Astri terdiam. Dadanya bergemuruh. Astri belum siap menghadapi Julian. Astri masih perlu waktu menguatkan hati dan mengatur apa yang akan dia katakan pada kekasihnya.Tuttt!! Ttuuttt!!! Dering ponsel terdengar lagi. "Jawab saja. Astri, cepat atau lambat Julian harus tahu. Lebih baik dia tahu dari kamu," kata Astri pada dirinya sendiri.Astri menerima panggilan Julian. "Halo ...""Halo, Astri, apa yang terjadi? Kamu tidak menerima pesanku dan panggilanku sejak pagi." Julian tampak cemas."Juan, aku minta maaf. Aku, sebenarnya ..." Astri mulai ragu. Berat sekali mengatakan ini. Bagi Astri Julian tetap kekasihnya. Tidak ada yang lain yang akan menggantikan Julian di hati Astri. Astri tidak rela kalau harus menyebut pria lain sebagai seseorang yang istimewa dalam hidupnya."Katakan saja." Julian bicara setenang mungkin. Dia bisa menduga dari suara Astri kalau situasi belum membaik. Sangat mungkin Astri tidak berhasil membujuk ayahnya. "Besok aku mau kita bertemu. Aku akan jelaskan semuan
Kembali Astri menggeleng cepat. "Nggak, Juan, sama sekali aku ga mau bohong. Please, dengarkan aku." Julian mengepalkan tangannya. Sakit di hatinya tidak bisa dia tutupi lagi. Apa benar memang Astri jujur? Jangan-jangan Astri selama ini tidak sungguh-sungguh memiliki hati dengan Julian, maka dia tidak sepenuh hati juga membela cintanya untuk kekasihnya. "Can I trust you? Aku ga tahu isi hatimu yang paling dalam. Kita belum lama kenal, so ..." "Juan, please ..." Mendengar yang Julian katakan, Astri tak bisa menahan air matanya. Dia menutup wajah dengan kedua tangan. Tangisnya deras, sampai dia sesenggukan, kedua bahu Astri berguncang-guncang. Julian meraup rambut kepalanya yang berombak dan mulai panjang. Ini kali pertama Julian melihat Astri menangis. Tangisan yang terasa pedih dan pilu. Di antara marah dan kecewa, Julian tidak tega mendengar suara sesenggukan Astri."Astri, Astri ..." Julian menyentuh lengan Astri.Asri seperti tidak mendengar suara panggilan itu. Dia masih di pos
Kembali ke sekolah, Astri disambut kabar tidak menyenangkan. Berita Astri bertunangan dan akan segera menikah dengan seorang pengacara telah mulai terdengar. Guru-guru seperti Nirma, Erika, Luki, dan beberapa yang lain bertanya pada Astri. Ada yang memberi selamat juga atas hubungan istimewa Astri yang akan segera diresmikan."Ini serius? Kamu bukannya sedang dekat sama kakak Wenny? Kok jadi tunangannya sama orang lain?" Nirma bertanya dengan heran.Saat itu mereka bertemu di dekat kantor. Astri harus menguatkan hati menghadapi pandangan miring dan juga komentar tidak manis soal bagaimana dia bisa pindah haluan dari kakak Wenny pada pria lain."Doakan saja, Mbak. Biar yang terbaik yang terjadi buat aku," ucap Astri dengan senyum kecut.Nirma menaikkan kedua alisnya. Dia cukup dekat dengan Astri. Sehingga Nirma tahu ada sesuatu dari jawaban Astri."Astri, ada apa sebenarnya?" lanjut Nirma bertanya."Papa sudah memilih pria buat aku. Jadi, ya ..." Astri mengangkat kedua bahunya."Kamu di
"Dasar ga tahu malu!" Wenny berteriak keras sekuat-kuatnya. Dia ada di lapangan belakang sekolah yang sepi. Wenny menumpahkan segala amarah dan kecewa pada Astri di sana."Apa yang ada di otaknya?! Kelihatan baik, penyayang, peduli sama murid, tapi ga punya hati! Apa arti semua nasihatnya sama kita?!" Geram makin menggelora di dada Wenny."Wenny, sabar dulu! Kamu jangan kayak gini!" Errin yang ada di sisi Wenny berusaha meredam emosi Wenny yang hampir tak terkendali."Enak kamu bilang sabar! Kalau Kak Juan tahu, apa yang terjadi?! Pasti dia hancur, Errin. Baru kali ini Kak Juan pacaran. Kukira Astri memang cinta sejatinya. Tapi nyatanya? Dasar munafik! Pengkhianat! Dia selingkuh, dia mainin hati kakakku!!" Wenny sama sekali tidak mau mendengar kata-kata Errin.Sejujurnya, Errin juga kecewa. Tetapi dia meminta Wenny sabar karena takut temannya itu berbuat nekat seperti yang lalu. Errin tidak mau sedetik pun meninggalkan Wenny sendirian."Iya, Wenny. Cuma ...""Kalau kamu mau bela dia, n
Astri berulang kali melihat ke ponselnya. Dia menunggu Wenny membalas pesan yang dia kirim. Tapi tidak juga ada tanda-tanda. Hati Astri sangat sedih. Dia sudah begitu sayang pada Wenny. Walaupun awalnya dia sengaja mendekati Wenny karena ingin meraih hati Julian, tapi akhirnya Astri sungguh-sungguh menyayangi gadis malang itu."Wenny please, balas pesanku. Aku harus bicara dan menjelaskan semua sama kamu," kata Astri dalam hati.Mereka memang tinggal dalam satu asrama. Kamar mereka juga hanya berjarak sekian meter. Tetapi Astri tidak mau begitu saja datang menemui Wenny. Astri hapal tabiat Wenny. Bisa-bisa akan terjadi keributan di asrama. Astri tentu tidak mau itu yang terjadi.Sepanjang hari, hingga malam datang, tetap tidak ada balasan apapun dari Wenny. Baik Astri dan Wenny keduanya hanya tinggal di kamar dan tidak ingin bertemu siapapun. Astri tidak ada gairah melakukan apa-apa. Rasanya sulit sekali bertemu murid-murid dan semua orang di sekolah. Astri terus saja berdoa meminta k
Astri masih berpikir apa kalimat selanjutnya yang akan dia ucapkan untuk memulai berkisah."Aku mendengar sesuatu. Tapi aku tidak yakin apakah benar seperti itu. Aku senang Bu Astri datang, mau bertemu minta waktu bicara padaku dan Pak Arya," ucap Fanda."Apa itu? Aku benar-benar tidak mendengar apapun." Arya menoleh pada Fanda."Ini yang aku dengar. Jika salah Bu Astri bisa meralatnya," ujar Fanda. Dia menegakkan badan bersiap bercerita. "Yang aku dengar, Bu Astri baru melangsungkan pertunangan, lamaran dengan seorang pria. Tetapi di sisi lain, Bu Astri sedang menjalin hubungan kasih dengan wali salah satu murid di sini.""Apa?" Arya mengerutkan kening. Dia sangat kaget dengan pernyataan Fanda. Ini sungguh tidak terduga. "Saya tidak mengelak. Benar, beberapa waktu ini saya dekat dengan kakak Gwendoline, murid kelas 11. Tetapi orang tua saya tidak setuju dan memilih pria lain untuk menjadi pendamping saya." Hati-hati Astri mengatakan itu. Dia harus menyampaikan dengan tepat agar tidak
"Ke sini?" Julian memandang Sintya dengan kedua alis terangkat."Ya! Kita main. Seru, lo. Ayo!" Tangan Sintya terulur. Sambil menggandeng Julian, dia masuk ke zona bermain yang biasanya dikunjungi anak-anak dan remaja. Apa boleh buat? Julian mengikuti saja kemauan Sintya. Saat Julian bocah dia hanya beberapa kali pergi ke tempat seperti itu. Memang menyenangkan tetapi tidak pernah bisa bermain hingga puas."Pokoknya janji, kamu ikut ke mana saja aku belok. Kamu nikmati semuanya, singkirkan apapun yang berurusan dengan pekerjaan." Sintya berpesan."Oke," kata Julian setuju.Mulailah perjalanan dan petualangan mereka di area itu. Sintya memang lihai bermain apa saja. Julian hanya mengekori dan mengikuti permainan-permainan yang Sintya pilih. Tawa lepas Sintya seperti tidak berhenti. Dia sangat senang bisa menghabiskan waktu berdua dengan Julian. Sampai hampir dua jam akhirnya Sintya mengajak Julian menuju ke salah satu foodcourt tak jauh dari area bermain. Dia membeli minuman dingin un
Julian membuka pesan Wenny. Gadis itu mengirimkan gambar dengan kalimat bernada marah. Julian terkejut karena yang muncul adalah foto berdua Julian dan Sintya di mal tempat mereka berduaan.- Kakak apa-apaan?! Belum lama ditinggal Astri udah jalan ama cewek setengah gini! Aneh!!!Julian kesal. Terjadi lagi saat dia bersama Sintya, ada yang mengabadikan momen dan kemudian disebarkan. Siapa sebenarnya yang berbuat? Julian membalas pesan Wenny. Dia harus meredakan kemarahan sang adik. Wenny belum benar-benar bisa menerima kalau Astri batal bersama Julian. Kalau sampai Julian jadi dengan Sintya entah apa yang gadis itu akan lakukan.- Suntuk, Wenny. I need a time to refresh myself. Don't worry.Pesan itu Julian kirim pada Wenny.- Kakak di mana? Pesan balasan Wenny segera datang. Julian mengetik balasan, tapi tidak yakin mengirimkan. Apa perlu Julian memberitahu dia sedang bersama Sintya jalan-jalan di tempat wisata?Tuttt!!!Tidak! Wenny tidak sabar dan dia melakukan panggilan video. Ka
"Hei! Jangan ganggu aku!!" Teriakan itu membuat Astri menoleh cepat dan setengah berlari ke ruang tengah. Matanya melotot lebar melihat apa yang terjadi di sana. Seorang anak laki-laki kira-kira tujuh tahun, berdiri sambil mengangkat tinggi sebuah boneka, sedangkan di bawahnya seorang anak perempuan kurang lebih berusia empat tahun, tengah menengadah dengan tangan terangkat dan kaki berjinjit berusaha mengambil boneka di tangan di anak laki-laki. "Ambil kalau bisa. Lompat, lompat aja!" Anak lelaki itu tertawa sambil makin tinggi mengangkat tangannya. "Mana! Aku mau main, balikin!" Anak perempuan itu mulai berteriak sampai hampir menangis. "Jovan! Apa yang kamu lakukan?" Astri melotot marah pada anak lelaki itu. "Ah, no! Just kidding!" Cepat-cepat anak laki-laki itu memberikan boneka pada anak perempuan di depannya. Begitu boneka princess itu kembali padanya, anak perempuan itu berlari memeluk pinggang Astri. "Kak Jovan nakal, Ma!" satanya manja sembari menengadah memandang Astri
Julian merasa debaran di dadanya berlipat kali. Pertanyaan yang Astri ucapkan, apa artinya? Dia suka seperti yang muncul dalam bayangan Julian atau sebaliknya? Tiba-tiba gambaran Astri galau dan sedih mengganti bayangan sebelumnya."Honey ..." Refleks bibirJulian berucap.Astri sangat terpana dan tak bisa berkata-kata dengan apa yang ada di depannya. Kamar hotel yang sudah indah dan mewah ditata ulang dengan tampilan yang sangat berbeda. Rasanya seperti menjadi kamar raja dan ratu dalam film dongeng yang pernah Astri lihat.Astri memutar badannya dan memandang Julian. "Ini ada apa?" Julian mencermati wajah Astri. Tatapan wanita cantik itu akan memberikan laporan apakah kejutan Julian berhasil atau tidak."You are my queen, so aku mau menjadikan kamu ratu yang sebenarnya. Biarpun cuma malam ini." Julian bicara sambil mengurai senyum. Dia mau Astri tahu dia hanya ingin membuat Astri bahagia lebih lagi. Momen-momen paling manis yang tidak akan terlupakan harus tercipta saat bulan madu me
Rasa tidak nyaman mendera. Julian menggantung kata-katanya. Apa yang akan dia sampaikan? Apapun itu, Astri harus siap. Di awal pernikahan mereka, Astri sudah mengecewakan Julian. Kalau Julian akan bersikap berbeda Astri harus siap menerimanya."But, I really wanna show you, I love you so much." Mata Julian lembut memandang Astri. Ada kasih begitu dalam yang Astri rasakan."I know." Astri mengangguk."Aku mengerti kamu melewati masa-masa sulit. Tidak ada yang tahu. Kamu sendirian. Pasti sangat berat buat kamu. Izinkan aku membalut luka kamu. Trust me," kata Julian dengan nada yang sama.Astri mengangguk. Air matanya kembali menitik. Betapa besar kasih Tuhan untuknya. Setelah semua kepedihan yang harus dia hadapi sendirian, Tuhan membawa Julian padanya. Astri akan terbuka, seluasnya dia rentangkan hati dan jiwa untuk Julian."Let me hold you," bisik Julian.Astri menelan ludahnya. Lalu dia mengangguk. Julian menggeser posisinya, pindah ke sisi Astri. Dia lebarkan tangan dan memeluk Astri
Astri masih berusaha menghentikan air matanya meskipun dia merasa sedikit lebih tenang. Dia lega karena semua pernyataan yang dia ucapkan, Nirma menerimanya dengan terbuka. Tidak ada penghakiman, tidak ada juga sikap iba yang berlebihan."Ingat, yang kamu alami itu bukan kesalahan kamu. Tentu sangat sulit untuk seorang anak tahu bagaimana membela dirinya. Tidak mungkin juga kamu akan lupa. Yang sudah terjadi memang berlalu, tapi tetap bisa muncul lagi dalam ingatan."Tapi, kamu sudah mendapatkan yang terbaik yang kamu butuhkan. Seorang pria yang sangat cinta padamu. Sebagai pasangan, tidak perlu ada yang ditutupi. Karena itu akan jadi ganjalan ketika terbongkar. Jujurlah, meskipun berat itu akan lebih baik."Dia harus bisa menerima apapun keadaan kamu. Kalian sudah terikat janji sehidup semati. Segala hal harusnya bukan penghalang hubungan kalian. Seburuk apapun mesti bisa menerima." Nirma mulai memberikan pandangannya."Bisakah Julian mengerti? Aku sangat takut," kata Astri. Dia memba
Julian berdiri tepat di depan Astri. Tidak ada senyum di sana. Tatapan penuh cinta menghujam Astri. Tatapan itu juga menyiratkan dia ingin segera memulai petualangan cinta yang lebih dengan wanita yang dia cintai. Astrina Talia Kamajaya yang telah resmi menjadi pendamping hidupnya. Tangan Julian bergerak, menarik Astri lebih dekat dalam dekapannya. Astri merasakan debaran luar biasa kuat mendera. Dia memberanikan diri membalas tatapan Julian. Dia tahu Julian cinta dan sayang padanya. Pria itu tidak akan menyakitinya. "Honey ..." Bisikan lembut itu masuk ke telinga Astri. Sentuhan manis terasa di keningnya. Bibir Julian mulai bekerja. Astri memejamkan matanya. Dia merasa ada gelinjang hangat menyusup. Rasa takut mulai menghampiri. Keringat dingin terasa di tangannya. Astri harus bertahan. Dia tidak akan memikirkan yang lain kecuali ... "Uffhhh ..." Astri melenguh saat bibir Julian menyatu di bibirnya. Refleks Astri mendorong Julian, lalu dia mundur, dan jatuh terduduk. Tubuhnya gem
Alarm dari ponsel Astri nyaring berbunyi. Astri terbangun. Dengan mata masih terpejam, Astri meraba-raba di sekitarnya. Biasanya ponsel akan ada tak jauh darinya di dekat bantal. Tapi ponselnya tidak ada di sana. Astri membuka mata. "Aku di mana?" Astri terkejut menyadari dia bukan di kamarnya. Segera Astri duduk dan ... "Ah, aku di hotel. Astaga ..."Astri memandang ke sekeliling. Ingatannya telah kembali. Dia telah menikah dan menjadi istri Julian. Tetapi Astri sengaja menghindar dari sang suami, takut jika dia harus melakukan hubungan dalam dengannya "Juan ..." Astri melihat Julian tidur meringkuk di sofa, bahkan tanpa selimut. "Kamu ga tidur di ranjang. Apa kamu marah? Atau kamu tahu aku menghindar jadi kamu memang menjauh?" Pikiran Astri bekerja. Pertanyaan demi pertanyaan muncul. Ada rasa bersalah yang mencuat di hati. Bukankah pengantin baru semestinya tidur berpelukan dengan mesra? Mereka bahkan tidak tidur di ranjang yang sama.Astri menoleh ke sisi kiri ranjang tempat dia
"Tunggu aku belum selesai!" Astri menyahut lagi."Oke, Honey," balas Julian.Julian kembali ke sofa dengan posisi yang sama. Dia harus menunggu Astri selesai mandi. Tapi rasanya lama sekali. Apa memang wanita selama itu jika mandi?Julian menoleh ke pintu kamar mandi. Tidak ada tanda-tanda Astri muncul di sana. Julian menegakkan badan. Apa sungguh tidak terjadi sesuatu? Bukankah Astri memang merasa kurang sehat?Segera Julian bangun dan mendekat ke pintu. Dia mau mengetuk tetapi dia urungkan. Julian maju selangkah lagi dan menempelkan telinga di pintu. Siapa tahu dia mendengar sesuatu. Bisa jadi Astri mengerang atau menangis disertai merintih menahan sakit.Tidak terdengar suara apapun. Berarti Astri baik-baik saja. Atau jangan-jangan .... Kalau ternyata dia ...Julian mendengar dering ponsel. Maka dia kembali ke arah meja dan sofa mengambil ponsel dan melihat siapa yang berani mengganggu waktu istimewanya dengan sang istri."Wenny?" Julian kesal. Wenny yang menghubungi? Julian enggan
"Selamat bersenang-senang, yaa!! Jangan lupa, dunia bukan milik kalian berdua aja. Masih ada aku dan yang lain di sini!" Wenny melambai dengan senyum lebar ke arah Julian dan Astri.Raja dan ratu sehari itu telah masuk ke mobil pengantin dengan Davin sebagai driver dan Damira yang tidak mau ketinggalan berada di sampingnya. Tampak juga Errin dan Alfonso ikut melambai mengantar Astri dan Julian meninggalkan gedung gereja. "Akhirnya, Kak!" Damira menoleh pada Astri. Mata gadis itu berbinar senang, kakaknya sukses menikah dengan Julian, kekasih pertamanya, tetapi bukan pria kaleng-kaleng.Astri ikut tersenyum. Tentu saja bahagia terpampang di wajahnya. Julian juga tak mau melepas tangan Astri, digenggamya erat. Julian ingin meluapkan kegembiraan telah resmi menjadi suami Astri "Kamu tahu, Kak, mama nangis terus. Dia happy banget beneran kamu nikah. Impiannya terkabul bisa melihat kamu di altar dan di pelaminan." Damira melanjutkan."Iya, Tuhan baik. Mama juga bisa ikut acara, ga sampai
Gedung gereja megah dan tinggi menjulang tampak kokoh di hadapan Astri. Pintu gereja terbuka lebar dengan dekorasi cantik seolah sebuah gerbang menyambutnya datang. Debaran di jantung Astri makin tak karuan. Hari itu dengan gaun pengantin yang elok, Astri benar-benar sampai dan siap melangkah menuju altar menemui pria terkasih."Ayo, Kak. Hampir telat." Damira yang ada di kursi depan, duduk bersebelahan dengan Davin menoleh dan bicara tidak sabar.Mobil pengantin sudah terparkir manis di depan pintu gereja. Astri seperti terpaku dan tidak juga beranjak."Ya, ok. Thank you," ucap Astri gugup.Perlahan Astri membuka pintu mobil dan turun. Galang menunggu di sana dengan senyum lebar. Kebahagiaan tampak dari wajah kakak terbaik Astri. "Akhirnya ..." kata pria itu masih dengan senyum lebarnya. "Ayah ada di pintu menanti. Ayo."Galang menggandeng Astri mengantar sang adik menemui ayah mereka. Pria itu dengan gagah berdiri di muka pintu. Dia terlihat cukup tegang meski senyum terurai manis d