Tubuh Astri rasanya seolah-olah kesemutan dari dada hingga ke perut. Wenny jelas sekali tidak mengalami luka atau berdarah karena kecelakaan. Apalagi ditambah senyum yang hadir menghiasi bibirrnya yang tipis, gadis itu baik-baik saja."Wenny, kamu ... Alfonso bilang kalau kamu ...""Hai, Kak Astri. Hai juga Kak Mira!" Dengan senyum lebar, suara renyah, dan wajah sumringah, Wenny menyapa. "Urusanku sama dokter dan perawat udah beres. Kita cari tempat lain aja buat ngobrol. Para pasien bisa shock lihat pengantin salah masuk gedung. Ayo, Kak!"Tangan Wenny terulur meraih pergelangan tangan Astri dan sedikit menarik wanita itu agar mengikutinya keluar dari klinik.Bingung, kaget, tidak tahu harus berkata apa, Astri mengikuti saja Wenny menuntunnya keluar. Di belakang mereka Alfonso berjalan dengan wajah resah, sedangkan Damira dan Davin, mereka kaget, tentu saja, tapi sudah bisa menduga apa yang sebenarnya terjadi!Tinggalkan dulu ketegangan dan keterkejutan Astri melihat Wenny dalam kondi
Tatapan garang Andika menghujam Darma. Pengacara itu membalas tatapan Andika, tetapi dengan pertanyaan muncul di kepala. Ada apa? Mengapa Andika berbalik marah kepadanya, sedangkan Astri yang mengingkari janji. Wanita itu tidak muncul tepat di hari pernikahan mereka. Luar biasa, bukan? Pintar sekali dia bersandiwara, bahkan dia tidak enggan mempermalukan orang tuanya sendiri."Aku tidak menyangka kamu ternyata mempermainkan aku dan keluargaku. Dari awal aku mendesak putriku menerima kamu, tapi apa yang kamu lakukan? Apa?!" sentak Andika dengan kemarahan mulai meluap."Aku nggak ngerti Om bicara apa? Jelas-jelas Astri yang ga datang, kenapa Om justru marah sama aku?!" Darma membalas kegeraman Andika."Kamu jangan pura-pura bodoh!" Tangan Andika menunjuk pada Darma.Dari dalam gereja, beberapa orang muncul mendengar suara marah dari depan gedung itu. Salah satu pengatur acara mendekat ingin tahu apa yang terjadi."Pak, mohon maaf, apa yang terjadi? Acara bagaimana? Kita tunda berapa lama
Dada Astri seperti bergerak berlipat kali lebih cepat. Dia tidak percaya mendengar apa yang Wenny ucapkan. Astri tidak bisa mencerna dengan cepat bahwa Wenny sangat cerdik mengatur segala sesuatu dan membuat kekacauan sehingga hari pernikahan Astri berantakan. Sama halnya dengan Damira dan Davin. Mereka terperangah, terpana, dan kagum pada Wenny yang begitu berani. Sementara Astri masih bicara dengan Wenny, Damira, dan Davin, kesempatan Alfonso menghubungi Errin lagi. Dia mengirim banyak pesan memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Secara garis besar tetapi lengkap, Alfonso mengatakan runtutan berbagai hal yang Wenny lakukan agar Astri tidak jadi menikah dengan Darma dan akan segera balik kepada Julian. - Gila! Aku ga nyangka Wenny jauh lebih kacau dari yang aku pikir. Dia benar-benar menghubungi wanita yang menggoda Kak Juan? Lalu berhasil mengorek semua keterangan darinya dan tahu rencana busuk pengacara calon bu Astri itu? Gila, Alfon! Alfonso membenarkan dan memberikan penjela
"Tidak!" Astri mengangkat wajahnya dan melihat pada Damira. "Kita pulang. Kita ga bisa menunggu lagi. Mama, aku rasa, mama, sepertinya ..." "Kak! Tenang!" Damira menarik lengan Astri dengan cepat. Astri langsung panik begitu mendengar suara Galang di telpon. "Tapi, Mira ..." Astri memandang Damira dengan debaran jantung melaju cepat. "Kita jauh dari mama. Kita ga bisa nolong. Ada Kak Galang, Papa, Kak Nora, dan keluarga yang lain," kata Damira. "Aku tahu, kita ga bisa remehkan. Aku juga takut ada apa-apa sama mama. Tapi ga boleh panik, Kak." "Begini saja. Kak Astri sama kamu, Mira, kalian pulang duluan. Aku temani Wenny dan Alfonso sampai Kak Juan datang. Oke?" Davin mengusulkan. "Kukira gitu bisa. Ayo, Kak!" Damira langsung setuju dengan usul Davin. "Baiklah." Astri juga sepakat. Dia menoleh pada Wenny. "Thank you, Wenny. For all." Wenny memeluk Astri, lalu Astri masuk ke dalam mobil, diikuti oleh Damira. Berdua dengan adiknya Astri meninggalkan tempat itu. Dalam perjalanan, me
Astri hampir menjawab pertanyaan sang ibu, dari pintu kamar seorang pembantu rumah itu datang dan memberitahu ada tamu. Andika dan Nora keluar kamar melihat siapa yang datang. Astri dan Damira tetap di dalam kamar, menemani Titi.Davin tiba bersama dengan Wenny, Alfonso, dan Julian, juga Errin. Mengejutkan memang, sahabat Wenny itu ngotot ikut Julian menemui Wenny. Julian terpaksa membawa gadis itu bersamanya. Pertemuan Errin dan Wenny di Pasuruan cukup dramatis. Ada adegan yang menegangkan tetapi juga mengharukan. Alfonso, pemuda itu yang bisa menjadi penengah di antara dua gadis itu. Persahabatan yang unik di mata Julian. Kembali ke rumah keluarga Kamajaya. Andika sangat kaget kedatangan tamu tak diundang. Sama sekali tak dia kira, Julian muncul bersama adiknya di situasi itu. Yang langsung terpikir oleh Andika adalah kisah Astri tentang bagaimana Wenny membuat cerita palsu untuk membatalkan pernikahan Astri hari itu.Davin, Wenny, Alfonso, dan Julian serta Errin sudah di dalam rum
"Untuk apa ditunda? Lakukan saja sesuai rencana kalian. Seperti yang aku bilang, kalau saja aku tidak memaksa kamu dengan Darma, mungkin saja pernikahan batal itu adalah hari pernikahan kamu dan Julian." Andika mengucapkan kata-kata itu serius pada Astri.Astri tidak menyangka papanya seratus persen mendukung dia dan Julian segera mengatur pernikahan. Sementara Astri belum yakin karena masih khawatir dengan kondisi mamanya."Masalah mama kamu, tenang saja. Kalau kamu bahagia, dia pasti semangat buat bangkit. Dia pasti sembuh, Astri." Andika melanjutkan menguatkan hati Astri.Astri tidak tahu apakah Andika mengucapkan itu hanya untuk membesarkan hati Astri. Paling tidak Astri sangat lega, tidak ada lagi halangan yang mengganggu hubungannya dengan Julian."Papa, biaya untuk persiapan pernikahan yang lalu banyak yang terbuang sia-sia. Aku masih berpikir apakah tidak terlalu cepat aku menyiapkan pernikahan lagi," kata Astri. Tentu Astri tidak ingin juga menunda rencana bersama Julian, teta
Wenny sangat kaget mendengar suara penelpon tak dikenal yang bicara dengan nada garang dan mengancam. Aneh sekali. Bagaimana bisa tiba-tiba Wenny dapat telepon seperti itu?"Pak, salah alamat. Cek lagi nomornya!" Masih di tengah rasa terkejut, Wenny menjawab juga.Alfonso menatap heran pada Wenny. Mengapa ekspresi Wenny tiba-tiba berubah tegang. Wenny menutup telpon, lalu meletakkan lagi ponsel di meja.Dering terdengar lagi. Wenny melihatnya, dari nomor yang barusan menghubungi. Wenny biarkan saja."Salah orang?" Alfonso masih penasaran."Iya, Alf. Masak dia ngancam aku. Kenal juga nggak. Bapak-bapak lagi," kata Wenny."Ya, sudah. Ga usah, dipikirin, biarin aja." Alfonso berusaha menenangkan Wenny. Tapi ponsel Wenny terus saja berbunyi. Karena mengganggu terus, Wenny menerimanya juga."Halo?" Sapaan yang sama Wenny ucapkan."Kenapa kamu tutup telpon? Kamu takut? Dasar penjahat kecil!" Suara yang sama dengan nada marah yang terdengar di telinga Wenny."Eh, Pak, sabar sebentar. Bapak c
"Kamu baik-baik?" Astri menatap Wenny lekat-lekat. Dari aura gadis itu, Astri tahu ada sesuatu terjadi."Ya, aku baik. Ga apa-apa." Wenny menjawab Astri dengan dada meletup. Dia harus bersikap sewajarnya. "Kepaka penuh, Kak, abis belajar."Astri menelisik tatapan Wenny lalu menoleh ke arah Alfonso."Alf? Ada sesuatu?" tanya Astri."Eh, yaa, itu, harus banyak belajar." Alfonso jadi ikut bingung.Sikap Alfonso membuat Astri makin yakin kedua muridnya itu sedang sepakat berdusta."Darma menghubungi kamu? Apa yang dia katakan?" Astri tidak mau berputar-putar. Lebih baik dia langsung saja bertanya.Wenny dan Alfonso saling memandang. Bagaimana ibu asrama mereka tahu? "Darma akan melaporkan aku ke polisi. Dia mengatakan sudah menemukan pengirim paket berisi kabar bohong tentang dirinya dan akan melaporkannya juga." Astri serius bicara pada Wenny."Kak, gimana?" Tidak perlu berbelit-belit. Langsung Wenny memandang Astri dengan aura sesungguhnya yang menunjukkan gejolak hatinya."Kita ke kama
"Hei! Jangan ganggu aku!!" Teriakan itu membuat Astri menoleh cepat dan setengah berlari ke ruang tengah. Matanya melotot lebar melihat apa yang terjadi di sana. Seorang anak laki-laki kira-kira tujuh tahun, berdiri sambil mengangkat tinggi sebuah boneka, sedangkan di bawahnya seorang anak perempuan kurang lebih berusia empat tahun, tengah menengadah dengan tangan terangkat dan kaki berjinjit berusaha mengambil boneka di tangan di anak laki-laki. "Ambil kalau bisa. Lompat, lompat aja!" Anak lelaki itu tertawa sambil makin tinggi mengangkat tangannya. "Mana! Aku mau main, balikin!" Anak perempuan itu mulai berteriak sampai hampir menangis. "Jovan! Apa yang kamu lakukan?" Astri melotot marah pada anak lelaki itu. "Ah, no! Just kidding!" Cepat-cepat anak laki-laki itu memberikan boneka pada anak perempuan di depannya. Begitu boneka princess itu kembali padanya, anak perempuan itu berlari memeluk pinggang Astri. "Kak Jovan nakal, Ma!" satanya manja sembari menengadah memandang Astri
Julian merasa debaran di dadanya berlipat kali. Pertanyaan yang Astri ucapkan, apa artinya? Dia suka seperti yang muncul dalam bayangan Julian atau sebaliknya? Tiba-tiba gambaran Astri galau dan sedih mengganti bayangan sebelumnya."Honey ..." Refleks bibirJulian berucap.Astri sangat terpana dan tak bisa berkata-kata dengan apa yang ada di depannya. Kamar hotel yang sudah indah dan mewah ditata ulang dengan tampilan yang sangat berbeda. Rasanya seperti menjadi kamar raja dan ratu dalam film dongeng yang pernah Astri lihat.Astri memutar badannya dan memandang Julian. "Ini ada apa?" Julian mencermati wajah Astri. Tatapan wanita cantik itu akan memberikan laporan apakah kejutan Julian berhasil atau tidak."You are my queen, so aku mau menjadikan kamu ratu yang sebenarnya. Biarpun cuma malam ini." Julian bicara sambil mengurai senyum. Dia mau Astri tahu dia hanya ingin membuat Astri bahagia lebih lagi. Momen-momen paling manis yang tidak akan terlupakan harus tercipta saat bulan madu me
Rasa tidak nyaman mendera. Julian menggantung kata-katanya. Apa yang akan dia sampaikan? Apapun itu, Astri harus siap. Di awal pernikahan mereka, Astri sudah mengecewakan Julian. Kalau Julian akan bersikap berbeda Astri harus siap menerimanya."But, I really wanna show you, I love you so much." Mata Julian lembut memandang Astri. Ada kasih begitu dalam yang Astri rasakan."I know." Astri mengangguk."Aku mengerti kamu melewati masa-masa sulit. Tidak ada yang tahu. Kamu sendirian. Pasti sangat berat buat kamu. Izinkan aku membalut luka kamu. Trust me," kata Julian dengan nada yang sama.Astri mengangguk. Air matanya kembali menitik. Betapa besar kasih Tuhan untuknya. Setelah semua kepedihan yang harus dia hadapi sendirian, Tuhan membawa Julian padanya. Astri akan terbuka, seluasnya dia rentangkan hati dan jiwa untuk Julian."Let me hold you," bisik Julian.Astri menelan ludahnya. Lalu dia mengangguk. Julian menggeser posisinya, pindah ke sisi Astri. Dia lebarkan tangan dan memeluk Astri
Astri masih berusaha menghentikan air matanya meskipun dia merasa sedikit lebih tenang. Dia lega karena semua pernyataan yang dia ucapkan, Nirma menerimanya dengan terbuka. Tidak ada penghakiman, tidak ada juga sikap iba yang berlebihan."Ingat, yang kamu alami itu bukan kesalahan kamu. Tentu sangat sulit untuk seorang anak tahu bagaimana membela dirinya. Tidak mungkin juga kamu akan lupa. Yang sudah terjadi memang berlalu, tapi tetap bisa muncul lagi dalam ingatan."Tapi, kamu sudah mendapatkan yang terbaik yang kamu butuhkan. Seorang pria yang sangat cinta padamu. Sebagai pasangan, tidak perlu ada yang ditutupi. Karena itu akan jadi ganjalan ketika terbongkar. Jujurlah, meskipun berat itu akan lebih baik."Dia harus bisa menerima apapun keadaan kamu. Kalian sudah terikat janji sehidup semati. Segala hal harusnya bukan penghalang hubungan kalian. Seburuk apapun mesti bisa menerima." Nirma mulai memberikan pandangannya."Bisakah Julian mengerti? Aku sangat takut," kata Astri. Dia memba
Julian berdiri tepat di depan Astri. Tidak ada senyum di sana. Tatapan penuh cinta menghujam Astri. Tatapan itu juga menyiratkan dia ingin segera memulai petualangan cinta yang lebih dengan wanita yang dia cintai. Astrina Talia Kamajaya yang telah resmi menjadi pendamping hidupnya. Tangan Julian bergerak, menarik Astri lebih dekat dalam dekapannya. Astri merasakan debaran luar biasa kuat mendera. Dia memberanikan diri membalas tatapan Julian. Dia tahu Julian cinta dan sayang padanya. Pria itu tidak akan menyakitinya. "Honey ..." Bisikan lembut itu masuk ke telinga Astri. Sentuhan manis terasa di keningnya. Bibir Julian mulai bekerja. Astri memejamkan matanya. Dia merasa ada gelinjang hangat menyusup. Rasa takut mulai menghampiri. Keringat dingin terasa di tangannya. Astri harus bertahan. Dia tidak akan memikirkan yang lain kecuali ... "Uffhhh ..." Astri melenguh saat bibir Julian menyatu di bibirnya. Refleks Astri mendorong Julian, lalu dia mundur, dan jatuh terduduk. Tubuhnya gem
Alarm dari ponsel Astri nyaring berbunyi. Astri terbangun. Dengan mata masih terpejam, Astri meraba-raba di sekitarnya. Biasanya ponsel akan ada tak jauh darinya di dekat bantal. Tapi ponselnya tidak ada di sana. Astri membuka mata. "Aku di mana?" Astri terkejut menyadari dia bukan di kamarnya. Segera Astri duduk dan ... "Ah, aku di hotel. Astaga ..."Astri memandang ke sekeliling. Ingatannya telah kembali. Dia telah menikah dan menjadi istri Julian. Tetapi Astri sengaja menghindar dari sang suami, takut jika dia harus melakukan hubungan dalam dengannya "Juan ..." Astri melihat Julian tidur meringkuk di sofa, bahkan tanpa selimut. "Kamu ga tidur di ranjang. Apa kamu marah? Atau kamu tahu aku menghindar jadi kamu memang menjauh?" Pikiran Astri bekerja. Pertanyaan demi pertanyaan muncul. Ada rasa bersalah yang mencuat di hati. Bukankah pengantin baru semestinya tidur berpelukan dengan mesra? Mereka bahkan tidak tidur di ranjang yang sama.Astri menoleh ke sisi kiri ranjang tempat dia
"Tunggu aku belum selesai!" Astri menyahut lagi."Oke, Honey," balas Julian.Julian kembali ke sofa dengan posisi yang sama. Dia harus menunggu Astri selesai mandi. Tapi rasanya lama sekali. Apa memang wanita selama itu jika mandi?Julian menoleh ke pintu kamar mandi. Tidak ada tanda-tanda Astri muncul di sana. Julian menegakkan badan. Apa sungguh tidak terjadi sesuatu? Bukankah Astri memang merasa kurang sehat?Segera Julian bangun dan mendekat ke pintu. Dia mau mengetuk tetapi dia urungkan. Julian maju selangkah lagi dan menempelkan telinga di pintu. Siapa tahu dia mendengar sesuatu. Bisa jadi Astri mengerang atau menangis disertai merintih menahan sakit.Tidak terdengar suara apapun. Berarti Astri baik-baik saja. Atau jangan-jangan .... Kalau ternyata dia ...Julian mendengar dering ponsel. Maka dia kembali ke arah meja dan sofa mengambil ponsel dan melihat siapa yang berani mengganggu waktu istimewanya dengan sang istri."Wenny?" Julian kesal. Wenny yang menghubungi? Julian enggan
"Selamat bersenang-senang, yaa!! Jangan lupa, dunia bukan milik kalian berdua aja. Masih ada aku dan yang lain di sini!" Wenny melambai dengan senyum lebar ke arah Julian dan Astri.Raja dan ratu sehari itu telah masuk ke mobil pengantin dengan Davin sebagai driver dan Damira yang tidak mau ketinggalan berada di sampingnya. Tampak juga Errin dan Alfonso ikut melambai mengantar Astri dan Julian meninggalkan gedung gereja. "Akhirnya, Kak!" Damira menoleh pada Astri. Mata gadis itu berbinar senang, kakaknya sukses menikah dengan Julian, kekasih pertamanya, tetapi bukan pria kaleng-kaleng.Astri ikut tersenyum. Tentu saja bahagia terpampang di wajahnya. Julian juga tak mau melepas tangan Astri, digenggamya erat. Julian ingin meluapkan kegembiraan telah resmi menjadi suami Astri "Kamu tahu, Kak, mama nangis terus. Dia happy banget beneran kamu nikah. Impiannya terkabul bisa melihat kamu di altar dan di pelaminan." Damira melanjutkan."Iya, Tuhan baik. Mama juga bisa ikut acara, ga sampai
Gedung gereja megah dan tinggi menjulang tampak kokoh di hadapan Astri. Pintu gereja terbuka lebar dengan dekorasi cantik seolah sebuah gerbang menyambutnya datang. Debaran di jantung Astri makin tak karuan. Hari itu dengan gaun pengantin yang elok, Astri benar-benar sampai dan siap melangkah menuju altar menemui pria terkasih."Ayo, Kak. Hampir telat." Damira yang ada di kursi depan, duduk bersebelahan dengan Davin menoleh dan bicara tidak sabar.Mobil pengantin sudah terparkir manis di depan pintu gereja. Astri seperti terpaku dan tidak juga beranjak."Ya, ok. Thank you," ucap Astri gugup.Perlahan Astri membuka pintu mobil dan turun. Galang menunggu di sana dengan senyum lebar. Kebahagiaan tampak dari wajah kakak terbaik Astri. "Akhirnya ..." kata pria itu masih dengan senyum lebarnya. "Ayah ada di pintu menanti. Ayo."Galang menggandeng Astri mengantar sang adik menemui ayah mereka. Pria itu dengan gagah berdiri di muka pintu. Dia terlihat cukup tegang meski senyum terurai manis d