Fern memperhatikan saat Eugene dengan hati-hati membawa Sydney ke kamar. Ia pernah melihat ekspresi lembut di wajahnya sebelumnya, tetapi bertahun-tahun telah berlalu sejak itu. Saat itu, mereka masih kuliah.Tatapannya menjadi gelap saat ia mengerutkan bibirnya dengan mengejek. Mungkin itu hal yang baik Eugene memiliki wanita lain di sisinya.Ketika ia meninggalkan rumah sakit bersama Jeremy, para reporter media yang telah berjongkok di samping, segera mengerumuni mereka.“Apa kalian berdua disini untuk mengunjungi pasien? Bisa Anda kasih tau kami tentang kondisi pasien?"Fern harus memberikan pernyataan publik. Meskipun penggemarnya menyakiti orang lain tidak ada hubungannya dengan ia, berita ini akan mempengaruhinya juga.“Setelah pertolongan darurat dokter, pasien dalam kondisi stabil. Saya akan bayar semua biaya perawatannya.” kata Fern.“Maksud Anda, Anda akan membayar untuk apa yang dilakukan penggemar Anda? Saya dengar dia ingin bela Anda dengan menyiramkan asam pada Euge
“Aku akan tangani itu tapi akan makan waktu. Selain itu, aku harus ke rumah sakit untuk rawat Sydney.”"Apa lukanya baik-baik saja?" tanya Sharon.Ekspresi Eugene menjadi gelap. "Dia baik-baik saja." katanya dengan nada datar.“Tapi artikel berita bilang dia disiram dengan asam yang sangat pekat. Pria itu memercikkannya ke wajah dia…” “Aku akan tanggung jawab untuk dia. Aku akan tanggung jawab untuk dia selama sisa hidupnya. Berhenti tanya padaku soal itu!” Eugene berkata dengan tidak sabar. “Kamu akan tanggung jawab untuk dia? Fern gimana?” Sharon terkejut. Ekspresi tidak menyenangkan muncul di wajah Eugene. “Dia nggak ada hubungannya dengan aku. Dia nggak kekurangan laki-laki.” Ia bangun segera setelah ia selesai berbicara. Tanpa menunggu Sharon menanggapinya, ia mengatakan kepadanya, “Aku akan sibuk beberapa hari ini. Karena kamu lowong di rumah, bantu aku jaga Rue.”Apa ia meninggalkan putrinya untuknya?"Aku lowong? Aku sebenarnya cukup sibuk…”Eugene meliriknya ke s
Kembali ke halaman rumah keluarga Zachary, Bonnie demam tinggi. Ia menangis keras karena ketidaknyamanan.Diana menggendong bayi yang menangis. Meskipun ia memiliki kerutan di wajahnya, ia tampaknya tidak khawatir tentang bayinya. Ia terus bertanya kepada kepala pelayan apa ia telah memberi tahu Simon tentang kondisi Bonnie.“Saya sudah telepon. Presiden Zachary angkat telepon dan udah tau Nona Kecil Bonnie sakit. Dia seharusnya dalam perjalanan pulang sekarang.” jawab Alfred padanya."Bagus." Bonnie menurunkan matanya untuk menyembunyikan sedikit kepuasan dalam tatapannya.“Nona Kecil Bonnie menangis dengan sangat keras. Saya pikir lebih baik kita bawa dia ke rumah sakit.” Nyonya Carter, yang telah dikirim oleh Simon untuk menjaga Bonnie, menyarankan. Ia tampak sangat khawatir.“Kita nggak harus pergi secepat ini. Mari kita tunggu sampai Presiden Zachary pulang.” Diana menolak tawarannya dengan dingin.“Tapi dia demam tinggi…”“Bukannya aku tempelin pendingin di dahinya? Selain
Diana takut Nyonya Carter akan mengatakan sesuatu di depan Simon. Ia menekan kecemasan dalam dirinya dan mengatakan kepadanya, “Cuaca berubah terlalu cepat. Aku nggak berhasil rawat dia dengan baik meskipun aku coba yang terbaik untuk lakuin itu. Aku gagal sebagai ibunya.”“Nggak, saya yang harus disalahkan. Saya tinggal dengan Nona Kecil Bonnie sepanjang malam untuk rawat dia, tapi saya tertidur sekitar tengah malam karena saya terlalu mengantuk. Mungkin Nona Kecil Bonnie masuk angin saat itu. Kalau Anda harus nyalahin seseorang, tolong salahkan saya.” Nyonya York akan mengakui kesalahannya setiap saat.Simon memelototi mereka dengan dingin. Ia dibuat terdiam oleh mereka.“Dokter keluarga sudah periksa dia. Dia bilang dia demam karena dia masuk angin. Dia meresepkan obat penurun demam untuknya. Dia juga udah minum obatnya. Mungkin dia masih merasa nggak nyaman dan itu sebabnya dia terus nangis." kata Diana lembut.Simon memiliki ekspresi dingin di wajahnya. Tidak ada gunanya bagin
"Kamu mandiin Bonnie pakai air dingin?" Simon mengarahkan pandangannya yang gelap dan tajam ke arah Diana saat ia bertanya dengan nada berat.“Aku… nggak, aku nggak lakuin itu. Gimana aku bisa lakuin hal seperti itu pada anak aku sendiri? Kamu harus percaya padaku..." Diana panik sambil menggelengkan kepalanya untuk menyangkal tuduhan terhadapnya. Ia tidak bisa mengakui apa yang telah ia lakukan tidak peduli apa!Simon menatapnya dengan dingin tanpa berkata apa-apa. Diana tidak tahu apa ia memercayainya atau tidak.“Kenapa ada begitu banyak orang yang berkerumun di sini? Bukannya kalian semua punya pekerjaan untuk dilakuin?” Saat itu, Penelope masuk.Ia terengah-engah saat melihat Simon. “Jadi kamu masih tau jalan pulang? Aku dengar kamu nunggu Sharon di rumah keluarga Newton akhir-akhir ini, tapi dia masih nolak untuk ketemu kamu.”Penelope mengambil beberapa langkah ke arahnya dan menertawakannya dengan mengejek. “Apa kamu nggak mikir kamu nyia-nyiain usahamu pada seorang wanita
Penelope adalah kakak perempuannya. Kata-katanya masih mempunyai kekuatan di rumah itu.Namun, Simon tidak mau repot-repot berbicara banyak dengannya. “Bawa Diana ke Maple Villa. Siapin semua kebutuhan sehari-harinya juga.” Hanya itu yang bisa ia lakukan untuknya. Bagaimanapun, ia masih ibu Bonnie."Nggak! Presiden Zachary, aku nggak akan pergi. Aku nggak mau pergi. Jangan pisahin Bonnie dan aku…” teriak Diana sambil memohon padanya. Demi anak mereka, ia tidak tega melakukannya, kan? Simon tidak meliriknya. Wajah tampannya mengeras saat ia berkata, “Tapi dia nggak butuh kamu. Karena kamu nggak bisa jadi ibu yang baik, biarin pengasuh profesional yang rawat dia.” Begitu ia selesai berbicara, ia melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar Robert membawanya pergi. “Nona Diana, tolong ikut saya. Jangan persulit saya," kata Robert sopan. Jika Diana tidak bekerja sama dengannya, ia tidak punya pilihan selain menggunakan kekuatan. "Robert, pergi!" Penelope berteriak dingin. Ia ingi
“Nona Diana, tolong tetap di sini. Anda nggak bisa pergi kemanapun tanpa perintah Presiden Zachary." kata Robert sebelum ia pergi.Ia melihat pintu tertutup di depan matanya, benar-benar memisahkannya dari dunia luar. Suara kunci yang diklik menutup mengejutkannya. Tidak! Ia tidak ingin dikurung di sini. Apa ini berbeda dari dibuang? Ia bergegas dan membanting tinjunya ke pintu besi dengan sekuat tenaga. “Saya nggak mau tinggal di sini. Biarkan aku keluar! Biarkan aku keluar... Aku ingin kembali ke rumah tangga Zachary. Aku nggak akan tinggal di sini..." Namun, tidak ada yang menanggapinya tidak peduli berapa banyak ia memukul pintu. Tidak ada yang akan membukakan pintu untuknya. Ia tidak tahu berapa lama ia telah memukul pintu. Ia lelah. Benar-benar habis, ia bersandar ke pintu dan secara bertahap duduk di tanah. “...Aku mau kembali ke keluarga Zachary. Biarkan aku kembali…” gumamnya sambil menangis. Bagaimana Simon bisa memperlakukannya dengan begitu kasar? Terlepas da
Sharon mendapat telepon dari Simon segera setelah ia keluar dari laboratoriumnya. Ia mengangkat alisnya dan melanjutkan untuk mengangkat panggilan.Suara rendah dan memesona Simon terdengar dari ujung telepon yang lain. "Aku mau ketemu kamu." katanya dengan nada langsung dan berwibawa.Ia tersenyum dan bertanya, “Kenapa kamu buru-buru? Apa kamu udah selesaiin semuanya?”“Iya, aku udah kirim dia ke tempat lain. Kalau kamu nggak mau lihat dia, dia nggak akan pernah muncul di depan mata kamu lagi.” “Itu kasar. Bukannya kamu bilang kamu akan bertanggung jawab untuk dia?" Ia menggodanya. “Aku nggak mau ngomong apa-apa lagi. Keluar." Sepertinya ia benar-benar ingin bertemu dengannya. "Apa yang akan kamu lakukan kalau aku nggak keluar?" "Kalau begitu aku akan masuk." katanya singkat. Sharon segera berkata, Ok, tunggu aku di luar. Aku akan keluar sebentar lagi.”"Cepat.""Ok. Berhentilah bikin aku buru-buru.” Baru beberapa hari tidak bertemu. Apa ia sudah terburu-buru untuk mene