"A-apa? Karena aku, memangnya apa yang aku lakukan?" Tanya Yoriko sembari menunjuk dirinya sendiri. Hal itu semakin memancing tawa Ashraf. Dia kembali tertawa terutama melihat ekspresi wajah Yoriko yang entah mengapa sangat menggemaskan. "Sejak kapan kau menggemaskan begini Yoriko? Dimana Yoriko si anggota mafia yang cerdas dan tenang itu?" Ledek Ashraf. Yoriko mengerucutkan bibirnya lima senti, dia kesal. "Ashraf aku serius," ucapnya lelah. "Iya-iya!" Ashraf kemudian kembali menetralkan ekspresi wajahnya menjadi datar seperti semula. Melihat itu, justru Yoriko yang sebenarnya ingin tertawa. Tapi perempuan itu sekuat tenaga menahan semuanya. Yoriko sempat berdehem beberapa kali sebelum akhirnya mengulang lagi pertanyaannya. "Jadi, apa yang membuat Nona Karalyn tampak begitu kesal tadi?" Tanyanya dengan wajah yang serius. Ashraf melongok ke dalam vila yang sebagian besar dikelilingi kaca. Dia melihat sosok Karalyn yang mereka bicarakan ada di dalam sana. Lalu, Ashraf kembali men
Ashraf memijat pelipisnya perlahan, lalu menatap Yoriko dengan tanda tanya besar di kepalanya. "Ada apa lagi, tampaknya kau selalu saja cemas dengan keluarga Henderson?" Tanyanya. "Ck! Kau ini, bukankah sudah jelas kalau keluarga Henderson mau bekerjasama dengan El Abro hanya karena Karalyn yang menjadi pemimpinnya. Pikirkan saja, bertahun-tahun bahkan sejak Tuan Choi Mujin yang berkuasa. Apakah Billiard Henderson mau bergandeng tangan dengan El Abro?" Yoriko menerangkan semua yang dia tahu tentang kelompok mafia dari Amerika Utara itu. Ashraf hendak menyela, tapi ucapan Yoriko lebih dulu mengambil alih. Perempuan itu mengatakannya dengan nada yang tenang dan suara yang pelan, tapi penuh dengan penekanan. "Tidak Ashraf, sekalipun tidak pernah! Orang-orang dari Amerika itu selalu saja merasa jauh lebih unggul dari orang-orang Asia, termasuk keluarga Henderson." Yoriko memberi jeda pada ucapannya, dia membiarkan Ashraf mencerna apa yang dia katakan dengan baik. Kemudian, Yoriko maju
Kungmin, 21.48 pm. Tuan Lan berjalan pelan menghampiri putrinya yang tengah duduk sendirian di tepi balkon sembari menatap kosong ke langit malam. Padahal cuacanya cukup berangin, ditambah dengan saat ini musim dingin. Akan tetapi Xiao Jiang masih saja bertahan di balkon dengan baju tidurnya yang berbahan satin. "Sudah malam Jiang, kenapa kau masih ada di sini?" Tanya Tuan Lan begitu dia berada di ambang pintu yang menghubungkan kamar dengan balkon. Xiao Jiang menoleh, tetapi dia tidak berniat beranjak dari duduknya. "Aku belum mengantuk ayah," jawabnya. Tuan Lan sendiri memang bisa memasuki kamar Xiao Jiang meski tidak dibukakan pintu oleh sang putri. Karena dia memiliki akses yang sama dengannya, pintu-pintu ruangan tertentu di markas besar Blair Fulton memang menggunakan keamanan khusus. Hanya keluarga Xiao saja yang bisa mengaksesnya. "Ayah sendiri kenapa malah ada di sini bukannya beristirahat?" Tanya Jiang yang kini menurunkan kakinya, dia menghadap ke arah sang ayah yang m
Hongdae suburb, 18.37 pm. Dua mobil yang membawa Tuan Mun, Master Wang dan Hwang Culseok merayap dari jalan protokol menuju ke pinggiran kota Hongdae. Suasananya jauh lebih tenang dari pada di pusat kota. Mobil-mobil itu kemudian berhenti di sebuah jalan yang dekat dengan aliran sungai dan beberapa toko-toko dengan bangunan khas tradisional. "Kenapa berhenti di sini?" Tanya Tuan Mun ketika mobil mereka berhenti. Culseok yang duduk di depan disamping kemudi menoleh ke belakang. Dia tersenyum ramah mendengar pertanyaan dari pria yang lebih tua darinya itu. "Karena tidak mungkin kita masuk ke gang kecil itu dengan mengendari mobil Tuan," jawab Culseok santai. Tidak lama pria itupun turun dari mobil dan berdiri menunggu dua pria yang ikut bersamanya turun. "Pemandangan malam yang tenang, berbeda dengan pusat kota." Master Wang berujar pelan begitu dia turun. Pria itu memandang jauh ke arah sungai yang mengalir dan langit biru tua yang cerah. Culseok menoleh, dia tersenyum sekilas.
Setelah menjawab pertanyaan Tuan Mun, Senor Hugo tersenyum kecil kemudian meraih cangkir tehnya dan minum dengan tenang. Sementara Master Wang dan Tuan Mun di buat bertanya-tanya dengan pria itu. Belum sempat mengerti siapa Culseok, tapi mereka harus kembali bertemu dengan orang baru. Lebih-lebih lagi orang Spanyol yang fasih berbicara bahasa Korea, itu cukup aneh. "Jadi Senor, kau ingat dengan pria yang ku ceritakan beberapa hari lalu padamu? Mereka ini adalah anak buahnya, anak buah Tuan Muda Choi." Culseok memulai percakapan yang lebih serius. Tapi kali ini dengan bahasa Spanyol yang sama sekali tidak dimengerti oleh Tuan Mun dan Master Wang. Senor Hugo mengangguk, dia ingat itu. "Jadi mereka antek-antek mafia?" Tanyanya memastikan. Culseok mengangguk lagi, dia mengiyakan. Kemudian pandangannya beralih pada Master Wang dan Tuan Mun. "Kalian bisa bertanya apa saja tentang dokumen yang kalian cari, Senor Hugo pasti akan menjawabnya." Culseok berkata meyakinkan. Master Wang memi
Setelah mendapatkan cukup informasi, Tuan Mun dan Master Wang memutuskan untuk kembali ke Gangnam-gu. "Terimakasih banyak atas semua informasi mu Senor," ucap Master Wang dan menunduk memberi salam. Senor Hugo juga membalasnya, kali ini dengan gerakan yang sama. "Semoga itu cukup untuk membangun Tuan Muda Choi," balasnya. "Tentu saja," Master Wang tersenyum tipis. Tidak lama mereka pun kembali berjalan keluar dari gang kecil tersebut untuk sampai ke mobil yang telah menunggu mereka semua. Culseok juga sempat berbicara ringan serta memastikan kalau Senor Hugo mau terus membantu pihaknya. Kedua mobil mewah yang membawa orang-orang kepercayaan Ashraf pergi menuju ke Hongdae untuk mengantar Culseok kembali. "Aku harap kau juga bisa memikirkan jalan keluar untuk masalah ini Culseok," ucap Tuan Mun begitu Culseok hendak turun. Pria yang duduk di depan itu menoleh, dia mengangguk mantap. Sembari tangannya masih tertahan di pegangan pintu mobil. "Tentu saja, karena nyawaku ada ditanga
Tepat pukul dua belas malam, semua orang berhamburan keluar dari villa milik Jung Soo Hyun. Begitu juga dengan Ashraf dan Yoriko, keduanya hendak kembali ke Gangnam-gu bersama dengan anggota yang lain. Tapi baru saja Ashraf hendak membuka mobilnya, satu panggilan menghentikan dirinya. "Ashraf!" Si empu nama menolehkan kepalanya, begitu juga dengan Yoriko yang mendengar panggilan itu. Daru kejauhan Karalyn tampak berjalan mendekat ke arahnya. "Ada apa Nona Karalyn, kau perlu bantuan?" Tanya Ashraf begitu perempuan berambut pirang itu ada dihadapannya. "Aku tidak bisa menyebut ini sebagai bantuan, tapi ku rasa kau juga tidak akan mau melakukannya." Karalyn berkata tenang. Ashraf sempat bingung, dia juga reflek menoleh pada Yoriko yang belum juga masuk ke mobil. Perempuan itu masih berdiri di sisi kiri mobil memperhatikan keduanya. Karalyn juga melihatnya, dia membuang nafasnya kasar. "Rupanya ucapan mu di hadapan Tuan Jung Soo Hyun tadi benar adanya Ashraf," ucapnya tiba-tiba. As
Tepat saat fajar mulai menyingsing, dua mobil mewah milik keluarga Choi itu kembali ke kediaman. Yoriko segera turun dari mobilnya dan berbicara pada anggota yang lain untuk segera pamit pulang. Perempuan itu hendak beristirahat dan kembali lagi siang nanti. "Marco, kau bisa mengantar ku ke markas besar? Mobil ku masih ada di sana," ucap Yoriko pada Marco yang juga baru turun dari mobil. "Tentu saja Nona, mari aku antarkan." Marco menjawab dengan sopan dia kemudian menuju ke mobilnya yang ada di garasi kediaman. Ashraf yang melihat itu mencegah mereka. "Mau ke mana kalian?" Tanyanya dengan nada yang tegas. Marco dan Yoriko sontak menoleh, Marco tampak sedikit ketakutan karena suara tegas Ashraf dan nada bicaranya yang dingin. Akan tetapi tidak dengan Yoriko yang menatapnya acuh tak acuh. "Ke markas besar, mobilku masih ada di sana." Yoriko menjawabnya singkat. Ashraf kemudian berjalan mendekatinya, sembari tangannya berada di dalam saku celana yang dia kenakan. "Aku yang akan m
Ashraf panik, dia berlari menuju tubuh Yoriko yang langsung tidak sadarkan diri. Perempuan itu berkorban demi dirinya, Yoriko sangat takut mati. Tapi dia bersedia tertembak demi orang yang dia cintai, yaitu Ashraf. Ashraf memeluk tubuh Yoriko yang mulai lemas. Di rengkuhnya tubuh perempuan berdarah Jepang-Korea Selatan itu. "Yoriko bangun!" Ucapnya berusaha membuat perempuan itu tersadar. Namun tidak ada respon yang diterima dari rekan sekaligus teman baiknya itu. Ashraf menundukkan kepalanya dalam-dalam, dia menyesal. "Sudah aku katakan sebelumnya Yoriko, jangan pernah pertaruhkan nyawa demi cinta. Tapi kau selalu keras kepala."Marco yang juga melihat itu merasa geram, kini hanya ada lima anggota Blair Fulton yang menjaga di sekitar Jeep tempat Tuan Lan dan Xiao juang bersembunyi."Keluar kalian dasar pengecut!" Teriak Marco tidak terima. Dia mengambil alih senapan yang masih dipegang oleh jasad beberapa anggota Blair Fulton yang telah tewas. Marco mulai menembaki para anggota
Tuan Lan dan Xiao Jiang segera bertolak menuju Gangnam begitu proses pemakaman Chen Goufeng dan keluarganya selesai. Kini status Xiao Jiang sendiri cukup terkenal sebagai tunangan mendiang putra perdana menteri. Oleh karena itu Xiao Jiang perlu berhati-hati dalam bertindak di negara asalnya. Akan tetapi tidak ketika dia dan sang ayah berada di Gangnam. Mereka langsung mengepung markas besar El Abro begitu mendapatkan kabar bahwa orang kepercayaan Blair Fulton, Kwon Yuri tewas ditangan Ashraf. Dor!Dor!Dor!Tembakan-tembakan dilepaskan secara tepat sasaran ke arah orang-orang Blair Fulton yang bersembunyi di pepohonan. Setidaknya, Tuan Lan membawa seratus orang anggota Blair Fulton mengepung markas besar El Abro. Hanya lima belas orang saja yang dapat dilihat oleh pihak lawan. Sedangkan sisanya bersembunyi dengan baik, berkamuflase dengan lingkungan tempat sekitar markas besar El Abro. Letak markas yang dikelilingi oleh lahan berisi pepohonan sebagai kamuflase pun memberi jalan ke
Yoriko ditangani dengan baik dan sadar setelah tidak sadarkan diri kurang lebih tiga jam lamanya. Perempuan itu di bius oleh Kwon Yuri begitu dia kalah di dalam penyerangan di hotel milik Senor Hugo. Sebenarnya jika bukan karena jumlah lawan yang tidak sepadan, dan pihaknya tidak dicurigai. Pasti Yoriko tidak akan mudah dibawa oleh orang-orang suruhan Kwon Yuri itu. "Bagaimana keadaan mu Yoriko, apa ada yang masih sakit?" Tanya Ashraf begitu perempuan itu membuka mata. Yoriko tidak segera menjawab, dia malah mengernyitkan dahinya. Merasa heran kenapa Ashraf ada saat dia membuka mata, padahal di ingatan terakhirnya tidak ada pria itu di hotel Senor Hugo. "Ashraf, kau ada di sini?" Tanyanya heran. "Iya aku di sini kenapa? Apa ada yang salah?" Ashraf malah balik bertanya. Sementara di belakangnya ada Ashley dan juga Marco yang tersenyum lebar melihat rekan mereka sadar. "Tidak, maksud ku. Bagaimana kau bisa datang, padahal kau tidak ada di hotel Senor Hugo saat aku di bawa oleh ora
Di tengah-tengah serangan, Ashraf bisa melihat dari kejauhan kalau dia tidak lagi sendirian. Selain Ashley yang memang membantu dirinya, dia bisa melihat ada beberapa anggota yang lain datang membantu. Ashraf tersenyum kecil, dia merasa Tuhan benar-benar ada dengan memberikannya bantuan di tengah keputusasaan dirinya. "Hah! Setidaknya Tuhan mendengar keluhan ku kali ini," gumam Ashraf sembari menatap para musuhnya satu persatu. Kini dia semakin semangat mengalahkan mereka, dia memukul dengan sangat brutal. "Ashraf, biar aku yang mengurus semuanya!" Ashley berkata tegas dari kejauhan. Di tengah kerusuhan dan juga serangan-serangan itu, Ashraf mengangguk paham. Di dekatnya, sudah ada Marco yang merangsek di tengah kerumunan dan juga anak buah Kwon Yuri yang membabi buta. "Mari selamatkan Yoriko Tuan Muda," ajak Marco ketika keadaan didekat mereka mulai terkendali. Ashraf mengangguk, "Ayo!"Keduanya kemudian menarik tali tambang yang mengikat Yoriko. Keduanya menarik tubuh Yoriko
Jiang malah tersenyum lebar ketika melihat tubuh Xiaojun yang ambruk tidak sadarkan diri didepannya. Sedetik kemudian ekspresi wajahnya berubah, dia mendadak berpura-pura panik. "Tolong, siapapun tolong ada yang pingsan di sini!" Teriak Jiang sembari berjongkok di dekat tubuh Xiaojun yang terkapar di lantai rumah sakit. Kondisi koridor rumah saki yang sepi membuat perempuan itu harus berteriak agar mendapatkan bantuan. Tidak lama ada beberapa perawat yang datang dengan tergopoh-gopoh untuk membantu mengangkat tubuh Xiaojun. "Nona keluarga pria ini?" Tanya salah satu perawat begitu tubuh Xiaojun berhasil di pindahkan ke brangkar dan mulai di dorong menuju ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan. Jiang mengangguk, "Benar. Aku tunangannya." Perawat itu mengangguk lalu beralih pada Xiaojun yang harus segera mendapatkan pertolongan. Begitu masuk ke ruang ICU, Jiang di hentikan oleh perawat. "Nona silahkan tunggu di luar." Jiang berpura-pura bersedih, dia hanya menatap kosong ke ruan
Ashraf hanya menatap datar dokumen yang ada di depannya. Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada Kwon Yuri yang masih menodongkan pistol ke kepala Ashraf. "Tunggu apa lagi Ashraf? Cepat tanda tangani berkas ini!" Kwon Yuri memberikan penekanan pada setiap kalimatnya. Ashraf kemudian melangkah, dia tidak mengalihkan pandangannya ke mana pun. Pria itu masih setia menatap lurus ke arah lawannya. "Apa ucapan mu bisa di pegang Kwon Yuri?" Tanya Ashraf masih tetap dengan nada yang tenang. "Hah! Tentu saja, asalkan kau tanda tangan di berkas itu." Kwon Yuri semakin menekankan nada bicaranya. Ashraf kemudian memperhatikan sekeliling, dia berusaha mencari celah di antara banyaknya anak buah Kwon Yuri yang mengepung dirinya. Ashraf memutar otak, mencari cara terbaik agar bisa lepas dari tekanan Kwon Yuri. Dia bisa saja melakukan perlawanan dengan mudah, akan tetapi Ashraf tidak bisa memastikan keselamatan Yoriko karena tindakannya itu. Akan tetapi Ashraf malah memajukan tubuhnya pada
Ye Siwu tersenyum ramah dan membiarkan seorang pelayan pria yang memang telah dia ajak bekerjasama memberikan botol wine pada keluarga perdana menteri Chen Goufeng. "Permisi Perdana Menteri, aku ingin memberikan wine ini untuk anda." Pelayan itu berkata dengan sopan. Chen Goufeng yang tengah menunggu jawaban dari Xiao Jiang mendecik sebal atas kedatangan pelayan tersebut. Akan tetapi begitu melihat botol yang dibawa, amarah yang semula hendak keluar mendadak reda. "Xiaojun, ini wine yang kau maksud tadi?" Tanya Chen Goufeng pada sang putra. Karena memang sebelum ini, Xiaojun ingin memberikan wine pada sang ayah untuk merayakan pertunangan. Xiaojun yang melihat botol wine serta pelayan yang membawanya mengangguk mengiyakan. "Benar, itu yang aku ingin berikan pada ayah. Lagi pula aku menitipkan ini pada pelayan tadi," jawabnya. Ye Siwu sendiri menahan tawa, menertawakan kebodohan Xiaojun. Karena sebelum memerintah si pelayan, perempuan itu telah memilih siapa orang yang dipercaya
Ashraf hanya menggigit bibir bawahnya menahan emosi yang memuncak. Saat ini dia harus bisa menemukan kembali Yoriko. Akan tetapi dia juga tidak yakin kalau telepon yang dia terima ini akan membawanya pada perempuan itu.Di tengah kebimbangannya, Master Wang yang memang bisa berjalan meski tertatih-tatih itu mendekati Ashraf. "Siapa?" Tanyanya dengan lirih. Ashraf menggedikan bahunya, jawaban kalau dia tidak tahu siapa yang sedang menghubungi dirinya. Master Wang pun paham dengan jawaban yang diberikan. Pria itu berdiri di samping Ashraf, menunggunya menyelesaikan panggilan. ["Ku tanya sekali lagi Ashraf, apa kau mau tahu di mana keberadaan Yoriko?"] Tanya seseorang di seberang sana lagi, mengulangi pertanyaan sebelumnya. Ashraf memejamkan matanya, berpikir keras. Kemudian dia menjawab tenang. "Tentu, jadi katakan di mana perempuan itu?" Tanyanya. ["Kalau kau mau menemuinya, datang lah sendiri ke tempat yang aku katakan. Bagaimana?"]"Ya aku akan ke sana sendirian, jadi cepat ka
Pertunangan Xiao Jiang dan Xiaojun terlaksana dengan baik, keduanya saling bertukar cincin di ikuti oleh sorak sorai para tamu yang ada. Tepukan gemuruh menggema di seluruh gedung tempat acara tersebut digelar. Xiaojun tampak tersenyum lebar, merasa menang atas Xiao Jiang. Dia melirik ke arah sang ayah yang tampak jauh lebih gembira dibanding dirinya. Sementara Xiao Jiang hanya memasang wajah datar. Dia tidak menampilkan ekspresi apa-apa, meskipun para tamu tampak memuji dirinya yang jauh lebih cantik di banding hari-hari biasanya. "Selamat atas pertunangan anda Nona Jiang dan Tuan Muda Cheng!"Para tamu kompak memberikan selamat pada keduanya. Setelah itu acara dilanjutkan dengan pesta. Akan tetapi Xiao Jiang tidak berniat bergabung dalam kerumunan. Perempuan itu malah duduk di kursi yang ada di sudut ruangan. Memperhatikan sekeliling ruangan beserta para tamu yang tampak menikmati acara tersebut. "Semua orang tampak bersenang-senang, tapi kenapa anda malah ada di sini Nona Jian