Setelah mendapatkan cukup informasi, Tuan Mun dan Master Wang memutuskan untuk kembali ke Gangnam-gu. "Terimakasih banyak atas semua informasi mu Senor," ucap Master Wang dan menunduk memberi salam. Senor Hugo juga membalasnya, kali ini dengan gerakan yang sama. "Semoga itu cukup untuk membangun Tuan Muda Choi," balasnya. "Tentu saja," Master Wang tersenyum tipis. Tidak lama mereka pun kembali berjalan keluar dari gang kecil tersebut untuk sampai ke mobil yang telah menunggu mereka semua. Culseok juga sempat berbicara ringan serta memastikan kalau Senor Hugo mau terus membantu pihaknya. Kedua mobil mewah yang membawa orang-orang kepercayaan Ashraf pergi menuju ke Hongdae untuk mengantar Culseok kembali. "Aku harap kau juga bisa memikirkan jalan keluar untuk masalah ini Culseok," ucap Tuan Mun begitu Culseok hendak turun. Pria yang duduk di depan itu menoleh, dia mengangguk mantap. Sembari tangannya masih tertahan di pegangan pintu mobil. "Tentu saja, karena nyawaku ada ditanga
Tepat pukul dua belas malam, semua orang berhamburan keluar dari villa milik Jung Soo Hyun. Begitu juga dengan Ashraf dan Yoriko, keduanya hendak kembali ke Gangnam-gu bersama dengan anggota yang lain. Tapi baru saja Ashraf hendak membuka mobilnya, satu panggilan menghentikan dirinya. "Ashraf!" Si empu nama menolehkan kepalanya, begitu juga dengan Yoriko yang mendengar panggilan itu. Daru kejauhan Karalyn tampak berjalan mendekat ke arahnya. "Ada apa Nona Karalyn, kau perlu bantuan?" Tanya Ashraf begitu perempuan berambut pirang itu ada dihadapannya. "Aku tidak bisa menyebut ini sebagai bantuan, tapi ku rasa kau juga tidak akan mau melakukannya." Karalyn berkata tenang. Ashraf sempat bingung, dia juga reflek menoleh pada Yoriko yang belum juga masuk ke mobil. Perempuan itu masih berdiri di sisi kiri mobil memperhatikan keduanya. Karalyn juga melihatnya, dia membuang nafasnya kasar. "Rupanya ucapan mu di hadapan Tuan Jung Soo Hyun tadi benar adanya Ashraf," ucapnya tiba-tiba. As
Tepat saat fajar mulai menyingsing, dua mobil mewah milik keluarga Choi itu kembali ke kediaman. Yoriko segera turun dari mobilnya dan berbicara pada anggota yang lain untuk segera pamit pulang. Perempuan itu hendak beristirahat dan kembali lagi siang nanti. "Marco, kau bisa mengantar ku ke markas besar? Mobil ku masih ada di sana," ucap Yoriko pada Marco yang juga baru turun dari mobil. "Tentu saja Nona, mari aku antarkan." Marco menjawab dengan sopan dia kemudian menuju ke mobilnya yang ada di garasi kediaman. Ashraf yang melihat itu mencegah mereka. "Mau ke mana kalian?" Tanyanya dengan nada yang tegas. Marco dan Yoriko sontak menoleh, Marco tampak sedikit ketakutan karena suara tegas Ashraf dan nada bicaranya yang dingin. Akan tetapi tidak dengan Yoriko yang menatapnya acuh tak acuh. "Ke markas besar, mobilku masih ada di sana." Yoriko menjawabnya singkat. Ashraf kemudian berjalan mendekatinya, sembari tangannya berada di dalam saku celana yang dia kenakan. "Aku yang akan m
Setelah merasa cukup, akhirnya Yoriko masuk ke dalam mobilnya menjalankannya pelan dan sempat berhenti di dekat Jeep milik Marco. "Ayo pergi Marco!" Ucap Yoriko tegas kemudian menginjak pedal gas lebih dulu, terutama setelah melihat Marco menganggukkan kepalanya. Lima belas menit kemudian Yoriko sudah sampai ke rumahnya, mobil Marco lalu terus berjalan meninggalkan kawasan rumah Yoriko setelah memastikannya aman. Perempuan itu sendiri masuk ke dalam rumahnya dan beristirahat. Tepat pukul delapan pagi, Yoriko sudah kembali bersiap. Dia sudah dandan rapi meskipun baru beberapa jam lalu dia kembali dari perjalanan jauh. Saat ini dia harus menemui Master Wang di cafe yang cukup jauh dari kawasan rumahnya. "Entah apa yang akan Master Wang katakan, tapi ada baiknya jika aku membawa senjata. Mau bagaimana pun, dia adalah mantan antek-antek Blair Fulton." Yoriko berkata pada dirinya sendiri. Terutama saat mematut penampilannya di cermin. Perempuan itu memakai setelan jas dan celana panj
Yoriko malah tersenyum sekilas mendengar kekhawatiran Master Wang. Kali ini Yoriko percaya kalau pria didepannya ini bukan lagi antek-antek Blair Fulton. Melainkan salah satu rekannya di El Abro. "Mungkin kau tidak tahu, tapi El Abro punya seorang teknolog dan hacker Master." Yoriko masih tersenyum saat menjawabnya. Master Wang sempat melongo sejenak, dia memang tidak tahu kalau ada anggota yang seperti itu di El Abro. "Sebentar, biar aku panggil seseorang untuk datang ke sini." Yoriko sontak mengeluarkan ponsel dari dalam saku long coat miliknya. Coat itu dia letakkan di kursi tempat dia duduk. Dengan gerakan cepat Yoriko mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Setelah mendapatkan jawaban barulah dia beralih pada Master Wang yang tampak menunggu. "Akan ada yang datang Master, tunggu saja." Yoriko kemudian sibuk dengan makanan yang sudah dia pesan. Sejak tadi dia hanya fokus pada percakapannya dengan Master Wang sampai melupakan apa yang dia pesan. Master Wang pun mengangguk paha
Yoriko menatap Ashraf dengan pandangan yang lurus dan sangat serius. Dia tidak mengalihkan pandangannya ke arah lain sebelum Ashraf memberikan jawaban. "Jadi bagaimana Ashraf? Kau hanya perlu menyetujuinya!" Desak Yoriko lagi. Ashraf tampak berpikir, dia cemas karena harus membiarkan Yoriko menemui Xiao Lan atau Xiao Jiang. Itu akan sangat beresiko, lebih-lebih lagi dua orang itu tahu siapa Yoriko. "Ini akan sangat beresiko, jadi aku akan memerintah anggota yang lain saja." Ashraf memberikan jawaban final. "Tidak bisa, aku yang akan melakukannya. Karena aku tahu bagaimana cara mendapatkan hasil pemindaian itu," sergah Yoriko. Dia benar-benar ingin melakukannya karena dia yakin hanya dia lah yang bisa. Master Wang lalu memikirkan jalan tengah, tidak lama dia bersuara. "Yoriko tidak akan sendiri. Aku atau Dohan bisa ikut bersamanya. Lagi pula kita hanya perlu bertemu dan bersitatap saja dengan mereka untuk mendapatkan hasil pemindaian. Kita bisa menyamar," jelasnya. Dohan pun meng
Gangnam-gu, 19.42 am. Jet pribadi milik keluarga Choi sudah berada di atas roof top bangunan utama markas besar. Tiga orang yang akan berangkat ke Kungmin malam itu sudah bersiap-siap. Master Wang dan Kim Dohan tengah berbincang untuk kelanjutan misi mereka. Sementara Yoriko tengah duduk di tepi roof top menunggu persiapan keberangkatan selesai. Pikiran Yoriko masih tertinggal disaat dia berbincang dengan Lizi tadi pagi. Raut kesedihan di wajah perempuan muda itu entah mengapa juga ikut melukai hatinya. "Yoriko, ayo naik!" Panggil Master Wang yang hendak naik ke jet. Yoriko tergagap, dia lekas berdiri dan mengambil tas miliknya. "I-iya," jawabnya sembari berjalan mendekat. Akan tetapi dia sempat melewati Ashraf, pria itu menahan tangannya. "Aku perlu berbicara sebentar denganmu," lirih Ashraf. Mau tidak mau Yoriko berhenti, dia hanya melirik Ashraf sekilas tanpa berniat beranjak kemana-mana. "Katakan saja dengan cepat sekarang!""Jangan berbuat apapun yang bisa membuat mu dan X
"Akh!" Satu orang pria yang berjaga itu memekik keras. Lehernya terkena satu anak panah, darah segar pun mengalir begitu saja dari lukanya. Tidak lama tubuhnya tumbang begitu saja dan tersungkur ke tanah. Sementara rekannya lekas bersiap menggunakan senjatanya, dia masih menoleh ke sekeliling mencari siapa yang telah melukai rekannya. "Hei siapa di sana, jangan macam-macam! Tunjukkan--"Belum sempat pria itu melanjutkan kalimatnya, Master Wang sudah berhasil memanah leher pria itu hingga dia jatuh tersungkur seperti pria sebelumnya. Setelah merasa aman, Master Wang melambaikan tangannya ke arah mobil Jeep. Yoriko dan Kim Dohan yang melihat itu pun segera turun dengan hati-hati. Keadaan sekitar yang sangat sepi semakin mempermudah aksi mereka. "Masuklah Yoriko, kami akan mengawasi di sini." Kim Dohan meminta Yoriko untuk cepat. Master Wang sempat menepuk pundak Yoriko sebelum perempuan itu masuk. Reflek Yoriko menoleh dan menatap bingung ke arah Master Wang. "Kami tidak bisa memb
Ashraf panik, dia berlari menuju tubuh Yoriko yang langsung tidak sadarkan diri. Perempuan itu berkorban demi dirinya, Yoriko sangat takut mati. Tapi dia bersedia tertembak demi orang yang dia cintai, yaitu Ashraf. Ashraf memeluk tubuh Yoriko yang mulai lemas. Di rengkuhnya tubuh perempuan berdarah Jepang-Korea Selatan itu. "Yoriko bangun!" Ucapnya berusaha membuat perempuan itu tersadar. Namun tidak ada respon yang diterima dari rekan sekaligus teman baiknya itu. Ashraf menundukkan kepalanya dalam-dalam, dia menyesal. "Sudah aku katakan sebelumnya Yoriko, jangan pernah pertaruhkan nyawa demi cinta. Tapi kau selalu keras kepala."Marco yang juga melihat itu merasa geram, kini hanya ada lima anggota Blair Fulton yang menjaga di sekitar Jeep tempat Tuan Lan dan Xiao juang bersembunyi."Keluar kalian dasar pengecut!" Teriak Marco tidak terima. Dia mengambil alih senapan yang masih dipegang oleh jasad beberapa anggota Blair Fulton yang telah tewas. Marco mulai menembaki para anggota
Tuan Lan dan Xiao Jiang segera bertolak menuju Gangnam begitu proses pemakaman Chen Goufeng dan keluarganya selesai. Kini status Xiao Jiang sendiri cukup terkenal sebagai tunangan mendiang putra perdana menteri. Oleh karena itu Xiao Jiang perlu berhati-hati dalam bertindak di negara asalnya. Akan tetapi tidak ketika dia dan sang ayah berada di Gangnam. Mereka langsung mengepung markas besar El Abro begitu mendapatkan kabar bahwa orang kepercayaan Blair Fulton, Kwon Yuri tewas ditangan Ashraf. Dor!Dor!Dor!Tembakan-tembakan dilepaskan secara tepat sasaran ke arah orang-orang Blair Fulton yang bersembunyi di pepohonan. Setidaknya, Tuan Lan membawa seratus orang anggota Blair Fulton mengepung markas besar El Abro. Hanya lima belas orang saja yang dapat dilihat oleh pihak lawan. Sedangkan sisanya bersembunyi dengan baik, berkamuflase dengan lingkungan tempat sekitar markas besar El Abro. Letak markas yang dikelilingi oleh lahan berisi pepohonan sebagai kamuflase pun memberi jalan ke
Yoriko ditangani dengan baik dan sadar setelah tidak sadarkan diri kurang lebih tiga jam lamanya. Perempuan itu di bius oleh Kwon Yuri begitu dia kalah di dalam penyerangan di hotel milik Senor Hugo. Sebenarnya jika bukan karena jumlah lawan yang tidak sepadan, dan pihaknya tidak dicurigai. Pasti Yoriko tidak akan mudah dibawa oleh orang-orang suruhan Kwon Yuri itu. "Bagaimana keadaan mu Yoriko, apa ada yang masih sakit?" Tanya Ashraf begitu perempuan itu membuka mata. Yoriko tidak segera menjawab, dia malah mengernyitkan dahinya. Merasa heran kenapa Ashraf ada saat dia membuka mata, padahal di ingatan terakhirnya tidak ada pria itu di hotel Senor Hugo. "Ashraf, kau ada di sini?" Tanyanya heran. "Iya aku di sini kenapa? Apa ada yang salah?" Ashraf malah balik bertanya. Sementara di belakangnya ada Ashley dan juga Marco yang tersenyum lebar melihat rekan mereka sadar. "Tidak, maksud ku. Bagaimana kau bisa datang, padahal kau tidak ada di hotel Senor Hugo saat aku di bawa oleh ora
Di tengah-tengah serangan, Ashraf bisa melihat dari kejauhan kalau dia tidak lagi sendirian. Selain Ashley yang memang membantu dirinya, dia bisa melihat ada beberapa anggota yang lain datang membantu. Ashraf tersenyum kecil, dia merasa Tuhan benar-benar ada dengan memberikannya bantuan di tengah keputusasaan dirinya. "Hah! Setidaknya Tuhan mendengar keluhan ku kali ini," gumam Ashraf sembari menatap para musuhnya satu persatu. Kini dia semakin semangat mengalahkan mereka, dia memukul dengan sangat brutal. "Ashraf, biar aku yang mengurus semuanya!" Ashley berkata tegas dari kejauhan. Di tengah kerusuhan dan juga serangan-serangan itu, Ashraf mengangguk paham. Di dekatnya, sudah ada Marco yang merangsek di tengah kerumunan dan juga anak buah Kwon Yuri yang membabi buta. "Mari selamatkan Yoriko Tuan Muda," ajak Marco ketika keadaan didekat mereka mulai terkendali. Ashraf mengangguk, "Ayo!"Keduanya kemudian menarik tali tambang yang mengikat Yoriko. Keduanya menarik tubuh Yoriko
Jiang malah tersenyum lebar ketika melihat tubuh Xiaojun yang ambruk tidak sadarkan diri didepannya. Sedetik kemudian ekspresi wajahnya berubah, dia mendadak berpura-pura panik. "Tolong, siapapun tolong ada yang pingsan di sini!" Teriak Jiang sembari berjongkok di dekat tubuh Xiaojun yang terkapar di lantai rumah sakit. Kondisi koridor rumah saki yang sepi membuat perempuan itu harus berteriak agar mendapatkan bantuan. Tidak lama ada beberapa perawat yang datang dengan tergopoh-gopoh untuk membantu mengangkat tubuh Xiaojun. "Nona keluarga pria ini?" Tanya salah satu perawat begitu tubuh Xiaojun berhasil di pindahkan ke brangkar dan mulai di dorong menuju ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan. Jiang mengangguk, "Benar. Aku tunangannya." Perawat itu mengangguk lalu beralih pada Xiaojun yang harus segera mendapatkan pertolongan. Begitu masuk ke ruang ICU, Jiang di hentikan oleh perawat. "Nona silahkan tunggu di luar." Jiang berpura-pura bersedih, dia hanya menatap kosong ke ruan
Ashraf hanya menatap datar dokumen yang ada di depannya. Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada Kwon Yuri yang masih menodongkan pistol ke kepala Ashraf. "Tunggu apa lagi Ashraf? Cepat tanda tangani berkas ini!" Kwon Yuri memberikan penekanan pada setiap kalimatnya. Ashraf kemudian melangkah, dia tidak mengalihkan pandangannya ke mana pun. Pria itu masih setia menatap lurus ke arah lawannya. "Apa ucapan mu bisa di pegang Kwon Yuri?" Tanya Ashraf masih tetap dengan nada yang tenang. "Hah! Tentu saja, asalkan kau tanda tangan di berkas itu." Kwon Yuri semakin menekankan nada bicaranya. Ashraf kemudian memperhatikan sekeliling, dia berusaha mencari celah di antara banyaknya anak buah Kwon Yuri yang mengepung dirinya. Ashraf memutar otak, mencari cara terbaik agar bisa lepas dari tekanan Kwon Yuri. Dia bisa saja melakukan perlawanan dengan mudah, akan tetapi Ashraf tidak bisa memastikan keselamatan Yoriko karena tindakannya itu. Akan tetapi Ashraf malah memajukan tubuhnya pada
Ye Siwu tersenyum ramah dan membiarkan seorang pelayan pria yang memang telah dia ajak bekerjasama memberikan botol wine pada keluarga perdana menteri Chen Goufeng. "Permisi Perdana Menteri, aku ingin memberikan wine ini untuk anda." Pelayan itu berkata dengan sopan. Chen Goufeng yang tengah menunggu jawaban dari Xiao Jiang mendecik sebal atas kedatangan pelayan tersebut. Akan tetapi begitu melihat botol yang dibawa, amarah yang semula hendak keluar mendadak reda. "Xiaojun, ini wine yang kau maksud tadi?" Tanya Chen Goufeng pada sang putra. Karena memang sebelum ini, Xiaojun ingin memberikan wine pada sang ayah untuk merayakan pertunangan. Xiaojun yang melihat botol wine serta pelayan yang membawanya mengangguk mengiyakan. "Benar, itu yang aku ingin berikan pada ayah. Lagi pula aku menitipkan ini pada pelayan tadi," jawabnya. Ye Siwu sendiri menahan tawa, menertawakan kebodohan Xiaojun. Karena sebelum memerintah si pelayan, perempuan itu telah memilih siapa orang yang dipercaya
Ashraf hanya menggigit bibir bawahnya menahan emosi yang memuncak. Saat ini dia harus bisa menemukan kembali Yoriko. Akan tetapi dia juga tidak yakin kalau telepon yang dia terima ini akan membawanya pada perempuan itu.Di tengah kebimbangannya, Master Wang yang memang bisa berjalan meski tertatih-tatih itu mendekati Ashraf. "Siapa?" Tanyanya dengan lirih. Ashraf menggedikan bahunya, jawaban kalau dia tidak tahu siapa yang sedang menghubungi dirinya. Master Wang pun paham dengan jawaban yang diberikan. Pria itu berdiri di samping Ashraf, menunggunya menyelesaikan panggilan. ["Ku tanya sekali lagi Ashraf, apa kau mau tahu di mana keberadaan Yoriko?"] Tanya seseorang di seberang sana lagi, mengulangi pertanyaan sebelumnya. Ashraf memejamkan matanya, berpikir keras. Kemudian dia menjawab tenang. "Tentu, jadi katakan di mana perempuan itu?" Tanyanya. ["Kalau kau mau menemuinya, datang lah sendiri ke tempat yang aku katakan. Bagaimana?"]"Ya aku akan ke sana sendirian, jadi cepat ka
Pertunangan Xiao Jiang dan Xiaojun terlaksana dengan baik, keduanya saling bertukar cincin di ikuti oleh sorak sorai para tamu yang ada. Tepukan gemuruh menggema di seluruh gedung tempat acara tersebut digelar. Xiaojun tampak tersenyum lebar, merasa menang atas Xiao Jiang. Dia melirik ke arah sang ayah yang tampak jauh lebih gembira dibanding dirinya. Sementara Xiao Jiang hanya memasang wajah datar. Dia tidak menampilkan ekspresi apa-apa, meskipun para tamu tampak memuji dirinya yang jauh lebih cantik di banding hari-hari biasanya. "Selamat atas pertunangan anda Nona Jiang dan Tuan Muda Cheng!"Para tamu kompak memberikan selamat pada keduanya. Setelah itu acara dilanjutkan dengan pesta. Akan tetapi Xiao Jiang tidak berniat bergabung dalam kerumunan. Perempuan itu malah duduk di kursi yang ada di sudut ruangan. Memperhatikan sekeliling ruangan beserta para tamu yang tampak menikmati acara tersebut. "Semua orang tampak bersenang-senang, tapi kenapa anda malah ada di sini Nona Jian