"Kenapa uncle malah mengizinkan perempuan itu menikah dengan Sean?" Alice bertanya dengan nada tingggi, emosi gadis itu sudah menjulang di atas kepala nya.
"Turunkan sedikit nada bicara mu!" tegur Andreson memandang tidak suka dengan ketidaksopanan Alice.
Alice mengerutkan kening nya, gadis itu sejenak terdiam sambil mencerna perkataan Andreson. "Uncle membela nya?" Alice bertanya dengan suara datarnya.
Awalnya Andreson tidak menyetujui pernikahan Sean dan Aurora, namun ketika Andreson melihat jauh lebih dalam ke dua bola mata Aurora, ada sesuatu yang harus dirinya pikirkan. "Menikah dengan siapa pun, itu hak Sean. Aku tidak bisa melarang nya." gumam Andreson kemudian beranjak pergi meninggalkan Alice yang sudah menahan emosi nya sejak tadi.
Gadis itu mengepalkan ke dua tangannya, mata nya memerah tidak terima atas penghina yang telah di berikan Sean. "Aku harus menyingkirkan perempuan!" ucap Alice dengan menggerakkan gigi nya. Alice kemudian meninggalkan ke kediaman keluarga Egalia karena ia tidak mendapati Sean di sana. Alice mencoba pergi ke kantor Sean.
Alice melangkahkan kaki nya dengan gaya angkuh, menuju lift khusus yang biasa di gunakan oleh Sean. Namun ketika ia hendak masuk, ia mendapati Sean dan Julian di dalam lift tersebut."Sean....!" seru Alice lalu bergelayut manja di lengan Sean. Sean yang sangat muak langsung mendorong kasar Alice.
"Jaga sikap mu, ini kantor!" tegur Sean membuat Alice kesal namun tertahan. Beberapa karyawan yang melihat kejadian itu hanya menunduk menahan tawa mereka.
Sesampainya di dalam ruangan, Alice langsung mengeluarkan unek-uneknya tentang pernikahan Sean. Gadis itu terus mengumpat tidak sopan. Dengan emosi yang menggebu-gebu di tambah bumbu cinta sebagai dasar dan tumbuh besar bersama sebagai alasan.
"Justru menikah dengan nya aku menolak menikah dengan mu." ucap Sean ketika ia mendapatkan waktu untuk berbicara. Alice terperangah bingung dengan ucapan Sean.
"Apa maksud mu Sean?" tanya gadis itu tidak paham.
"Aku menikahi istri ku hanya agar aku tidak menikah dengan mu." Sean berkata dengan lantang dan tegas membuat Alice syok.
"K-kau,..kenapa kau sejahat ini pada ku Sean?" tanya Alice dengan mengeluarkan jurus sedihnya.
Sean menaikan bibir lalu berkata, "Menurut mu, siapa yang lebih jahat di sini? jangan kau pikir aku tidak tahu semua belang keluarga mu." kata-kata Sean membuat Alice mati ucap. Julian yang mendengar perdebatan itu hanya bisa diam, tidak di pungkiri jika diri nya tahu siapa keluarga Alice yang sebenarnya. "Jika kau sudah selesai, silahkan pergi...!" usir Sean secara kasar.
Alice mengepalkan ke dua tinju nya erat, kuku panjang nya menekan telapak tangannya sendiri. Merasa terhina, Alice memutuskan untuk pergi. Sean memijat pelipis nya sakit, lelaki itu bingung akan melakukan apa sekarang.
"Kau sudah lihat bukan, ini asalan ku menikahi Aurora." ucap nya pada Julian.
"Aku hanya takut jika perempuan itu akan menyakiti Rora, biar bagaimana pun Rora tidak ada hubungan nya dengan masalah mu ini." sahut Julian kemudian pria itu keluar dari ruangan Sean.
Sean merogoh ponselnya, membuka kiriman foto pernikahan nya yang sengaja di kirim oleh Allena. Aurora nampak cantik, jejeran gigi putih dan rapi menambah kesan tersendiri jika melihat senyum itu. Tangan Sean menggandeng tangan Aurora, berdiri berdampingan saat menerima ucapan selamat. Tanpa di sadari oleh Sean, pria itu menjadikan foto tersebut sebagai walpaper ponsel nya.
Sean melirik jam yang melingkar di tangannya, lelaki itu memutuskan untuk pulang. Entah kenapa hati dan pikiran nya tertuju pada mansion nya sekarang. Sesampainya di mansion, Sean bingung ingin melakukan apa.
"Apa tuan mencari nona Rora?" tanya paman Smith.
"Di mana istriku?" tanpa di sadari oleh Sean, lelaki itu mengakui Aurora sebagai istri nya. Paman Smith yang mendengar panggilan tersebut hanya bisa mengulum senyumnya.
"Nona Rora sedang memberi makan ikan di kolam belakang." jawab paman Smith kemudian kaki Sean melangkah ke arah belakang mansion.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Sean membuat Aurora terkejut bukan main.
"M-memberi makan ikan!" jawab nya gugup, gadis itu tak berani menatap ke dua mata Sean yang seperti nya mencurigakan.
"Kenapa kau tidak menelpon ku?" tanya Sean membuat Aurora dan paman Smith saling pandang kebingungan.
"Menelpon?" Aurora mengulai kata-kata Sean, "Aku tidak punya ponsel, bagaimana bisa aku menelpon?"
Sean lupa jika dulu ia pernah menyita ponsel Aurora karena ia takut jika gadis itu melakukan hal yang macam-macam. "Ganti pakaian mu, aku akan mengajak mu pergi." perintah Sean langsung di iyakan oleh Aurora. Setelah menunggu beberapa saat, mata Sean sakit ketika melihat Aurora hanya menggunakan pakaian itu-itu saja. "Apa tidak ada pakaian yang lain?" tanya pria itu namun Aurora hanya menggelengkan kepala nya.
Sean membuang nafas kasar, lalu pria itu mengajak istrinya pergi. Aurora tak berani membuka suara, ke dua mata indahnya hanya sibuk memandang ke luar jendela. Sejak hidup bersama Sean, ini sudah ke tiga kali nya Aurora keluar dari mansion. "Sungguh indah dunia luar." batin Aurora berharap waktu cepat berlalu.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Sean membuka suara.
Aurora menoleh, memandang sejenak wajah suaminya dari samping. "Aku tidak sabar untuk bebas dari mu." jawab Aurora membuat Sean terdiam tidak suka dengan jawaban gadis itu.
Selebihnya, hanya ada keheningan sepanjang perjalanan. Mobil Sean akhirnya berhenti tepat di sebuah butik ternama yang ada di kota itu. "Pilih lah pakaian sebanyak mungkin. Aku sudah bosan melihat mu dengan pakaian yang sama." perintah Sean lalu memanggil dua orang pelayan untuk melayani istri nya.
Sean hanya duduk, memandang punggung istrinya yang sejak tadi terus di atur oleh ke dua pelayan butik. Aurora yang penurut hanya mengiyakan apa pun yang di ucapkan oleh ke dua pelayan. Setelah memborong pakaian, Sean langsung mengajak Aurora pergi. Kali ini Sean membelikan gadis itu sebuah ponsel lengkap dengan kartu sim nya. "Lihatlah ketika sampai mansion nanti." ujar Sean lalu mengajak gadis itu pergi kembali.
Kali ini Sean mengajak nya makan siang di sebuah restoran ternama, Aurora bahkan memandang kagum dengan dekorasi restoran tersebut. "Makanlah, kau pasti sudah lapar." perhatian Sean membuat hati Aurora menjadi hangat, gadis itu tidak ingin menaruh hati pada Sean.
"Terimakasih." ucap Aurora dengan senyum tipis nya. Namun, senyum itu hilang ketika seorang datang dengan menjorokan kepala Aurora hingga wajah gadis itu nyaris menghantam piring. Sean langsung berdiri, membentak Alice yang sudah bersikap sangat kelewatan.
"Kau membentak ku demi membela perempuan ini?" tanya Alice dengan tawa kesal nya.
"Dia istri ku, apa mu melarang ku?" kali ini Sean sudah menarik Aurora hingga gadis itu berada di belakang tubuh Suami nya. Bukan Sean nama nya jika ia tidak membalas perbuatan Alice. Pria itu mengambil minuman milik nya lalu menyiramkan nya kepada Alice hingga membuat gadis itu berteriak histeris tidak terima. Semua orang yang melihat kejadian itu hanya bisa menonton dan memandang hina Alice.
"Kau sudah mengacau makan siang ku bersama dengan istri ku. Kau harus membayar nya dengan harga yang mahal." ucap Sean membuat Alice ketakutan. Sean kemudian mengajak istri nya untuk pergi, selera makan ke dua nya sudah hilang sejak tadi. Sean malah megajak Aurora untuk pulang ke mansion.
Sesampainya di mansion, Sean merasa tidak enak hati kepada istri nya. Perlakuan Alice yang menjorokan kepala Aurora membuat lelaki itu geram. Aurora bukan gadis yang suka melawan, sudah tentu itu membuat Sean semakin merasa kesal. Sean tersadar jika Aurora belum makan apa pun di restoran tadi."Tuan membutuhkan sesuatu?" tanya paman Smith ketika melihat raut wajah Sean yang berubah-ubah."Siapkan makan siang, Rora belum makan apa pun." perintah Sean seakan lelaki itu terlihat khawatir."Baik tuan..." paman Smith langsung pergi ke dapur. Sean kembali ke kamarnya, namun lelaki itu terlihat gelisah dan dia sendiri tidak tahu penyebabnya."Ah,...sial...!" umpat Sean kesal.Tak berapa lama, paman Smith memanggil Sean, "Makan siang sudah siap tuan.", lelaki paruh baya itu memberitahu."Hmmmm....aku akan segera turun." sahut lelaki itu dari dalam kamar.Sean kemudian keluar dari kamar dan langsung pergi ke
Televisi menyala, namun bukan Aurora yang menonton nya melainkan televisi yang menonton diri nya. Sean yang baru masuk langsung mematikan televisi lalu menghampiri Aurora yang masih terlelap. Sungguh, wajah polos itu mampu membuat hati Sean menghangat.Sean berlutut, mengusap lembut pipi putih milik Aurora. Bibir Sean melengkung, memancarkan senyum yang tak di lihat oleh Aurora. Gadis itu tiba-tiba menggeliat, Sean buru-buru berdiri."Sudah bangun?" tanya Sean membuat Aurora langsung duduk.b"Maaf, aku ketiduran." ucap gadis itu dengan suara serak khas bangun tidur."Ayo pergi, sekarang jam makan siang. Cuci dulu wajah mu." perintah Sean lalu bergegas Rora pergi mencuci wajah nya.Sean dan Aurora juga Julian pergi makan siang di restoran langganan mereka. Gadis itu tidak banyak bicara, seakan hidup nya sangat membosankan.Sean memesan banyak makanan, mereka makan saling mengobrol terkecuali Aurora. Gadis itu tidak
"Apa kau masih marah?" tanya Sean kepada gadis yang setengah menikmati sarapan nya itu.Aurora mengangkat wajah nya lalu berkata, "Tidak ada yang perlu aku marahkan. Untuk apa? kau tidak ada hubungannya dengan semua ini."Kata-kata Aurora membuat lelaki itu terdiam. Gadis ini sudahlah pendiam, di tambah lagi sekarang wajah nya berubah dingin. Seperti ada selapis salju yang menghiasi wajah Aurora.Hari telah berganti, tak terasa usia pernikahan Sean dan Aurora sudah lewat dari satu bulan. Namun, pernikahan mereka bukan seperti pernikahan biasanya. Meski hubungan sepasang suami istri itu sudah mulai akrab, namun Aurora lebih suka menjaga jarak dengan Sean."Daddy meminta kita untuk pulang." ujar Sean memberitahu istrinya."Aku sih, terserah saja!" jawab Aurora dengan suara datarnya. Sean sangat tidak suka dengan sikap gadis itu, Aurora akan bicara jika Sean yang memulai, meski satu bulan ini mereka selalu pergi berdua, namun
Allena sangat senang ketika kakak nya mengajak Aurora makan malam di rumah. Gadis yang biasanya kesepian kini terlihat nampak bahagia dengan kehadiran Auroran. Masih sama, Andreson selalu menatap tajam ke arah Aurora yang sejak tadi makan sambil mengobrol bersama Allena. Sean menyadari hal itu, namun diri nya masih enggan untuk bertanya pada Andreson."Siapa nama ibu mu?" tanya Andreson tiba-tiba membuka suara. Sean mendongak lalu bertanya balik. "Daddy bertanya dengan siapa?""Dengan istri mu...!" seru nya.Aurora diam, gadis itu menoleh ke arah suami nya dan menjawab. "Camelia...." jawab Aurora membuat Andreson memegang dada nya nyeri."S-siapa nama ayah mu?" Andreson semakin penasaran."Harryson....!" jawab Aurora.Andreson meninggalkan meja makan, membuat anak dan menantu nya kebingungan. Aurora terutama Sean merasakan hal aneh yang terjadi dengan Daddy nya."Daddy kenapa?" tanya Aurora ketakuta
"Aku sudah menyiapkan kesibukan untuk mu?" Sean memberitahu ketika mereka baru saja memulai makan malam nya.Aurora mendongak, memandang wajah suami nya. "Kesibukan apa?" tanya nya dengan dua kalimat."Aku sudah mencarikan mu guru lukis agar kau bisa mengasah bakat mu.""Benarkah?" Aurora menyakinkan, wajah nya berseri."Suami mu ini tidak akan bohong!"seru Sean membuat Aurora terdiam sejenak.Sean mengerutkan ke dua alis nya bingung, lalu bertanya. "Apa kata-kata ku salah?""Apa kau lupa jika pernikahan kita sisa beberapa bulan saja?" tanya balik Aurora membuat Sean mati ucap. "Ku mohon jangan mengingkari nya, aku sudah mendabambakan kebebasan yang kau janjikan!" gumam nya kembali.Sean bingung ingin mengatakan apa, karena sesungguhnya pria itu sudah mulai jatuh hati pada Aurora."Apa kau benar-benar akan mempermainkan pernikahan ini?" tanya bodoh Sean.Aurora tersenyum getir, selera
Lagi-lagi, Aurora syok ketika ia mendapati bahwa diri nya kembali tidur dalam pelukan Sean. Sean masih lelap dalam tidur nya, bahkan lelaki itu tidak sadar jika Aurora sudah bangun. Sejenak, Aurora sangat terhipnotis dengan wajah tampan yang masih memejamkan mata itu.Lentik jari Aurora mengusap lembut pipi itu,tanpa sadar gadis itu tersenyum manis. Punggung tangan nya berhenti di kening Sean, "Sudah dingin...!" ucap nya pelan. Sean terbangun, ke dua mata mereka saling beradu pandang. Aurora gugup, membuang pandangannya lalu turun dari atas tempat tidur."Mau kemana?" tanya Sean dengan suara serak khas bangun tidur."A-aku, akan mengambilkan sarapan untuk mu!" seru Aurora melajukan langkahnya. Jantung gadis itu tidak berhenti berdetak, menandakan jika ada perasaan lain yang sedang ia rasakan saat ini."Ada yang bisa saya bantu nona?" tanya paman Smith mengejutkan Aurora."P-paman,mengejutkan ku saja!" ujar Aurora sambil memegang
"Berapa yang kau inginkan?" tanya Sean pada Frans yang sibuk menghitung uang dalam otak nya."Lima puluh juta dollar saja!" jawabnya dengan lantang membuat Sean geram."Kau ini mata duitan!" seru Sean membuat Frans tidak terima.Sean tertawa keras lalu berkata dengan mencibir Sean, "Kau sudah menikahi gadis itu, bukankah kau memiliki banyak keuntungan yang bisa kau lipat gandakan!""Apa maksud mu dengan keuntungan?" tanya Sean tidak mengerti."Dasar bodoh!" umpat Frans. "Aurora adalah gadis cantik dan polos, kau bisa menjualnya kepada teman-teman mu yang kaya raya dan mendapatkan keuntungan dari nya."Wajah Sean berubah dingin, rahangnya mengeras bahkan ke dua tangan nya mengepal atas ucapan Frans. "Kau memang cari mati...!" kata Sean dengan suara beratnya. "Hajar dia....!" perintah Sean lalu beberapa anak buah Sean yang berada di dalam Club langsung menghampiri Frans.Frans yang ketakutan hanya bisa
Aurora sangat gelisah ketika diri nya berada di satu kamar bersama dengan Sean. Gadis yang di duduk di sofa itu seperti cacing kepanasan. Bukan kali pertama diri nya tidur di kamar Sean namun kali ini ada perasaan lain di hati Aurora. Sean yang duduk sambil berselonjor di atas tempat tidur hanya sibuk memainkan ponsel nya sambil sesekali melirik ke arah istri nya."Apa kau berniat tidur di sofa itu?" tanya Sean membuat istrinya duduk diam."Ya....!" sahutnya tegas "Aku akan tidur di sini...!" ucap nya lalu merebahkan diri di sofa. Dengan sangat sengaja Sean meninggikan suhu pendingin ruangan membuat gadis itu beringsut kesal kepada suami nya. "Apa kau sengaja?" tanya Aurora dengan nada kesalnya.Sean tidak menjawab namun malah menarik selimut kemudian memejamkan mata nya pura-pura tidur. Aurora membuang nafas kasar, gadis itu memilih tidur meringkuk di atas sofa dari pada tidur bersama dengan suaminya sendiri.Meski udara dingin menusuk
"Cepat katakan pada ku, Jhon. Apa tujuan mu yang ingin menghabisi keluarga ku?" Sekali lagi Andreson bertanya pada Jhon yang sampai saat ini masih tidak mau membuka suara. "Papi,.....!!" Lirih Alice memalingkan wajahnya saat melihat tuan Andreson menginjak bekas luka tempak di kaki Jhon. Cuiiiiih............Jhon yang tidak memiliki rasa takut meludahi sepatu milik Andreson. Anderson menoleh ke atas bawah, pria ini merasa jijik lalu mengusapkan sepatunya ke arah wajah Jhon. Emosi Andreson telah memuncak, pria paruh baya ini dengan bringas menembaki tubuh Jhon. Dor.....Dor.....Dor.....Dor......Empat peluru bersarang tepat di dada Jhon, Alice yang melihat hal tersebut tentu saja histeris. Jhon di tembak mati tepat di depan mata anaknya. "Papi,....papi......papi.....!!" Alice berteriak histeris, ingin rasanya wanita ini menghampiri tubuh Jhon tapi apa daya ia sendiri di kurung di kurungan yang berbeda. "Kedua anak ku telah merasakan kehilangan salah satu orang tua. Bagaimana A
"Oh, badan ku sakit semua. Apa ini yang di rasakan Aurora saat aku menyuruhnya menguras kolam renang?" Batin Sean. Sean memijat sendiri tangan dan kakinya yang terasa lelah. "Pegal ya?" Tanya Aurora yang sebenarnya sudah tahu jawabannya."Aku minta maaf karena aku pernah menyuruh mu menguras kolam renang waktu itu," ucap Sean merasa bersalah. "Makanya, kalau mau melakukan sesuatu itu di pikir dulu. Tidak semua orang memiliki tenaga yang kuat." Sean menggesekkan kepalanya di pundak Aurora. "Aku benar-benar lelah. Tangan dan kaki ku sakit sekali, aku tidak bisa tidur!" Keluhnya. "Berbaringlah, aku akan memijat mu!" "Tapi sudah malam, kau harus segara tidur!" "Tidak apa-apa. Baru jam sepuluh malam,aku akan memijat mu setengah jam!" "Seriusan?" Tanya Sean memastikan. "Tapi tidak gratis!" Ujar Aurora yang mencari kesempatan. "Katakan, berapa yang harus aku bayar?" "Tidak mahal, cukup ajak aku pantai. Aku rindu suasana laut!" "Hanya itu?" "Ya," jawab Aurora singkat. "Baiklah,
"Di mana Daddy dan kak Sean?" Tanya Allena penasaran. "A-ada,...!" jawab Rora gugup. "Mereka sedang ada pekerjaan!" Allena mengerutkan keningnya heran dengan sikap Aurora yang terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. "Kak, apa kakak sakit?" Tanya Allena penasaran. "Aku baik-baik aja. Allena, apa aku boleh bertanya sesuatu pada mu?" "Katakanlah, apa kak?" "Tentang kakak mu, apa dia tidak memiliki kekasih?" Tanya Aurora membuat Allena tertawa. "Kulkas delapan pintu seperti kak Sean tidak akan ada perempuan yang bisa meluluhkan hatinya. Percayalah!" "Kulkas delapan pintu, apa dia sedingin itu?" "Kak, lihatlah kehidupan kak Sean. Hidup menyendiri di tengah hutan, kakak saja yang mau jadi istrinya!" Allena mengupas menertawakan kakaknya sendiri. Menurut Allena, Sean sangat aneh yang tidak mau tinggal di tengah keramaian. "Jangan takut untuk jatuh cinta dengan kak Sean. Dia adalah tipe laki-laki setia," ucap Allena. "Dia pernah menyiksa ku," adu Aurora. "Hah? menyiksa bagaimana
Aurota langsung menutup matanya saat Sean menunjukan keadaan Alice yang sudah tak beraturan. Wajahnya yang memar bahkan luka ada di mana-mana. Rambut Alice di potong acak-acakan, Aurora merasa kasihan pada wanita yang sudah menculiknya ini. "Aku tidak mau melihat dia,"ucap Aurora yang masih menutup kedua matanya. "Siapa pun yang berani menyentuh mu, akan ku buat dia jauh lebih menderita." Ujar Sean yang menatap tajam ke arah Alice. "Kau sudah melewati batasan mu Sean!" Ucap Alice yang masih memiliki tenaga. "Batasan mana yang aku lewati?" Tanya Sean dengan wajah dinginnya. "Bisa-bisa kau lebih memilih perempuan yang baru kau kenal di banding aku yang sudah mengenal mu sejak kecil. Kau benar-benar keterlaluan Sean!" "Kau lupa di saat keluarga mu sedang berduka aku dan anakku lah yang sudah menghibur mu dulu," ucap Jhon mengingatkan. "Dan kau pasti masih ingat yang sudah membuat aku dan anak ku berduka?" Suara berat Andreson mengejutkan mereka yang ada di dalam ruangan tersebut
Kembali pulang ke mansion, Aurora langsung masuk ke dalam kamar nga sedangkan Sean pergi ke salah satu tempat yang ada di mansion nya. Wajah nya dingin, bahkan paman Smith tidak berani untuk menyapa pria yang terlihat sedang marah sekarang. Langkah Sean yang lebar, membuat nya sedikit cepat dalam berjalan. Dua orang pria bertubuh besar membukakan pintu untuk pria itu, Sean masuk lalu pintu tersebut di tutup kembali. Yang ada dalam pikiran Sean, wajah memar Aurora yang sampai sekarang belum memudar. Benarkah laki-laki ini telah jatuh cinta pada Aurora? sedangkan pernikahan nya hanya tinggal beberapa bulan saja. "Sean, lepaskan aku!" teriak Alice ketika wanita itu melihat Sean dari balik jeruji besi. Sean tak bergeming, wajah pria itu semakin dingin. Sean memandang lekat rambut panjang Alice, bibir Sean langsung tersungging. "Apa Jhon Charles sudah mati?" tanya Sean dengan suara berat nya. "Lepaskan aku Sean, bagaimana bisa kau memperlakukan teman masa kecil mu seperti ini?" lagi-l
Alice memainkan gunting di tangan nya, wanita itu tersenyum licik memandang Aurora yang sedang ketakutan. Jhon melipat ke dua tangan nya, pria itu sangat mendukung apa yang di lakukan oleh anak nya. Alice maju selangkah, membuat Aurora mundur dengan sisa tenaga nya. "Jangan sakiti aku!" mohon Aurora namun nyata nya Alice masih mencoba menakuti Aurora. "Kau sudah menghalangi ku untuk mendapatkan Sean. Jadi, kau harus lenyap agar aku bisa menjadi satu-satu nya ratu dalam hidup Sean." ucap Alice dengan bangga nya. Sementara itu, Sean dan Julian cukup kesulitan untuk mencari Aurora. Sudah berapa kali Sean berusaha melacak keberadaan istri nya namun tidak bisa. "Seharusnya, menurut pelacakan ku Aurora ada di sekitar sini." ujar Sean bingung. "Apa kau yakin, apa chip itu bekerja dengan baik?" tanya Julian memastikan. Sean kemudian menunjukkan ponsel nya pada Julian, seharusnya Aurora ada di lorong ini namun mereka tidak menemukan siapa pun di sini. Sean kemudian melanjutkan pencarian n
Andreson marah besar kepada Sean pada saat diri nya mengetahui jika menantu nya itu telah di culik. Lelaki paruh baya itu mengepalakan ke dua tangan nya geram. Andreson bahkan dengan tega menampar wajah Sean hingga membuat Allena dan Sean saling pandang kebingungan. Bukan kah selama ini Andreson tidak merestui pernikahan Sean dan Aurora, lalu kenapa dia begitu marah ketika mengetahui Aurora telah di culik. "Bukankah aku telah memberi mu perintah untuk menjaga istri mu? lalu kenapa kau begitu ceroboh Sean?" suara berat itu menggema di ruang keluarga hingga membuat Sean bergidik ngeri ketika menatap mata merah milik Daddy nya. "Aku hanya meninggalkan istri ku sebentar untuk mengambil pakaian nya." sahut Sean lagi-lagi mendapatkan tamparan keras dari Daddy nya. Allena ketakutan, gadis itu memilih masuk ke dalam kamar. Gadis itu hanya berharap jika kakak nya tidak akan mati dj tangan Daddy nya. "Kenapa kau begitu bodoh...? apa guna nya kau memiliki banyak anak buah?" tanya Andreson mem
Aurora mulai mengerjapkan mata nya, gadis itu sudah sadar namun belum sepenuhnya sadar. Pandangan mata nya masih kabur, kepala nya masih sangat pusing juga tubuh nya sangat lemas tak berdaya. Bahkan Aurora tidak bisa mengenali sosok pria yang ada di depan wajah nya yang seperti sejak tadi memanggil nama nya."Sean.....!" ucap nya lirih setelah gadis itu sudah berhasil mengumpulkan kesadaran nya. "Rumah sakit...?" gumam nya lirih."Ya, kau ada di rumah sakit. Kau sudah berhasil membuat ku khawatir semalam. Apa kau puas?" lekai itu tidak bisa mengontrol emosi nya."Maaf tuan, pasien belum sepenuhnya pulih. Tolong jangan membuat keributan." Dokter perempuan itu menegur Sean dengan tatapan tidak suka karena menurut nya Sean sudah bertindak kasar pada seorang perempuan. "Jika anda masih ingin membuat keributan, silahkan keluar!" usir Dokter tersebut tanpa tahu siapa Sean sebenarnya."Dia istri ku, aku ingin tetap di sini." sahut Sean cuek.&nb
"Apa kau serius dengan segala ucapan mu tadi Sean?" tanya Aurora dengan pandangan serius.Sean tersentak kaget namun pria itu masih bisa membuang rasa keterkejutan nya dengan pertanyaan Aurora. Sebagai seorang lelaki Sean tidak mau ingkar pada ucapan nya. "A-aku...serius...!" jawab nya tegas namun terdengar jelas suara nya gugup.Aurora kemudian tidak bersuara lagi, gadis itu memilih naik kapal lalu duduk menyendiri. Begitu juga dengan Sean yang memilih untuk duduk menyendiri karena lelaki itu sungguh sangat menyesal dengan segala ucapan nya. Cukup lah bagi Aurora untuk berpikir selama perjalanan pulang, pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk memilih pergi dari kehidupan Sean."Jika kau serius dengan ucapan mu, maka aku akan pergi sekarang!" seru nya ketika Sean baru saja menginjakan kaki di daratan.Langkah Sean terhenti, pria itu menatap mata istri nya dengan penuh kasih namun diri nya juga tidak ingin mengekang Aurora seperti apa yang di kata