnya. Dia tiba-tiba kehilangan kata-kata.Quincy didorong kembali ke kamarnya. Pintu kamarnya kemudian ditutup rapat. Dia mendengar suara kunci terkunci di luar. Sialan, Dayton Night. Dia menyuruh anak buahnya untuk menguncinya. Dia benar-benar kehilangan kebebasannya. Quincy tidak punya ide lagi. Dia hanya bisa berpuasa. Dia lebih baik mati daripada dipenjara olehnya.Dia mulai berpuasa.Anak buah Dayton segera melaporkan situasi ini kepadanya. Dia ingin pergi untuk melihatnya, tetapi dia benar-benar tidak punya energi sekarang.“Bawa dia.” Dia tidak punya pilihan selain meminta mereka membawa Quincy ke kamarnya. Sebelum Quincy tiba, dia meminta Yvonne untuk membantunya ke sofa agar dia bisa duduk. Dia tidak bisa membiarkan Quincy melihatnya terbaring di tempat tidur dengan begitu sakit. Yvonne mau tidak mau bertanya, “Kenapa kamu harus melakukan ini? kamu berusaha keras untuk pura-pura baik-baik aja di depan dia. Nggak bisa apa kamu kasih tahu dia soal penyak
Quincy mau tidak mau merasa terkejut setelah melihat penampilan Dayton. Dia menatapnya dengan tatapan yang membuatnya tampak seperti akan memakannya hidup-hidup!"Kamu di pulau?" dia bertanya padanya. Mengapa anak buahnya menipunya? "Apa kamu coba sandera anak buah aku untuk kaburi karena kamu ngira aku nggak ada di sini?" Dayton dipenuhi amarah. "Dayton Night, apa yang kasih kamu hak untuk menjebak aku di sini?" Seharusnya dia yang marah padanya.Saat itu, Yvonne mengejarnya.“Kamu harus kembali.” Dia mengingatkan Dayton setelah berjalan ke sisinya. Namun, pikiran Dayton hanya dipenuhi dengan pikiran tentang Quincy. Seolah-olah dia tidak mendengar apa yang dikatakan Yvonne.Kilatan mengejek muncul di tatapan Quincy ketika dia melihat Yvonne juga ada di pulau itu. Tidak heran anak buahnya tidak mau memberitahunya bahwa dia sudah berada di pulau itu. Dia telah membawa wanita lain. Mustahil baginya untuk tidak mengenali wanita ini. Dia adalah wanita yang dia permainkan di rum
Saat itu, Lennon mendeteksi nada mengejek dalam suaranya. Dia sama sekali tidak peduli apakah mereka lelah atau tidak.Dia menundukkan kepalanya dan mengupas apel dengan saksama. Dia tidak berniat untuk terus berbicara dengannya lagi. “Biarin aku kupas sendiri. Tangan kamu nggak bersih.” Quincy secara alami meraih pisau itu. Lennon tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya merasa sedikit ketakutan. Dia menyerahkan pisau dan apelnya sekaligus. Namun demikian, Quincy hanya mengambil pisau buah itu. Dia tidak mengambil apel darinya. Sementara dia bertanya-tanya apakah dia pikir tangannya kotor, dia memegang pisau buah dan mendekatinya. Dia segera meletakkan pisau di lehernya. “Nyonya Muda, kamu…” Lennon akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi. Ini adalah tujuan sebenarnya. Quincy menatapnya dengan dingin dan berteriak dengan dingin, “Jalan!"Lennon tidak punya pilihan selain mematuhinya dan berjalan keluar.Orang-orang yang berdiri di dekat pintu terkejut ketika mereka meli