Setelah Eugene bangun, Fern menemaninya ke rehabilitasi dan mengurus kebutuhan dasarnya. Dia sama sekali tidak memikirkan masalah gennya.Dia tidak berniat untuk bertanya padanya tentang hal itu lagi. Sharon sudah menjelaskan semuanya padanya.Saat dia tidak sadar, dia telah melakukan tes genetik pada Rue. Rue mewarisi gen kegilaan, tapi itu tidak dominan, jadi semuanya akan normal selama dia tidak terpicu.Dia belajar bahwa gen kegilaannya juga tidak dominan. Dia hanya akan dipicu dalam keadaan tertentu. Dia sama seperti orang lain di waktu lain, jadi dia tidak perlu terlalu khawatir.Dia kemudian bertanya lebih banyak kepada Sharon tentang gen kegilaan dan mengetahui bahwa penyakit genetik ini tidak dapat dihindari. Namun, penyakit itu tidak separah di generasi mereka. Selama Eugene menjaga dirinya tetap tenang, gen kegilaan dalam dirinya tidak akan terpicu."Emang kenapa kalau aku nggak suka lagi?" Dia bertanya dengan sengaja.Eugene mengangkat kepalanya untuk melihatnya. Tata
“Aku nggak sangka akhirnya bisa lihat mereka di pesta pernikahan ini." kata Sharon.Eugene dan Fern sudah putus begitu lama. Eugene bahkan menikahi wanita lain sesudahnya. Sharon benar-benar tidak menyangka keduanya akan berakhir sama-sama pada akhirnya. Ini pasti kekuatan takdir. Simon meraih dasi dan menyerahkannya padanya. “Sayang, bantu aku pakai dasi." Dia meletakkan undangan dan mengambil dasi darinya. Dia kemudian berdiri di depannya dan membantunya mengenakan dasinya. Simon melirik undangan di atas meja kopi. Tatapannya akhirnya mendarat kembali pada wanita di depannya. Dia tiba-tiba bertanya, "Kenapa kita nggak buat pesta pernikahan juga?"Kata-katanya mengejutkannya. Dia menghentikan gerakannya dan mengangkat kepalanya untuk menatapnya. "Gak usah berpikir untuk lakuin itu." Dia menyeringai geli. "Apa yang salah? Bukannya itu keinginan terbesar wanita, untuk pakai gaun pengantin?” "Siapa yang kasih tau kamu kalau seorang wanita harus pakai gaun pengantin?" Dia ti
Sharon terkejut setelah mendengar apa yang dikatakan Dayton. "Apa? Kandungannya ada tanda-tanda prematur?”Pada Malam Tahun Baru, Quincy meneleponnya untuk memberi tahu dia bahwa dia hamil. Dia juga memintanya untuk mengunjunginya jika dia lowong.Namun, dia tidak punya waktu untuk mengunjungi Quincy karena Eugene baru saja bangun. Selain itu, dia juga sibuk dengan urusannya sendiri.Dia tidak menyangka Quincy berada dalam kondisi yang begitu buruk sekarang.“Ya, dia mengeluarkan banyak darah tadi malam. Dia dirawat di rumah sakit untuk jaga agar anaknya tetap stabil, tapi emosinya sangat nggak stabil. Dokter bilang dia harus jaga ketenangan pikiran setiap saat. Kalau nggak, akan sulit untuk dia punya anak di dalam rahimnya.” kata Dayton dengan suara berat.Sharon mengerutkan kening dan secara naluriah bertanya, "Apa yang kamu lakuin sama dia?"“Apa yang bisa aku lakuin sama dia?” Dayton tiba-tiba menyadari ada yang tidak beres. Dia menanyai Sharon dengan dingin, "Apa maksud kamu
Sejujurnya, Sharon juga tidak ingin bertemu Dayton. Namun, dia memperlakukan Quincy seperti adik perempuannya. Dia tidak bisa mengabaikannya karena dia dalam masalah sekarang.“Anggap saja kamu lakukan perbuatan baik. Quincy akan terima kasih kalau dia lahirin anaknya dengan selamat.”Simon memegang tangannya erat-erat dan bertanya, "Kenapa kamu nggak paham meskipun aku udah kasih tahu kamu banyak hal?""Apa?" Dia menatapnya dengan bingung.Tatapan Simon menjadi gelap saat dia menatapnya. Dia mencium punggung tangannya. Kemudian, dia merendahkan suaranya dan berkata, "Aku nggak ingin kamu pergi jauh terlalu lama."Sharon bertemu tatapannya. Mereka telah menikah begitu lama. Mengapa dia masih merasakan jantungnya berdebar setiap kali dia mengatakan sesuatu yang manis seperti itu?Dia melingkarkan lengannya di lehernya dan mengangkat kepalanya untuk bertemu dengan matanya yang gelap. "Aku paham. Aku juga nggak mau ninggalin kamu. Aku akan kembali secepat mungkin, oke?” Nada suarany
Quincy memeluk Dayton dengan erat. Namun, tubuhnya masih gemetaran.Dia mengalami mimpi buruk lagi. Dia bermimpi tentang kematian orang tuanya yang mengerikan. Wajah mereka berlumuran darah saat mereka bertanya mengapa dia bersama Dayton. Mereka memaksanya meninggalkan Dayton…Dayton menepuk punggungnya dengan ringan. Ada sedikit rasa kasihan dalam suaranya yang rendah. “Nggak apa-apa, aku akan selalu di sini. Jangan takut.” Tiba-tiba, dia mengangkat kepalanya dari pelukannya dan menatapnya tanpa berkedip. "Kamu bilang orang tua aku meninggal karena kecelakaan mobil, kan?" Dia telah kehilangan semua ingatannya dalam kecelakaan saat itu, jadi dia tidak ingat apa-apa.Tatapan Dayton menjadi gelap di bawah tatapannya setelah dia mendengar pertanyaannya.Setelah hening sejenak, dia mengangguk dan berkata, "Ya.""Kok bisa mereka kecelakaan mobil?" Dia terus bertanya.Dayton mengerutkan kening. Kenapa dia tiba-tiba bertanya tentang ini?Apakah dia mengingat sesuatu?Dia tiba-ti
Quincy menatapnya dengan rasa ingin tahu dan bertanya, “Kenapa kamu nggak izinin aku jenguk mereka? Kok kamu bisa minta orang lain untuk melakukan sesuatu seperti ini atas nama aku? Mereka itu orang tua aku. Apa gunanya kalau orang lain yang kasih mereka bunga? Itu malah bakal nunjukkin betapa nggak tulusnya aku. Mereka pasti akan lebih marah sama aku.”“Aku khawatir sama kamu karena kondisi kamu saat ini—” "Bisa nggak kamu tahan lihat aku terus alamin mimpi buruk dan tidur gelisah kayak gitu setiap malam?" Quincy mulai gusar.Dia berbicara kepadanya dengan nada mengerikan, “Kalau ini terus berlanjut, kesehatan mental aku akan memburuk. Aku nggak akan bisa tahan lagi.” Dia memegang kepalanya di tangannya dengan ekspresi sedih dan bingung di wajahnya. Jantung Dayton berdenyut menyakitkan saat dia memanggil, "Quincy ..."Dia akan memeluknya ketika dia tiba-tiba memegangi perutnya dan berteriak, "Ah ..." "Kamu kenapa?" Dayton tiba-tiba menjadi cemas. "Bayi itu nendang aku ..."
Quincy mencoba memungut bunga itu dengan panik. Namun, Dayton menahannya.“Jangan bergerak. Aku akan minta mereka untuk ambil yang jatuh." Dia kemudian berteriak pada pria di sampingnya, “Kenapa kalian masih berdiri di sana? Ambil semua bunga!”"Ya!" Delapan orang berlari untuk segera mengambil semua bunga yang tertiup angin kencang.Tiga menit kemudian, para pria itu kembali dengan semua bunga di tangan mereka.Dayton mengambil bunga itu dan memberi tahu Quincy, "Kamu bisa mulai menatanya sekarang.""Ok." Quincy mencoba menata bunga itu sekali lagi. Saat itu, embusan angin besar lainnya bertiup ke arah mereka. Bunga-bunga yang akan dia atur tertiup angin sekali lagi.Dayton Nggak percaya pada kebetulan seperti itu. Dia mengambil bunga dari tangan Quincy dan berkata, "Biarin aku yang lakuin itu." Quincy menghindari tangannya dan berkata, “Nggak, aku mau letakkin itu di kuburan orang tua aku sendiri.” Dia juga tidak percaya pada kebetulan seperti itu. Karena dia begitu gigih,
Nalurinya mengatakan bahwa kematian orang tuanya tidak sesederhana kelihatannya.Setelah Dayton membawanya kembali ke rumah sakit, dia segera meminta dokter untuk datang dan melakukan pemeriksaan padanya. “Kalau dinilai dari kondisinya saat ini, anak itu kayaknya baik-baik saja. Tapi masih ada beberapa faktor yang bisa buat kondisinya nggak stabil. Jadi kalian berdua harus usaha sebaik-baiknya supaya janin bisa stabil ya. Ibu harus tetap optimis.” Dokter mengingatkan mereka.Ekspresi kaku Dayton akhirnya santai. "Ok, kami paham." Dokter kemudian pergi. Quincy beristirahat sambil bersandar di kepala ranjang. Dia membelai perutnya dengan ringan dan menatap pria di sampingnya. “Aku benar, kan? Nggak akan ada masalah kalau aku jenguk orang tua aku.” "Apa kamu tahu gimana khawatirnya aku tadi sepanjang perjalanan?" Dia bertanya dengan cemberut. “Ini pasti sulit bagi kamu.” Quincy memegang tangannya. Dia telah membawanya dalam perjalanan ke sana dan kembali ke sini. Dia bahkan ti