Arsen sungguh mengajak Leina pergi ke hotel terdekat. Lokasinya hanya berjarak dua ratusan meter dari kedai es krim.Leina menjadi gugup. Dia dibuat tidak tenang sekaligus senang. Padahal banyak hotel di sekitar, tapi Arsen memilih hotel berbintang lima. Apa ini artinya malam mereka akan menjadi sangat istimewa?Pemikiran Leina menjadi tidak karuhan. Dia tidak mau kalau mereka bertindak lebih jauh. Dia cuma ingin menghabiskan malam berdua saja— entah itu dengan berdansa atau nonton film romantis di kamar hotel.Begitu sampai di dalam kamar hotel mereka, wanita itu semakin tegang.Arsen melepaskan jasnya, lalu disampirkan ke pinggiran ranjang. Setelah itu, dia melepas dasi kupu-kupunya sehingga lehernya lebih longgar.Dia menoleh pada Leina yang mendadak diam seperti patung. "Ada apa? Takut berduaan denganku di kamar hotel?""Takut?""Sekarang tidak ada alasan untuk menolak, Nona Leina— kamu sendiri yang meminta ini 'kan?"Leina meneguk ludah. Apa Arsen serius ingin tidur dengannya di r
Leina tidak menemukan Arsen di manapun. Dia lelah sendiri, dan akhirnya memilih kembali ke kamar hotel— kemudian tidur.Sementara itu, Arsen bisa bernapas lega akibat lepas dari pengawasan Leina. Dia sudah memastikan kalau kawasan hotel itu aman, jadi dia bisa meninggalkannya sementara di situ.Saat ini, dia membawa Miranda masuk ke dalam mobilnya. Jam tangannya sudah menunjukkan pukul satu dini hari.Suasana lokasi parkir gedung tempat perayaan ulang tahun pengusaha sudah semakin sepi. Wajar karena pesta telah usai— hanya ada petugas jaga dan kebersihan saja yang membereskan sisa pesta.Meski demikian, masih banyak mobil yang terparkir di sekitar mobil Arsen."Ngomong-ngomong, siapa orang berbahaya yang tidak bisa kamu kalahkan? Aku penasaran. Orang sepertimu punya musuh yang tak terkalahkan? Rasanya mustahil.“ Miranda masih penasaran.Arsen bingung harus menjawab apa. “Bukan apa-apa, yang penting kita sudah aman. Aku takut kamu jadi sasaran amukan nanti.”"Amukan?“"Iya."Miranda be
Leina menjelajahi area parkiran basement, mencari tempat yang dimaksud oleh pegawai hotel tadi. Dia diliputi perasaan kesal sekaligus kecewa.Kenapa Arsen meninggalkannya semalaman? Apa pria itu tidak betah bersamanya untuk semalam saja dalam satu ruangan?Apa pria itu cuma ingin bersama wanita seksi yang mau ditiduri?Yang benar saja!Leina tidak terima. Dia takkan menyerahkan tubuhnya pada pria yang bahkan tidak menyatakan cinta. Kemarahan dalam dirinya perlahan mendidih.Kenapa pria itu betah kalau bersama Serena, tapi tidak dengannya? Apa karena Serena selalu pintar dalam hal merayu? Berkata-kata seksi nan kotor?Apa itu yang diinginkan Arsen? Apa pria itu benar-benar suka dengan wanita agresif seperti itu?Tetapi, Leina sadar— dia sangat awam dengan hal semacam itu. Lagipula, dia memiliki gengsi dan harga diri yang tinggi. Sebelum Arsen mengatakan cinta, dia bertekad takkan membiarkannya disentuh."Aku yakin Arsen memang menyukai wanita seperti itu! Tapi, aku tidak seperti Serena
Leina diculik.Inilah yang menjadi ketakutan Arsen sejak membiarkan Leina tinggal dengannya. Bagaimana kalau mungkin musuhnya di masa lalu tahu Leina itu orang terpenting baginya?Pikirannya menjadi tidak tenang semenjak pulang dari hotel. Dia tak pernah segelisah itu. Rasanya seperti setengah jiwa terenggut— dia takkan bisa tenang sebelum mendapatkannya lagi.Dia masuk ke dalam ruang khusus senjata yang ada di samping kamar tidurnya. Jarang sekali tempat itu masuki, hanya ketika situasi mendesak saja. Iya, itu karena tempat itu dipenuhi oleh rak-rak yang berisi berbagai jenis senjata api, granat, alat-alat pertahanan diri lain. Sebagai detektif swasta yang tak jarang diminta menangani kasus berat yang melibatkan geng kriminal, memiliki semua senjata itu adalah hal yang wajar. Meskipun begitu— tentu saja semua harus tetap tersembunyi dari pihak kepolisian karena termasuk illegal.Arsen sudah menggunakan rompi anti peluru. Dia hanya membawa satu senjata api revolver, lalu beberapa p
"CEPAT LEMPAR SENJATAMU!" Teriak sang pimpinan penculik keras. Lalu, dia menodongkan pistolnya ke dahi Leina, dan mengancam, "... atau wanita ini akan mati sekarang juga."Leina sama sekali tidak takut dengan pistol di kepalanya. Malahan, dia tetap fokus pada para penculik ini yang sudah siap menembak Arsen.Dia berteriak, "jangan Arsen! Sudahlah, kamu pergi saja! Aku mohon! Orang-orang ini berbahaya!" Tanpa mengatakan apapun, Arsen melempar senjata api di tangannya. Dia melakukan itu tanpa ragu sedikitpun. Selain itu, tidak ada rasa takut tergambar di wajahnya."Bagus sekali, Tuan Detektif ... atau harus kupanggil ... Ouro." Pimpinan penculik itu merendahkan suaranya saat menyebut nama Ouro.Mendengar itu, mimik wajah Arsen menjadi serius— tapi tatapan matanya diselimuti kepedihan.Leina tidak mengerti. Kenapa dia memasang wajah begitu? Apa maksudnya Ouro?"Arsen ..." Hatinya mendadak terasa sesak, perasaan sedih itu seakan terhubung dengannya.Pimpinan penculik itu menjadi tegang.
Arsen tetap menggendong Leina begitu keluar mobil, dan masuk ke dalam rumah. Dia sangat perhatian sampai membuat wanita itu tak bisa berkata-kata."Arsen, aku bisa jalan sendiri, kok." Leina sudah sangat malu, terlihat dari merah-merah di pipi."Sudah diam." Arsen menendang pintu kamar Leina sampai terbuka, lalu segera membaringkan wanita itu di atas ranjang. "Kamu berbaring dulu— aku ambilkan minum.""Aku beneran tidak apa-apa, bukannya kita masih ada urusan? Kasus dengan klien kita bagaimana? Miranda kemana?""Aku bilang berbaring ya berbaring— bagiku, kamu itu yang terpenting."Mendengar itu, hati Leina terasa berbunga-bunga. Apa ini artinya Arsen sungguh menganggapnya sangat penting? Dia adalah orang tercintanya?Arsen pergi keluar sebentar untuk mengambil segelas air. Tetapi, tentu bukan itu saja rencananya. Selalu ada alasan kenapa dia berbuat baik dan perhatian kepada Leina— itu demi menenangkannya.Dia sengaja mencampurkan obat tidur ke dalam segelas air yang dibawa. Baru kemu
Leina masih memikirkan banyak hal. Tentang perasaan Arsen, kemudian tentang para penculik itu, dan sebutan Ouro waktu itu— apa maksudnya?Dia masih marah kepada Arsen, jadi malas bicara dengannya. Meskipun begitu, dia tetap peduli pada pria itu.Keesokan harinya, dia menyiapkan sarapan di meja seperti biasa serta kopi kesukaan Arsen.Arsen turun dari anak tangga, menuju ke ruang makan akibat tergoda dengan aroma masakan pagi ini. Kepalanya masih sakit akibat alkohol kemarin.Selain itu, dia juga kepikiran Leina. Namun, alih-alih membahas masalah kemarin, dia bertingkah seolah tidak terjadi apapun.Dia melihat Leina membersihkan meja dapur. "Oh, kamu masak banyak hari ini? Apa suasana hatimu sudah membaik?“Mendengar suara Arsen, Leina melepaskan celemeknya. Kemudian, dia segera pergi tanpa menoleh sedikitpun."Hei? Mau ke mana? Kamu tidak sarapan?” Arsen bertanya.Leina berhenti sejenak. "Aku mau pergi belanja. Aku sudah makan tadi. Kamu makan saja sendiri. Kamu lebih suka sendirian '
Hans merasa puas setelah memukul wajah Arsen sekali. Dia tersenyum melihat pria itu yang kelihatan masih sedih."Dia mencintaimu selama tiga tahun— dan sikapmu masih seperti ini? Kamu tidak memberinya jawaban, Arsen," omelnya.Tida ada jawaban dari Arsen.Hans mengangguk paham. "Jujur saja dulu aku paham kenapa kamu selalu bersikap dingin ke Leina, kamu tidak mau dia masuk ke dalam dunia kita ini."Tidak ada jawaban."Tapi, ini sudah bertahun-tahun. Dulu Leina masih baru lulus SMA, sekarang dia sudah dewasa, Bodoh. Jika kamu memang tidak mencintainya, lepaskan dia— berikan jawabanmu padanya, tolak dia, jangan beri harapan."Tidak ada jawaban. Mimik wajah Arsen berubah tak suka mendengar ucapan Hans. Dia mengalihkan pandangan ke luar jendela lagi. Area bekas tinju di sekitar hidung tampak memerah.Hans menghela napas panjang lagi. Dia kadang muak dengan sikap Arsen yang terlalu tertutup. Dia mengomel, "kamu tidak mau melepaskan Leina karena mencintainya, tapi kamu juga tidak mau membe
Leina menuruti permintaan Arsen untuk menginap di rumah Dokter Tony. Dialah yang menyiapkan makan malam untuk mereka semua.Dokter Tony sampai takjub dengan makanan yang ada di meja. Dia melihat Arsen dan Leina yang sudah duduk di kursi masing-masing."Rasanya seperti punya putra dan menantu yang baik," katanya sesekali tersenyum pada Arsen.Arsen fokus makan saja, tak mau menanggapi ucapan bermakna ganda dari pria itu. Iya, dia tahu kalau kemungkinan Dokter Tony sudah menduga niatnya mengajak Leina bermalam di situ."Ngomong-ngomong Leina, kamu harusnya tidak perlu memasak sebanyak ini, kamu pasti lelah—“ kata Dokter Tony.Leina tersenyum. "Tidak masalah, Dok. Aku suka masak, kok ... Lagian ..." Ucapannya terhenti, mana mungkin dia mengatakan kalau dia memang masak banyak untuk memperingati ulang tahunnya besok. "Tidak apa, pokoknya aku senang masak banyak.”Tidak ada yang bicara setelah itu. Baik Arsen maupun Leina sama-sama diam. Iya, apalagi Arsen yang sedikit gugup. Bagaimana tid
Leina mengunjungi Arsen di tempat Dokter beberapa hari sekali. Itupun dia hanya datang untuk mengantarkan sesuatu, entah itu masakannya atau barang-barang yang mungkin bisa membuat Arsen ingat. Dia jarang berinteraksi dengan Arsen sendiri.Arsen merasa jaraknya menjadi lebih jauh dari Leina. Akan tetapi, itu malah membuatnya merasa kalau wanita itu memang dekat dengannya. Dia ingin mengobrol dengannya.Hari ini, Leina datang hanya untuk mengantarkan saus daging buatannya karena Arsen menyukainya. Setelah itu, dia berpamitan pulang.Akan tetapi, saat berjalan menuju gerbang keluar dari rumah tersebut, dia langsung dihadang oleh Arsen. Leina kaget, kenapa pria itu ada di luar rumah?"Pulang lebih cepat tanpa menemuiku dulu?" tanya Arsen dengan suara datar. Dia sepertinya kecewa karena Leina seolah menjaga jarak.Leina menoleh ke arah rumah, lalu kembali menatap Arsen. Dia bertanya, "kenapa kamu malah di sini? Kamu 'kan lagi pengobatan? Cepat masuk— lagian kalau ada kenal sama kamu giman
Hans membuka mata.Untuk sesaat, dia masih memproses apa yang terjadi. Dia melihat langit-langit. Kemudian, dia melihat dirinya sendiri yang terbaring di atas ranjang— di dalam kamar yang tidak asing.Pandangannya mengarah ke luar jendela yang tengah terbuka. Udara pagi terasa sejuk dan menenangkan.Tak lama kemudian, pintu kamar itu terbuka, dan seseorang masuk. Dia adalah Ritta— yang langsung kaget melihat pria itu sudah bangun."Hans!“ panggilnya cepat. Dia buru-buru mendekati ranjang. ”Kamu sudah siuman?“Hans bangun dari ranjang. Tubuhnya masih sakit semua, tapi setidaknya sudah baik-baik saja. Dia menatap Ritta, lalu tersenyum. Dia tidak terlalu ingat apa yang terjadi sebelum dia tak sadarkan diri, tapi setidaknya dia berhasil membuat Ritta aman dan Tino ditangkap."Syukurlah kamu baik-baik saja,” katanya.Ritta ingin menangis melihat pria itu. Kedua matanya berair, benar-benar lega. Dia duduk di tepian ranjang, lalu tanpa mengatakan apapun, dia memeluk pria itu dengan seerat mu
Arsen hanya diam saat disuguhi oleh pasta saus daging buatan Leina. Dia masih melihat makanan di atas meja makan depannya itu. Pandangannya menjadi lebih tenang.Entah kenapa— rasanya seperti nostalgia, dan dia sadar akan hal tersebut.Aroma saus yang ada di atas pasta itu menggugah selera, tapi juga membuat sekilas ingatan muncul di kepala. Walaupun, tetap saja— dia masih belum ingat apapun.Dia menatap Leina yang duduk di kursi yang berseberangan meja dengannya. Wanita itu duduk manis sambil memandangi dia. Senyum hangat tampak menghiasi bibirinya.Aneh.Kenapa wanita itu tidak takut? Kenapa masih bisa tersenyum padanya? Kenapa tidak menunjukkan niat membunuh?Padahal tadi dia sudah berbuat kasar, melukainya, membuatnya hampir mati tercekik. Tetapi, senyum hangat tanlepas dari bibirnya.Aneh.Leina heran karena dipandangi terus. Dia bertanya dengan ragu, "ada apa? Kamu ... Kamu tidak suka?“Nasibnya bergantung dari suasana hati Arsen sekarang. Kalau pria itu tidak suka, maka dia sun
Ciuman yang diberikan oleh Leina sangat mengejutkan diri Arsen. Dia tidak mampu bertindak apapun, tidak sanggup melakukan apapun, tidak menolak juga. Bibir wanita itu terasa lembut dan mampu menghangatkan bibirnya yang dingin.Selama beberapa detik, dia hanya terdiam dengan napas yang tertahan. Arsen benar-benar diluluhkan oleh ciuman itu. Untuk sekejap, dia seperti lupa siapa dirinya dan untuk apa di sini. Yang dia pikirkan hanyalah— kenapa rasa ciuman ini begitu hangat?Leina ...Nama itu terlintas di pikiran Arsen. Dia masih betah dengan merasakan ciuman Leina. Dia seperti tertawan oleh bibir wanita itu, seakan tidak sanggup untuk berhenti. Bahkan, dia bak rela kehabisan napas jika itu bisa terus berciuman seperti ini.Segala pemikiran buruknya menjadi sirna untuk sesaat. Hatinya menjadi damai. Dia merasa hidup. Perasaan hangat yang belum pernah dirasakan—Atau ... dia lupakan?Tetapi, dia kemudian tersadar, lalu menjauh dari Leina sehingga ciuman mereka terlepas. Dia menarik napas
Para anak buah Tino membawa pergi Ritta pergi keluar rumah. Ini memaksa Hans untuk berlari mengejarnya. Dia khawatir juga pada Leina, tapi situasinya sangat sulit.Leina sendiri masih berada dalam cengkraman sang kekasih. Dia makin sedih— tidak pernah membayangkan kalau Arsen akan kehilangan ingatannya tentang mereka semua.Butir demi butir air mata mengalir keluar dari kedua matanya. Hanya kesedihan yang menerpanya sekarang."Arsen ... tolong sadarlah!“ pintanya.Dia sama sekali tidak peduli dengan cekikan Arsen yang makin erat. Napasnya sudah sangat terbatas. Ini membuat dada sesak dan pandangan mulai kabur karena pasokan oksigen ke otak menipis.Arsen masih memandangi wajah Leina, berusaha mengingat wanita itu, tapi masih ada kabut hitam yang menyelimutinya. "Aku tidak kenal siapa kamu, tapi kamu memang sepertinya—"Ucapannya terhenti kala merasakan sakit kepala lagi. Entah mengapa, tatapan Leina yang dibanjiri air mata membuatnya tidak nyaman.Ada apa ini?Dia merasa dadanya ikuta
"KELUARKAN AKU DARI SINI!"Teriakan kencang keluar dari mulut Serena berulang kali. Dia sangat panik, takut dan juga gelisah berada di tabung kaca yang perlahan memasukkan air ke dalam.Iya. Dia dikurung di dalam situ dari beberapa jam yang lalu. Sekarang air yang merendam di bawah sudah sampai pinggang. Tinggal menunggu waktulagi sebelum dia benar-benar akan tenggelam.Dia berusaha keras menggebrak - gebrak kaca tabung itu, tapi sekuat apapun pukulannya, tak berhasil juga meretakkan kaca tersebut. Iya, rasanya dia sudah terjebak di dalam permainan sulap, dimana dia tak bisa keluar.Yang lebih memuakkan adalah sejak tadi sudah ada orang yang duduk di kursi tepat di depan tabung. Orang itu bagaikan penonton sulap yang menanti kapan Serena akan mati terendam di dalam tabung."KELUARKAN AKU, WANITA BODOH!" teriak Serena yang muak dan makin panik. Dia tidak terima dengan semua ini. "KENAPA KAMU DIAM SAJA! HARUSNYA KALIAN MEMBAWAKU PERGI MENEMUI ARSEN! MANA ARSEN-KU!""Berisik sekali, sih?
Melawan Arsen dengan kekuatan sendiri itu mustahil, Hans sadar akan hal itu. Karena itulah, dia menjelaskan trik yang bisa dipakai untuk melawannya.Berhubung mereka juga tidak memiliki waktu untuk mengumpulkan rekan, jadi mau tidak mau harus mengandalkan kemampuan diri sendiri.Sesuai dugaannya, ternyata Tino menemukan tempat persembunyian mereka di keesokan harinya. Mereka tidak ragu-ragu langsung masuk ke dalam kawasan perumahan ini. Dia memanfaatkan kondisi perumahan yang sedang sepi untuk menyusup. Dia memerintahkan banyak anak buahnya untuk mengintai di sekitar rumah target."Bagus, sesuai keinginan kita, tetangga kanan, kiri dan depan sedang pergi," ucap Tino saat melihat rumah persinggahan Ritta di seberang jalan. Dia berdiri tepat di bawah pohon rindang, ditemani oleh Nathan.Nathan melihat suasana perumahan yang sepi padahal sudah siang. "Tempat ini sepi sekali ... tapi pasti ada yang masih di rumah 'kan? Bagaimana kalau ada yang mendengar?""Tenang saja, itulah gunanya aku
Leina dan Ritta berhasil sampai di rumah persinggahan darurat dengan aman. Saat mereka sampai, hari sudah gelap.Mereka beruntung tidak ada yang mengikuti. Akan tetapi, Ritta terus menyibukkan diri dengan mengaktifkan keamanan rumah. Dia juga masuk ke ruang monitor. Sebelumnya, Hans meretas kamera pengawas jalan dan disambungkan ke ruang tersebut. Dengan begini, dia bisa tahu kalau ada orang mencurigakan sedang mengawasi rumah.Bangunan itu sendiri berada di dalam perumahan, tidak terlalu padat penduduk. Iya, itu karena lokasinya berada di wilayah di mana kebanyakan penghuni adalah pebisnis yang jarang pulang. Sekalipun tetangga kanan dan kiri rumah singgah itu sudah ada dihuni, tapi penghuninya jarang pulang. Tak heran, kawasan itu sangat sepi.Saat Ritta sibuk dengan semua itu, Leina membuatkan makan malam untuk mereka. Mereka makan malam tak lama kemudian. Tidak ada yang dibicarakan setelah itu karena keduanya sangat lelah.Karena hal itulah, mereka berdua langsung memutuskan un