Theo yang sedang mengusap pipi Kirani terkejut ketika tiba-tiba Bella berada di belakangnya. "Untuk apa kamu ke sini?" Theo berdiri dari tempat duduknya dan menggenggam erat tangan Kirani. Tatapan matanya tajam penuh kebencian pada Bella yang mulai mendekatinya. "Aku datang ke sini untuk membicarakan tentang investasi yang aku tanam di perusahaan kalian," sahut Bella dengan santainya. Perempuan itu menatap Kirani yang hanya tertunduk dan tidak berbicara apa-apa. Theo menyunggingkan senyum. Ia membantu Kirani berdiri dan menggandeng perempuan itu dengan merangkul pinggangnya. "Aku sudah mengatakan kepada Wira kalau aku tidak akan pernah menerima investasi dari perusahaanmu." Theo menatap orang-orang yang saat ini menoleh ke arah mereka bertiga. Lelaki itu membawa Kirani keluar dari cafe setelah membayar bill. Ia tidak ingin keributan itu dilihat oleh banyak orang dan orang-orang akan berpikiran buruk kepada mereka. "Theo. aku belum selesai bicara," ujar Bella seraya menghadang l
"Theo. Apa kamu tidak punya telinga sampai tidak mendengarkan ucapan Mama?" Mamanya Theo kembali berteriak dengan lantang ketika putranya itu tidak menggubris ucapannya.Theo memang sengaja tidak menggubris perkataan mamanya. Ia tetap melangkahkan kaki menuju anak tangga. "Theo, berhenti!" Suara bariton yang mulai serak terdengar cukup lantang dari lantai bawah.Theo menghentikan langkahnya demi menghargai suara tersebut. Ia akhirnya turun dari tangga dan berdiri tegap di hadapan kedua orang tuanya."Bella datang ke sini untuk meminta maaf pada kita semua. Dia sudah mengakui kesalahannya. Seharusnya kamu bisa melihat penyesalan Bella dan memaafkan kesalahannya," ujar Tuan Alfonso.Theo hanya menyunggingkan senyum mendengar perkataan Papanya. Ia menatap tajam pada Bella yang sejak tadi santai duduk di sofa tanpa merasa bersalah sedikitpun. Tatapan mata Theo masih dipenuhi rasa benci karena tidak bisa melupakan apa yang sudah dilakukan oleh Bella di masa lalu."Aku benar-benar minta ma
Kirani meraba kening Theo yang terasa panas. Ia benar-benar kelabakan karena ternyata Theo mengalami demam dan sedang menggigil hebat di bawah selimut. "Bos, Bos kenapa?" Kirani menepuk-nepuk pipi Theo agar lelaki itu membuka mata. "Bos bangun." Kirani juga menyibak selimut yang membungkus tubuh Theo yang sedang menggigil kedinginan agar Theo menyadari keberadaannya. Theo membuka matanya perlahan. Lelaki itu tersenyum ketika melihat Kirani yang berada di atas ranjang. Ia langsung menarik Kirani ke dalam dekapannya. "Peluk aku. Aku kedinginan," bisik Theo di telinga Kirani. Kirani menuruti permintaan Theo. Ia segera mensejajarkan tubuhnya dengan berbaring di atas ranjang. Tangannya memeluk Theo dan membelai kepala Bosnya itu dengan lembut. "Boleh aku tidur di dadamu?" Theo menatap Kirani dengan wajah sayu. Kirani mengangguk. Ia menarik Theo agar berbaring di atas dadanya. Posisi seperti ketika Kirani sedang sakit dan Theo lah yang merawatnya. Kirani memeluk Theo dengan erat kare
"Ibu kenapa seperti itu? Apa Ibu ada kerjaan mendadak di kantor?" Tanya Kevin di seberang telepon.Kirani merasa lega karena Kevin memiliki berbagai pemikiran kalau dirinya saat ini sedang ada pekerjaan mendadak di kantor. Ia pun akan menggunakan alasan itu untuk Kevin agar mengizinkannya pulang malam seperti kemarin."Iya nih, sayang. Ibu sebenarnya nggak enak mau ngasih tahu Kevin. Takut Kevin kecewa," sahut Kirani. Perempuan itu menarik napas dalam-dalam karena merasa bersalah sudah membohongi putra kesayangannya.Kevin yang sedang berbaring di sofa depan televisi hanya tersenyum mendengar ucapan ibunya. Ia tahu ibunya bekerja keras untuk membiayai pengobatannya dan memberikan kebahagiaan kepadanya."Ibu tenang saja. Kevin nggak kecewa kok. Kevin tahu kalau orang-orang bekerja di kantor itu tidak bisa pulang seperti keinginannya." Sahut Kevin di seberang telepon seakan memberikan angin surga bagi Kirani.Ia merasa lega karena putranya itu sudah mulai memahami pekerjaan ibunya yang
"Ciuman.""Bos.""Aku berani jamin kalau aku akan langsung sembuh jika menciummu sepanjang." Theo tersenyum sambil meyakinkan Kirani.Kirani menggeleng perlahan. Ia tidak bisa membiarkan dirinya berciuman dengan Bosnya itu sepanjang malam. Selain karena tidak bisa menahan gairah jika Theo sudah mulai memperdalam ciumannya, dia juga harus segera pulang karena tidak mau keluarganya khawatir."Kirani.""Bos. Aku mau pulang."Theo menarik napas berat melihat Kirani yang teguh pada pendiriannya. Ia tidak bisa memaksa Kirani untuk menuruti keinginannya. "Oke." Theo akhirnya kembali berbaring di atas ranjang. Ia menarik, lalu memejamkan mata. Sementara itu, Kirani merasa bersalah karena tidak bisa menuruti permintaan Theo kali ini. Ia tidak ingin kebablasan seperti tadi.Kirani mengambil tas jinjingnya di atas meja rias. Matanya terbelalak sempurna ketika melihat bekas tanda kepemilikan di lehernya. "Bos." Kirani duduk di tepian ranjang, lalu menepuk-nepuk bahu Theo dengan kuat."Ada apa?
"Bella," desis Kirani. Ia mengurungkan niatnya untuk membuka pintu tersebut karena harus memberitahu Theo terlebih dahulu.Kirani berjalan menuju dapur dan menemui Theo. "Bos, ada Bella," ujar Kirani.Theo yang hendak minum air mineral menoleh ke arah Kirani. Ia mengerutkan kening dan berdiri dari tempat duduknya."Dengan siapa?" "Sendiri.""Biarkan saja!" Theo duduk di samping Kirani dan bersandar di bahu perempuan itu. Ia memain-mainkan punggung tangan Kirani dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Jari-jari itu dia bentuk seperti kaki yang tengah berjalan. Berjalan dari punggung tangan Kirani menuju leher jenjang perempuan itu."Aku kasih tanda lagi, ya." Theo berbisik ketika jari-jarinya sudah sampai di leher jenjang Kirani.Kirani terlonjak kaget dan hendak berdiri dari kursi tersebut. Namun Theo menahan tubuhnya, sehingga ia kembali duduk dan tidak bisa menghindari gerakan Theo yang mengunci tubuhnya dengan kedua kakinya."Bos. Turunkan kakimu!" Kirani menunjuk ke arah kedua k
"Oke. Aku akan bicarakan masalah ini dengan Kirani. Tapi aku tidak bisa mengizinkan Kirani menemui Pak Aditomo hari ini," sahut Theo. "Kamu hubungi Pak Aditomo dan katakan kalau saat ini aku sedang sakit dan Kirani juga tidak bisa datang ke kantor kalau aku tidak masuk," tambah Theo lagi.Theo mematikan sambungan telepon dan menunggu Wira menghubungi Aditomo. Wajahnya terus menegang karena masih tidak mengerti dengan jalan pikiran Aditomo yang menginginkan Kirani yang menangani proyek tersebut."Bos." Kirani berdiri di belakang Theo yang masih menunggu sambungan telepon dari Wira.Theo terkejut ketika melihat Kirani. Ia pun berpura-pura tidak memiliki masalah dan mendudukkan Kirani di tepian ranjang. Ia menyempatkan mencium pipi Kirani dengan mesra.Ponsel Theo kembali berdering. Tertera nama Wira di layar ponsel yang membuat Theo hendak menjauh dari Kirani untuk menerima panggilan telepon tersebut.
Bugh"Brengsek, Kamu!" Theo memukul Tomo dengan membabi buta. Lelaki itu memukul wajah Tomo dan memintir tangan lelaki yang hendak menyentuh Kirani dengan kuat sehingga Tomo berteriak kesakitan."Dengar, Pak Tomo. Aku tidak akan pernah sudi bekerja sama dengan lelaki brengsek seperti kamu!" Theo mendorong Tomo, sehingga lelaki itu tersungkur di atas meja yang berisikan banyak makanan.Orang-orang yang berada di tempat tersebut berteriak ketakutan karena Theo tidak berhenti memukuli Tomo yang tidak sempat melawan.Sedangkan Kirani masih memeluk dirinya dan bersembunyi di bawah meja. Air mata mengalir membanjiri wajahnya yang cantik. Ia terus berteriak meminta tolong sambil menutup dadanya dengan kedua tangan."Bos. Sebaiknya bawa saja Nona Kirani pergi dari sini. Biar urusan Pak Tomo saya yang menangani," ujar sopir Theo seraya menunjuk ke arah Kirani yang menangis tersedu-sedu di bawah meja.Theo mengalihkan pandangannya ke arah kolong meja dan terkejut ketika melihat Kirani yang meme