Saat ini, Andreson sedang memandang Aurora dari ujung kaki hingga kepala, sorot mata nya tajam seakan mengintimidasi gadis yang sedang menundukkan kepala itu. Sedangkan Allena, gadis itu sangat senang ketika melihat kedatangan kakak nya dan juga calon ipar nya.
Aurora lebih tua satu tahun dari Allena, namun sikap manja Allena membuat dia terkesan seperti anak-anak sekolah menengah atas. Namun, Sean belum membuka suara untuk memperkenalkan Aurora pada Andreson.
"Siapa nama nya?" suara berat khas Andreson tertuju pada Sean.
"Kenalkan diri mu...!" perintah Sean pada gadis yang sejak tadi berkeringat panas dingin itu.
"Perkenalkan, nama saya Aurora..." tenggorokan Aurora seakan cekat menahan ketakutan.
"Hai kak Rora, nama ku Allena." sapa Allena dengan senyum yang terus menghias di wajah nya.
"Hai....Allena," sapa balik Aurora dengan senyum manis nya.
"Kami akan menikah besok...!" kali ini Sean membuka suara.
Andreson hanya menaikkan sedikit bibir nya, "Terserah kau...!" seru Andreson.
"Pernikahan kami tidak ada resepsi atau acara besar lain nya." Sean menegaskan bahkan itu sudah masuk dalam perjanjian ia dan Aurora.
"Asyik,...aku akan punya kakak perempuan." Allena sangat bahagia mengetahui kakak nya akan menikah, namun gadis itu tidak tahu latar belakang dari pernikahan kakak nya.
Andreson terus memandang Aurora, meski kulit keriput mending di sekeliling bagian mata, namun tetap saja Aurora tidak berani membalas tatapan itu.
"Sorot mata mu mengingatkan ku kepada seseorang." ucap Andreson membuat ke dua anak nya dan juga Aurora serentak menoleh ke arah nya.
"Seseorang siapa Daddy..?" tanya Sean penasaran.
"Entahlah, aku tidak yakin...!" seru nya. "Lanjutkan makan malam kalian, aku ingin istirahat." perintah nya lalu Andreson memilih pergi ke kamar nya.
Baik Sean maupun Allena merasa bingung dengan sikap Daddy mereka. Sejak kedatangan Aurora, Andreson terus memandang gadis itu tanpa henti.
Aurora yang kebingungan memilih diam, gadis itu sudah kehilangan selera makan nya sekarang."Kita menginap di sini." ujar Sean memberi tahu.
"Kak, tidur sama aku aja." Allena mengajak calon kakak ipar nya untuk tidur bersama nya. Aurora tak berani menjawab, gadis itu menoleh ke arah Sean untuk meminta jawaban. "Jangan pedulikan Kak Sean, ayo...kita ke kamar ku." ujar Allena lalu menarik tangan Aurora untuk pergi ke kamar.
Sean mendengus kesal kemudian pergi ke kamar nya. Allena gadis polos, tidak sekali pun ia bertanya latar belakang Aurora. Allena meminjam kan nya pakaian tidur, untung saja ukuran baju mereka hampir sama.
Sepanjang malam, Allena dan Aurora hanya menonton drama yang sedang viral sekarang. Sudah lama Aurora tidak menonton seperti ini, gadis itu sangat senang malam ini.
Berbeda dengan Sean, laki-laki itu tidak bisa tidur karena terus terbayang wajah cantik Aurora. Berguling ke sana kemari membuat diri nya kesal sendiri.
Sean keluar dari kamarnya, pergi menuju kamar Allena."Ngapain...?" tanya Allena tidak senang.
Tidak menjawab, Sean menerobos masuk ke kamar adik nya lalu merampas camilan yang sedang di makan Aurora. "Kau mengajari nya menonton drama seperti ini?" tanya Sean lalu mengganti drama yang sedang di tonton Aurora dan Allena. Sebenarnya, ke dua gadis itu nerasa sangat kesal. Namun apa daya, sudah sejak tadi Allena mengusir kakak nya dari kamar nya.
Sean mengajak ke dua gadis itu untuk menonton drama action, tentu saja mereka berdua tidak ingin. Allena mengajak Aurora naik ke atas tempat tidur karena ia sudah sangat mengantuk.
Sebenarnya Aurora masih canggung dengan keadaan seperti ini, namun ia harus tetap menjalaninya.Pukul satu malam,drama yang di tonton Sean baru selesai. Lelaki itu mematikan laptop milik adik nya. Sean memandang wajah Allena dan Aurora bergantian, namun mata Sean terus tertuju pada Aurora.
"Cantik...." gumam Sean yang baru menyadari nya. Sean kemudian menaikan
Lelaki itu kemudian kembali ke kamar nya, tidak lupa untuk mematikan lampu kamar sang adik. Entah kenapa Sean tidak bisa tidur juga, lelaki itu seakan tak sabar menunggu hari esok. "Sialan, ini hanya pernikahan yang tidak aku inginkan tapi kenapa aku sangat gugup?" Sean mengumpat pada diri nya sendiri.
Malam semakin larut, kini kilau cahaya masuk melalui lubang ventilasi kamar. Aurora terbangun, namun gadis itu sangat kaget ketika melihat beberapa orang yang sedang menunggu nya.
"Siapa kalian? di mana Allena?" ke dua alis itu mengerut kebingungan.
Allena keluar dari kamar mandi lalu berkata, "Cepat mandi kak, kakak akan di rias karena hari ini adalah hari pernikahan kakak dan kak Sean." seketika Aurora tersentak kaget. Gadis itu sungguh melupakan sebab apa diri nya bisa berada di rumah mewah ini.
Allena menarik tangan Aurora yang masih belum sadar dengan ucapannya. Aurora hanya mencuci muka dan menggosok gigi. Kemudian gadis itu makan roti dan minum susu sebagai sarapan nya pagi ini. Setelah itu ia langsung di rias oleh beberapa orang.
Sungguh, Allena tak berkedip ketika melihat Aurora yang baru saja selesai di rias. gaun putih bertabur permata tak berlengan dan menampakkan pundak gadis itu. Aurora pun tidak percaya jika yang ada di pantulan cermin itu adalah diri nya.
"Kak, kau sangat cantik..." puji Allena sambil memutari calon ipar nya itu.
"Be-benarkah?" Aurora masih tidak peecaya.
"Kau sangat cantik kak, mari kita turun, kak Sean sudah menunggu di bawah." ujar Allena.
Ya, pernikahan mereka hanya di langsung di rumah itu. Sean hanya mengundang beberapa pendeta dan saksi untuk pernikahan nya. Tidak lupa Andreson hanya bersikap biasa saja dengan Aurora namun ketika ia menatap dalam mata gadis itu, entah kenapa ada sesuatu yang mati serasa hidup kembali.
Allena menggandeng tangan Aurora, mengantarkan nya pada altar pernikahan. Sungguh menyedihkan, pernikahan yang seharusnya menjadi hari bahagia untuk semua orang. Aurora merasa miris dengan kehidupan nya sekarang. "Menyedihkan...!" gumam Aurora yang hanya dirinya saja bisa mendengar.
Sean, lelaki itu tak berkedip ketika memandang gadis yang tengah berjalan di karpet merah itu. Entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdetak sangat kencang. Netra mata ke duanya bertemu ketika Aurora berdiri tepat di depan lelaki itu. Allena mengulurkan tangan Aurora lalu di sambut oleh Sean dengan perasaan yang bercampur aduk.
Sama hal nya dengan Aurora, entah kenapa sambutan tangan Sean terasa hangat hingga ke palung hati nya. Pemberkatan di mulai, Andreson masih menatap tajam ke Aurora, entah apa yang di pikirkan nya sekarang. Sedangkan Allena menangis haru ketika melihat kakak nya dan Aurora saling mengucapkan janji suci.
Sean mengeluarkan cincin lalu menyematkan nya di jari manis Aurora. Gadis itu berdebar, desiran aneh mulai menyeruak masuk ke hati nya. Apalagi ketika Sean mencium kening ya, tubuh gadis itu langsung kaku dan juga menegang. Tidak hanya Aurora, Sean juga merasakan hal yang sama namun lelaki itu masih bisa mengontrol keadaan nya sekarang.
Nampak dari jarak yang sedikit jauh, Alice melihat pernikahan Sean dan Aurora dengan penuh amarah. Gadis itu mengepalkan ke dua tangannya, tidak terima jika Sean menikah dengan gadis yang pernah ia temui di mall sewaktu itu. Tidak hanya Alice, Julian yang menghadiri pernikahan itu hanya bisa diam dan tertunduk lemas, gurat wajah nya menandakan kesedihan.
Pernikahan selesai, Sean langsung mengajak Aurora pulang ke mansion nya. Sepanjang perjalanan hanya ada keheningan karena sepasang pengantin baru itu bingung ingin bicara apa.
"Istirahat lah." ujar Sean ketika mereka tiba di mansion.
"Hmmm...." sahut Aurora tak membuka mulut nya. Gadis itu langsung masuk ke dalam kamarnya, mengunci pintu lalu menghempaskan diri ke atas tempat tidur nya. Begitu juga dengan Sean, pemikiran nya seakan mati setelah menikahi Aurora. Ia bingung akan melakukan apa selanjutnya.
"Kenapa uncle malah mengizinkan perempuan itu menikah dengan Sean?" Alice bertanya dengan nada tingggi, emosi gadis itu sudah menjulang di atas kepala nya."Turunkan sedikit nada bicara mu!" tegur Andreson memandang tidak suka dengan ketidaksopanan Alice.Alice mengerutkan kening nya, gadis itu sejenak terdiam sambil mencerna perkataan Andreson. "Uncle membela nya?" Alice bertanya dengan suara datarnya.Awalnya Andreson tidak menyetujui pernikahan Sean dan Aurora, namun ketika Andreson melihat jauh lebih dalam ke dua bola mata Aurora, ada sesuatu yang harus dirinya pikirkan. "Menikah dengan siapa pun, itu hak Sean. Aku tidak bisa melarang nya." gumam Andreson kemudian beranjak pergi meninggalkan Alice yang sudah menahan emosi nya sejak tadi.Gadis itu mengepalkan ke dua tangannya, mata nya memerah tidak terima atas penghina yang telah di berikan Sean. "Aku harus menyingkirkan perempuan!" ucap Alice dengan menggerakkan gigi nya. Alice kem
Sesampainya di mansion, Sean merasa tidak enak hati kepada istri nya. Perlakuan Alice yang menjorokan kepala Aurora membuat lelaki itu geram. Aurora bukan gadis yang suka melawan, sudah tentu itu membuat Sean semakin merasa kesal. Sean tersadar jika Aurora belum makan apa pun di restoran tadi."Tuan membutuhkan sesuatu?" tanya paman Smith ketika melihat raut wajah Sean yang berubah-ubah."Siapkan makan siang, Rora belum makan apa pun." perintah Sean seakan lelaki itu terlihat khawatir."Baik tuan..." paman Smith langsung pergi ke dapur. Sean kembali ke kamarnya, namun lelaki itu terlihat gelisah dan dia sendiri tidak tahu penyebabnya."Ah,...sial...!" umpat Sean kesal.Tak berapa lama, paman Smith memanggil Sean, "Makan siang sudah siap tuan.", lelaki paruh baya itu memberitahu."Hmmmm....aku akan segera turun." sahut lelaki itu dari dalam kamar.Sean kemudian keluar dari kamar dan langsung pergi ke
Televisi menyala, namun bukan Aurora yang menonton nya melainkan televisi yang menonton diri nya. Sean yang baru masuk langsung mematikan televisi lalu menghampiri Aurora yang masih terlelap. Sungguh, wajah polos itu mampu membuat hati Sean menghangat.Sean berlutut, mengusap lembut pipi putih milik Aurora. Bibir Sean melengkung, memancarkan senyum yang tak di lihat oleh Aurora. Gadis itu tiba-tiba menggeliat, Sean buru-buru berdiri."Sudah bangun?" tanya Sean membuat Aurora langsung duduk.b"Maaf, aku ketiduran." ucap gadis itu dengan suara serak khas bangun tidur."Ayo pergi, sekarang jam makan siang. Cuci dulu wajah mu." perintah Sean lalu bergegas Rora pergi mencuci wajah nya.Sean dan Aurora juga Julian pergi makan siang di restoran langganan mereka. Gadis itu tidak banyak bicara, seakan hidup nya sangat membosankan.Sean memesan banyak makanan, mereka makan saling mengobrol terkecuali Aurora. Gadis itu tidak
"Apa kau masih marah?" tanya Sean kepada gadis yang setengah menikmati sarapan nya itu.Aurora mengangkat wajah nya lalu berkata, "Tidak ada yang perlu aku marahkan. Untuk apa? kau tidak ada hubungannya dengan semua ini."Kata-kata Aurora membuat lelaki itu terdiam. Gadis ini sudahlah pendiam, di tambah lagi sekarang wajah nya berubah dingin. Seperti ada selapis salju yang menghiasi wajah Aurora.Hari telah berganti, tak terasa usia pernikahan Sean dan Aurora sudah lewat dari satu bulan. Namun, pernikahan mereka bukan seperti pernikahan biasanya. Meski hubungan sepasang suami istri itu sudah mulai akrab, namun Aurora lebih suka menjaga jarak dengan Sean."Daddy meminta kita untuk pulang." ujar Sean memberitahu istrinya."Aku sih, terserah saja!" jawab Aurora dengan suara datarnya. Sean sangat tidak suka dengan sikap gadis itu, Aurora akan bicara jika Sean yang memulai, meski satu bulan ini mereka selalu pergi berdua, namun
Allena sangat senang ketika kakak nya mengajak Aurora makan malam di rumah. Gadis yang biasanya kesepian kini terlihat nampak bahagia dengan kehadiran Auroran. Masih sama, Andreson selalu menatap tajam ke arah Aurora yang sejak tadi makan sambil mengobrol bersama Allena. Sean menyadari hal itu, namun diri nya masih enggan untuk bertanya pada Andreson."Siapa nama ibu mu?" tanya Andreson tiba-tiba membuka suara. Sean mendongak lalu bertanya balik. "Daddy bertanya dengan siapa?""Dengan istri mu...!" seru nya.Aurora diam, gadis itu menoleh ke arah suami nya dan menjawab. "Camelia...." jawab Aurora membuat Andreson memegang dada nya nyeri."S-siapa nama ayah mu?" Andreson semakin penasaran."Harryson....!" jawab Aurora.Andreson meninggalkan meja makan, membuat anak dan menantu nya kebingungan. Aurora terutama Sean merasakan hal aneh yang terjadi dengan Daddy nya."Daddy kenapa?" tanya Aurora ketakuta
"Aku sudah menyiapkan kesibukan untuk mu?" Sean memberitahu ketika mereka baru saja memulai makan malam nya.Aurora mendongak, memandang wajah suami nya. "Kesibukan apa?" tanya nya dengan dua kalimat."Aku sudah mencarikan mu guru lukis agar kau bisa mengasah bakat mu.""Benarkah?" Aurora menyakinkan, wajah nya berseri."Suami mu ini tidak akan bohong!"seru Sean membuat Aurora terdiam sejenak.Sean mengerutkan ke dua alis nya bingung, lalu bertanya. "Apa kata-kata ku salah?""Apa kau lupa jika pernikahan kita sisa beberapa bulan saja?" tanya balik Aurora membuat Sean mati ucap. "Ku mohon jangan mengingkari nya, aku sudah mendabambakan kebebasan yang kau janjikan!" gumam nya kembali.Sean bingung ingin mengatakan apa, karena sesungguhnya pria itu sudah mulai jatuh hati pada Aurora."Apa kau benar-benar akan mempermainkan pernikahan ini?" tanya bodoh Sean.Aurora tersenyum getir, selera
Lagi-lagi, Aurora syok ketika ia mendapati bahwa diri nya kembali tidur dalam pelukan Sean. Sean masih lelap dalam tidur nya, bahkan lelaki itu tidak sadar jika Aurora sudah bangun. Sejenak, Aurora sangat terhipnotis dengan wajah tampan yang masih memejamkan mata itu.Lentik jari Aurora mengusap lembut pipi itu,tanpa sadar gadis itu tersenyum manis. Punggung tangan nya berhenti di kening Sean, "Sudah dingin...!" ucap nya pelan. Sean terbangun, ke dua mata mereka saling beradu pandang. Aurora gugup, membuang pandangannya lalu turun dari atas tempat tidur."Mau kemana?" tanya Sean dengan suara serak khas bangun tidur."A-aku, akan mengambilkan sarapan untuk mu!" seru Aurora melajukan langkahnya. Jantung gadis itu tidak berhenti berdetak, menandakan jika ada perasaan lain yang sedang ia rasakan saat ini."Ada yang bisa saya bantu nona?" tanya paman Smith mengejutkan Aurora."P-paman,mengejutkan ku saja!" ujar Aurora sambil memegang
"Berapa yang kau inginkan?" tanya Sean pada Frans yang sibuk menghitung uang dalam otak nya."Lima puluh juta dollar saja!" jawabnya dengan lantang membuat Sean geram."Kau ini mata duitan!" seru Sean membuat Frans tidak terima.Sean tertawa keras lalu berkata dengan mencibir Sean, "Kau sudah menikahi gadis itu, bukankah kau memiliki banyak keuntungan yang bisa kau lipat gandakan!""Apa maksud mu dengan keuntungan?" tanya Sean tidak mengerti."Dasar bodoh!" umpat Frans. "Aurora adalah gadis cantik dan polos, kau bisa menjualnya kepada teman-teman mu yang kaya raya dan mendapatkan keuntungan dari nya."Wajah Sean berubah dingin, rahangnya mengeras bahkan ke dua tangan nya mengepal atas ucapan Frans. "Kau memang cari mati...!" kata Sean dengan suara beratnya. "Hajar dia....!" perintah Sean lalu beberapa anak buah Sean yang berada di dalam Club langsung menghampiri Frans.Frans yang ketakutan hanya bisa
"Cepat katakan pada ku, Jhon. Apa tujuan mu yang ingin menghabisi keluarga ku?" Sekali lagi Andreson bertanya pada Jhon yang sampai saat ini masih tidak mau membuka suara. "Papi,.....!!" Lirih Alice memalingkan wajahnya saat melihat tuan Andreson menginjak bekas luka tempak di kaki Jhon. Cuiiiiih............Jhon yang tidak memiliki rasa takut meludahi sepatu milik Andreson. Anderson menoleh ke atas bawah, pria ini merasa jijik lalu mengusapkan sepatunya ke arah wajah Jhon. Emosi Andreson telah memuncak, pria paruh baya ini dengan bringas menembaki tubuh Jhon. Dor.....Dor.....Dor.....Dor......Empat peluru bersarang tepat di dada Jhon, Alice yang melihat hal tersebut tentu saja histeris. Jhon di tembak mati tepat di depan mata anaknya. "Papi,....papi......papi.....!!" Alice berteriak histeris, ingin rasanya wanita ini menghampiri tubuh Jhon tapi apa daya ia sendiri di kurung di kurungan yang berbeda. "Kedua anak ku telah merasakan kehilangan salah satu orang tua. Bagaimana A
"Oh, badan ku sakit semua. Apa ini yang di rasakan Aurora saat aku menyuruhnya menguras kolam renang?" Batin Sean. Sean memijat sendiri tangan dan kakinya yang terasa lelah. "Pegal ya?" Tanya Aurora yang sebenarnya sudah tahu jawabannya."Aku minta maaf karena aku pernah menyuruh mu menguras kolam renang waktu itu," ucap Sean merasa bersalah. "Makanya, kalau mau melakukan sesuatu itu di pikir dulu. Tidak semua orang memiliki tenaga yang kuat." Sean menggesekkan kepalanya di pundak Aurora. "Aku benar-benar lelah. Tangan dan kaki ku sakit sekali, aku tidak bisa tidur!" Keluhnya. "Berbaringlah, aku akan memijat mu!" "Tapi sudah malam, kau harus segara tidur!" "Tidak apa-apa. Baru jam sepuluh malam,aku akan memijat mu setengah jam!" "Seriusan?" Tanya Sean memastikan. "Tapi tidak gratis!" Ujar Aurora yang mencari kesempatan. "Katakan, berapa yang harus aku bayar?" "Tidak mahal, cukup ajak aku pantai. Aku rindu suasana laut!" "Hanya itu?" "Ya," jawab Aurora singkat. "Baiklah,
"Di mana Daddy dan kak Sean?" Tanya Allena penasaran. "A-ada,...!" jawab Rora gugup. "Mereka sedang ada pekerjaan!" Allena mengerutkan keningnya heran dengan sikap Aurora yang terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. "Kak, apa kakak sakit?" Tanya Allena penasaran. "Aku baik-baik aja. Allena, apa aku boleh bertanya sesuatu pada mu?" "Katakanlah, apa kak?" "Tentang kakak mu, apa dia tidak memiliki kekasih?" Tanya Aurora membuat Allena tertawa. "Kulkas delapan pintu seperti kak Sean tidak akan ada perempuan yang bisa meluluhkan hatinya. Percayalah!" "Kulkas delapan pintu, apa dia sedingin itu?" "Kak, lihatlah kehidupan kak Sean. Hidup menyendiri di tengah hutan, kakak saja yang mau jadi istrinya!" Allena mengupas menertawakan kakaknya sendiri. Menurut Allena, Sean sangat aneh yang tidak mau tinggal di tengah keramaian. "Jangan takut untuk jatuh cinta dengan kak Sean. Dia adalah tipe laki-laki setia," ucap Allena. "Dia pernah menyiksa ku," adu Aurora. "Hah? menyiksa bagaimana
Aurota langsung menutup matanya saat Sean menunjukan keadaan Alice yang sudah tak beraturan. Wajahnya yang memar bahkan luka ada di mana-mana. Rambut Alice di potong acak-acakan, Aurora merasa kasihan pada wanita yang sudah menculiknya ini. "Aku tidak mau melihat dia,"ucap Aurora yang masih menutup kedua matanya. "Siapa pun yang berani menyentuh mu, akan ku buat dia jauh lebih menderita." Ujar Sean yang menatap tajam ke arah Alice. "Kau sudah melewati batasan mu Sean!" Ucap Alice yang masih memiliki tenaga. "Batasan mana yang aku lewati?" Tanya Sean dengan wajah dinginnya. "Bisa-bisa kau lebih memilih perempuan yang baru kau kenal di banding aku yang sudah mengenal mu sejak kecil. Kau benar-benar keterlaluan Sean!" "Kau lupa di saat keluarga mu sedang berduka aku dan anakku lah yang sudah menghibur mu dulu," ucap Jhon mengingatkan. "Dan kau pasti masih ingat yang sudah membuat aku dan anak ku berduka?" Suara berat Andreson mengejutkan mereka yang ada di dalam ruangan tersebut
Kembali pulang ke mansion, Aurora langsung masuk ke dalam kamar nga sedangkan Sean pergi ke salah satu tempat yang ada di mansion nya. Wajah nya dingin, bahkan paman Smith tidak berani untuk menyapa pria yang terlihat sedang marah sekarang. Langkah Sean yang lebar, membuat nya sedikit cepat dalam berjalan. Dua orang pria bertubuh besar membukakan pintu untuk pria itu, Sean masuk lalu pintu tersebut di tutup kembali. Yang ada dalam pikiran Sean, wajah memar Aurora yang sampai sekarang belum memudar. Benarkah laki-laki ini telah jatuh cinta pada Aurora? sedangkan pernikahan nya hanya tinggal beberapa bulan saja. "Sean, lepaskan aku!" teriak Alice ketika wanita itu melihat Sean dari balik jeruji besi. Sean tak bergeming, wajah pria itu semakin dingin. Sean memandang lekat rambut panjang Alice, bibir Sean langsung tersungging. "Apa Jhon Charles sudah mati?" tanya Sean dengan suara berat nya. "Lepaskan aku Sean, bagaimana bisa kau memperlakukan teman masa kecil mu seperti ini?" lagi-l
Alice memainkan gunting di tangan nya, wanita itu tersenyum licik memandang Aurora yang sedang ketakutan. Jhon melipat ke dua tangan nya, pria itu sangat mendukung apa yang di lakukan oleh anak nya. Alice maju selangkah, membuat Aurora mundur dengan sisa tenaga nya. "Jangan sakiti aku!" mohon Aurora namun nyata nya Alice masih mencoba menakuti Aurora. "Kau sudah menghalangi ku untuk mendapatkan Sean. Jadi, kau harus lenyap agar aku bisa menjadi satu-satu nya ratu dalam hidup Sean." ucap Alice dengan bangga nya. Sementara itu, Sean dan Julian cukup kesulitan untuk mencari Aurora. Sudah berapa kali Sean berusaha melacak keberadaan istri nya namun tidak bisa. "Seharusnya, menurut pelacakan ku Aurora ada di sekitar sini." ujar Sean bingung. "Apa kau yakin, apa chip itu bekerja dengan baik?" tanya Julian memastikan. Sean kemudian menunjukkan ponsel nya pada Julian, seharusnya Aurora ada di lorong ini namun mereka tidak menemukan siapa pun di sini. Sean kemudian melanjutkan pencarian n
Andreson marah besar kepada Sean pada saat diri nya mengetahui jika menantu nya itu telah di culik. Lelaki paruh baya itu mengepalakan ke dua tangan nya geram. Andreson bahkan dengan tega menampar wajah Sean hingga membuat Allena dan Sean saling pandang kebingungan. Bukan kah selama ini Andreson tidak merestui pernikahan Sean dan Aurora, lalu kenapa dia begitu marah ketika mengetahui Aurora telah di culik. "Bukankah aku telah memberi mu perintah untuk menjaga istri mu? lalu kenapa kau begitu ceroboh Sean?" suara berat itu menggema di ruang keluarga hingga membuat Sean bergidik ngeri ketika menatap mata merah milik Daddy nya. "Aku hanya meninggalkan istri ku sebentar untuk mengambil pakaian nya." sahut Sean lagi-lagi mendapatkan tamparan keras dari Daddy nya. Allena ketakutan, gadis itu memilih masuk ke dalam kamar. Gadis itu hanya berharap jika kakak nya tidak akan mati dj tangan Daddy nya. "Kenapa kau begitu bodoh...? apa guna nya kau memiliki banyak anak buah?" tanya Andreson mem
Aurora mulai mengerjapkan mata nya, gadis itu sudah sadar namun belum sepenuhnya sadar. Pandangan mata nya masih kabur, kepala nya masih sangat pusing juga tubuh nya sangat lemas tak berdaya. Bahkan Aurora tidak bisa mengenali sosok pria yang ada di depan wajah nya yang seperti sejak tadi memanggil nama nya."Sean.....!" ucap nya lirih setelah gadis itu sudah berhasil mengumpulkan kesadaran nya. "Rumah sakit...?" gumam nya lirih."Ya, kau ada di rumah sakit. Kau sudah berhasil membuat ku khawatir semalam. Apa kau puas?" lekai itu tidak bisa mengontrol emosi nya."Maaf tuan, pasien belum sepenuhnya pulih. Tolong jangan membuat keributan." Dokter perempuan itu menegur Sean dengan tatapan tidak suka karena menurut nya Sean sudah bertindak kasar pada seorang perempuan. "Jika anda masih ingin membuat keributan, silahkan keluar!" usir Dokter tersebut tanpa tahu siapa Sean sebenarnya."Dia istri ku, aku ingin tetap di sini." sahut Sean cuek.&nb
"Apa kau serius dengan segala ucapan mu tadi Sean?" tanya Aurora dengan pandangan serius.Sean tersentak kaget namun pria itu masih bisa membuang rasa keterkejutan nya dengan pertanyaan Aurora. Sebagai seorang lelaki Sean tidak mau ingkar pada ucapan nya. "A-aku...serius...!" jawab nya tegas namun terdengar jelas suara nya gugup.Aurora kemudian tidak bersuara lagi, gadis itu memilih naik kapal lalu duduk menyendiri. Begitu juga dengan Sean yang memilih untuk duduk menyendiri karena lelaki itu sungguh sangat menyesal dengan segala ucapan nya. Cukup lah bagi Aurora untuk berpikir selama perjalanan pulang, pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk memilih pergi dari kehidupan Sean."Jika kau serius dengan ucapan mu, maka aku akan pergi sekarang!" seru nya ketika Sean baru saja menginjakan kaki di daratan.Langkah Sean terhenti, pria itu menatap mata istri nya dengan penuh kasih namun diri nya juga tidak ingin mengekang Aurora seperti apa yang di kata