"Apa kau masih marah?" tanya Sean kepada gadis yang setengah menikmati sarapan nya itu.
Aurora mengangkat wajah nya lalu berkata, "Tidak ada yang perlu aku marahkan. Untuk apa? kau tidak ada hubungannya dengan semua ini."
Kata-kata Aurora membuat lelaki itu terdiam. Gadis ini sudahlah pendiam, di tambah lagi sekarang wajah nya berubah dingin. Seperti ada selapis salju yang menghiasi wajah Aurora.
Hari telah berganti, tak terasa usia pernikahan Sean dan Aurora sudah lewat dari satu bulan. Namun, pernikahan mereka bukan seperti pernikahan biasanya. Meski hubungan sepasang suami istri itu sudah mulai akrab, namun Aurora lebih suka menjaga jarak dengan Sean.
"Daddy meminta kita untuk pulang." ujar Sean memberitahu istrinya.
"Aku sih, terserah saja!" jawab Aurora dengan suara datarnya. Sean sangat tidak suka dengan sikap gadis itu, Aurora akan bicara jika Sean yang memulai, meski satu bulan ini mereka selalu pergi berdua, namun sikap Aurora sangat dingin pada nya.
Jujur, selapis bunga es yang ada di hati Sean telah menghangat, pria itu menaruh hati pada Aurora namun gengsi untuk mengungkapkan nya. Sean mulai jatuh cinta pada gadis itu, bahkan Sean rela menyulap kamar pribadi di ruang kerja nya menjadi tempat lukis untuk istri nya.
Sean melirik jam yang melingkar di tangan nya, "Aku ada meeting dua jam, tunggu aku. Jangan pergi kemana-mana!" ujar Sean sambil beranjak dari tempat duduk nya.
"Aku akan melanjutkan lukisan ku." sahut Aurora. Gadis itu masuk ke dalam kamar, menyelesaikan sebuah lukisan indah yang sudah ia garap dua hari ini.
Sebenarnya para karyawan di perusahaan sangat penasaran siapa Aurora? namun tak ada satu pun yang bisa menjawab gosip mereka. Saat melukis, Aurora di telpon oleh Allena. Allena mengajak Aurora pergi, namun tidak lupa meminta izin kepada kakak nya.
Ke dua gadis itu nampak sangat akrab bahkan mereka tidak terlihat seperti saudara ipar. Allena mengajak kakak ipar nya pergi ke mall, bermain dan berbelanja menghabiskan uang Sean. Aurora sangat senang, sudah beberapa kali gadis itu mengajak nya pergi keluar. Berkat Allena, Aurora banyak mengenal dunia luar.
"Kak, aku lapar!" gumam Allen sambil memegang perutnya.
"Sama, aku juga." sahut Aurora.
Mereka kemudian mencari tempat makan terdekat, menunggu pesanan sebentar lalu menyantap nya setalah di hidangkan. Jika sedang bersama orang lain, Aurora sangatlah gembira, canda dan tawa nya lepas begitu saja. Sean yang memantau istri nya lewat ana video kiriman anak buah nya hanya bisa tersenyum getir.Bahkan saat meeting pun Sean tidak fokus sama sekali.
"All,...sejak kapan kamu pergi sama gadis kampungan ini?" tanya suara yang tiba-tiba menghampiri mereka.
Allena memutar bola mata nya jengah, lalu berkata dengan sangat malas. "Kak, selera makan ku tiba-tiba hilang."
"kenapa?" tanya Aurora yang paham dan mengikuti permainan Allena.
"Ada lalat bau...!" seru gadis itu.
Allena menarik tangan Aurora kemudian mengajak nya pergi. Alice yang merasa tak di anggap, langsung melakukan protes kepada Allena. Alice menarik kasar tangan Aurora lalu mendorong gadis itu. Aurora bukan lagi gadis lemah, Rora berdiri lalu menatap tajam ke arah Alice. Tanpa di sadari oleh Alice, Aurora mendorong Alice hingga gadis itu terjerembab di meja pelanggan yang lain.
Alice tidak terima, lalu mengeluarkan kata-kata kasar kepada Aurora. Allena juga tidak terima saat melihat kakak ipar nya di tindas. "Dasar tidak tahu malu, dia yang memulai dia yang merasa seolah tersakiti." cibir Allena kesal.
"Kenapa kau sangat suka mengganggu ku?" tanya Aurora dengan sorot mata tajam nya.
"Kau,...!" tunjuk Alice tepat di depan wajah Aurora. "Kau sudah merebut Sean dari ku. Aku tidak akan memberikan mu hidup dengan tenang.!" ucap nya dengan nada tinggi.
"Ck....nona Alice yang terhormat, tolong beli kaca lalu bercermin, kenapa kakak ku sangat amat menolak menikah dengan perempuan seperti mu." Allena berdecak kesal lalu menghina Alice di depan semua orang yang sedang menyaksikan pertikaian mereka.
Alice yang sudah naik pitam lagi-lagi menyerang Aurora. Sudah tentu Aurora bisa menghindar bahkan gadis itu bisa membalas perbuatan Alice. Tak berapa lama, para petugas keamanan datang. Aurora dan Allena juga Alice di bawa ke pos pengamanan.
Di pos pengamanan, Allena dan Alice masih saling beradu mulut. Aurora sangat pusing, ingin sekali ia menyumpal mulut Alice. Tak berapa lama Sean datang, tanpa di beritahu sekali pun Sean akan tahu apa yang terjadi dengan Aurora.
"Sean, kau datang?" Alice tersenyum lebar, memandang Sean dengan tatapan lembut bahkan wajah nya di buat sedih. "Istri mu telah menganiaya diri ku." adu nya dengan nada sedih yang di buat-buat.
Allena dan Aurora saling pandang, ingin rasanya isi perut mereka di muntah kan di wajah Alice.
"Siapa kau? siapa kau yang berani menyentuh istri ku?" bentak Sean dengan nada tinggi nya. Semua orang terkejut, para petugas keamanan hanya bisa tertunduk diam.
"A-aku,...tapi perempuan itu dulu yang memulai...!" Alice menuduh Aurora.
Sean menarik istrinya ke dalam pelukannya, meraba wajah Aurora mencari detail luka. "Apa kau terluka?" tanya nya khawatir.
"Tidak, aku baik-baik saja." sahut Aurora masih dalam pelukan suaminya.
Alice yang melihat kemesraan itu langsung mengepalkan ke dua tangan nya tidak terima. "Kau membela dia?" nada bicara Alice berubah dingin.
"Dia istri ku. Lalu, siapa yang harus aku bela jika bukan istri ku?" Sahut Sean membuat Allena sangat bangga dengan kakak nya.
Alice mati ucap, rahang nya mengeras tidak terima atas penghinaan dari Sean. "Kau sudah melupakan kenangan indah kita Sean." ucap Alice masih mencari simpati pada pria di depan nya.
"Kau dan aku tidak memiliki kenangan apa pun. Kau juga bukan teman masa kecil ku...!" seru Sean membuat Alice semakin menggertakkan gigi nya.
Sean kemudian mengajak istri dan adik nya untuk pergi. Meninggalkan Alice yang masih berdiri mematung dengan kepalan tangan menguat. Mata nya berapi-api, Alice harus balas dendam, ia tidak terima di hina seperti ini. "Awas saja kau Aurora. Aku akan membuat mu menderita!" ucap nya dengan penuh penekanan.
Alice pulang, mengadukan apa yanti terjadi kepada papi nya. Jhon tidak terima, ia merasa sangat terhina. "Papi harus menghabisi perempuan itu. Dia akan menjadi penghalang untuk rencana kita kedepan nya." ucap Andreson dengan marah.
"Tapi, Alice lihat jika Sean sangat mencintai perempuan itu pi..bagaimana?"
"Papi akan mencari jalan keluarnya. Kau harus segera masuk ke dalam keluarga Egalia, jika tidak kita akan dalam masalah besar." terdengar jelas jika Jhon sedang menakutkan sesuatu hal. Alice pergi meninggalkan papi nya yang masih berpikir untuk rencana mereka kedepannya.
Allena sangat senang ketika kakak nya mengajak Aurora makan malam di rumah. Gadis yang biasanya kesepian kini terlihat nampak bahagia dengan kehadiran Auroran. Masih sama, Andreson selalu menatap tajam ke arah Aurora yang sejak tadi makan sambil mengobrol bersama Allena. Sean menyadari hal itu, namun diri nya masih enggan untuk bertanya pada Andreson."Siapa nama ibu mu?" tanya Andreson tiba-tiba membuka suara. Sean mendongak lalu bertanya balik. "Daddy bertanya dengan siapa?""Dengan istri mu...!" seru nya.Aurora diam, gadis itu menoleh ke arah suami nya dan menjawab. "Camelia...." jawab Aurora membuat Andreson memegang dada nya nyeri."S-siapa nama ayah mu?" Andreson semakin penasaran."Harryson....!" jawab Aurora.Andreson meninggalkan meja makan, membuat anak dan menantu nya kebingungan. Aurora terutama Sean merasakan hal aneh yang terjadi dengan Daddy nya."Daddy kenapa?" tanya Aurora ketakuta
"Aku sudah menyiapkan kesibukan untuk mu?" Sean memberitahu ketika mereka baru saja memulai makan malam nya.Aurora mendongak, memandang wajah suami nya. "Kesibukan apa?" tanya nya dengan dua kalimat."Aku sudah mencarikan mu guru lukis agar kau bisa mengasah bakat mu.""Benarkah?" Aurora menyakinkan, wajah nya berseri."Suami mu ini tidak akan bohong!"seru Sean membuat Aurora terdiam sejenak.Sean mengerutkan ke dua alis nya bingung, lalu bertanya. "Apa kata-kata ku salah?""Apa kau lupa jika pernikahan kita sisa beberapa bulan saja?" tanya balik Aurora membuat Sean mati ucap. "Ku mohon jangan mengingkari nya, aku sudah mendabambakan kebebasan yang kau janjikan!" gumam nya kembali.Sean bingung ingin mengatakan apa, karena sesungguhnya pria itu sudah mulai jatuh hati pada Aurora."Apa kau benar-benar akan mempermainkan pernikahan ini?" tanya bodoh Sean.Aurora tersenyum getir, selera
Lagi-lagi, Aurora syok ketika ia mendapati bahwa diri nya kembali tidur dalam pelukan Sean. Sean masih lelap dalam tidur nya, bahkan lelaki itu tidak sadar jika Aurora sudah bangun. Sejenak, Aurora sangat terhipnotis dengan wajah tampan yang masih memejamkan mata itu.Lentik jari Aurora mengusap lembut pipi itu,tanpa sadar gadis itu tersenyum manis. Punggung tangan nya berhenti di kening Sean, "Sudah dingin...!" ucap nya pelan. Sean terbangun, ke dua mata mereka saling beradu pandang. Aurora gugup, membuang pandangannya lalu turun dari atas tempat tidur."Mau kemana?" tanya Sean dengan suara serak khas bangun tidur."A-aku, akan mengambilkan sarapan untuk mu!" seru Aurora melajukan langkahnya. Jantung gadis itu tidak berhenti berdetak, menandakan jika ada perasaan lain yang sedang ia rasakan saat ini."Ada yang bisa saya bantu nona?" tanya paman Smith mengejutkan Aurora."P-paman,mengejutkan ku saja!" ujar Aurora sambil memegang
"Berapa yang kau inginkan?" tanya Sean pada Frans yang sibuk menghitung uang dalam otak nya."Lima puluh juta dollar saja!" jawabnya dengan lantang membuat Sean geram."Kau ini mata duitan!" seru Sean membuat Frans tidak terima.Sean tertawa keras lalu berkata dengan mencibir Sean, "Kau sudah menikahi gadis itu, bukankah kau memiliki banyak keuntungan yang bisa kau lipat gandakan!""Apa maksud mu dengan keuntungan?" tanya Sean tidak mengerti."Dasar bodoh!" umpat Frans. "Aurora adalah gadis cantik dan polos, kau bisa menjualnya kepada teman-teman mu yang kaya raya dan mendapatkan keuntungan dari nya."Wajah Sean berubah dingin, rahangnya mengeras bahkan ke dua tangan nya mengepal atas ucapan Frans. "Kau memang cari mati...!" kata Sean dengan suara beratnya. "Hajar dia....!" perintah Sean lalu beberapa anak buah Sean yang berada di dalam Club langsung menghampiri Frans.Frans yang ketakutan hanya bisa
Aurora sangat gelisah ketika diri nya berada di satu kamar bersama dengan Sean. Gadis yang di duduk di sofa itu seperti cacing kepanasan. Bukan kali pertama diri nya tidur di kamar Sean namun kali ini ada perasaan lain di hati Aurora. Sean yang duduk sambil berselonjor di atas tempat tidur hanya sibuk memainkan ponsel nya sambil sesekali melirik ke arah istri nya."Apa kau berniat tidur di sofa itu?" tanya Sean membuat istrinya duduk diam."Ya....!" sahutnya tegas "Aku akan tidur di sini...!" ucap nya lalu merebahkan diri di sofa. Dengan sangat sengaja Sean meninggikan suhu pendingin ruangan membuat gadis itu beringsut kesal kepada suami nya. "Apa kau sengaja?" tanya Aurora dengan nada kesalnya.Sean tidak menjawab namun malah menarik selimut kemudian memejamkan mata nya pura-pura tidur. Aurora membuang nafas kasar, gadis itu memilih tidur meringkuk di atas sofa dari pada tidur bersama dengan suaminya sendiri.Meski udara dingin menusuk
"Istirahat dulu, nanti sore kita akan pergi kemakam ke dua orang tua mu." ujar Sean namun Aurora menolak. "Jika ku bilang istirahat, maka istirahat!" seru nya dengan nada yang sedikit tinggi.Aurora menunduk, mau tidak mau Aurora masuk ke dalam kamar sebuah Villa yang berada tak jauh dari pantai. Aurora menarik nafas dalam, sudah sangat lama dirinya tidak berziarah ke makam ibunya. Gadis itu sejenak memejamkan mata, mengingat masa kecil nya saat terakhir kali diri nya berkunjung ke makam ibu nya. Namun sayang, ingatan itu kelabu dan Aurora tidak bisa mengingat dengan begitu baik.Tiba-tiba Sean masuk ke dalam kamar, membuat Aurora yang sejak tadi rebahan manja di atas tempat tidur langsung melompat bangun. "Kenapa kau masuk ke kamar ku?" tanya nya dengan wajah panik."Ini kamar ku juga!" seru Sean membuat bola mata gadis itu hampir keluar.Sean menutup pintu kamar, dengan santai nya pria itu naik ke atas tempat tidur lalu memejamkan ma
"Aku tidak yakin jika ayah kandung mu bernama Harryson, tapi Frans bilang begitu!" ujar Sean sambil menggenggam tangan Aurora menyusuri jalan setapak menuju pemakaman yang ada di pulau itu."Di mana orang yang akan menunjukan jalan untuk kita?" Aurora tidak menanggapi perkataan suami nya dan malah bertanya di mana orang yang akan menunjukkan jalan ke pemakaman."Nama nya paman Pith, dia sudah menunggu kita di gerbang pemakaman." jawab Sean. Hembusan angin menambah romantis suasana itu."Jantung ku sungguh berdebar!" gumam Aurora sambil memegang dada nya dengan tangan kiri."Kenapa?" tanya Sean tidak mengeti."Aku hanya takut jika ayah Frans berbohong." jawab nya penuh rasa takut.Sean menghentikan langkah nya lalu berkata pada gadis itu dengan tatapan tajam. "Berhenti memanggil nya ayah. Dia tidak pantas kau sebut sebagai ayah!"Aurora terdiam, hati nya kembali sakit. Meski Frans sudah merawat dan me
Sejak sore tadi, Aurora berusaha menghindari suami nya. Bahkan gadis itu makam malam tanpa menyapa suami nya. Tidak di pungkiri, Sean merasakan hati nya sedang sakit saat ini. Istrinya sendiri seakan menolak untuk melanjutkan pernikahan yang ia buat sendiri. Tanpa di sadari Sean, segala perbuatan pasti ada timbal balik nya."Besok pagi paman Pith akan memberitahu kita. Aku juga sudah menyuruh orang untuk mencaritahu makam ayah mu." Sean membuka suara namun tetap saja Aurora hanya fokus pada makanan nya."Hmmm...terimakasih!" ucap nya pelan. "Aku sudah kenyang, aku akan kembali ke kamar terlebih dahulu." ujar Aurora kemudian gadis itu pergi dari meja makan.Selera makan Sean menghilang, lelaki itu hanya bisa memandang punggung istri nya. Sikap dingin Aurora ternyata jauh lebih kejam dari pada siksaan yang ia berikan dulu.Dan ternyata, Aurora bukan pergi ke kamar nya melainkan pergi ke saung yang berada di depan Villa dan menghadap langsung k
"Cepat katakan pada ku, Jhon. Apa tujuan mu yang ingin menghabisi keluarga ku?" Sekali lagi Andreson bertanya pada Jhon yang sampai saat ini masih tidak mau membuka suara. "Papi,.....!!" Lirih Alice memalingkan wajahnya saat melihat tuan Andreson menginjak bekas luka tempak di kaki Jhon. Cuiiiiih............Jhon yang tidak memiliki rasa takut meludahi sepatu milik Andreson. Anderson menoleh ke atas bawah, pria ini merasa jijik lalu mengusapkan sepatunya ke arah wajah Jhon. Emosi Andreson telah memuncak, pria paruh baya ini dengan bringas menembaki tubuh Jhon. Dor.....Dor.....Dor.....Dor......Empat peluru bersarang tepat di dada Jhon, Alice yang melihat hal tersebut tentu saja histeris. Jhon di tembak mati tepat di depan mata anaknya. "Papi,....papi......papi.....!!" Alice berteriak histeris, ingin rasanya wanita ini menghampiri tubuh Jhon tapi apa daya ia sendiri di kurung di kurungan yang berbeda. "Kedua anak ku telah merasakan kehilangan salah satu orang tua. Bagaimana A
"Oh, badan ku sakit semua. Apa ini yang di rasakan Aurora saat aku menyuruhnya menguras kolam renang?" Batin Sean. Sean memijat sendiri tangan dan kakinya yang terasa lelah. "Pegal ya?" Tanya Aurora yang sebenarnya sudah tahu jawabannya."Aku minta maaf karena aku pernah menyuruh mu menguras kolam renang waktu itu," ucap Sean merasa bersalah. "Makanya, kalau mau melakukan sesuatu itu di pikir dulu. Tidak semua orang memiliki tenaga yang kuat." Sean menggesekkan kepalanya di pundak Aurora. "Aku benar-benar lelah. Tangan dan kaki ku sakit sekali, aku tidak bisa tidur!" Keluhnya. "Berbaringlah, aku akan memijat mu!" "Tapi sudah malam, kau harus segara tidur!" "Tidak apa-apa. Baru jam sepuluh malam,aku akan memijat mu setengah jam!" "Seriusan?" Tanya Sean memastikan. "Tapi tidak gratis!" Ujar Aurora yang mencari kesempatan. "Katakan, berapa yang harus aku bayar?" "Tidak mahal, cukup ajak aku pantai. Aku rindu suasana laut!" "Hanya itu?" "Ya," jawab Aurora singkat. "Baiklah,
"Di mana Daddy dan kak Sean?" Tanya Allena penasaran. "A-ada,...!" jawab Rora gugup. "Mereka sedang ada pekerjaan!" Allena mengerutkan keningnya heran dengan sikap Aurora yang terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. "Kak, apa kakak sakit?" Tanya Allena penasaran. "Aku baik-baik aja. Allena, apa aku boleh bertanya sesuatu pada mu?" "Katakanlah, apa kak?" "Tentang kakak mu, apa dia tidak memiliki kekasih?" Tanya Aurora membuat Allena tertawa. "Kulkas delapan pintu seperti kak Sean tidak akan ada perempuan yang bisa meluluhkan hatinya. Percayalah!" "Kulkas delapan pintu, apa dia sedingin itu?" "Kak, lihatlah kehidupan kak Sean. Hidup menyendiri di tengah hutan, kakak saja yang mau jadi istrinya!" Allena mengupas menertawakan kakaknya sendiri. Menurut Allena, Sean sangat aneh yang tidak mau tinggal di tengah keramaian. "Jangan takut untuk jatuh cinta dengan kak Sean. Dia adalah tipe laki-laki setia," ucap Allena. "Dia pernah menyiksa ku," adu Aurora. "Hah? menyiksa bagaimana
Aurota langsung menutup matanya saat Sean menunjukan keadaan Alice yang sudah tak beraturan. Wajahnya yang memar bahkan luka ada di mana-mana. Rambut Alice di potong acak-acakan, Aurora merasa kasihan pada wanita yang sudah menculiknya ini. "Aku tidak mau melihat dia,"ucap Aurora yang masih menutup kedua matanya. "Siapa pun yang berani menyentuh mu, akan ku buat dia jauh lebih menderita." Ujar Sean yang menatap tajam ke arah Alice. "Kau sudah melewati batasan mu Sean!" Ucap Alice yang masih memiliki tenaga. "Batasan mana yang aku lewati?" Tanya Sean dengan wajah dinginnya. "Bisa-bisa kau lebih memilih perempuan yang baru kau kenal di banding aku yang sudah mengenal mu sejak kecil. Kau benar-benar keterlaluan Sean!" "Kau lupa di saat keluarga mu sedang berduka aku dan anakku lah yang sudah menghibur mu dulu," ucap Jhon mengingatkan. "Dan kau pasti masih ingat yang sudah membuat aku dan anak ku berduka?" Suara berat Andreson mengejutkan mereka yang ada di dalam ruangan tersebut
Kembali pulang ke mansion, Aurora langsung masuk ke dalam kamar nga sedangkan Sean pergi ke salah satu tempat yang ada di mansion nya. Wajah nya dingin, bahkan paman Smith tidak berani untuk menyapa pria yang terlihat sedang marah sekarang. Langkah Sean yang lebar, membuat nya sedikit cepat dalam berjalan. Dua orang pria bertubuh besar membukakan pintu untuk pria itu, Sean masuk lalu pintu tersebut di tutup kembali. Yang ada dalam pikiran Sean, wajah memar Aurora yang sampai sekarang belum memudar. Benarkah laki-laki ini telah jatuh cinta pada Aurora? sedangkan pernikahan nya hanya tinggal beberapa bulan saja. "Sean, lepaskan aku!" teriak Alice ketika wanita itu melihat Sean dari balik jeruji besi. Sean tak bergeming, wajah pria itu semakin dingin. Sean memandang lekat rambut panjang Alice, bibir Sean langsung tersungging. "Apa Jhon Charles sudah mati?" tanya Sean dengan suara berat nya. "Lepaskan aku Sean, bagaimana bisa kau memperlakukan teman masa kecil mu seperti ini?" lagi-l
Alice memainkan gunting di tangan nya, wanita itu tersenyum licik memandang Aurora yang sedang ketakutan. Jhon melipat ke dua tangan nya, pria itu sangat mendukung apa yang di lakukan oleh anak nya. Alice maju selangkah, membuat Aurora mundur dengan sisa tenaga nya. "Jangan sakiti aku!" mohon Aurora namun nyata nya Alice masih mencoba menakuti Aurora. "Kau sudah menghalangi ku untuk mendapatkan Sean. Jadi, kau harus lenyap agar aku bisa menjadi satu-satu nya ratu dalam hidup Sean." ucap Alice dengan bangga nya. Sementara itu, Sean dan Julian cukup kesulitan untuk mencari Aurora. Sudah berapa kali Sean berusaha melacak keberadaan istri nya namun tidak bisa. "Seharusnya, menurut pelacakan ku Aurora ada di sekitar sini." ujar Sean bingung. "Apa kau yakin, apa chip itu bekerja dengan baik?" tanya Julian memastikan. Sean kemudian menunjukkan ponsel nya pada Julian, seharusnya Aurora ada di lorong ini namun mereka tidak menemukan siapa pun di sini. Sean kemudian melanjutkan pencarian n
Andreson marah besar kepada Sean pada saat diri nya mengetahui jika menantu nya itu telah di culik. Lelaki paruh baya itu mengepalakan ke dua tangan nya geram. Andreson bahkan dengan tega menampar wajah Sean hingga membuat Allena dan Sean saling pandang kebingungan. Bukan kah selama ini Andreson tidak merestui pernikahan Sean dan Aurora, lalu kenapa dia begitu marah ketika mengetahui Aurora telah di culik. "Bukankah aku telah memberi mu perintah untuk menjaga istri mu? lalu kenapa kau begitu ceroboh Sean?" suara berat itu menggema di ruang keluarga hingga membuat Sean bergidik ngeri ketika menatap mata merah milik Daddy nya. "Aku hanya meninggalkan istri ku sebentar untuk mengambil pakaian nya." sahut Sean lagi-lagi mendapatkan tamparan keras dari Daddy nya. Allena ketakutan, gadis itu memilih masuk ke dalam kamar. Gadis itu hanya berharap jika kakak nya tidak akan mati dj tangan Daddy nya. "Kenapa kau begitu bodoh...? apa guna nya kau memiliki banyak anak buah?" tanya Andreson mem
Aurora mulai mengerjapkan mata nya, gadis itu sudah sadar namun belum sepenuhnya sadar. Pandangan mata nya masih kabur, kepala nya masih sangat pusing juga tubuh nya sangat lemas tak berdaya. Bahkan Aurora tidak bisa mengenali sosok pria yang ada di depan wajah nya yang seperti sejak tadi memanggil nama nya."Sean.....!" ucap nya lirih setelah gadis itu sudah berhasil mengumpulkan kesadaran nya. "Rumah sakit...?" gumam nya lirih."Ya, kau ada di rumah sakit. Kau sudah berhasil membuat ku khawatir semalam. Apa kau puas?" lekai itu tidak bisa mengontrol emosi nya."Maaf tuan, pasien belum sepenuhnya pulih. Tolong jangan membuat keributan." Dokter perempuan itu menegur Sean dengan tatapan tidak suka karena menurut nya Sean sudah bertindak kasar pada seorang perempuan. "Jika anda masih ingin membuat keributan, silahkan keluar!" usir Dokter tersebut tanpa tahu siapa Sean sebenarnya."Dia istri ku, aku ingin tetap di sini." sahut Sean cuek.&nb
"Apa kau serius dengan segala ucapan mu tadi Sean?" tanya Aurora dengan pandangan serius.Sean tersentak kaget namun pria itu masih bisa membuang rasa keterkejutan nya dengan pertanyaan Aurora. Sebagai seorang lelaki Sean tidak mau ingkar pada ucapan nya. "A-aku...serius...!" jawab nya tegas namun terdengar jelas suara nya gugup.Aurora kemudian tidak bersuara lagi, gadis itu memilih naik kapal lalu duduk menyendiri. Begitu juga dengan Sean yang memilih untuk duduk menyendiri karena lelaki itu sungguh sangat menyesal dengan segala ucapan nya. Cukup lah bagi Aurora untuk berpikir selama perjalanan pulang, pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk memilih pergi dari kehidupan Sean."Jika kau serius dengan ucapan mu, maka aku akan pergi sekarang!" seru nya ketika Sean baru saja menginjakan kaki di daratan.Langkah Sean terhenti, pria itu menatap mata istri nya dengan penuh kasih namun diri nya juga tidak ingin mengekang Aurora seperti apa yang di kata