Sharon berdiri di seberang Sally. Semua orang, termasuk Howard, sekarang menatap mereka berdua. Howard berdiri tidak terlalu jauh dari mereka.Howard, mengerutkan kening dan bertanya-tanya apa yang sedang Sally lakukan.Sepertinya Sally samar-samar tersenyum sambil menatap Sharon. Dia berkata, "Bisakah kamu menjawab pertanyaan saya terlebih dahulu. Jika kamu menjawabnya dengan salah, kamu akan menerima hukuman.""Silahkan." Sharon menatap tepat ke matanya. 'Sally ini masih sangat palsu. Dia tidak punya nyali untuk mengakui bahwa kami berdua saling mengenal di depan umum.'Mata Sally bersinar dingin. "Bolehkah aku bertanya apa yang kamu bicarakan dengan suamiku di koridor luar tadi?"Alis cantik Sharon sedikit berkerut saat tahu apa yang sedang direncanakan Sally."Untuk pertanyaan itu, kamu harusnya tanya ke Howard. Dia yang menyeretku keluar.""Sudah kutanya dan dia bilang kamu mau coba mengadili dia. Apa benar?!" Sally berkata lantang dengan dingin, menganggap bahwa Sharon bersalah.
Sharon dibawa keluar hotel oleh Simon. Malam itu angin bertiup dingin. Akibatnya, Sharon menggigil karena kedinginan.Anggur dari Sally telah membasahi kain di sekitar dadanya. Rambutnya juga basah, dan kemejanya ternoda mentega. Melihat dirinya dalam keadaan seperti itu, ia merasa malu."Terima kasih ya, tolong turunkan aku," katanya lembut.Pada saat itu, sebuah mobil berhenti di depan mereka.Simon melepaskan Sharon. Melihat bahwa jas Simon sekarang ternoda cukup banyak mentega, Sharon merasa kasihan. "Maaf, aku mengotori bajumu lagi. Mungkin kamu bisa lepas bajumu, biar aku cuci?"Simon menatap Sharon dalam diam. Awalnya, ia penasaran kenapa Sharon bersikeras menjadi pasangannya untuk masuk ke hotel. Ia mengira Sharon sengaja ada di sana untuk menyebabkan kekacauan. Dan sepertinya ia memang berencana untuk menghancurkan perjamuan itu. Namun, Sharon akhirnya membuat dirinya berantakan juga.Pria itu tidak mengeluarkan satu suara pun dan terus menatapnya. Tatapannya membuat Sharon me
Meski dihadapkan dengan pemandangan yang begitu megah, ekspresi Simon tetap tidak berubah. Dia pelan pelan memasuki rumah."Aku pulang, Ayah," Simon menyapa Douglas, yang duduk di kursi utama. Selanjutnya, ia berbalik untuk melihat orang-orang di sampingnya. "Kamu di sini juga, kakak ipar?"Itu Fiona, kakak iparnya. Lima tahun lalu, kakak laki-lakinya meninggal dalam kecelakaan mobil. Akibatnya, ia harus kembali untuk mengambil alih keluarga Zachary.Setelah kecelakaan kakak laki-laki Simon, Fiona dan Howard pindah. Mereka melakukan itu karena mereka tidak ingin tinggal di rumah; mereka terus melihat barang-barang yang mengingatkan mereka akan seseorang.Douglas menatapnya dengan ekspresi tegas. Dia bertanya dengan nada yang dalam, "Dari mana saja kamu? Kenapa kamu baru sampai di rumah sekarang?"Simon mengangkat alisnya yang panjang saat ia merasa itu agak lucu. "Ayah, aku udah dewasa. Gak masalah kan pulang agak malam."Sebenarnya, ia sangat sadar ayahnya bertanya itu untuk tahu apak
Sharon bangun pagi-pagi dan menyiapkan sarapan. Kemudian bersama putranya dan Riley, mereka bertiga menuju ke bawah.Seperti biasa, Riley bersiap untuk menyetir dan mengantar Sebastian ke taman kanak-kanak sebelum mengantar Sharon ke kantornya lalu baru Riley ke tempat kerjanya.Mereka bertiga sudah berjalan keluar dari apartemen ketika Riley siap untuk mulai mengemudi.Pada saat itu, pintu mobil hitam yang diparkir di dekatnya tiba-tiba terbuka. Kendaraan tampak mewah, dan Fiona terlihat turun dari mobil."Sharon," kata Fiona dingin.Sharon mengangkat kepalanya ketika ia mendengar Namanya disebut dan terkejut dengan penampilan Fiona di kondominium ketika hari masih sangat pagi.Dilihat dari cara Fiona muncul, Sharon yakin sesuatu yang buruk pasti akan terjadi.Sharon tidak memberi tahu Fiona tentang keberadaan putranya sehingga meminta Riley membawa putranya masuk ke mobil saat ia menunggu Fiona, lalu memberi tahu Riley bahwa ia akan bersama mereka sebentar lagi.Riley merasa khawatir
Kejadian tak terduga pagi itu hampir membuat Sharon terlambat masuk kerja. Saat ia mencapai kantor, ia langsung diberitahu bahwa ia dipanggil Presiden Zachary.Simon telah memintanya menjadi penanggung jawab proyek Mountain Linguistic City milik kantor. Mungkin ia ingin tahu progresnya.Sharon tiba di kantor presiden. Simon sedang duduk di kursi putar kulit, sibuk menangani dokumen. Ia mengenakan setelan yang dijahit dengan tangan yang dibuat khusus agar pas. Itu membuatnya terlihat sangat tampan."Presiden Zachary." Sharon melangkah ke depan meja kantor.Simon mengangkat kepalanya, menatapnya dan menyipitkan mata hitamnya. “Wajahmu kenapa?”Sharon kaget. Meski sudah diobati dengan salep, ternyata bengkaknya masih terlihat jelas.Ia tidak ingin membiarkan Simon tahu Fiona telah menemuinya. Simon pernah bilang ia tidak ingin terjebak dalam dendam antara Sharon dan Howard.Karena itu, mau tidak mau ia berbohong, "Saya tidak sengaja tersandung dan jatuh."Mata Simon meredup. Ia tidak puny
Sharon tidak terganggu oleh cedera di kakinya karena ia harus bergegas ke sekolah putranya. Guru kelas putranya baru saja menelpon dan memberitahu bahwa putranya terlibat perkelahian dengan orang lain di sekolah.Melihat betapa cemasnya Sharon dan juga betapa sulitnya baginya untuk bergerak, Simon menawari Sharon untuk mengantar ke sekolah.Meski cedera di kakinya tidak terlalu serius, ia masih tidak bisa berjalan sendiri. Setelah tiba di sekolah, ia bingung bagaimana caranya turun dari mobil.Simon melangkah ke sisi pintu mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun sebelum menawarkan tangannya. "Turun, aku bantu masuk."Sharon memandangi tangan Simon yang panjang dan besar di depannya. Jauh di lubuk hatinya, ia mengkhawatirkan putranya. Karena itu, ia tidak berpikir dua kali untuk meletakkan tangannya di telapak tangan Simon.Simon memandunya ke kantor guru. Saat mereka memasuki pintu, Sharon melihat putranya berdiri dengan anak laki-laki lain.Baju anak kecil itu kotor dan bahkan sobek.
Suasana ruangan kantor kepala sekolah, terutama suasana antara Sebastian dan Simon, menjadi sangat hening karena komentar yang dilontarkan Ibu Swift.Jantung Sharon berdetak kencang saat mendengar komentar Ibu Swift. Sebenarnya, hanya dengan melihat Simon, dia merasa bahwa Sebastian tampak seperti putranya. Ia pernah curiga akan hal itu tetapi tidak berani berpikir seperti itu.Sharon terkekeh untuk mencairkan suasana yang luar biasa sunyi pada saat itu. "Nona Swift, saya pikir kayaknya ada kesalahpahaman di antara para siswa, makanya mereka mereka berkelahi. Jadi sepertinya semua tidak perlu dibesar besarkan lagi ya."Ibu Swift sudah biasa melihat anak-anak berkelahi. "Saya hanya beritahu kalian, sebagai orang tua, untuk datang sehingga kalian dapat memahami lebih baik atas insiden itu. Tentu saja, akan lebih baik jika semuanya dapat diselesaikan dengan damai."Ibu Swift memandang Levi dengan tatapan tegas. "Kamu kan sudah ketemu ayah Sebastian sekarang jadi, jangan bilang lagi ia gak
'Presiden Zachary, terserah bapak percaya atau tidak, Sebastian enggak ada hubungannya dengan Howard,' kata Sharon dengan mata menunduk.Di masa lalu, ia mengira pria di hotel malam itu adalah Howard. Ia baru tahu kemudian Sally menjebaknya.Bukan Howard yang membuatnya kehilangan keperawanannya, dan ia tidak tahu siapa itu.Sharon hampir menangis ketika ia mengetahuinya saat acara pernikahan!Ia tidak menyangka dirinya 'beruntung' juga; ia hamil hanya dengan satu malam itu.Sejak awal ia dan Howard tidak pernah berhubungan intim, jadi bagaimana mungkin anak itu milik Howard?Melihat tatapan tajam Simon masih tertuju padanya, sepertinya ia masih belum yakin.Ia menarik nafas dalam-dalam dan berkata, "Yah, sejujurnya, aku juga tidak yakin siapa ayah dari anakku." "yang pasti, itu bukan anak Howard."Simon terperangah dan bahkan merasa tidak masuk akal. 'Dia, sebagai ibu dari anak itu, bahkan tidak tahu siapa ayah dari anak itu?'Seberapa payah ia sebagai seorang ibu?"Pernyataannya sama