Share

Keping 45a

Author: Puspitalagi
last update Last Updated: 2023-01-09 19:55:33

Selesai shalat Subuh, aku berganti pakaian. Kulihat Biru masih terkapar di atas tempat tidur. Ia tampak kelelahan. Kamu pasti bertanya kan, ada apa tadi malam?

Ada aku, Anjani yang cantik (itu kata Biru lho) dan absurd ini di atas sofa tertidur sampai terdengar azan Subuh di kejauhan.

Biru tidak memindahkanku, padahal aku sudah berharap sekali terbangun di atas ranjang dengan baju-baju berhamburan. Duh pikiranku kok begini. Sungguh memprihatinkan.

Ia tampak masih ganteng walau tidurnya lelap. Aku baru tahu kalau Biru sesekali mengigau. Sesuatu yang kurang jelas. Ia tidak bisa tidur nyenyak rupanya. Tubuhnya bergerak ke sana ke mari.

Apa ia membutuhkan belaianku?

Hus.

Aku menggelengkan kepalaku. Merasa kasihan padanya. Kenapa aku harus iba pada Biru sih? Harusnya aku tidak begitu. Dia tampan, dia kaya, dia suamiku, ya kan?

Aku mengembuskan napas panjang.

Lalu mengelilingi kamar, dan membuka semua lemarinya. Aku ingin menemukan sesuatu yang berbau skandal, misalnya baju perempuan atau p
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 45b

    "Argo?" wajahku terasa pucat begitu tahu ia ada di sini.Sore ini aku meliput pembangunan mal di pusat kota, dekat sekali dengan Athena Palace dan juga beberapa apartemen mewah lainnya.Dia tertawa, ia tampak memukau dengan baju dan penampilannya. Tapi, aku tidak silau. Aku sudah memiliki Biru. Kenapa dia di sini?"Hai, Jani. Kau sedang meliput proyek ini kan? Kau bisa tanya-tanya aku, ini proyek perusahaan rekanan kami."Oh, begitu.Aku menggeleng, "Tak perlu, Go. Aku—aku punya narsum sendiri kok.""Hai, kau ini kenapa? Kita masih berteman kan?""Ya. Tapi berteman dengan mantan itu rasanya mustahil.""Kenapa Jani?""Aku—aku sudah—""Hai, Pak!" Bang Napi tiba-tiba saja ada di depanku, lalu bergegas menyalami Argo. "Bapak tahu proyek mal ini?""Saya salah satu rekanan perusahaan ini, dan iya ini proyek kami juga.""Wow, keren sekali. An, kau bisa mewawancarai dia. Kita tidak perlu pusing-pusing mencari narasumber lagi. Lalu kita bisa pulang lebih awal nggak kemaleman," Bang Napi berser

    Last Updated : 2023-01-09
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 46a

    Biru berhasil menangkis serangan Argo, dan seketika saja, suasana berubah menjadi chaos. Sedikit riweh, begitu mungkin ya.Oh, kalau kau ingin bertanya bagaimana sekarang keadaan mereka?Begini, pernahkah kau membayangkan diperebutkan—maksudku membuat dua orang laki-laki berkelahi secara jantan? Itu tentu saja terasa sangat dramatis, seolah perempuan yang membuat mereka berkelahi memiliki kecantikan sejati nan paripurna.Namun, tidak dengan ini. Aku harus bilang apa?Mereka tetap saja berkelahi seperti layaknya dua ibu-ibu berbokong besar, dan bergulingan di lantai, saling jambak, tendang, dan cakar. Aku yang panik—ngomong-ngomong aku selalu saja panik, berteriak sekuat tenaga untuk membelah keramaian proyek pembangunan ini. Setidaknya di sini ada orang kan untuk melerai mereka?"Hei, cukup! Cukup Mas Biru, Argo!" oh suaraku tidak seperti suara perempuan yang sedang ketakutan, tapi mirip sekali seperti suara angsa yang terjepit, suaraku turun naik, dan mereka masih saja bergulingan da

    Last Updated : 2023-01-09
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 46b

    Lalu mobil memasuki area perkantoran JMTV, di belakang kami mobil van yang dikendarai tim Bang Napi juga masuk. Aku merasa mengambang dan merasa ini akan mengubah segalanya sekarang."Jadi, Anjani Siraj, apa kau malu karena aku suamimu?" Biru menutup pintu mobilnya, dan secara posesif matanya menatapku tajam. Aku—maksudku kami, ada di lantai parkir basement."Oh. Tidak. Tidak. Aku hanya tak ingin membuat skandal.""Skandal?""Maksudnya gosip.""Kau takut dengan gosip?""Gosip sekarang, orang-orang di seluruh JMTV akan membicarakan kita. Aku terutama—karyawan baru yang tiba-tiba menjadi istri simpanan bos. Apa kau ingin mereka berkata begitu Mas?""Apa? Kenapa Jani? Itu hanya lembaran kertas biasa. Untuk apa meributkan hal kecil seperti itu? Kau istriku, seharusnya karyawanku tahu."Aku memandang Biru dengan iba, "Ya. Ya. Aku mungkin salah. Aku hanya tak ingin kehebohan."Aku berbalik hendak ke ruang lift, namun Biru menarik tanganku, mendekapku di dadanya sekali lagi. "Kau tidak akan

    Last Updated : 2023-01-09
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 47a

    Aku masih ingat saat itu, aku mungkin berusia empat tahun atau kurang. Aku berlari-lari di sepanjang jalan di dusunku yang berdebu dan jalanan berbatu, serta panas menyengat di siang hari. Aku ingin beli cilok.Tampaknya aku berlari terlalu kencang, hingga ketika melewati rumah besar dan megah yang begitu tampak mencolok di desaku, aku tersandung dan menangis. Aku yang mengenakan rok balon selutut, kaus polos berkerah polkadot, dengan rambut diikat kuncir kuda—menangis kencang menggetarkan seisi desa.Kalau siang, di desaku orang-orang ke sawah, ataupun sedang shalat di mushala, jadi tidak ada siapapun di sana. Terasa begitu lengang dan sungguh jauh dari kebisingan.Tangisanku semakin kencang, karena lututku sakit. Aku memanggil-manggil ibuku. Tapi, nyatanya ia tidak datang-datang. Lalu, aku memanggil-manggil kakakku, 'Mas Seno' berulang kali. Hingga akhirnya, ia keluar dari halaman rumah besar dan megah itu. Berlari-lari ke arahku."Duh, Jani kenapa kok nangis?" ia berjongkok dan me

    Last Updated : 2023-01-09
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 47b

    Aku masih bimbang, keras kepala seperti keledai. Ia mendekatiku, di antara gigantik raksasa bandara internasional ini. Lalu lalang orang. Suara-suara sepatu dan sandal. Suara-suara mesin pesawat dan juga microphone yang membelah keramaian."Ini hari yang mungkin cukup berat. Aku bersyukur kamu mau bersamaku, Jani."Mungkin gara-gara mendengar hal itu, aku jadi luluh. Lututku jadi lemah, dan aku pun masuk ke dalam taksi yang dipesannya. Kalau sudah sampai hotel nanti, bagaimana kalau aku lupa diri?Oh, aku sungguh pusing. Ini sangat menyiksa sekali.Biru terdiam di sampingku. Aku juga membisu, dan beberapa kali menguap."Kenapa harus hotel? Kalau kita lupa kendali bagaimana?" aku mengoceh lagi, seperti penyiar radio malam.Dia terkekeh, dan ia bergeser merapatkan bahunya di sampingku, "Bukankah itu bagus? Kita kan belum pernah honeymoon?""Aku bisa membayangkannya. Kamar hotel mahal, seprei putih, hujan di malam hari. Mirip sekali film romantis Hollywood.""Benar sekali.""Oh, aku jadi

    Last Updated : 2023-01-09
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 48a

    Biru melangkah menuju reservasi. Dua resepsionis berpakaian kuning gading itu sepertinya tersentak saat memandang matanya yang setajam elang. Memang sih, ia sedang capek dan bosan, tapi Biru tetaplah Biru.Aku hanya tertawa kecil, lalu berputar di sekitar lobi. Aku memandang ruang ini dengan takjub, semuanya berwarna marun. Merah tembaga, merah delima, merah membara. Ada karpet dengan nuansa merah, serta lampu kristal besar yang ada di tengah-tengah lobi.Aku menatapnya dengan sangat norak, aku tak peduli tampilanku yang aneh. Aku tidak banyak mengenal orang-orang di sini. Lagi pula, mereka juga tidak akan mengenalku, yak an?Jadi, aku sama sekali tidak berperilaku jaim. Itu bukan Jani banget, kecuali terpaksa. Aku mengulum senyum, dan kulihat ada tangga menuju lantai atas.Apakah di sini ada lift? Tentu saja. Aku masih membayangkan berada dalam lift bersama Biru, rasanya begitu menantang. Aku memang sedikit sinting."Bagus sekali kan hotel ini?" ada yang menyapaku, orang asing tentun

    Last Updated : 2023-01-09
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 48b

    Dia mulai melepas kerudungku yang tentu saja sudah tidak karuan. Ia mulai membantuku melepaskan blus berkancingku. Lalu, kain pengkhianat itu tiba-tiba saja terbuka. Seolah berkata, "Monggo pinarak!"Aku seperti ingin tertawa, namun degup dalam dadaku seperti berselancar naik turun di sebuah ombak yang tinggi. Ia meletakkan jemarinya, di pinggangku."Kira-kira apa yang dilakukan pasangan suami istri di dalam kamar hotel, Mbak Anjani?" ia berkata seolah-olah sedang berperan sebagai penggemarku.Aku berdehem keras, seperti apa yang dilakukannya tadi, "Penggemar tidak boleh bertanya itu pada idolanya. Tidak sopan,'" tukasku.Ia tampak tertawa. Lalu berlutut dan melepas sepatuku. Aku menyentuh bahunya, lalu merasa tubuhku melayang. Ia menggendongku.Biru menggendongku. Seperti saat aku balita dahulu. Sungguh ini dejavu. Tokoh kartun Jepang ganteng dari masa laluku ada di sini. Di dekatku.Ia meletakkanku di atas ranjang. Aku seperti melihat tubuhnya gemetar. Oh, dia gemetar? Atau aku?Lam

    Last Updated : 2023-01-09
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 49a

    Aku menguap dan mulai membuka mata, hawa pendingin ruangan di hotel ini cukup sejuk. Mungkin karena terlalu lelah sehingga aku tertidur senyenyak itu. Aku ingat, tadi malam tertidur dan Biru keluar membantu mamanya.Di mana dia sekarang? Aku menoleh, dan menemukan bantal di sampingku kosong. Mungkin sangat repot menyiapkan segala pernak pernik pernikahan kakaknya. Aku baru ingat, kalau ini adalah kakak kandungnya Samu.Aku merasa sungguh bodoh tidak mengetahui secara jelas siapa Biru dan keluarganya ini—keluarga para dokter. Seperti dinasti yang lahir untuk mengobati dan menyembuhkan manusia. Bekerja untuk kemanusiaan.Bantal yang sungguh empuk ini seperti bisa menenggelamkan aku ke dalam mimpi. Ini pasti sudah Subuh. Karena, aku memang sudah sangat terbiasa bangun sepagi ini, apalagi sekarang aku sendiri di kamar ini. Jadi, aku bangun begitu saja.Aku menendang sandal hotel, dan segera menyusuri ruangan. Aku mencengkeram gawaiku, yang

    Last Updated : 2023-01-10

Latest chapter

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 84b

    Anjani RahmaSangat menawan dengan jas putih sempurna. Dengan bunga kecil di saku atas jasnya. Rambutnya tampak berkilau ditimpa sinar lampu, aku mengingat rambut itu. Mirip rambut aktor Jepang. Dulu, saat aku kecil, aku merasa ia penjelmaan tokoh manga.Ketika aku sudah mendekat padanya. Aku mengenali wangi parfum kesukaannya. Ketika pandangan kami bertemu, beberapa detik waktu membeku. Seolah ada yang lepas begitu saja dari dalam diriku. Seperti gumpalan kertas yang menggelinding. Ada kelegaan dan rasa nyaman.Tentu saja, kami akan selalu bersama-sama, iya kan?Kami akan baik-baik saja.Aku tersenyum, ia pun demikian. Lalu, ia membimbingku.Aku menyerahkan buket bungaku pada Lupita. Jemari Biru meremas tanganku lembut. Aku menatapnya, seperti sedang kecanduan sesuatu.Jani, ingat ini di hall masih banyak orang."Mas.""Sst, jangan ngobrol dulu, Jani. Ini masih jalan.""Eh, iya.""Kamu cantik."Aku tersipu-sipu, dan seketika itu semua orang di dalam hall terasa lenyap.Baiklah, aku h

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 84a

    Anjani RahmaTentu saja aku terperangah. Itu aku. Iya, itu aku.Perempuan dalam balutan kebaya dengan ekor dua meter itu, aku. Nyaris saja aku lupa bagaimana wajahku. Ya, bagaimana sih. Ini seperti tampilan artis begitu. Tampaknya terlalu cantik dan glamour. Namun, begitulah aku sekarang.Sebentar lagi, aku akan turun di hall utama Plaza Athena. Ada ribuan pasang mata yang akan mengamati gerak gerikku. Tentu saja mungkin ada yang penasaran karyawan seperti apa yang bisa memikat bos CEO-nya. Apakah kejadian itu ada di alam nyata, tidak sekadar dalam cerita-cerita fiksi ala platform?Setidaknya, tadi sudah hampir satu jam aku berada di suite mempelai perempuan. Menyiapkan diri untuk tampil sebaik mungkin di malam bersejarah ini.Aku menelan ludah canggung.Rasa-rasanya mustahil rencanaku berhasil, tapi sejauh ini kurasa cukup lancar. Aku masih belum membayangkan bagaimana reaksi Biru, karena kata Ibu tidak boleh bertemu dulu dengan mempelai laki—biar nggak sial. Padahal, kata Ibu juga i

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 83b

    Anjani Rahma "Sabar, Jani. Nanti giliranmu keluar, kita menunggu aba-aba dari sekretaris EO ya," Ibu seperti mengerti pikiranku.Semua ini terasa begitu glamour, memang ini bukan gayaku. Namun, ini adalah lifestyle relasi Biru dan budaya di kalangan mereka. Jadi, menurutku tidak mengapa. Hal yang masih kupikirkan adalah adanya pesan dari Mbak Wati, yang sedang menunggu Pak Menkes di halaman kantor Gubernur.Well, iya. Aku masih minta bantuan divisi Aneh Tapi Nyata, kan mereka juga sahabat sejati. Ada juga tim dari acara Talk Show Kesehatan yang sudah bersiap di rooftop yang disulap seperti studio tertutup yang sangat lux, agar kalau Pak Menkes datang. Saat acara berlangsung angin besar tidak mengganggu."Keluarga Biru sudah datang, Nduk," Ibu tersenyum begitu manis.Aku merasa kaget, "Siapa saja Bu?""Lho ya keluarga Biru, semua anggota keluarganya.""Papa juga?""Ya harus to. Kan ini putra kesayangan Dokter Mada."Kesayangan. Ya, semoga saja deh Bu. Aku sedikit nyengir, namun hatiku

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 83a

    Anjani RahmaBaik. Baiklah. Aku tidak boleh panik.Rencana ini akan berhasil, namun sebenarnya aku cemas juga."Jani, aku rasa rencana itu terlalu berani," bisik Lupita di telingaku.Aku sedang menggenggam gawai, dan jemariku berkeringat karena udara dingin dalam ruangan di tepi langit ini. Bukan, ini bukan apartemen atap langit. Melainkan, Plaza Athena, tempat resepsi pernikahan kami berlangsung malam ini.Beberapa hari kemarin, semua sudah dirancang dengan baik oleh EO dan juga beberapa kerabat yang datang dari seluruh nusantara. Tentu saja, Ibu dan Bapak, serta Mas Seno ikut membantu. Karena, Biru seorang diri di sini. Maksudku, kerabatnya sudah diundang, hanya saja sepertinya tidak ada budaya rewang ya. Sebab itu, Biru sangat mengandalkan EO. Tapi, kan selalu ada yang harus dibenahi ini dan itu."Jangan pesimis begitu dong, Pit." Kataku sedikit kesal, kalau aku sedang dirias mungkin MUA, mungkin dia akan terbelalak melihat ekspresiku ini. Karena bisa-bisa merusak riasan.Oh iya,

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 82b

    Anjani Rahma Maka, karena aku tidak punya siapa-siapa yang bisa diganggu di jam begini. Aku menelpon Lupita."Jani, ampun dah, jam berapa ini?" katanya serak sembari menguap di telepon yang kugenggam."Dah, ah. Kamu kan masih jones, jadi sesekali bantu aku kan nggak apa-apa, Pit.""Jones sih jones, Jani. Tapi besok aku kerja. Belum ada yang ngasih aku nafkah kayak kamu begitu. Aku masih berbentuk dendeng yang harus terus berimprovisasi agar survive di sini," keluhnya."Lha sekarang, kok malah kamu yang curhat sih, Pit?"Dia terdiam, "Eh, iya juga sih ya." Lalu ia tertawa terbahak-bahak sampai telingaku sakit."Jangan ngikik kayak kuntilanak begitu dong, Pit. Bayiku nanti nggak bisa tidur.""Heleh, bayimu masih di perut."Aku bersimpuh di karpet tebal yang terletak di ruang tengah. "Gini, Pit. Sepertinya Papa Biru itu nggak bisa datang. Padahal, kan Biru ngarepin banget ortunya datang semua.""Oh, kok begitu sih?""Ya, kan aku pernah cerita.""Sekilas.""Iya, memang. Sekilas saja sih.

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 82a

    Anjani RahmaAku terpaku menatap Biru yang terlelap di sampingku. Ini sudah agak larut sebenarnya, tadi pukul sembilan, Biru baru pulang. Sedikit terlambat tidak seperti hari biasanya memang. Konon, proyek pembukaan cabang baru JMTV begitu menyita perhatiannya. Ia tampak lelah. Tidak mudah untuk membuka dua cabang sekaligus, di Batam dan Jakarta.Ia pulang dengan wajah kusut, lalu begitu saja ia berbicara perlahan, "Jani, kalau nanti orang tuaku tidak bisa datang. Tidak apa-apa ya. Kan kemarin kita juga sudah bertemu mereka di pernikahan Samu."Lalu Biru meneguk segelas air di meja makannya. Aku hanya terdiam lama mendengarkan hal tersebut, bagaimana ya. Aku sebenarnya tidak kaget, tapi kalau mertuaku turut hadir rasa-rasanya akan istimewa. Bukankah dulu, di Kanigoro orang tua Biru juga tidak menampakkan diri?"Mas, apa Papa dan Mama tahu kalau aku juga sedang hamil?""Iya.""Mereka senang tidak sih mau punya cucu?""Mama sangat bahagia, tapi Mama tidak bisa ke sini.""Papa kenapa?""

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 81b

    Anjani Rahma Tanpa kusadari sejak kehamilan ini, aku jadi sering melupakan hal-hal penting. Karena sepertinya aku terlampau fokus, bisa jadi karena euphoria sudah begitu lama menginginkan bayi, dan bayi itu dari benih Biru!Ups, jangan begitu. Namanya juga takdir, tapi ini juga cara Allah menunjukkan kalau aku memang sebaiknya berjodoh dengan Biru kan ya?"Piit, aku udahan ya," aku menutup gawai dan meletakkan punggungku yang pegal di atas sofa putih keabuan yang besar dan empuk. Pikiranku melayang pada orang tuaku dan Mas Seno.Oh, no! Kenapa aku belum menelpon mereka ya?Aku mengetik pesan instan karena sedikit malas menelpon. Aku tentu saja akan melepon Ibu karena aku harus yakin, kalau sudah memberitahu mereka. Mengundang juga keluarga dari Kanigoro.Kemudian kunyalakan televisi, dan kulihat iklan-iklan popok bayi berseliweran ke sana ke mari. Kembali aku mengingat Nawang dan bayinya. Persalinannya yang heboh, rahim kecil yang bisa terbuka lebar ketika kepala bayi keluar.Oh, ter

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 81a

    Anjani RahmaAku bergegas menaiki tangga menuju lift ke atas atap langit. Itu sebutan untuk penthouse kami, sebenarnya menyebut penthouse juga kurang menyenangkan bisa mengundang orang-orang jahat dan sok tahu. Jadi, kami—maksudku aku dan Biru memutuskan untuk menyebutnya rumah atap langit. Seperti nama kesayanganku, Biru. Duh, aku bucin nggak sih!Setelah seminggu kemarin aku membantu Nawang bersalin, lalu kembali pulih karena Biru merawatku—bayangkan suami yang membantumu pulih. Bagaimana bisa aku tidak jatuh hati padanya? Hanya saja, ya begitulah. Terkadang, aku agak kesulitan menebak apa yang diinginkan Biru. Apa rencananya. Apa juga yang dia inginkan.Bagiku, bahkan hingga aku menjadi istrinya—Biru masih tetap misterius dan penuh teka teki. Bukan—bukannya aku tidak memercayai Biru ya. Tapi, aku merasa ia agak kesulitan membuka diri. Apa karena trauma masa kecil, atau bagaimana. Tumbuh menjadi itik buruk rupa di rumahnya. Padahal, kan dia itu kan ganteng banget! Kalau dibandingin

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 80b

    Langit Biru"Harusnya Mama dan Papa datang.""Tapi, Mama bisa kan?""Insya Allah Mama bisa, Sayang.""Kalau Papa?"Terdengar hening sebentar di ujung sana.Aku sudah terbiasa dengan ini semua, jadi aku tidak merasa sedih ataupun sakit hati jika Papa tidak bersedia datang. Aku memang bukan anak emas Papa. Entahlah, mungkin karena secara genetik bakatku tidak mirip Papa dan Mama."Semoga Papa bisa datang ya Nak."Tentu saja, selalu perkataan itu. Seperti halnya pernikahan pertamaku dahulu, Papa telat datang—kalau-kalau ia tidak tahu itu adalah anak dari relasinya, seorang tokoh politik yang sekarang juga menjadi besannya."Baik, Ma. Tidak apa-apa."Aku menelan ludahku, dan merasa kesal setengah mati. Tapi, biarkan saja. Aku harus kembali bekerja, ada berderet meeting di hari ini, sampai sore mungkin hingga malam menjelang. Itu akan lebih baik ketimbang bayangan Papa dan semua hal tentangnya menghantuiku setelah percakapan pahit ini. OOO"Menurut Mas terapi apa si Argo?" tanya Anjani d

DMCA.com Protection Status