Sean mengajak Aurora bicara hanya empat mata tanpa siapa pun yang boleh masuk ke ruang kerja nya. Aurora hanya diam karena gadis itu takut untuk bertanya. Tiba-tiba, Sean menyodorkan selembar kertas kepada Aurora.
"Apa ini?" tanya gadis itu bingung dan tidak berniat untuk mengambil nya.
"Jika kau menandatangani ini,maka kau akan bebas!" seru Sean membuat Aurora semakin bingung maksud dari lelaki itu. "Baca lah...!" perintahnya, dengan perasaan takut Aurora mengambil kertas tersebut lalu membacanya inci demi inci tulisan yang di ketik komputer itu.
"Apa ini? apa maksud dari semua nya? aku harus menikah dengan mu?" rentetan pertanyaan itu keluar dari mulut gadis yang masih bingung dengan isi penjelasan dalam kertas itu.
"Ya, setuju atau tidak setuju,kau akan tetap menikah dengan ku selama satu tahun. Jika kau berhasil bertahan dalam satu tahun dengan waktu aku yang tentukan, kau boleh pergi dari sini." Sean mencoba menjelaskan maksudnya.
Lemas sudah ke dua kaki Aurora, masa muda yang seharusnya indah kini lenyap di tangan orang-orang serakah. "Aku tidak mau...!" tolak Aurora tegas. "Aku belum siap untuk menikah..." mata nya mulai berkaca-kaca.
"Kau tenang saja, kita menikah hanya di atas kertas. Aku tidak akan menyentuh mu dan kita akan tetap tidur di kamar masing-masing." sekali lagi, Sean mencoba menjelaskan isi dari surat. "Jika kau ingin bebas seperti orang di luar sana, maka tanda tangani surat ini..." perintah Sean dengan santai nya.
"Kau serius dengan ucapan mu barusan?" tanya Aurora khawatir.
"Aku serius, bahkan ketika aku menceraikan mu, kau akan mendapatkan kompensasi untuk hidup mu selanjutnya."
Sejenak Aurora berpikir, gadis itu ingin sekali keluar dari sini dan pergi ke tempat yang jauh dan memulai hidup baru nya. "Ya, aku setuju...!" seru nya tanpa berpikir panjang.
Seringai senyum terukir di bibir Sean, pria itu kemudian mengambil surat yang sudah di tanda tangani oleh Aurora. "Malam ini kita akan bertemu orang tua ku, dan besok kita akan menikah." ucap Sean tentu saja membuat Aurora terkejut.
"Sean,...apa ini tidak salah?" gadis itu mencoba bertanya karena ia menganggap semua ini hanya lelucon Sean.
"Tidak, aku serius. Nanti akan ada yang menjemput mu, aku harus pergi sekarang." ucap nya kemudian pria itu pergi meninggalkan Aurora yang masih berdiri tidak percaya.
Gadis itu keluar dari ruang kerja Sean,wajah nya masih tegang hingga membuat paman Smith bingung. "Apa yang telah terjadi Rora?" tanya paman Smith khawatir.
"Sean akan menikahi ku besok paman." ucap nya pelan namun masih bisa di dengar jelas oleh paman Smith.
"Apa...?" paman Smith kaget. "Apa kau sedang membuat lelucon Rora?" tanya paman Smith tertawa geli.
Aurora membuang nafas kasar lalu berkata, "Tidak paman, aku serius." ucap nya tegas "Bahkan aku sudah menandatangani surat perjanjian kami. Aku akan bebas tahun depan paman,aku akan pergi jauh memulai hidup baru ku." Aurora berucap dengan raut wajah girang.
Paman Smith yang mendengar semua nya merasa syok dan tidak percaya. "Meski pernikahan kalian hanya di dasari dari sebuah perjanjian,aku akan membuat kalian saling jatuh cinta." batin Paman Smith.
Aurora kembali ke kamar,tak berapa lama ada orang suruhan Sean yang menjemput gadis itu. Aurora semakin bingung ia akan di ajak kemana? tak berani bertanya Aurora hanya bisa duduk di kursi penumpang.
Di lain tempat, tepat nya bar milik Sean, pria itu mulai membaca data pribadi milik Aurora yang selama ini di sembunyikan oleh Frans. "Mana uang ku?" lelaki serakah itu sudah tidak sabaran lagi.
"Tapi ingat satu hal, setelah kau menerima uang ini, Aurora bukan anak mu atau siapa-siapa mu lagi. Kalian hanya orang asing yang tak saling kenal." ucap Sean penuh penekanan.
Frans tertawa licik, "Ya, aku berjanji...!" seru nya.
"Jika kau melanggar janji mu, akan hancurkan hidup mu juga hidup wanita yang selalu ada di samping mu." ancam Sean namun Frans tidak peduli.
Sean melempar segepok uang Dollar yang membuat mata Frans hijau, lelaki serakah itu langsung pergi setelah mendapatkan uang nya. Tak berapa lama, Julian datang menghampiri Sean yang sejak tadi sudah menunggu nya.
"Ada apa?" tanya Julian penasaran.
"Daftarkan pernikahan ku dan Aurora sekarang!" perintah Sean membuat Julian syok.
"Apa-apaan ini? kau sedang bercanda kah? tidak ada angin tidak ada hujan kau memberi ku perintah untuk mendaftarkan pernikahan kalian." Julian tidak percaya, karena selama ini ia sangat menyukai Aurora meski ia tahu apa yang sudah ada di tangan Sean tak bisa di rebut lagi.
"Ya, jika besok aku tidak menikah dengan perempuan lain, maka Daddy akan menikahkan aku dengan Alice. Aku tak punya cara lain selain menikahi Aurora." jelas Sean tak ada di tutupi.
Julian membuang nafas kasar, sudah pasti lelaki itu sangat kesal. "Lalu kau memaksa Rora untuk menikah dengan mu?"
"Tidak, tapi dia menerima tawaran yang aku berikan hingga dia mau menandatangani surat perjanjian itu." lagi-lagi, Julian syok ketika mendengar penjelasan Sean. "Cepatlah, selebihnya akan aku ceritakan nanti di kantor." ujar Sean memaksa. Mau tidak mau Julian mengikuti perintah Sean meski diri nya sedang patah hati sekarang.
Aurora, gadis itu sedang melakukan perawatan kecantikan yang seumur hidupnya tidak pernah ia rasakan. Semua orang memperlakukan nya seperti seorang ratu hari ini. Hingga tiba waktu nya, pukul empat sore Sean datang untuk menjemput Aurora yang sudah di rias namun masih memilih gaun yang akan ia kenakan.
Pilihan nya jatuh pada Dress berwarna merah maroon tanpa lengan dan panjangnya hingga ke lutut kaki. Sumpah demi apa pun, gadis itu sangat cantik sekarang. Rambut panjang yang di biarkan tergerai menjuntai dengan sedikit ikal di bagian depan. Kaki mulusnya di balut heels indah berwarna senada dengan gaun nya.
Mata Sean terbelalak tidak percaya krtika melihat gadis yang berdiri di depannya adalah Aurora. Netra mata itu tidak berkedip hingga membuat Aurora tertunduk menahan malu.
"Kami sudah selesai tuan." Sean dikagetkan dengan ucapan seorang pelayan salon.
"Owh...iya...hmmm....terimakasih..." ucap Sean bingung ingin berkata apa. "Cepatlah...." ujar Sean lalu lelaki itu berjalan menuju arah pintu. Namun langkahnya terhenti ketika melihat Aurora sedikit kaku untuk berjalan. Tanpa basa basi, Sean menggandeng tangan Aurora menuju mobil bahkan Sean juga membukan pintu mobil untuk gadis itu. Sudah tentu Aurora semakin gugup di buatnya, bahkan detak jantung nya sudah tidak beraturan lagi. Sean, lelaki itu juga merasakan hal yang masa, beberapa kaki Sean mencoba fokus pada kemudi nya namun entah kenapa mata elang itu hanya ingin menatap wajah cantik Aurora.
Saat ini, Andreson sedang memandang Aurora dari ujung kaki hingga kepala, sorot mata nya tajam seakan mengintimidasi gadis yang sedang menundukkan kepala itu. Sedangkan Allena, gadis itu sangat senang ketika melihat kedatangan kakak nya dan juga calon ipar nya.Aurora lebih tua satu tahun dari Allena, namun sikap manja Allena membuat dia terkesan seperti anak-anak sekolah menengah atas. Namun, Sean belum membuka suara untuk memperkenalkan Aurora pada Andreson."Siapa nama nya?" suara berat khas Andreson tertuju pada Sean."Kenalkan diri mu...!" perintah Sean pada gadis yang sejak tadi berkeringat panas dingin itu."Perkenalkan, nama saya Aurora..." tenggorokan Aurora seakan cekat menahan ketakutan."Hai kak Rora, nama ku Allena." sapa Allena dengan senyum yang terus menghias di wajah nya."Hai....Allena," sapa balik Aurora dengan senyum manis nya."Kami akan menikah besok...!" kali ini Sean memb
"Kenapa uncle malah mengizinkan perempuan itu menikah dengan Sean?" Alice bertanya dengan nada tingggi, emosi gadis itu sudah menjulang di atas kepala nya."Turunkan sedikit nada bicara mu!" tegur Andreson memandang tidak suka dengan ketidaksopanan Alice.Alice mengerutkan kening nya, gadis itu sejenak terdiam sambil mencerna perkataan Andreson. "Uncle membela nya?" Alice bertanya dengan suara datarnya.Awalnya Andreson tidak menyetujui pernikahan Sean dan Aurora, namun ketika Andreson melihat jauh lebih dalam ke dua bola mata Aurora, ada sesuatu yang harus dirinya pikirkan. "Menikah dengan siapa pun, itu hak Sean. Aku tidak bisa melarang nya." gumam Andreson kemudian beranjak pergi meninggalkan Alice yang sudah menahan emosi nya sejak tadi.Gadis itu mengepalkan ke dua tangannya, mata nya memerah tidak terima atas penghina yang telah di berikan Sean. "Aku harus menyingkirkan perempuan!" ucap Alice dengan menggerakkan gigi nya. Alice kem
Sesampainya di mansion, Sean merasa tidak enak hati kepada istri nya. Perlakuan Alice yang menjorokan kepala Aurora membuat lelaki itu geram. Aurora bukan gadis yang suka melawan, sudah tentu itu membuat Sean semakin merasa kesal. Sean tersadar jika Aurora belum makan apa pun di restoran tadi."Tuan membutuhkan sesuatu?" tanya paman Smith ketika melihat raut wajah Sean yang berubah-ubah."Siapkan makan siang, Rora belum makan apa pun." perintah Sean seakan lelaki itu terlihat khawatir."Baik tuan..." paman Smith langsung pergi ke dapur. Sean kembali ke kamarnya, namun lelaki itu terlihat gelisah dan dia sendiri tidak tahu penyebabnya."Ah,...sial...!" umpat Sean kesal.Tak berapa lama, paman Smith memanggil Sean, "Makan siang sudah siap tuan.", lelaki paruh baya itu memberitahu."Hmmmm....aku akan segera turun." sahut lelaki itu dari dalam kamar.Sean kemudian keluar dari kamar dan langsung pergi ke
Televisi menyala, namun bukan Aurora yang menonton nya melainkan televisi yang menonton diri nya. Sean yang baru masuk langsung mematikan televisi lalu menghampiri Aurora yang masih terlelap. Sungguh, wajah polos itu mampu membuat hati Sean menghangat.Sean berlutut, mengusap lembut pipi putih milik Aurora. Bibir Sean melengkung, memancarkan senyum yang tak di lihat oleh Aurora. Gadis itu tiba-tiba menggeliat, Sean buru-buru berdiri."Sudah bangun?" tanya Sean membuat Aurora langsung duduk.b"Maaf, aku ketiduran." ucap gadis itu dengan suara serak khas bangun tidur."Ayo pergi, sekarang jam makan siang. Cuci dulu wajah mu." perintah Sean lalu bergegas Rora pergi mencuci wajah nya.Sean dan Aurora juga Julian pergi makan siang di restoran langganan mereka. Gadis itu tidak banyak bicara, seakan hidup nya sangat membosankan.Sean memesan banyak makanan, mereka makan saling mengobrol terkecuali Aurora. Gadis itu tidak
"Apa kau masih marah?" tanya Sean kepada gadis yang setengah menikmati sarapan nya itu.Aurora mengangkat wajah nya lalu berkata, "Tidak ada yang perlu aku marahkan. Untuk apa? kau tidak ada hubungannya dengan semua ini."Kata-kata Aurora membuat lelaki itu terdiam. Gadis ini sudahlah pendiam, di tambah lagi sekarang wajah nya berubah dingin. Seperti ada selapis salju yang menghiasi wajah Aurora.Hari telah berganti, tak terasa usia pernikahan Sean dan Aurora sudah lewat dari satu bulan. Namun, pernikahan mereka bukan seperti pernikahan biasanya. Meski hubungan sepasang suami istri itu sudah mulai akrab, namun Aurora lebih suka menjaga jarak dengan Sean."Daddy meminta kita untuk pulang." ujar Sean memberitahu istrinya."Aku sih, terserah saja!" jawab Aurora dengan suara datarnya. Sean sangat tidak suka dengan sikap gadis itu, Aurora akan bicara jika Sean yang memulai, meski satu bulan ini mereka selalu pergi berdua, namun
Allena sangat senang ketika kakak nya mengajak Aurora makan malam di rumah. Gadis yang biasanya kesepian kini terlihat nampak bahagia dengan kehadiran Auroran. Masih sama, Andreson selalu menatap tajam ke arah Aurora yang sejak tadi makan sambil mengobrol bersama Allena. Sean menyadari hal itu, namun diri nya masih enggan untuk bertanya pada Andreson."Siapa nama ibu mu?" tanya Andreson tiba-tiba membuka suara. Sean mendongak lalu bertanya balik. "Daddy bertanya dengan siapa?""Dengan istri mu...!" seru nya.Aurora diam, gadis itu menoleh ke arah suami nya dan menjawab. "Camelia...." jawab Aurora membuat Andreson memegang dada nya nyeri."S-siapa nama ayah mu?" Andreson semakin penasaran."Harryson....!" jawab Aurora.Andreson meninggalkan meja makan, membuat anak dan menantu nya kebingungan. Aurora terutama Sean merasakan hal aneh yang terjadi dengan Daddy nya."Daddy kenapa?" tanya Aurora ketakuta
"Aku sudah menyiapkan kesibukan untuk mu?" Sean memberitahu ketika mereka baru saja memulai makan malam nya.Aurora mendongak, memandang wajah suami nya. "Kesibukan apa?" tanya nya dengan dua kalimat."Aku sudah mencarikan mu guru lukis agar kau bisa mengasah bakat mu.""Benarkah?" Aurora menyakinkan, wajah nya berseri."Suami mu ini tidak akan bohong!"seru Sean membuat Aurora terdiam sejenak.Sean mengerutkan ke dua alis nya bingung, lalu bertanya. "Apa kata-kata ku salah?""Apa kau lupa jika pernikahan kita sisa beberapa bulan saja?" tanya balik Aurora membuat Sean mati ucap. "Ku mohon jangan mengingkari nya, aku sudah mendabambakan kebebasan yang kau janjikan!" gumam nya kembali.Sean bingung ingin mengatakan apa, karena sesungguhnya pria itu sudah mulai jatuh hati pada Aurora."Apa kau benar-benar akan mempermainkan pernikahan ini?" tanya bodoh Sean.Aurora tersenyum getir, selera
Lagi-lagi, Aurora syok ketika ia mendapati bahwa diri nya kembali tidur dalam pelukan Sean. Sean masih lelap dalam tidur nya, bahkan lelaki itu tidak sadar jika Aurora sudah bangun. Sejenak, Aurora sangat terhipnotis dengan wajah tampan yang masih memejamkan mata itu.Lentik jari Aurora mengusap lembut pipi itu,tanpa sadar gadis itu tersenyum manis. Punggung tangan nya berhenti di kening Sean, "Sudah dingin...!" ucap nya pelan. Sean terbangun, ke dua mata mereka saling beradu pandang. Aurora gugup, membuang pandangannya lalu turun dari atas tempat tidur."Mau kemana?" tanya Sean dengan suara serak khas bangun tidur."A-aku, akan mengambilkan sarapan untuk mu!" seru Aurora melajukan langkahnya. Jantung gadis itu tidak berhenti berdetak, menandakan jika ada perasaan lain yang sedang ia rasakan saat ini."Ada yang bisa saya bantu nona?" tanya paman Smith mengejutkan Aurora."P-paman,mengejutkan ku saja!" ujar Aurora sambil memegang
"Cepat katakan pada ku, Jhon. Apa tujuan mu yang ingin menghabisi keluarga ku?" Sekali lagi Andreson bertanya pada Jhon yang sampai saat ini masih tidak mau membuka suara. "Papi,.....!!" Lirih Alice memalingkan wajahnya saat melihat tuan Andreson menginjak bekas luka tempak di kaki Jhon. Cuiiiiih............Jhon yang tidak memiliki rasa takut meludahi sepatu milik Andreson. Anderson menoleh ke atas bawah, pria ini merasa jijik lalu mengusapkan sepatunya ke arah wajah Jhon. Emosi Andreson telah memuncak, pria paruh baya ini dengan bringas menembaki tubuh Jhon. Dor.....Dor.....Dor.....Dor......Empat peluru bersarang tepat di dada Jhon, Alice yang melihat hal tersebut tentu saja histeris. Jhon di tembak mati tepat di depan mata anaknya. "Papi,....papi......papi.....!!" Alice berteriak histeris, ingin rasanya wanita ini menghampiri tubuh Jhon tapi apa daya ia sendiri di kurung di kurungan yang berbeda. "Kedua anak ku telah merasakan kehilangan salah satu orang tua. Bagaimana A
"Oh, badan ku sakit semua. Apa ini yang di rasakan Aurora saat aku menyuruhnya menguras kolam renang?" Batin Sean. Sean memijat sendiri tangan dan kakinya yang terasa lelah. "Pegal ya?" Tanya Aurora yang sebenarnya sudah tahu jawabannya."Aku minta maaf karena aku pernah menyuruh mu menguras kolam renang waktu itu," ucap Sean merasa bersalah. "Makanya, kalau mau melakukan sesuatu itu di pikir dulu. Tidak semua orang memiliki tenaga yang kuat." Sean menggesekkan kepalanya di pundak Aurora. "Aku benar-benar lelah. Tangan dan kaki ku sakit sekali, aku tidak bisa tidur!" Keluhnya. "Berbaringlah, aku akan memijat mu!" "Tapi sudah malam, kau harus segara tidur!" "Tidak apa-apa. Baru jam sepuluh malam,aku akan memijat mu setengah jam!" "Seriusan?" Tanya Sean memastikan. "Tapi tidak gratis!" Ujar Aurora yang mencari kesempatan. "Katakan, berapa yang harus aku bayar?" "Tidak mahal, cukup ajak aku pantai. Aku rindu suasana laut!" "Hanya itu?" "Ya," jawab Aurora singkat. "Baiklah,
"Di mana Daddy dan kak Sean?" Tanya Allena penasaran. "A-ada,...!" jawab Rora gugup. "Mereka sedang ada pekerjaan!" Allena mengerutkan keningnya heran dengan sikap Aurora yang terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. "Kak, apa kakak sakit?" Tanya Allena penasaran. "Aku baik-baik aja. Allena, apa aku boleh bertanya sesuatu pada mu?" "Katakanlah, apa kak?" "Tentang kakak mu, apa dia tidak memiliki kekasih?" Tanya Aurora membuat Allena tertawa. "Kulkas delapan pintu seperti kak Sean tidak akan ada perempuan yang bisa meluluhkan hatinya. Percayalah!" "Kulkas delapan pintu, apa dia sedingin itu?" "Kak, lihatlah kehidupan kak Sean. Hidup menyendiri di tengah hutan, kakak saja yang mau jadi istrinya!" Allena mengupas menertawakan kakaknya sendiri. Menurut Allena, Sean sangat aneh yang tidak mau tinggal di tengah keramaian. "Jangan takut untuk jatuh cinta dengan kak Sean. Dia adalah tipe laki-laki setia," ucap Allena. "Dia pernah menyiksa ku," adu Aurora. "Hah? menyiksa bagaimana
Aurota langsung menutup matanya saat Sean menunjukan keadaan Alice yang sudah tak beraturan. Wajahnya yang memar bahkan luka ada di mana-mana. Rambut Alice di potong acak-acakan, Aurora merasa kasihan pada wanita yang sudah menculiknya ini. "Aku tidak mau melihat dia,"ucap Aurora yang masih menutup kedua matanya. "Siapa pun yang berani menyentuh mu, akan ku buat dia jauh lebih menderita." Ujar Sean yang menatap tajam ke arah Alice. "Kau sudah melewati batasan mu Sean!" Ucap Alice yang masih memiliki tenaga. "Batasan mana yang aku lewati?" Tanya Sean dengan wajah dinginnya. "Bisa-bisa kau lebih memilih perempuan yang baru kau kenal di banding aku yang sudah mengenal mu sejak kecil. Kau benar-benar keterlaluan Sean!" "Kau lupa di saat keluarga mu sedang berduka aku dan anakku lah yang sudah menghibur mu dulu," ucap Jhon mengingatkan. "Dan kau pasti masih ingat yang sudah membuat aku dan anak ku berduka?" Suara berat Andreson mengejutkan mereka yang ada di dalam ruangan tersebut
Kembali pulang ke mansion, Aurora langsung masuk ke dalam kamar nga sedangkan Sean pergi ke salah satu tempat yang ada di mansion nya. Wajah nya dingin, bahkan paman Smith tidak berani untuk menyapa pria yang terlihat sedang marah sekarang. Langkah Sean yang lebar, membuat nya sedikit cepat dalam berjalan. Dua orang pria bertubuh besar membukakan pintu untuk pria itu, Sean masuk lalu pintu tersebut di tutup kembali. Yang ada dalam pikiran Sean, wajah memar Aurora yang sampai sekarang belum memudar. Benarkah laki-laki ini telah jatuh cinta pada Aurora? sedangkan pernikahan nya hanya tinggal beberapa bulan saja. "Sean, lepaskan aku!" teriak Alice ketika wanita itu melihat Sean dari balik jeruji besi. Sean tak bergeming, wajah pria itu semakin dingin. Sean memandang lekat rambut panjang Alice, bibir Sean langsung tersungging. "Apa Jhon Charles sudah mati?" tanya Sean dengan suara berat nya. "Lepaskan aku Sean, bagaimana bisa kau memperlakukan teman masa kecil mu seperti ini?" lagi-l
Alice memainkan gunting di tangan nya, wanita itu tersenyum licik memandang Aurora yang sedang ketakutan. Jhon melipat ke dua tangan nya, pria itu sangat mendukung apa yang di lakukan oleh anak nya. Alice maju selangkah, membuat Aurora mundur dengan sisa tenaga nya. "Jangan sakiti aku!" mohon Aurora namun nyata nya Alice masih mencoba menakuti Aurora. "Kau sudah menghalangi ku untuk mendapatkan Sean. Jadi, kau harus lenyap agar aku bisa menjadi satu-satu nya ratu dalam hidup Sean." ucap Alice dengan bangga nya. Sementara itu, Sean dan Julian cukup kesulitan untuk mencari Aurora. Sudah berapa kali Sean berusaha melacak keberadaan istri nya namun tidak bisa. "Seharusnya, menurut pelacakan ku Aurora ada di sekitar sini." ujar Sean bingung. "Apa kau yakin, apa chip itu bekerja dengan baik?" tanya Julian memastikan. Sean kemudian menunjukkan ponsel nya pada Julian, seharusnya Aurora ada di lorong ini namun mereka tidak menemukan siapa pun di sini. Sean kemudian melanjutkan pencarian n
Andreson marah besar kepada Sean pada saat diri nya mengetahui jika menantu nya itu telah di culik. Lelaki paruh baya itu mengepalakan ke dua tangan nya geram. Andreson bahkan dengan tega menampar wajah Sean hingga membuat Allena dan Sean saling pandang kebingungan. Bukan kah selama ini Andreson tidak merestui pernikahan Sean dan Aurora, lalu kenapa dia begitu marah ketika mengetahui Aurora telah di culik. "Bukankah aku telah memberi mu perintah untuk menjaga istri mu? lalu kenapa kau begitu ceroboh Sean?" suara berat itu menggema di ruang keluarga hingga membuat Sean bergidik ngeri ketika menatap mata merah milik Daddy nya. "Aku hanya meninggalkan istri ku sebentar untuk mengambil pakaian nya." sahut Sean lagi-lagi mendapatkan tamparan keras dari Daddy nya. Allena ketakutan, gadis itu memilih masuk ke dalam kamar. Gadis itu hanya berharap jika kakak nya tidak akan mati dj tangan Daddy nya. "Kenapa kau begitu bodoh...? apa guna nya kau memiliki banyak anak buah?" tanya Andreson mem
Aurora mulai mengerjapkan mata nya, gadis itu sudah sadar namun belum sepenuhnya sadar. Pandangan mata nya masih kabur, kepala nya masih sangat pusing juga tubuh nya sangat lemas tak berdaya. Bahkan Aurora tidak bisa mengenali sosok pria yang ada di depan wajah nya yang seperti sejak tadi memanggil nama nya."Sean.....!" ucap nya lirih setelah gadis itu sudah berhasil mengumpulkan kesadaran nya. "Rumah sakit...?" gumam nya lirih."Ya, kau ada di rumah sakit. Kau sudah berhasil membuat ku khawatir semalam. Apa kau puas?" lekai itu tidak bisa mengontrol emosi nya."Maaf tuan, pasien belum sepenuhnya pulih. Tolong jangan membuat keributan." Dokter perempuan itu menegur Sean dengan tatapan tidak suka karena menurut nya Sean sudah bertindak kasar pada seorang perempuan. "Jika anda masih ingin membuat keributan, silahkan keluar!" usir Dokter tersebut tanpa tahu siapa Sean sebenarnya."Dia istri ku, aku ingin tetap di sini." sahut Sean cuek.&nb
"Apa kau serius dengan segala ucapan mu tadi Sean?" tanya Aurora dengan pandangan serius.Sean tersentak kaget namun pria itu masih bisa membuang rasa keterkejutan nya dengan pertanyaan Aurora. Sebagai seorang lelaki Sean tidak mau ingkar pada ucapan nya. "A-aku...serius...!" jawab nya tegas namun terdengar jelas suara nya gugup.Aurora kemudian tidak bersuara lagi, gadis itu memilih naik kapal lalu duduk menyendiri. Begitu juga dengan Sean yang memilih untuk duduk menyendiri karena lelaki itu sungguh sangat menyesal dengan segala ucapan nya. Cukup lah bagi Aurora untuk berpikir selama perjalanan pulang, pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk memilih pergi dari kehidupan Sean."Jika kau serius dengan ucapan mu, maka aku akan pergi sekarang!" seru nya ketika Sean baru saja menginjakan kaki di daratan.Langkah Sean terhenti, pria itu menatap mata istri nya dengan penuh kasih namun diri nya juga tidak ingin mengekang Aurora seperti apa yang di kata