Yoriko terus berlari, dia merapatkan tubuhnya di salah satu kontrainer. Nafasnya memburu saat ini, tapi dia harus bisa menemukan pria misterius itu secepatnya. Kemudian matanya kembali awas saat melihat pria itu berlari melewati tempat Yoriko bersembunyi. Pria itu tidak sadar kalau Yoriko sudah tidak lagi mengejarnya, melainkan mengawasi dirinya dari kejauhan. Yoriko mengendap-endap, mencari waktu yang tepat untuk menyerang. Kemudian saat pria itu lengah Yoriko keluar dari persembunyiannya dan menghantam tengkuk pria itu dengan satu buah balok yang cukup besar. Bugh!"Akh!"Pria itu jatuh tersungkur begitu saja setelah terkena hantaman tepat di tengkuknya, dia jatuh pingsan saat itu juga. Yoriko berjongkok, memastikan kalau lawannya sudah terkapar tidak berdaya. Tidak lama kemudian dia menelfon Tuan Mun, karena saat dirinya asik kejar-kejaran tadi. Jarak Tuan Mun dan dirinya cukup jauh sehingga pria itu tidak mungkin tahu. "Tuan Mun, kau bisa ke sini bersama beberapa anggota? aku
Yoriko bangkit dari duduknya, dia mengeluarkan pistol yang disembunyikan dari balik pakaiannya. Para anggota yang lain juga bersiap setelah mendengar tembakan itu. "Berpencar! cari ke semua penjuru pelabuhan!" perintah Yoriko pada anggota yang lain.Mereka kemudian berpencar dan mencari orang yang telah menembak mati pria misterius itu. Yoriko berlari ke arah Tuan Mun, rupanya pria itu tidak membawa senjata api. "Ini, Tuan Mun bawa saja pistol ku," ucapnya menyerahkan pistol Glok 45 Gap yang dia pegang. Kemudian Yoriko pergi meninggalkan Tuan Mun tanpa menunggu lama. Untung saja Yoriko selalu membawa senjata cadangan, jadi dia tidak kewalahan di saat seperti ini. Perempuan itu berlari ke luar pelabuhan, dia memperhatikan sekeliling. Kondisi yang ramai di pelabuhan membuatnya harus ekstra hati-hati. Selain itu, Yoriko juga semakin kesusahan mencari target yang dia tuju. "Sial! aku tidak menemukan apa pun," geram Yoriko sembari memberikan pukulan mentah ke awang-awang. Dia frustasi
Di Gangnam sendiri, Ashraf tengah duduk melihat beberapa anggota yang tengah berlatih bela diri di ruangan yang ada di bagian belakang kediaman. Para anggota El Abro itu memang berlatih di dalam ruangan hari ini karena di luar masih tertutup salju. Akan tetapi pikirannya tidak bisa fokus pada para anak buahnya. Pikirannya menjelajah ke mana-mana, beberapa hari terakhir dia memang merasa gelisah. "Ashraf, kau baik-baik saja? Tampaknya kau kurang sehat," ucap Master Wang yang memang ikut berlatih di ruangan itu. Dia baru saja beristirahat setelah setengah jam Wushu. Ashraf yang ditanya pun hanya tersenyum kaku. Dia tidak terlalu dekat dengan Master Wang, tapi dia juga tidak bisa menjauhinya. Sekarang, pria di sampingnya ini adalah bagian dari El Abro dan dia sendiri yang sudah membawanya masuk ke kelompok mafia. "Aku baik-baik saja Master, mungkin sedikit kelelahan?" Balas Ashraf. Master Wang mengangguk samar, dia ikut duduk di samping Ashraf sembari meneguk air mineral dari dalam
"Bu-bukan seperti itu, hanya saja kali ini aku ingin mempercayai perasaan ku sendiri." Entahlah hanya jawaban seperti itu yang akhirnya keluar dari mulut Ashraf. Lizi di seberang sana makin tertawa terbahak-bahak dibuatnya. ["Hah! Sudahlah, terserah kakak saja. Aku akan beristirahat malam ini, sampai jumpa."] Setelah mengatakan itu Lizi mematikan sambungan telepon. Ashraf masih diam di tempatnya, dia memandang kosong ke layar ponselnya. "Kalau saja ibu masih hidup, aku pasti akan meminta nasihat darinya." Ashraf bergumam pelan sembari tersenyum getir. Dia benar-benar merindukan sang ibu sekarang, mendadak Ashraf kembali mengingat saat dimana ibunya dinyatakan tiada hari itu. Hatinya terasa sakit dan sesak, dia tidak berbuat apa-apa saat berhadapan dengan takdir. "Aku akan membalas Blair Fulton bagaimana pun caranya," gumam pria itu dengan lirih. Sedangkan di pelabuhan Gunsan, Yoriko dan Tuan Mun tengah bersembunyi di balik tumpukan tong kosong yang ada di pelabuhan. Dari jarak k
Tuan Mun memejamkan matanya sejenak, dia mengeraskan rahangnya menahan emosi. Pria itu berusaha menenangkan diri atas ucapan kurang ajar yang dia dengar dari Yoriko. "Ada alasan kenapa aku melakukan semua ini Yoriko," jawab Tuan Mun pada akhirnya.Dia juga menurunkan egonya dengan memelankan nada bicaranya pada perempuan yang pantas dia sebut putrinya. "Alasan apa lagi Tuan Mun? Sungguh aku tidak mengerti," balas Yoriko yang tampak lelah dan kecewa. "Nanti kita bicarakan lagi saat sudah sampai di markas besar saja," ucap Tuan Mun. Kemudian hening, Yoriko tidak menjawab lagi. Marco, anggota yang menjadi supir mereka malam ini juga diam tidak berani menanggapi apa-apa. Tuan Mun juga memilih kembali ke markas alih-alih ke kediaman keluarga Choi. Padahal mereka berangkat dari kediaman, tapi dia rasa tidak tepat untuk kembali ke sana saat ini. Tuan Mun dan Yoriko baru saja sampai di markas besar setelah lewat jam tiga pagi. Keduanya turun dari mobil, masih ada rasa penasaran di wajah
Di salah satu restoran mewah daerah Gunsan, Xiao Jiang tengah menikmati sarapan paginya dengan tenang. Perempuan itu memandang orang-orang yang berlalu lalang di jalanan. Saat ini dia tengah memesan sarapan pagi dan menunggunya di lantai dua restoran tersebut. Perempuan cantik itu duduk di dekat jendela dan memandang ke bawah, di mana ada jalan protokol yang bisa dia lihat dengan leluasa. "Aku tidak menyangka El Abro punya banyak sekali cabang bisnis," gumam perempuan itu sembari memperhatikan layar ponselnya. Matanya awas memperhatikan beberapa file yang diberikan oleh anak buahnya. Setidaknya dia mengantongi beberapa informasi terkait bisnis yang dikerjakan oleh El Abro. Tidak lama kemudian sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya, Xiao Jiang yang hendak menyuap makanan segera menghentikan kegiatannya. Dia menggeser tombol hijau begitu sadar kalau telepon itu berasal dari tangan kanannya, Chen Xiaojun. "Ya, ada apa Xiaojun?" Tanya Jiang begitu panggilan terhubung. ["Nona Jian
Setelah sarapan bersama Tuan Mun, Ashraf masih duduk di ruang kerjanya sementara Tuan Mun sudah pamit untuk pulang terlebih dahulu untuk beristirahat. Ashraf tampak menimbang kartu memori yang diberikan padanya beberapa saat lalu. Dia hendak melihat apa yang ada di dalam sana. Ketika Ashraf bangkit dari duduknya untuk mengambil laptop, ponsel miliknya berdering. Sontak Ashraf mengurungkan niatnya dan kembali duduk sembari mengangkat telepon tersebut. "Lizi?" Gumam Ashraf sebelum akhirnya mengangkat panggilan dari sang adik. ["Kakak!"] Panggil Lizi dari seberang sana dengan nada yang terburu-buru. Kening Ashraf berkerut, dia tidak yakin kalau semuanya baik-baik saja setelah mendengar nada bicara dari adik satu-satunya itu. "Ya ada apa, katakan dengan jelas!" Perintahnya. ["Ada penyerangan tiba-tiba di kantor Bea Cukai kak,"] tutur Lizi dengan nada yang bergetar. Ashraf terkejut bukan main, di tempat yang sangat tidak mungkin ada kejahatan di sana. Bisa-bisanya malah ada penyeran
Fengying semakin panik ketika mobil dibelakangnya terus mepet ke body mobil yang dia kendarai. Bahkan mobil milik Fengying sudah bergesekan dengan pembatas jalan hingga menimbulkan sedikit percikan api. "Sialan!" Umpat Fengying sembari terus berusaha menghindar.Bagaimana pun saat ini dia memakai pakaian dinasnya sebagai petugas Bea Cukai, tidak mungkin jika Fengying malah bertindak kriminal. "Berhati-hati Tuan Fengying," ucap Lizi yang ada di kursi penumpang. perempuan itu masih berlagak seperti gadis muda baik-baik yang tidak terbiasa dengan situasi seperti ini. Karena mau bagaimana pun, Lizi berkenalan dengan Fengying sebagai perempuan baik yang mengurus bisnis mendiang sang ibu. Bukan anak perempuan dari keluarga mafia, jadi Lizi berusaha mati-matian mempertahankan citra seperti itu. "Mereka terus mengejar kita nona Liz, bagaimana ini?" Tanya Fengying yang mulai khawatir. "Arahkan saja mobil ini ke jalan yang sulit di lewati. Dengan begitu mereka mungkin tidak akan mengejar,"
Ashraf panik, dia berlari menuju tubuh Yoriko yang langsung tidak sadarkan diri. Perempuan itu berkorban demi dirinya, Yoriko sangat takut mati. Tapi dia bersedia tertembak demi orang yang dia cintai, yaitu Ashraf. Ashraf memeluk tubuh Yoriko yang mulai lemas. Di rengkuhnya tubuh perempuan berdarah Jepang-Korea Selatan itu. "Yoriko bangun!" Ucapnya berusaha membuat perempuan itu tersadar. Namun tidak ada respon yang diterima dari rekan sekaligus teman baiknya itu. Ashraf menundukkan kepalanya dalam-dalam, dia menyesal. "Sudah aku katakan sebelumnya Yoriko, jangan pernah pertaruhkan nyawa demi cinta. Tapi kau selalu keras kepala."Marco yang juga melihat itu merasa geram, kini hanya ada lima anggota Blair Fulton yang menjaga di sekitar Jeep tempat Tuan Lan dan Xiao juang bersembunyi."Keluar kalian dasar pengecut!" Teriak Marco tidak terima. Dia mengambil alih senapan yang masih dipegang oleh jasad beberapa anggota Blair Fulton yang telah tewas. Marco mulai menembaki para anggota
Tuan Lan dan Xiao Jiang segera bertolak menuju Gangnam begitu proses pemakaman Chen Goufeng dan keluarganya selesai. Kini status Xiao Jiang sendiri cukup terkenal sebagai tunangan mendiang putra perdana menteri. Oleh karena itu Xiao Jiang perlu berhati-hati dalam bertindak di negara asalnya. Akan tetapi tidak ketika dia dan sang ayah berada di Gangnam. Mereka langsung mengepung markas besar El Abro begitu mendapatkan kabar bahwa orang kepercayaan Blair Fulton, Kwon Yuri tewas ditangan Ashraf. Dor!Dor!Dor!Tembakan-tembakan dilepaskan secara tepat sasaran ke arah orang-orang Blair Fulton yang bersembunyi di pepohonan. Setidaknya, Tuan Lan membawa seratus orang anggota Blair Fulton mengepung markas besar El Abro. Hanya lima belas orang saja yang dapat dilihat oleh pihak lawan. Sedangkan sisanya bersembunyi dengan baik, berkamuflase dengan lingkungan tempat sekitar markas besar El Abro. Letak markas yang dikelilingi oleh lahan berisi pepohonan sebagai kamuflase pun memberi jalan ke
Yoriko ditangani dengan baik dan sadar setelah tidak sadarkan diri kurang lebih tiga jam lamanya. Perempuan itu di bius oleh Kwon Yuri begitu dia kalah di dalam penyerangan di hotel milik Senor Hugo. Sebenarnya jika bukan karena jumlah lawan yang tidak sepadan, dan pihaknya tidak dicurigai. Pasti Yoriko tidak akan mudah dibawa oleh orang-orang suruhan Kwon Yuri itu. "Bagaimana keadaan mu Yoriko, apa ada yang masih sakit?" Tanya Ashraf begitu perempuan itu membuka mata. Yoriko tidak segera menjawab, dia malah mengernyitkan dahinya. Merasa heran kenapa Ashraf ada saat dia membuka mata, padahal di ingatan terakhirnya tidak ada pria itu di hotel Senor Hugo. "Ashraf, kau ada di sini?" Tanyanya heran. "Iya aku di sini kenapa? Apa ada yang salah?" Ashraf malah balik bertanya. Sementara di belakangnya ada Ashley dan juga Marco yang tersenyum lebar melihat rekan mereka sadar. "Tidak, maksud ku. Bagaimana kau bisa datang, padahal kau tidak ada di hotel Senor Hugo saat aku di bawa oleh ora
Di tengah-tengah serangan, Ashraf bisa melihat dari kejauhan kalau dia tidak lagi sendirian. Selain Ashley yang memang membantu dirinya, dia bisa melihat ada beberapa anggota yang lain datang membantu. Ashraf tersenyum kecil, dia merasa Tuhan benar-benar ada dengan memberikannya bantuan di tengah keputusasaan dirinya. "Hah! Setidaknya Tuhan mendengar keluhan ku kali ini," gumam Ashraf sembari menatap para musuhnya satu persatu. Kini dia semakin semangat mengalahkan mereka, dia memukul dengan sangat brutal. "Ashraf, biar aku yang mengurus semuanya!" Ashley berkata tegas dari kejauhan. Di tengah kerusuhan dan juga serangan-serangan itu, Ashraf mengangguk paham. Di dekatnya, sudah ada Marco yang merangsek di tengah kerumunan dan juga anak buah Kwon Yuri yang membabi buta. "Mari selamatkan Yoriko Tuan Muda," ajak Marco ketika keadaan didekat mereka mulai terkendali. Ashraf mengangguk, "Ayo!"Keduanya kemudian menarik tali tambang yang mengikat Yoriko. Keduanya menarik tubuh Yoriko
Jiang malah tersenyum lebar ketika melihat tubuh Xiaojun yang ambruk tidak sadarkan diri didepannya. Sedetik kemudian ekspresi wajahnya berubah, dia mendadak berpura-pura panik. "Tolong, siapapun tolong ada yang pingsan di sini!" Teriak Jiang sembari berjongkok di dekat tubuh Xiaojun yang terkapar di lantai rumah sakit. Kondisi koridor rumah saki yang sepi membuat perempuan itu harus berteriak agar mendapatkan bantuan. Tidak lama ada beberapa perawat yang datang dengan tergopoh-gopoh untuk membantu mengangkat tubuh Xiaojun. "Nona keluarga pria ini?" Tanya salah satu perawat begitu tubuh Xiaojun berhasil di pindahkan ke brangkar dan mulai di dorong menuju ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan. Jiang mengangguk, "Benar. Aku tunangannya." Perawat itu mengangguk lalu beralih pada Xiaojun yang harus segera mendapatkan pertolongan. Begitu masuk ke ruang ICU, Jiang di hentikan oleh perawat. "Nona silahkan tunggu di luar." Jiang berpura-pura bersedih, dia hanya menatap kosong ke ruan
Ashraf hanya menatap datar dokumen yang ada di depannya. Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada Kwon Yuri yang masih menodongkan pistol ke kepala Ashraf. "Tunggu apa lagi Ashraf? Cepat tanda tangani berkas ini!" Kwon Yuri memberikan penekanan pada setiap kalimatnya. Ashraf kemudian melangkah, dia tidak mengalihkan pandangannya ke mana pun. Pria itu masih setia menatap lurus ke arah lawannya. "Apa ucapan mu bisa di pegang Kwon Yuri?" Tanya Ashraf masih tetap dengan nada yang tenang. "Hah! Tentu saja, asalkan kau tanda tangan di berkas itu." Kwon Yuri semakin menekankan nada bicaranya. Ashraf kemudian memperhatikan sekeliling, dia berusaha mencari celah di antara banyaknya anak buah Kwon Yuri yang mengepung dirinya. Ashraf memutar otak, mencari cara terbaik agar bisa lepas dari tekanan Kwon Yuri. Dia bisa saja melakukan perlawanan dengan mudah, akan tetapi Ashraf tidak bisa memastikan keselamatan Yoriko karena tindakannya itu. Akan tetapi Ashraf malah memajukan tubuhnya pada
Ye Siwu tersenyum ramah dan membiarkan seorang pelayan pria yang memang telah dia ajak bekerjasama memberikan botol wine pada keluarga perdana menteri Chen Goufeng. "Permisi Perdana Menteri, aku ingin memberikan wine ini untuk anda." Pelayan itu berkata dengan sopan. Chen Goufeng yang tengah menunggu jawaban dari Xiao Jiang mendecik sebal atas kedatangan pelayan tersebut. Akan tetapi begitu melihat botol yang dibawa, amarah yang semula hendak keluar mendadak reda. "Xiaojun, ini wine yang kau maksud tadi?" Tanya Chen Goufeng pada sang putra. Karena memang sebelum ini, Xiaojun ingin memberikan wine pada sang ayah untuk merayakan pertunangan. Xiaojun yang melihat botol wine serta pelayan yang membawanya mengangguk mengiyakan. "Benar, itu yang aku ingin berikan pada ayah. Lagi pula aku menitipkan ini pada pelayan tadi," jawabnya. Ye Siwu sendiri menahan tawa, menertawakan kebodohan Xiaojun. Karena sebelum memerintah si pelayan, perempuan itu telah memilih siapa orang yang dipercaya
Ashraf hanya menggigit bibir bawahnya menahan emosi yang memuncak. Saat ini dia harus bisa menemukan kembali Yoriko. Akan tetapi dia juga tidak yakin kalau telepon yang dia terima ini akan membawanya pada perempuan itu.Di tengah kebimbangannya, Master Wang yang memang bisa berjalan meski tertatih-tatih itu mendekati Ashraf. "Siapa?" Tanyanya dengan lirih. Ashraf menggedikan bahunya, jawaban kalau dia tidak tahu siapa yang sedang menghubungi dirinya. Master Wang pun paham dengan jawaban yang diberikan. Pria itu berdiri di samping Ashraf, menunggunya menyelesaikan panggilan. ["Ku tanya sekali lagi Ashraf, apa kau mau tahu di mana keberadaan Yoriko?"] Tanya seseorang di seberang sana lagi, mengulangi pertanyaan sebelumnya. Ashraf memejamkan matanya, berpikir keras. Kemudian dia menjawab tenang. "Tentu, jadi katakan di mana perempuan itu?" Tanyanya. ["Kalau kau mau menemuinya, datang lah sendiri ke tempat yang aku katakan. Bagaimana?"]"Ya aku akan ke sana sendirian, jadi cepat ka
Pertunangan Xiao Jiang dan Xiaojun terlaksana dengan baik, keduanya saling bertukar cincin di ikuti oleh sorak sorai para tamu yang ada. Tepukan gemuruh menggema di seluruh gedung tempat acara tersebut digelar. Xiaojun tampak tersenyum lebar, merasa menang atas Xiao Jiang. Dia melirik ke arah sang ayah yang tampak jauh lebih gembira dibanding dirinya. Sementara Xiao Jiang hanya memasang wajah datar. Dia tidak menampilkan ekspresi apa-apa, meskipun para tamu tampak memuji dirinya yang jauh lebih cantik di banding hari-hari biasanya. "Selamat atas pertunangan anda Nona Jiang dan Tuan Muda Cheng!"Para tamu kompak memberikan selamat pada keduanya. Setelah itu acara dilanjutkan dengan pesta. Akan tetapi Xiao Jiang tidak berniat bergabung dalam kerumunan. Perempuan itu malah duduk di kursi yang ada di sudut ruangan. Memperhatikan sekeliling ruangan beserta para tamu yang tampak menikmati acara tersebut. "Semua orang tampak bersenang-senang, tapi kenapa anda malah ada di sini Nona Jian