"Bella," desis Kirani. Ia mengurungkan niatnya untuk membuka pintu tersebut karena harus memberitahu Theo terlebih dahulu.Kirani berjalan menuju dapur dan menemui Theo. "Bos, ada Bella," ujar Kirani.Theo yang hendak minum air mineral menoleh ke arah Kirani. Ia mengerutkan kening dan berdiri dari tempat duduknya."Dengan siapa?" "Sendiri.""Biarkan saja!" Theo duduk di samping Kirani dan bersandar di bahu perempuan itu. Ia memain-mainkan punggung tangan Kirani dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Jari-jari itu dia bentuk seperti kaki yang tengah berjalan. Berjalan dari punggung tangan Kirani menuju leher jenjang perempuan itu."Aku kasih tanda lagi, ya." Theo berbisik ketika jari-jarinya sudah sampai di leher jenjang Kirani.Kirani terlonjak kaget dan hendak berdiri dari kursi tersebut. Namun Theo menahan tubuhnya, sehingga ia kembali duduk dan tidak bisa menghindari gerakan Theo yang mengunci tubuhnya dengan kedua kakinya."Bos. Turunkan kakimu!" Kirani menunjuk ke arah kedua k
"Oke. Aku akan bicarakan masalah ini dengan Kirani. Tapi aku tidak bisa mengizinkan Kirani menemui Pak Aditomo hari ini," sahut Theo. "Kamu hubungi Pak Aditomo dan katakan kalau saat ini aku sedang sakit dan Kirani juga tidak bisa datang ke kantor kalau aku tidak masuk," tambah Theo lagi.Theo mematikan sambungan telepon dan menunggu Wira menghubungi Aditomo. Wajahnya terus menegang karena masih tidak mengerti dengan jalan pikiran Aditomo yang menginginkan Kirani yang menangani proyek tersebut."Bos." Kirani berdiri di belakang Theo yang masih menunggu sambungan telepon dari Wira.Theo terkejut ketika melihat Kirani. Ia pun berpura-pura tidak memiliki masalah dan mendudukkan Kirani di tepian ranjang. Ia menyempatkan mencium pipi Kirani dengan mesra.Ponsel Theo kembali berdering. Tertera nama Wira di layar ponsel yang membuat Theo hendak menjauh dari Kirani untuk menerima panggilan telepon tersebut.
Bugh"Brengsek, Kamu!" Theo memukul Tomo dengan membabi buta. Lelaki itu memukul wajah Tomo dan memintir tangan lelaki yang hendak menyentuh Kirani dengan kuat sehingga Tomo berteriak kesakitan."Dengar, Pak Tomo. Aku tidak akan pernah sudi bekerja sama dengan lelaki brengsek seperti kamu!" Theo mendorong Tomo, sehingga lelaki itu tersungkur di atas meja yang berisikan banyak makanan.Orang-orang yang berada di tempat tersebut berteriak ketakutan karena Theo tidak berhenti memukuli Tomo yang tidak sempat melawan.Sedangkan Kirani masih memeluk dirinya dan bersembunyi di bawah meja. Air mata mengalir membanjiri wajahnya yang cantik. Ia terus berteriak meminta tolong sambil menutup dadanya dengan kedua tangan."Bos. Sebaiknya bawa saja Nona Kirani pergi dari sini. Biar urusan Pak Tomo saya yang menangani," ujar sopir Theo seraya menunjuk ke arah Kirani yang menangis tersedu-sedu di bawah meja.Theo mengalihkan pandangannya ke arah kolong meja dan terkejut ketika melihat Kirani yang meme
Theo terdiam sejenak. Ia menghela napas dalam-dalam sebelum menceritakan kepada Kirani tentang perilaku Kirani selama beberapa hari terakhir.Theo mulai menceritakan tentang Kirani yang mengalami trauma ketika pertama kali kancing bajunya dibuka, hingga menceritakan saat tiba-tiba ia melihat Kirani yang bersembunyi di bawah meja."Jadi luka di dada Bos ini karena gigitanku?" Tanya Kirani. Ia menatap luka-luka yang berada di dada Theo dengan perasaan iba.Theo membelai wajah Kirani dengan lembut. Ia tersenyum dan mengecup pipi Kirani dengan mesra. "Aku sudah bilang kalau luka ini tidak seberapa sakitnya jika dibandingkan dengan luka hatiku melihat kamu menderita," ujar Theo sambil mencium buku-buku tangan Kirani.Kirani meraba data Theo yang terluka. Dengan perlahan dia membuka kemeja yang Theo kenakan. "Aku akan mengobati luka ini karena ini adalah perbuatanku," ujar Kirani seraya hendak mengambil kotak P3K.Theo awalnya hendak melarang Kirani untuk membersihkan luka bekas gigitan per
"Siapa kamu?" Tomo melirik pada perempuan yang berada di hadapannya. Dia menatap perempuan itu dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Dia sangat yakin tidak pernah mengenal perempuan itu sebelumnya."Perkenalkan. Aku Bella, mantan istri Elvano Theo Mahendra," sahut Bella seraya mengulurkan tangannya. Perempuan itu mengulum senyum penuh makna pada Tomo.Tomo menatap tangan Bella yang terulur dihadapannya. Tak setidikit pun tergerak di hatinya untuk menyambut uluran tangan itu. Ia merasa ragu untuk berbicara dengan Bella karena tidak yakin, jika perempuan itu benar-benar seorang perempuan yang bisa dipercaya untuk bekerjasama.Bella mengerutkan kening melihat Tomo yang tak kunjung menyambut tangannya. "Aku sangat yakin kalau sebenarnya Theo memiliki hubungan khusus dengan Kirani. Sayangnya aku tidak memiliki bukti itu," ujar Bella sambil melipat kedua tangan di dada dan menatap mobil Theo yang sudah menghilang di balik tikungan jalan.Perempuan itu memutar-mutar kunci mobilnya dan men
"Sabtu ini kita jadi ke pantai kan, Bu?" Kevin bertanya kepada Kirani ketika perempuan itu sedang membuat perkedel kentang kesukaannya.Kirani menoleh dan tersenyum pada Kevin. Betapa ia merasa bahagia melihat Kevin yang sekarang terlihat begitu ceria. Berbeda dengan Kevin yang dulu belum menjalani kemoterapi."Jadi dong, Sayang" sahut Kirani dengan senyum mengembang."Horeeee! Kevin bersorak kegirangan. Bocah berwajah imut itu menghampiri Kirani dan segera mencium pipi ibunya dengan penuh cinta."Apa aku boleh mengajak Daddy?" Kevin bertanya dengan memasang wajah penuh harap.Kirani mengerutkan kening mendengar sebutan Daddy. Sejak kemarin ia memang ingin bertemu dengan sosok lelaki yang disebut Kevin sebagai sahabatnya itu."Tentu saja boleh. Tapi ada syaratnya," sahut Kirani seraya menjawil ujung hidung Kevin dengan gemas."Memang syaratnya apa?" Tanya Kevin penasaran."Kamu tidak boleh menjodohkan Ibu dengannya. Kamu juga tidak boleh mendekat-dekatkan Ibu dengannya." Kirani mengac
"Aku sudah sembuh, kok."Kirani menyahut cepat. Mimik wajahnya memperlihatkan keseriusan dan tidak ada kebohongan. "Kapan kamu sembuhnya? Beberapa minggu yang lalu kamu pingsan karena terlambat makan," ujar Theo seraya menatap tajam pada Kirani. Kirani mendekati Theo dan berdiri dengan tegak di hadapan lelaki itu. Diperlihatkannya wajah yang cerah dan senyum semanis mungkin, membuat Theo menyurutkan tatapan tajamnya. "Aku benar-benar sudah sembuh. Dan kebetulan aku pecinta makanan pedas." Kirani menatap Theo dan Wira bergantian. Ia ingin meyakinkan kedua lelaki itu, bahwa dirinya benar-benar bisa bertarung dengan Tuan Lee. Theo membelai rambut panjang Kirani dengan mesra. Ditariknya pinggang Kirani sehingga perempuan itu berada di dekatnya. Melihat Theo yang mulai hendak melancarkan aksinya, Wira pun berpamitan pada Theo untuk menyusun proposal yang nanti akan diserahkan pada pertemuan dengan Tuan Lee. "Sayang, kamu jangan cari perkara. Aku nggak mau terjadi sesuatu yang buruk pa
"Kirani. Sudahi saja makannya. Aku tidak masalah kalau perusahaan kita tidak bisa bekerja sama dengan Mister Lee," ujar Theo seraya menahan Kirani yang hendak mengambil udang keempat di hadapannya.Namun Kirani tidak menggubris perkataan Theo. Ia tetap menikmati udang tersebut sambil menahan rasa sakit di lambungnya. Sesekali ekor matanya melirik ke arah Mister Lee yang wajahnya sudah mulai berubah merah.Melihat semangat yang membara dari wajah Mister Lee, membuat Kirani semakin fokus pada makanannya. Ia mengencangkan suara musik yang ada pada headset yang menempel di telinganya, agar ia tidak mendengarkan ucapan Theo yang selalu melarangnya menyelesaikan pertarungan itu."Aku tidak sanggup lagi! Aku menyerah!" Mister Lee mengangkat kedua tangan seraya mendorong piring berisi udang yang berada di hadapannya.Lelaki bermata sipit itu menatap ke arah Kirani yang masih menikmati udang keempat dengan lahap.Theo yang melihat Mister Lee menyerah dengan mengangkat kedua tangan, juga ikut m
"Brengsek kalian berdua!" Tomo menatap penuh kebencian pada Kirani yang tengah digandeng oleh Theo. "Kamu yang brengsek. Hukuman yang pantas untukmu adalah hukum mati karena kamu sudah merusak masa depan Kirani!" Theo tak kalah menatap Tomo dengan penuh kebencian. "Theo. Kamu harus membebaskan aku." Bella yang diringkus oleh polisi pun ikut berteriak di hadapan Theo. "Membebaskanmu? Untuk apa? Kamu juga pantas mendekam di dalam penjara." Bella mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Aku akan segera menghubungi kedua orang tuamu untuk membebaskanku," ujarnya dengan lantang. "Itu tidak akan pernah terjadi. Kami tidak akan pernah membebaskanmu," ujar nyonya Marissa yang tiba-tiba datang bersama suaminya. "Tante, Tante harus membebaskan aku agar aku bisa membantu tante untuk menyingkirkan Kirani." Bella berusaha memberontak agar bisa mendekati nyonya Marissa. "Menyingkirkan Kirani? Kenapa aku harus menyingkirkan Kirani?" Nyonya Marisa menyunggingkan senyumnya."Maksud Tante apa? Bukankah
"Itu 'kan mobil daddy? Gimana ini?" Kevin terbelalak ketika melihat mobil Evan sudah terparkir di halaman rumahnya. "Kayaknya iya. Aduh mana ibumu belum pulang." Ibunya Kirani pun ikut cemas karena putrinya belum datang. Mereka berdua kebingungan karena tidak tahu harus berbuat apa. "Sebaiknya kamu hampiri Evan. Nenek akan menghubungi ibumu dan meminta dia pulang sekarang," ujar ibunya Kirani.Kevin terburu-buru menghampiri mobil tersebut membuat Kirani yang berada di dalam mobil itu semakin merasa ketakutan. Ia khawatir jika Kevin tidak bisa menerima kedatangan Theo yang hendak mengutarakan keinginan untuk menikahinya. "Sayang, Ayo kita turun," ujar Theo yang segera turun dari mobil dan membuka pintu mobil untuk Kirani. Dengan berat hati akhirnya Kirani segera turun dari mobil dan bergandengan tangan bersama Theo. "Ibu? Kok Ibu sudah duluan sama Daddy Evan?" Kevin mengerutkan keningnya ketika melihat ibunya yang sedang digandeng oleh Evan. "Daddy Evan? Mana orangnya?" Kirani m
"Ibu mau pergi kerja? Malam-malam begini?" Kevin terkejut ketika melihat Kirani yang sudah bersiap-siap hendak berangkat ke kantor. "Bukannya kamu istirahat dulu selama beberapa hari? Kok malah pergi lagi?" Ibunya Kirani pun menatap heran pada putrinya. "Aku tiba-tiba ada meeting penting, Bu." Kirani menyahut dengan tergesa-gesa. "Inilah makanya Daddy Evan ingin menikahi Ibu. Dia tidak mau Ibu bekerja tanpa kenal waktu seperti ini." Kirani menoleh pada Kevin yang tengah berbicara sambil menatapnya dengan cemas. "Benar sekali, Kirani. Apa sebaiknya kamu tolak saja permintaan dari atasanmu itu? Bilang kamu tidak ikut meeting malam ini. Kamu sudah bekerja dengan sepenuh waktu. Tidak ada salahnya kalau kamu istirahat dulu hari ini." Ibunya Kirani pun mendekati putrinya. "Besok Daddy Evan datang ke sini untuk bicarakan tentang pernikahan. Bagaimana mungkin Ibu mau pergi?" Kevin menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca. "Ibu nggak akan ninggalin Kevin 'kan? Ibu nggak akan kabur dari pe
"Kamu harus menguatkan hati jika suatu saat trauma Kirani kembali kambuh. Kita tidak tahu bagaimana kondisi Kirani selanjutnya. Tapi mudah-mudahan saja dengan perasaan nyaman yang dia rasakan setiap di dekat anda, dia benar-benar tidak ingat lagi pada trauma itu," ujar Dokter Dwi."Nggak masalah, Dokter. Saya bisa mengerti bagaimana keadaan Kirani. Yang pasti saya tidak akan menuruti keinginan saya untuk meminta hak sebagai suami."Theo menyalami Dokter Dwi sebelum kembali ke ruangan Kirani dan membawa kekasihnya itu untuk segera pulang. "Bos." Kirani terkejut ketika melihat Theo yang sudah berada di luar ruangan sambil merentangkan kedua tangannya. Perempuan itu berlari berhambur memeluk Theo dan membenamkan kepalanya di dada bilang sang atasan. "Aku kangen." Theo mengecup kening Kirani dan memeluk perempuan itu dengan erat. Sesekali diciumnya dengan gemas sambil membingkai wajah kekasihnya itu dengan penuh cinta. "Kita pulang ya," bisik Theo pada Kirani seraya melambaikan tangan
"Iya. Daddy bersedia menikah dengan ibumu," sahut Theo sambil tersenyum."Bagaimana kalau Ibu tidak mau menikah dengan Daddy?" Kevin mengerjapkan matanya. "Bisa kita atur nanti. Yang penting Kevin bilang sama Ibu kalau Kevin ingin menikahkan Ibu dengan Daddy.""Oke deh." Kevin mengacungkan jari jempolnya. "Horeeee. Akhirnya Kevin punya Ayah," ujarnya lagi sambil berhambur memeluk Theo. Theo segera berpamitan pada ibunya Kirani dan Kevin. Ia berencana mendatangi Wira dan membicarakan masalah perusahaan. Sepanjang perjalanan menuju perusahaannya, Theo tak berhenti memikirkan Kirani yang saat ini masih berada di klinik Dokter Dwi. Betapa ia ingin menghubungi sang dokter dan menanyakan bagaimana keadaan Kirani saat ini, tapi ia khawatir jika pertanyaannya nanti justru akan mengganggu Dokter Dwi yang tengah fokus merawat kekasihnya. Sesampai di halaman kantornya, Theo langsung terburu-buru menuju ruangan Wira. "Kamu tuh bener-bener nggak ada otak ya. Bisa-bisanya kamu membatalkan meet
"Bella, Tomo?" Kirani dan Theo sama-sama terkejut melihat klien mereka yang masuk ke dalam ruangan. "Ah, aku lupa memberitahu kalian kalau klien yang datang dari Perancis itu meminta diwakilkan pada pemilik saham di grup mereka yaitu Bella dan Tomo," ujar Wira berusaha menenangkan Kirani dan Theo.Kirani terkejut ketika menoleh ke arah Tomo yang sedang memainkan lidahnya. Lidah Tomo dimainkan persis seperti saat ia melakukan pelecehan pada Kirani.Kirani tiba-tiba merasakan sakit kepala yang teramat sangat. Kenangan bagaimana Tomo yang telah melecehkannya di masa lalu dan beberapa bulan yang lalu pun seketika berputar-putar di otaknya. "Jangan!" Kirani tiba-tiba duduk di bawah kursi sambil menutup wajahnya. Hal itu membuat Theo merasa cemas hingga berusaha menenangkan Kirani. "Lepaskan aku!" Kirani menepis tangan Theo berkali-kali. Bersamaan dengan itu juga, Tomo mendekati Kirani dan berbicara pada perempuan itu. "Kemarilah, Sayangku," bisiknya di telinga Kirani."Menyingkir kamu
"Lebih baik aku dihukum oleh Bos, daripada meeting tidak berjalan dengan lancar," sahut Kirani. Ia menatap Theo yang saat itu tengah mengungkungnya.Kirani berusaha melepaskan diri dari kungkungan Theo. Namun Theo tetap menekan kedua tangannya dan makin mendekatkan wajahnya. Tampak kemarahan dari lelaki itu karena Kirani berani menentang perintahnya."Aku tidak mau kamu terlalu lelah. Mengingat pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Lagi pula kamu sebenarnya bisa saja menerjemahkan bahasa Wira dan bahasa klient kita." Theo tetap bersikeras dengan pendapatnya. Ia mengkhawatirkan Kirani kembali sakit jika terlalu lelah bekerja.Kirani menarik napas dalam-dalam. Ia menggenggam erat tangan Theo dan mengarahkan tangannya pada pipi lelaki itu, sehingga Theo melepaskan genggaman tangannya dan membiarkan Kirani membelai lembut wajahnya. Ini adalah sebuah momen yang bahagia bagi Theo."Mungkin menurut Wira, ide Bos itu akan mempersulit pekerjaan kita. Lagi pula, tidak ada salahnya kalau
"Aku akan pikirkan itu nanti." Kirani menyahut sambil menyandarkan kepalanya di bahu Theo.Perempuan itu mendongak dan menatap mata teduh Theo yang teramat sangat dirindukannya. Bersamaan dengan sebuah kecupan hangat dari Theo yang mendarat di kelopak matanya yang akhirnya tertutup dengan rapat."Terima kasih ya, sayang." Theo membelai kepala Kirani dengan mesra dan mengangkat dagu perempuan yang teramat sangat dirindukannya itu. Satu kecupan ia labuhkan di bibir Kirani, membuat Kirani semakin merasa nyaman dan merapatkan tubuhnya pada Theo. "Aku kangen," bisik Theo dengan sendu di telinga Kirani.Theo pun melajukan mobil menuju apartemen sambil terus mengusap kepala Kirani yang saat itu sudah tertidur di bahunya. Sesekali dikecupnya kening Kirani dengan mesra, seakan ia merasakan kebahagiaan yang begitu besar karena keinginannya untuk ditemani malam ini dikabulkan.Sesampai di halaman apartemen, Theo tidak membangunkan Kirani karena ia tahu asisten pribadinya itu pasti merasa sangat
"Theo? Ngapain kamu membawa perempuan murahan ini ke sini?" Nyonya Marisa terkejut melihat Theo yang tengah menggandeng tangan Kirani masuk ke dalam rumah.Kirani lebih terkejut lagi. Ia hendak melepaskan genggaman tangannya pada Theo, tapi Theo mencekram tangannya dengan kuat sehingga ia tidak bisa melakukan tindakan apapun."Kenapa? Mama kok kayaknya terkejut?" Theo menatap mamanya dengan wajah datar.Keduanya saling pandang dengan wajah tegang. Theo marah atas perlakuan mamanya pada Kirani, sementara Nyonya Marisa marah atas sikap Theo yang membela Kirani."Untuk apa kamu membawa perempuan murahan itu ke sini?""Dia bukan perempuan murahan, Ma. Dia adalah perempuan yang aku pilih untuk menemani hari-hariku dan menjadi pendamping hidupku suatu saat nanti.""Apa? Maksudmu apa bicara seperti itu? Jangan gila kamu ya." Nyonya Marisa semakin terkejut mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh Theo. Perempuan itu menatap Kirani dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. Ia tidak terima